BAB II TINJAUAN TEORITIS. kematangan mental, emosional dan sosial. remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya perkembangan dunia yang semakin maju dan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelekatan. melekat pada diri individu meskipun figur lekatnya itu tidak tampak secara fisik.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

GEJALA KONASI--MOTIVASI. PERTEMUAN KE 10

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, tampaknya persaingan bisnis di antara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

cxü~xåutçztç exåt}t Setiawati PPB FIP UPI

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. 1. Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Kedisiplinan sangat penting diterapkan dalam lembaga pendidikan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Motivasi berasal dari kata latin motivus yang artinya : sebab, alasan, dasar,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II TINJAUAN PUSTAKA. dan harus ditempuh oleh mahasiswa dengan sungguh-sungguh, keuletan dan. ketabahan. Sudjana (1989 : 5) menyatakan bahwa :

Penelitian ini bertujuan untuk menurunkan perilaku mengabaikan tugas di kelas pada anak ADHD. Peneliti memberikan intervensi berupa video

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

Teori Albert Bandura A. Latar Belakang Teori self-efficasy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa saat ini diharapkan menjadi sosok manusia yang berintelektual

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Masa Remaja Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Saat ini istilah remaja mempunyai arti yang lebih luas dan meliputi tidak hanya kematangan fisik tetapi juga kematangan mental, emosional dan sosial. Menurut Elizabeth B. Hurlock (1997:206) bahwa seorang individu yang berusia 13-18 tahun digolongkan pada usia remaja. Dimana usia remaja tersebut terbagi dua bagian yaitu masa remaja awal (13-16 tahun) dan masa remaja akhir (17-18 tahun). Walaupun terdapat perbedaan dalam rentang usia namun terdapat juga kesamaan dan kesepakatan dalam menyoroti masa remaja, diantaranya mengenai ciri-ciri masa remaja. 2.1.1 Ciri-ciri Masa Remaja Seperti halnya dengan semua periode penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut (Elizabeth B. Hurlock,1997:207) : 1. Masa remaja sebagai periode yang penting Adanya perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental, menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk nilai, sikap dan minat baru. 9

Bab II Tinjauan Teoritis 10 2. Masa remaja sebagai periode peralihan Sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya (bukan berarti berubah atau terputus dengan yang terjadi sebelumnya) artinya apa yang telah terjadi sebelumnya meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. 3. Masa remaja sebagai periode perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan tingkah laku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Ada 4 perubahan yang hampir sama secara universal : - Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, menonjol pada masa awal periode akhir masa remaja. - Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk diperankan, menimbulkan masalah baru. - Perubahan nilai-nilai, apa yang ada pada masa kanak-kanak dianggap penting, sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi. - Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan, mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut. 4. Masa remaja sebagai usia bermasalah Terdapat dua alasan mengapa remaja sulit mengatasi masalah. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak masalah diselesaikan oleh orang tua atau

Bab II Tinjauan Teoritis 11 guru, sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena remaja merasa dirinya mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan dari orang lain dan akhirnya banyak remaja menemukan penyelesaian yang tidak sesuai dengan keinginannya. 5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Dengan menggunakan simbol status, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya. 6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan buruk tentang remaja serta adanya stereotip budaya tentang remaja sebagai anak tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung merusak, membuat peralihan ke masa dewasa menjadi sulit yang menimbulkan pertentangan dan jarak dengan orang tua. 7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja memandang diri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan, bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. 8. Masa remaja sebagai masa ambang dewasa Remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

Bab II Tinjauan Teoritis 12 2.1.2 Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja Setiap tahap perkembangan ditandai dengan harapan-harapan sosial, setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui pada berbagai usia sepanjang kehidupan. Havighurst (Elizabeth B. Hurlock,1997:209) menamakan tugas-tugas perkembangan yaitu tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dan melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Menurut Havighurst (Elizabeth B. Hurlock,1997:209) tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, menuntut perubahan besar dalam sikap dan perilaku dari kekanak-kanakan menuju persiapan masa dewasa, yaitu : - Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria ataupun wanita - Mencapai peran sosial pria dan wanita - Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif - Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab - Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya - Mempersiapkan karir ekonomi - Mempersiapkan perkawinan dan keluarga - Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideology

