II. TINJAUAN PUSTAKA Smart Traktor

dokumen-dokumen yang mirip
Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

PENGEMBANGAN METODA DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK TRAKTOR TANPA AWAK

DETEKSI RINTANGAN MENGGUNAKAN KAMERA CCD UNTUK APLIKASI PADA TRAKTOR TANPA AWAK SKRIPSI MUDHO SAKSONO F

Pengembangan Algoritma Pengolahan Citra untuk Menghindari Rintangan pada Traktor Tanpa Awak

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Pertemuan 2 Representasi Citra

One picture is worth more than ten thousand words

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar,

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II CITRA DIGITAL

Copyright Tabratas Tharom 2003 IlmuKomputer.Com

BAB IV UJI PENENTUAN POSISI TIGA DIMENSI BUAH JERUK LEMON PADA TANAMANNYA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI PENUNJANG

Model Citra (bag. I)

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab II Teori Dasar 2.1 Representasi Citra

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

3 METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengembangan Metoda Deteksi Rintangan untuk Traktor Tanpa Awak Menggunakan Kamera CCD

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab III Perangkat Pengujian

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

III. METODOLOGI PENELITIAN

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. keakuratan dari penglihatan mesin membuka bagian baru dari aplikasi komputer.

oleh: M BAHARUDIN GHANIY NRP

BAB II LANDASAN TEORI

STMIK AMIKOM PURWOKERTO PENGOLAHAN CITRA. Akuisisi dan Model ABDUL AZIS, M.KOM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEM PENJEJAK POSISI OBYEK BERBASIS UMPAN BALIK CITRA

DATA/ INFO : teks, gambar, audio, video ( = multimedia) Gambar/ citra/ image : info visual a picture is more than a thousand words (anonim)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Pengolahan Citra (Image Processing)

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

Image Formation & Display

PEMANFAATAN KAMERA WIRELESS SEBAGAI PEMANTAU KEADAAN PADA ANTICRASH ULTRASONIC ROBOT

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

RANCANG BANGGUN ALAT DETEKSI RINTANGAN PADA LINTASAN KERJA TRAKTOR BERBASIS PENGOLAHAN CITRA

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

Chapter 3 TYPE OF ROBOTICS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

MOTOR DRIVER. Gambar 1 Bagian-bagian Robot

SAMPLING DAN KUANTISASI

PENGHITUNG JUMLAH MOBIL MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DIGITAL DENGAN INPUT VIDEO DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jobsheet 3 Cara Kerja Sistem CCTV

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. menggunakan serial port (baudrate 4800bps, COM1). Menggunakan Sistem Operasi Windows XP.

Pengolahan citra. Materi 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam aplikasi seperti digunakan untuk sistem pengawasan (monitoring

KLASIFIKASI TINGKAT KEMATANGAN BUAH PEPAYA (CARICA PAPAYA L) CALIFORNIA (CALLINA-IPB 9) DALAM RUANG WARNA HSV DAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBORS

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

Kuliah #1 PENGENALAN LOGIKA DAN TEKNIK DIGITAL Denny Darlis Program Studi D3 Teknik Telekomunikasi Fakultas Ilmu Terapan - Universitas Telkom

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGUKURAN KECEPATAN OBYEK DENGAN PENGOLAAN CITRA MENGGUNAKAN METODE THRESHOLDING SKRIPSI. Disusun Oleh : Hery Pramono NPM.

