III. KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

BAB IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

III KERANGKA PEMIKIRAN

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

IV. METODE PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan

IV. METODE PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI JAGUNG DI KABUPATEN SUMENEP

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

Faktor Produksi, Fungsi Produksi dan Biaya Produksi. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. ibu rumah tangga sebagai pelengkap bumbu dapur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV METODE PENELITIAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda dengan pendapatan yang diterima oleh petani lainnya. Bahkan seorang

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

IV. METODE PENELITIAN

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS EFISIENSI ALOKATIF PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBIKAYU

II. BAHAN DAN METODE

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

I.KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Rakodi dan Adel (1999 dalam Ginting: 2010) dimana kawasan peri urban

BAB III METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

IV. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani, diantaranya yang dikemukakan oleh Soekartawi (2006), bahwa yang dikatakan ilmu usahatani yaitu suatu tujuan untuk mencapai keuntungan maksimum dimana seseorang harus melakukan secara efektif dan efisien dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada. Pengertian efektif jika produsen dapat mengalokasikan sumberdaya sebaikbaiknya dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran yang melebihi masukan. Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi et al, 1986). Menurut Rahim A dan Hastuti RDR (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, yaitu : 1. Lahan Pertanian Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Pentingnya faktor produksi lahan bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi). 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. 17

Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut usahatani skala kecil, dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usahatani berskala besar, selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam harian orang kerja (HOK), sedangkan dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP). 3. Modal Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal, apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut, modal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap (fixed cost) terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal yang tidak tetap (variable cost) terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja. Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala usahatani, macam komoditas dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala usahatani, makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan usahatani. 4. Pupuk Pupuk sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk organik atau pupuk buatan 18

merupakan hasil industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk, misalnya pupuk urea, TSP dan KCL. 5. Pestisida Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman. 6. Bibit Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan dengan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di pasar. 7. Teknologi Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh, tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga kali setahun. 3.1.2 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, dimana dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis simultan usahatani (Rahim A dan Hastuti DRD, 2008). Soekartawi et al. (1986) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) bahwa penerimaan usahatani berwujud pada tiga hal, yaitu : 1. Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual. Adakalanya yang dijual ialah hasil ternak, misalnya susu, daging dan telur. 19

Adakalanya pula yang dijual adalah hasil dari pekarangan yaitu pisang, kelapa, dan lain-lain. 2. Produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan. 3. Kenaikan nilai inventaris. Nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani, berubah-ubah setiap tahun. Dengan demikian akan ada perhitungan. Jika terjadi kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani, maka selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan penerimaan usahatani. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani adalah (1) Penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1986). Pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan. (2) Penerimaan Tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar usahatani. (3) Penerimaan Kotor Usahatani (gross return), yang didefenisikan sebagi penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi. 3.1.3 Biaya Usahatani Menurut Soekartawi dkk (1986) bahwa biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Sedangkan biaya usahatani menurut Rahim A dan Hastuti DRD (2008) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun 20

produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya diartikan sebagai biaya yang besar kecilnya di pengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2006). Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris usahatani. Nilai inventaris suatu barang dapat berkurang karena barang tersebut rusak, hilang atau terjadi penyusutan. 3.1.4 Pendapatan Usahatani Pendapatan merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi. Menurut Soekartawi (2006) Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Adapun fungsi pendapatan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya. Dijelaskan oleh Soekartawi et all (1986) bahwa selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Soekartawi et all (1986) juga menjelaskan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Dimana pendapatan atas biaya tunai merupakan pendapatan yang diperoleh atas biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan pendapatan setelah dikurangi biaya tunai dan biaya diperhitungkan Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd = TR TC TR = Y Py TC = FC + VC 21

dimana : Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan (total revenue) TC = total biaya (total cost) FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost) Y = produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = harga Y Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan lahan, luas lahan garapan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaan input modern/teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaan input dan tingkat pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Sedangkan faktorfaktor ekstern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu sarana transpotasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat harga output dan input, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat dan kebijaksanaan pemerintah. 3.1.5 Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio atau R/C ratio). Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan dan biaya (Rahim A dan Hastuti DRD, 2008). Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Menurut Soekartawi (2006) bahwa R/C adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut : a = R/C 22

R = Py Y C = FC + VC a = [ (Py Y) / (FC + VC) ] dimana : R = penerimaan C = biaya Py = harga output Y = output FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost) R/C menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisa R/C dibedakan atas jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Adapun kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu jika R/C > 1, berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Jika nilai R/C < 1 maka tiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Sedangkan kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C = 1 maka kegiatan usaha berada pada kondisi impas atau kondisi dimana kegiatan usaha tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan tidak juga mengalami kerugian. 3.1.6 Teori Produksi Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, dimana output usahatani yang berupa produk pertanian tergantung pada jumlah dan macam input yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara input dan output ini dapat dilihat dalam suatu fungsi produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986), fungsi produksi adalah hubungan kuantitatif antara masukan (input) dan produksi (output). Fungsi produksi dengan n jenis input X dan satu output Y dinyatakan sebagai berikut : Y = f (X 1, X 2, X 3,...,X n ) 23

Menurut persamaan diatas dinyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh sejumlah n input, dimana input X 1, X 2, X 3,...,X n dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu input yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja dan lainnya; dan input yang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti iklim. Menurut Soekartawi (2008) bahwa untuk megukur tingkat produktivitas dari suatu produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu-satuan input X yang dapat menyebabkan pertambahan/pengurangan satu satuan output (Y) sedangkan produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total perjumlah input. Untuk mengukur perubahan dari jumlah produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dalam elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Model yang sering digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik adalah the law of deminishing return. Model ini menunjukkan hubungan fungsional yang mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Menurut Billas dalam Rahim dan Astuti (2008), bila input dari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk akan meningkat diatas suatu titik tertentu, tetapi peningkatan output tersebut cenderung mengecil. Berikut adalah gambar dari kurva fungsi produksi yang menunjukkan elastisitas produksi. 24

Output Y TPP I II III Ep >1 0< Ep<1 Ep <0 dy/dx Y/X Input X APP MP Input X Gambar 1. Kurva daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber : Soekartawi, 2003 Keterangan : TPP = Produk Total APP = Produk Rata-rata MPP = Produk Marjinal Y = Produksi X = Faktor Produksi Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah (Gambar 1) yaitu sebagai berikut : 1. Daerah produksi I dengan Ep > 1, merupakan daerah yang tidak rasional, karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen. Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena 25

pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan. 2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep 1, pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini akan tercapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut dengan daerah produksi rasional. 3. Daerah produksi III dengan Ep < 0, pada daerah ini penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut dengan daerah yang tidak rasional. Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2003): 1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan. 2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi. 3. Dapat diterima secara teoritis dan logis. 4. Dapat menjelaskan persoalan yang diamati. Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi (1986) merupakan fungsi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi análisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi (2003), antara lain : Fungsi produksi linear, Fungsi Produksi Kuadratik, Fungsi produksi Transendental dan Fungsi produksi Cobb-Douglass. Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linier menunjukkan hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas. Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana ialah bila hanya ada satu variabel X yang dipakai dalam model. Penggunaan garis regresi linear sederhana banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dilakukan dengan hasil yang lebih mudah dimengerti secara cepat. Kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel X yang lain, maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan 26

dalam model tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya mengunakan garis linear berganda (multiple regressions). Jumlah variabel X yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik. Keunggulan cara ini dibandingkan dengan analisis regresi sederhana ialah dalam prakteknya, faktor yang mempengaruhi suatu kejadian adalah lebih dari satu variabel serta garis penduga yang didapatkan akan lebih baik dan tidak begitu bias bila dibandingkan dengan cara analisis sederhana. Fungsi Produksi Kuadratik Berbeda dengan garis linear (sederhana dan berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum akan tercapai bila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol. Fungsi produksi transendental mampu menggambarkan fungsi dimana produk marjinal dapat menaik, menurun dan menurun dalam negatif (Negative Marginal Product). Kelemahan yang dimiliki oleh fungsi transdental yaitu model tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor produksi yang nilainya nol. Fungsi produksi Cobb-Douglass memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: perhitungannya, b) perhitungannya sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linier, c) pada model ini koefisien pangkatnya menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, d) dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi, dalam fungsi produksi menunjukkan fungsi skala usaha. Kelemahan-kelemahan umum yang ditemukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass diantaranya adalah kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besarnya elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan data tidak boleh ada yang nol atau negatif (Soekartawi dalam Putra, 2011). 3.1.7 Fungsi Produksi Cobb-Douglass Model analisis yang digunakan untuk menduga fungsi produksi di lokasi penelitian adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass. Rahim dan Hastuti (2008) mengatakan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable). 27