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Smart Traktor Ide mengenai robotic agriculture (suatu mesin cerdas yang dapat melakukan kegiatan pertanian) bukanlah hal yang baru lagi. Banyak insinyur yang telah mengembangkan penelitian dan kajian mengenai traktor tanpa awak namun hasil dari penelitian mereka masih belum memuaskan dan dianggap belum sukses, hal ini dikarenakan pada saat mereka melakukan penelitian tersebut belum terdapat pengetahuan yang bisa menjelaskan betapa kompleksnya apa yang disebut dengan dunia nyata. Kebanyakan dari mereka mengansumsikan tentang ciri industri pertanian dimana segala sesuatunya diketahui sebelum terjadi interaksi antara tangan dan mesin yang sepenuhnya bekerja dengan cara diuraikan sebelumnya. Saat ini dikembangkan mesin cerdas yang cukup pintar untuk bekerja di lingkungan yang tetap atau semi natural. Mesin tersebut tidak harus secerdas manusia pada umumnya, namun harus dapat menunjukkan tingkah laku yang pantas selayaknya manusia di dalam pengenalan situasi dan kondisi. Dalam hal ini mereka harus memprogram kecerdasan ke dalam mesinmesin tersebut agar berkelakuan dengan pantas dalam waktu yang lama, tanpa perlu diawasi, dalam lingkungan semi natural, sementara itu dengan mengerjakan pekerjaan yang berguna. Salah satu pengertian dari kompleksitas adalah untuk mengidentifikasi apa yang dilakukan oleh manusia dalam situasi tertentu dan penguraian aksi ke dalam kontrol mesin. Hal ini disebut dengan tingkah laku robot dan konsep metode yang diterapkan untuk pendekatan terhadap pertanian menurut Blackmore et. al. (2004). Menurut Shibusawa (1996) dalam Blackmore et. al. (2005), pendekatan untuk perlakuan tanaman dan pemilihan tanah sesuai dengan kebutuhannya oleh mesin otomatis merupakan tahap selanjutnya dalam pengembangan Precision Farming (PF). Menurut Blackmore et. al. (2005), PF tidak hanya berlaku untuk robotic agriculture (RA) tapi juga berlaku untuk penerapan otomatisasi pada mesin pertanian (termasuk traktor di dalamnya). Pengindera dan kontrol otomatis juga merupakan bagian penting dari PF. Banyak makalah ilmiah yang memberikan kesimpulan bahwa sistem-sistem tersebut mungkin untuk dilaksanakan, namun mayoritas bergerak dengan lambat dan oleh sebab itu tidak dapat berjalan secara ekonomis ketika dijalankan pada traktor kemudi. Gambar 2.1. (kiri) Portal Crop Scouting Platform oleh Madsen dan Jakobsen (2001) dan (kanan) sub canopy robot ISAAC2 yang dikembangkan mahasiswa Hohenheim University (Blackmore et. al., 2005) 3

Smart traktor yang berkembang saat ini berupa mesin otomatis yang berukuran lebih kecil daripada traktor kemudi. Smart traktor yang dikembangkan tersebut tentu saja tanpa awak. Diacu dalam Blackmore et. al. (2005) beberapa contoh smart traktor yang telah dikembangkan dalam penelitian adalah seperti pada Gambar 2.1 yang menunjukkan Portal Crop Scouting Platform oleh Madsen dan Jakobsen (2001) dan sub canopy robot ISAAC2 yang dikembangkan oleh kumpulan mahasiswa dari Hohenheim University. Masih diacu dalam Blackmore et. al. (2005), Gambar 2.2 memperlihatkan traktor penyiang otomatis untuk pohon natal. Gambar 2.2. Penyiang otomatis untuk pohon natal (Blackmore et. al., 2005) Menurut Soetiarso et. al. (2001) dalam Ahmad et. al. (2010) otomasi penggunaan traktor pertanian di masa mendatang merupakan sesuatu yang perlu mendapat perhatian sejak saat ini. Namun demikian, otomasi traktor pertanian harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain multifungsi dalam pemakaian di lapangan, serta mudah dalam pengoperasian dan perawatan dengan biaya terjangkau. Menurut Billingsley (2007), dapat dipastikan berkembangnya aplikasi unmanned vehicles untuk menyelesaikan pekerjaan di bidang pertanian. Walaupun traktor yang beroperasi secara otomatis penuh belum diwujudkan, masih terdapat cakupan yang lebih kecil, yaitu berupa kendaraan untuk pertanian yang beroperasi untuk menyelesaikan sekumpulan tugas yang dilakukan secara bersamaan. Dimana ide tersebut menjadikan unit yang lebih kecil yang akan dapat mereka kerjakan secara bersamaan dan secara konstan, sehingga akan menyebabkan penyediaan tenaga dalam jumlah yang sama dengan resiko yang semakin kecil untuk pengerjaan di pertanian. 2.2. Rintangan Rintangan/ penghalang merupakan suatu obyek yang tidak diharapkan ada yang akan menghambat proses suatu pengerjaan. Dalam hubungannya dengan smart traktor, rintangan yang mungkin ada atau muncul dalam lahan adalah bisa berupa pohon, galangan, batu yang besar, lubang yang besar dan atau dalam dan bisa juga berupa obyek lain yang akan memberikan efek hambatan terhadap laju traktor di lahan. Menurut Ribeiro (2005), berdasarkan teori mengenai pengetahuan tentang lingkungan dan posisi yang dituju, navigasi robot mobile mengarah kepada kemampuan robot untuk mampu berpindah tempat menuju tujuan secara aman menggunakan pengetahuannya dan informasi tentang lingkungan sekitarnya yang didapat dari indera (sensor). Meskipun banyak terdapat perbedaan cara pendekatan mengenai navigasi, kebanyakan dari beragam cara tersebut membagi seperangkat komponen untuk rintangan secara umum, dalam hal ini perencanaan jalur (path planning) dan penghindaran rintangan berperan penting. Dalam pengoperasian mobile robot di berbagai bidang 4