Menurut Soekartawi (2008) bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut dengan variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, antara lain: a). Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan output. b). Merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi yang berlangsung. c). Bentuk linear dari fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan dalam bentuk log e (ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas. d). Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk persamaan linear. e). Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian khususnya bidang pertanian. f). Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. g). Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale. Disamping kelebihan yang dimiliki, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut menurut Heady dan Dillon (1964) dalam Nugroho (2008) adalah: 1). model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; 2). Nilai pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan bias apabila faktor produksi yang digunakan tidak lengkap; 3). Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi apabila ada faktor produksi yang taraf penggunaanya adalah nol; dan 4). Apabila digunakan untuk peramalan produksi pada taraf input di atas ratarata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas. 28

Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut : Y = ax b1 1 X b2 2 X b3 3...X bn n e u dimana : Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b= Besaran yang akan diduga u = kesalahan e = Logaritma natural (e = 2,718) Fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk regresi linier, maka model fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Ln Y = ln a + b 1 ln X 1 + b 2 ln X 2 +... + b n ln x n + u Untuk menganalisis hubungan faktor produksi (input) dengan produksi (output) digunakan analisis numerik menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Metode ini dapat dilakukan jika dipenuhi asumsi-asumsi bahwa : 1. Variasi unsur sisa menyebar normal 2. Harga rata-rata dan unsur sisa sama dengan nol, atau bisa dikatakan nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value). 3. Homoskedasitas atau ragam merupakan bilangan tetap. 4. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas) 5. Tidak ada hubungan linier sempurna antara peubah bebas. 6. Tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan. 3.1.8 Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale) Rahim A dan Hastuti RDR (2008) menyatakan bahwa untuk mengetahui skala usahatani dapat dengan menjumlahkan koefisien regresi atau parameter elastisitasnya, yaitu : β 1 + β 2 +...+ β n Dengan mengikuti kaidah return to scale (RTS) yaitu : 1. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), bila β 1 + β 2 +...+ β n > 1, berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 29

2. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), bila 0 < β 1 + β 2 +...+ β n 1, berarti bahwa dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan faktor produksi yang diperoleh. 3. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale), bila β 1 + β 2 +...+ β n < 0, berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Tanaman cabai merah keriting sudah cukup lama dibudidayakan dan merupakan salah satu komoditas pertanian yang disukai oleh para petani di Desa Citapen untuk dibudidayakan. Hal ini karena kondisi geografis di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor sangat cocok untuk tanaman cabai merah keriting. Namun kondisi geografis tersebut tidak serta merta meningkatkan produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen, hal ini dikarena dalam peningkatan produktivitas harus di dukung pula dengan penggunaan input-input produksi yang berimbang. Masalah bagi petani di Desa Citapen dalam usahatani cabai merah keriting, lebih banyak dikarenakan permasalahan fluktuasi produktivitas yang masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, yakni hanya sebesar 7,33 ton per hektar, dimana produktivitas optimal cabai merah keriting seharusnya mampu mencapai 13-17 ton per hektar. Secara teoritis, produktivitas dapat menggambarkan penggunaan input (faktor produksi) dalam suatu usahatani. Selain terkait dengan penggunaan input produksi, produktivitas yang belum optimal juga dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani cabai merah keriting Desa Citapen. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan melihat fakta di lapangan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Dengan harapan agar bermanfaat bagi petani atau pihak lain dalam penyajian informasi tentang usahatani padi organik dan sebagai rekomendasi bagi pihak pemerintah dalam pembuatan kebijakan. Pendapatan usahatani petani dapat mengukur tingkat keberhasilan petani. Pendapatan usahatani ini dapat diperoleh setelah analisis penerimaan dan analisis 30

pengeluaran dilakukan. Pendapatan merupakan hasil akhir yang diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, sehingga petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Dan analisis faktor-faktor produksi usahatani cabai merah keriting berfungsi untuk melihat input-input apa saja yang dapat mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Hasil analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi usahatani akan menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. Produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, sehingga diduga mempengaruhi pendapatan usahatani dan sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor-faktor produksi Analisis Pendapatan Usahatani - Penerimaan usahatani - Biaya usahatani - Pendapatan usahatani - R/C Analisi faktor-faktor produksi - Benih (X 1 ) - Pupuk kandang (X 2 ) - Pupuk NPK (X 3 ) - Pupuk SP-36 (X 4 ) - Pupuk KCL (X 5 ) - Pestisida (X 6 ) - Nutrisi (X 7 ) - Tenaga Kerja (X 8 ) Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglass Informasi Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Cabai Merah keriting di Desa Citapen Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 31