penerapannya, teori mengenai pengenalan lingkungan diaplikasikan secara parsial, dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak tetap. Untuk penghindaran tubrukan menuju lokasi tujuan, perencanaan jalur secara global berhubungan erat dengan penguasaan rintangan, dalam hal ini berupa deteksi rintangan dan penghindaran rintangan. Masih menurut Ribeiro (2005), penghindaran rintangan mengarah kepada metodologi mengenai bentuk jalur dari robot untuk melewati rintangan yang tidak dikehendaki. Pergerakan yang dihasilkan tergantung dari lokasi aktual robot dan sistem pembacaan sensor. Terdapat beragam jenis algoritma untuk penghindaran rintangan berdasarkan perencanaan kembali (replanning) atas perubahan reaktif terhadap strategi kontrol. Banyak teknik yang ditawarkan secara berbeda untuk penggunaan data sensori dan strategi kontrol pergerakan untuk melewati rintangan. Penelitian mengenai aplikasi sistem navigasi otomatis pada traktor pertanian merupakan salah satu topik yang banyak diminati pada dua dekade terakhir, terutama di negara-negara maju dalam upaya menerapkan precision farming (PF). Selain itu, keterbatasan tenaga kerja dan sumber daya lingkungan juga menjadi bahan pertimbangan tersendiri bagi kebutuhan navigasi otomatis pada traktor pertanian. Tujuan penggunaan sistem navigasi otomatis pada traktor pertanian antara lain untuk mengatasi menurunnya kinerja traktor karena faktor kelelahan dari operator, dan untuk meningkatkan ketelitian dan produktifitas pengoperasian traktor dalam kegiatan budidaya pertanian (Ahmad et. al., 2010). Terdapat enam sub-sistem yang dijadikan syarat untuk mendefinisikan navigasi pada robot. Pertama, posisi dan orientasi dari kendaraan harus diketahui (penempatan robot). Kedua, posisi dan luasan rintangan dalam lingkungan juga harus diketahui atau telah dapat ditangkap dengan sensor selama proses navigasi. Ketiga, dapat diterimanya jalur yang bebas tubrukan untuk menentukan titik tujuan yang seharusnya diperhitungkan atau diputuskan, dimana terdapat banyak metode perencanaan jalur yang dapat digunakan. Keempat, sistem kontrol pergerakan kendaraan secara langsung sehubungan dengan pemilihan jalur diperlukan untuk jenis penggerak yang akan digunakan (roda, rel, kaki, kayuhan dan sebagainya). Kelima, diperlukan subsistem untuk melakukan komunikasi dengan yang lain dan secara langsung untuk berkomunikasi dengan pangkalan stasiun jika ada. Terakhir adalah pertanyaan yang mendefinisikan tugas tersebut yang telah diprogramkan, apakah langsung menuju ke lokasi yang akan dicapai, menemukan obyek yang ditetapkan, menjelajahi wilayah atau menempuh semua ruang bebas seperti dalam proses pembersihan atau operasi penyimpanan/ pemanenan produk pertanian (Jarvis, 1990). 2.3. Citra Digital Menurut Desiani dan Arhami (2005), konsep yang mendasari komputer vision adalah titik, garis, kurva dan berbagai bentuk bidang serta semua kombinasinya yang merupakan isi suatu keadaan yang disebut alam nyata, yaitu istilah yang diambil untuk mewakili ruang tempat hidup semua makhluk hidup dan benda mati beserta semua keindahan yang terdapat di dalamnya yang memberikan berbagai macam kombinasi gerak, kombinasi warna atau kombinasi antara keduanya sehingga akan sangat rumit untuk menyatakan dan memvisualisasikan semua kombinasi tersebut menggunakan komputer. Dimana di sisi lain manusia juga mengembangkan bagaimana suatu mesin pintar dapat memahami dan mengerti semua keadaan tersebut dan dapat berkomunikasi dengan semuanya. Menurut Murni (1992) dalam Lesmana (2010), citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik. Selayaknya mata dan otak, sistem visual buatan atau vision system (computer vision) adalah 5

suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisis obyek secara visual, setelah data obyek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra (image). Secara umum tujuan dari sistem visual adalah membuat model nyata dari sebuah citra. Citra yang dimaksudkan adalah citra digital hasil konversi suatu obyek menjadi citra melalui suatu sensor yang prosesnya disebut digitasi (Ahmad, 2005). Menurut Esther (2008) dalam Wibowo (2009) citra digital didefinisikan sebagai citra f(x,y) yang telah didigitalisasi baik koordinat area maupun brightness level. Dalam pengertian lain pengolahan citra dapat dideskripsikan sebagai proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan persepsi visual. Dalam bagan kartesius untuk menyamakan persepsi dalam melihat suatu obyek citra, nilai f di koordinat (x,y) diyatakan sebagai brightness/ grayness level dari citra pada titik tersebut. Citra digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau kisi). Setiap kotak (tile) yang terbentuk disebut piksel (picture element) dan memiliki nilai (value atau number) yang menunjukkan intensitas keabuan pada piksel tersebut, sehingga citra juga dapat berarti kumpulan piksel yang disusun dalam larik dua dimensi. Indeks baris dan kolom (x,y) dari sebuah piksel dinyatakan dalam bilangan bulat. Piksel (0,0) terletak pada sudut kiri atas pada citra, indeks x bergerak ke kanan dan indeks y bergerak ke bawah. Konvensi ini dipakai merujuk pada cara penulisan larik yang digunakan dalam pemrograman komputer. Pada proses pengambilan citra, dilakukan proses otomatisasi dari sistem perangkat citra digital yang melakukan penjelajahan citra sehingga membentuk suatu matriks dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu himpunan diskrit dari titik (Ahmad, 2005). Menurut Ahmad (2005), pengertian dari pengolahan citra (image processing) sedikit berbeda dengan pengertian mesin visual (machine vision), meskipun keduanya seolah-olah dapat digunakan dengan maksud yang sama. Terminologi pengolahan citra dipergunakan bila hasil data yang berupa pengolahan citra juga berbentuk citra yang lain, yang mengandung atau memperkuat informasi khusus pada citra hasil pengolahan sesuai dengan tujuan pengolahannya. Sedangkan terminologi mesin visual digunakan jika data hasil pengolahan citra langsung diterjemahkan ke dalam bentuk lain, misalnya grafik yang siap diinterpretasikan untuk tujuan tertentu, gerak peralatan atau bagian dari peralatan mekanis, atau aksi yang lain yang berarti bukan merupakan citra lagi. Dengan demikian, pengolahan citra merupakan bagian dari mesin visual, karena untuk menghasilkan keluaran selain citra, informasi dari citra yang ditangkap oleh kamera juga perlu diolah dan dipertajam pada bagian-bagian tertentu. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa sisitem visual menghasilkan pengukuran atau abstraksi dari sifat-sifat geometri pada citra dan menghasilkan suatu interpretasi tertentu. Dengan demikian, dalam memahami sistem visual, mungkin akan sangat berguna untuk diingat bahwa: visual = geometri + pengukuran + interpretasi Jenis pemrograman citra yang disebut dengan program live, atau lebih dikenal dengan sebutan real time program, merupakan program yang menangkap citra, memindahkan bingkai ke dalam memori komputer, melakukan analisis dan perhitungan, dan menghasilkan citra lain atau lebih sering lagi suatu keputusan, tergantung pada tujuannya. Keputusan ini biasanya digunakan untuk melakukan aksi, misalnya memberikan predikat pada obyek yang diambil citranya seperti pada sistem sortasi, atau menggerakkan manipulator untuk memetik buah pada robot pemanen buah, dan sebagainya. Oleh karena sifatnya yang demikian, sistem seperti ini biasanya disebut mesin visual, karena menghasilkan aksi yang berbeda, bukan lagi citra yang baru. Dengan demikian dapat terlihat dengan jelas bahwa program pengolah citra jenis ini lebih kompleks jika dibandingkan dengan program yang bersifat tunda, karena selain mempunyai modul-modul pengolah citra, ia juga dilengkapi dengan modul-modul interfacing yang berhubungan dengan bagian atau peralatan lain dari sistem yang diperlukan untuk melakukan aksi yang diinginkan. 6

Menurut Desiani dan Arhami (2005), ada beberapa struktur yang mendasari elemen elemen suatu mesin vision (sistem visual), yaitu (Gambar 2.3): a. Sumber cahaya (Light sources), merupakan sumber cahaya yang digunakan sebagai sumber untuk aplikasi seperti layaknya laser, sistem robotika dan sebagainya. b. Pemandangan (Scene), merupakan kumpulan obyek c. Peralatan Penangkap Gambar (Image device), merupakan alat yang digunakan untuk mengubah Gambar menjadi sesuatu yang dimengerti oleh mesin d. Gambar (Image), merupakan gambar-gambar dari suatu obyek yang merupakan representasi dari keadaan yang sesungguhnya e. Sistem Visual (Machine Vision), merupakan sistem yang menginterpretasikan gambar yang berkenaan dengan ciri-ciri, pola maupun obyek yang dapat ditelusuri oleh sistem f. Deskripsi Simbol (Symbolic Description), merupakan sistem yang dapat digunakan untuk menganalogikan kinerja sistem ke simbol-simbol tertentu yang dimengerti sistem g. Timbal balik aplikasi (Possible Application Feedback), merupakan suatu keadaan yang dapat memberikan respons untuk menerima gambar dari suatu sistem penglihatan Gambar 2.3. Struktur Komputer Vision (Desiani dan Arhami, 2005) Dari struktur komputer vision di atas, ada tiga elemen yang sangat mendasari suatu sistem vision, yaitu Image Processing, yang berfungsi mengubah atau mengkonversi Gambar eksternal menjadi suatu representasi yang dibutuhkan. Kedua, klasifikasi pola (pattern classification) adalah bagaimana suatu mesin pintar (komputer) dapat mengetahui berbagai macam bentuk pola, seperti garis, kurva, bayangan dan pola lainnya. Artinya, jika mesin tersebut diberi suatu input berupa pola tertentu maka mesin dapat mengerti pola yang diberikan. Dan elemen terakhir yang mendasari sistem vision adalah Scene Analysis yang merupakan suatu permasalahan yang tergolong rumit dalam komputer vision, 7

yaitu bagaimana memperoleh informasi dari suatu paparan (baik itu berupa Gambar atau pola-pola tertentu). Menurut Ahmad et. al. (2010), traktor tanpa awak, meskipun sudah menggunakan teknologi GPS untuk mengenali lintasan kerjanya, masih memerlukan kemampuan untuk mengenali medan di depannya agar dapat menghindari rintangan yang mungkin ada. Ada beberapa perangkat keras yang diperlukan terutama untuk melakukan proses digitasi, bukan untuk melakukan pengolahan citra. Perangkat keras pertama adalah berupa sensor citra (image sensor), untuk menangkap pantulan cahaya oleh obyek yang kemudian disimpan dalam bentuk nilai intensitas di memori komputer. Banyak macam dari sensor citra ini yang digunakan untuk menangkap citra seperti yang kita lihat pada TV yaitu vidicon tube, image orthicon tube, image dissector tube, dan solidstateimage sensor. Saat ini solidstateimage sensor banyak digunakan karena mempunyai banyak kelebihan seperti konsumsi daya listrik yang kecil, ukuran yang kecil dan kompak, tahan guncangan dan sebagainya. Ini sangat diperlukan bila diintegrasikan dalam suatu mesin atau sistem robotik agar bentuknya kompak dan padat. Solidstateimage sensor punya sebuah larik elemen fotoelektric yang dapat membangkitkan tenaga tegangan listrik dari photon ketika menerima sejumlah energi cahaya. Sensor jenis ini dapat diklasifikasikan berdasarkan caranya melakukan scanning, yang umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu charge-coupled device (CCD) dan complementary metal-oxide semi-conductor (CMOS). Jenis CCD memiliki kelebihan pada resolusi yang tinggi dan kompensasi dari ketersediaan cahaya yang lemah, sedangkan jenis CMOS mempunyai kelebihan pada bentuk yang kecil dan ringan dengan tetap memberikan hasil citra yang tajam. Tetapi seiring dengan kemajuan teknologi, batas antara kedua macam sensor ini akan semakin kabur kecuali jika diperlukan sensor dengan karakteristik ekstrim dari kedua macam sensor yang telah dijelaskan. Sebuah kamera warna mempunyai tiga sensor citra masing-masing untuk warna merah, hijau dan biru, atau mempunyai satu sensor yang dilengkapi dengan filter RGB. Untuk pengoperasian di luar ruangan dimana tingkat pencahayaan sangat bervariasi dan tergantung pada keadaan lingkungan, sebuah kontrol otomatis untuk diafragma pembukaan lensa mungkin menjadi satu kelengkapan yang diperlukan, agar citra yang dihasilkan tidak terlalu tinggi variasinya jika terjadi perubahan tingkat pencahayaan. Sinyal yang dihasilkan dari kamera TV adalah sebuah sinyal citra yang dapat digambarkan sebagai sinyal analog dari bentuk gelombang listrik, yang tidak dapat langsung dipetakan ke dalam memori komputer untuk membentuk suatu citra. Sinyal analog ini kemudian dikonversi menjadi sinyal digital oleh ADC. Karena konversi ini, bentuk sinyal analog yang kontinyu berubah menjadi sinyal digital yang diskret atau putus-putus. Selanjutnya sinyal digital keluaran ADC ditransmisikan kepada memori komputer melalui konektivitas firewire untuk membentuk citra digital. Rangkaian perangkat keras yang dilengkapi dengan ADC dan memori citra ini disebut penangkap bingkai citra (image frame grabber) (Ahmad, 2005). Mengenai kamera CCD tersendiri, sudah tersedia berbagai jenis kamera CCD dengan berbagai jenis spesifikasi dan jenis interfacing seperti USB, firewire dan lain sebagainya sehingga dapat langsung dihubungkan dengan komputer. Resolusinya juga sudah mencapai megapiksel. Kamera CCD dapat berfungsi sebagai mata, sehingga dapat mengenali lingkungan sekitar secara visual untuk memastikan bahwa rute yang akan dilalui bebas dari halangan yang dapat mengganggu kerja smart traktor. Kamera CCD akan mengirim citra di depan smart traktor secara simultan dan mengirimkannya ke unit pemroses citra (image processing unit) untuk memastikan medan yang akan dilalui. Bila ditemukan halangan, maka unit pemroses citra akan mengirimkan peringatan kepada sistem pengendali sehingga traktor dapat menghindari halangan, baru kembali ke jalur semula (Ahmad et. al., 2010). 8

2.4. Metoda Pengukuran Jarak dalam Citra Menurut Ahmad (2005), pengukuran jarak dua piksel atau dua komponen dari citra diperlukan dalam banyak aplikasi, baik untuk tujuan terakhir maupun untuk tujuan antara. Ada tiga cara yang umum digunakan untuk mengukur jarak dua buah titik pada citra, yaitu: Euclidean d ([i 1, j 1 ], [i 2, j 2 ]) = (319 Xn) 2 + (239 Yn) 2 (2.1) (i 1 i 2 ) 2 + (j 1 j 2 ) 2 City-block d ([i 1, j 1 ], [i 2, j 2 ]) = i 1 i 2 + j 1 j 2 (2.2) Chess board d ([i 1, j 1 ], [i 2, j 2 ]) = max( i 1 i 2, j 1 j 2 ) (2.3) Gambar 2.4. Contoh dari pengukuran jarak (atas) dan bentuk transformasi citra biner ke jarak (bawah); (a) Euclidean, (b) city-block dan (c) chess board (Ahmad, 2005) Gambar 2.4 memperlihatkan contoh pengukuran jarak dengan menggunakan ketiga cara yang telah disebutkan di atas (gambar atas), dan suatu bentuk transformasi citra biner ke jarak (gambar bawah), dalam hal ini jarak piksel-piksel obyek ke titik pusat dari obyek itu sendiri. Dengan demikian transformasi jarak pada titik pusat obyek menjadi minimum (nol) karena ia merupakan jarak titik pusat ke dirinya sendiri. Ketiga cara perhitungan jarak di atas memberikan hasil transformasi yang berbeda terhadap obyek berbentuk persegi dengan ukuran 7x7 piksel. Terlihat pada Gambar 2.4 bahwa pengukuran jarak dengan menggunakan metode Euclidean memberikan hasil yang lebih akurat 9

dan mempunyai variasi yang lebih banyak pada hasil pengukurannya. Pengukuran jarak cara Euclidean lebih banyak digunakan dari pada dua cara yang lainnya bila yang dibutuhkan adalah informasi jarak dua buah piksel dalam citra. 2.5. Thresholding Menurut Ahmad (2009), operasi thresholding adalah operasi pengolahan citra yang mengubah piksel-piksel obyek pada citra warna menjadi piksel-piksel dengan intensitas maksimum (255) pada citra biner dan mengubah piksel-piksel latar belakang pada citra warna menjadi pikselpiksel dengan intensitas minimum (0) pada citra biner, atau sebaliknya (obyek dengan nilai intensitas 0 dan latar belakang dengan nilai intensitas 255 pada citra biner yang dihasilkan). Masih menurut Ahmad (2009), operasi thresholding dapat dilakukan dengan hanya melihat nilai-nilai intensitas sinyal merah, sinyal hijau atau sinyal biru. Operasi dapat juga dilakukan dengan melihat nilai intensitas rata-rata sinyal merah, sinyal hijau dan sinyal biru. Thresholding dengan cara yang terakhir ini sama saja dengan melakukan thresholding terhadap citra grayscale, karena citra grayscale dihasilkan dengan merata-ratakan nilai intensitas ketiga sinyal merah, hijau dan biru. Menurut Wijaya dan Tjiharjadi (2009), thresholding digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada citra. Menurut Munir (2006), metode segmentasi citra yang umum adalah pengambangan citra (thresholding image). Maih menurut Munir (2006), operasi pengambangan mensegmentasikan citra menjadi dua wilayah, yaitu wilayah obyek dan wilayah latar belakang. Wilayah obyek diset berwarna putih sedangkan sisanya diset berwarna hitam (atau sebaliknya). Hasil dari operasi pengambangan adalah citra biner yang hanya mempunyai dua derajat keabuan: hitam dan putih. 10