Bab II Tinjauan Teoritis 13 2.2 Motif dan Motivasi Motif berasal dari bahasa latin "movere" yang berarti 'to move' atau menggerakkan. Motif pada umumnya dianggap sebagai suatu potensi atau suatu kekuatan yang ada dalam diri seseorang, sedangkan motivasi adalah perwujudan dari potensi motif itu sendiri, yang biasanya dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku. Motivasi menurut Gage dan Berliner (1979) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberikan energi pada seseorang dan sesuatu yang mengarahkan aktifitasnya. 2.2.1 Motivasi Belajar Menurut Gage dan Berliner (1979) motivasi bebelajar adalah dorongan yang terdapat dalam diri siswa untuk mengarahkan aktifitasnya pada aktifitas belajar. Motivasi belajar pada siswa itu penting karena motivasi dapat menjadi sebuah alat untuk mencapai prestasi lebih baik dalam tujuan pendidikan. Sebagai sebuah alat, motivasi menjadi salah satu faktor yang menentukan apakah siswa akan mencapai pengetahuan, pengertian atau keterampilan. Gage dan Berliner (1979) mengemukakan ciri-ciri individu dengan motivasi belajar tinggi, yaitu : 1. Memilih teman dalam bekerja (belajar) 2. Tekun dalam melaksanakan tugas 3. Mempergunakan waktu sebaik mungkin

Bab II Tinjauan Teoritis 14 4. Menyenangi umpan balik terhadap tugas yang dilakukannya 5. Mengutamakan keberhasilan Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti seseorang itu selalu memiliki motivasi belajar yang cukup kuat, yang akan sangat penting dalam kegiatan belajar. Sebaliknya jika seseorang memiliki motivasi belajar yang rendah maka ia akan memilih teman yang dapat diandalkan dalam belajar atau mengerjakan tugas, mudah menyerah dalam mengerjakan tugas, tidak dapat menggunakan waktu dengan baik, tidak menyenangi kritikan dari orang lain, tidak mengutamakan keberhasilan. 2.2.2 Bentuk-bentuk Motivasi Bebelajar Berdasarkan pengertian di atas, maka motivasi berprestasi dapat dibedakan atas dua bentuk (Gage dan Berliner, 1979), yaitu : 1. Motivasi Intrinsik Kegiatan belajar mulai dan diteruskan berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar tersebut. Dengan kata lain motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan memenuhi kebutuhan serta tujuan peserta didik. Motivasi ini sering juga disebut motivasi murni, motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri individu sendiri, misalnya kenginan untuk mendapat keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, keinginan diterima oleh orang lain. Jadi

Bab II Tinjauan Teoritis 15 motivasi ini timbul tidak dipengaruhi dari luar. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang hidup di dalam diri individu dan berguna dalam situasi belajar yang fungsional, dalam hal ini pujian, hadiah atau sejenisnya tidak diperlukan karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja atau belajar untuk mendapat pujian atau hadiah tersebut. Jadi jelaslah bahwa motivasi intrinsik bersifat riil dan motivasi sesungguhnya. 2. Motivasi Ekstrinsik Aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. Motivasi ekstrinsik dapat juga diartikan sebagai motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar seperti nilai, ijazah, hadiah, medali, tingkatan, pertentangan dan persaingan. Motivasi ekstrinsik ini tetap diperlukan di sekolah, sebab pengajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta didik atau sesuai dengan kebutuhannya. 2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Menurut W.S Winkel (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi dalam belajar, yaitu: 1. Faktor Internal - Kebutuhan Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai kekosongan dalam kehidupan manusia atau tidak terdapatnya sesuatu pada seseorang

Bab II Tinjauan Teoritis 16 yang diperlukan bagi kesejaheraannya, paling sedikit menurut pandangannya sendiri. Ketika kebutuhan mulai dihayati, timbul dorongan sebagai daya penggerak untuk melakukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan. Banyak kebutuhan dalam kehidupan manusia tidak selalu terpenuhi secara memuaskan atau timbul lagi beberapa waku sesudah terpenuhi secara memuaskan pada saat sekarang. Oleh karena itu, penghayatan akan kebutuhan menjadi suatu sumber motivasi selama kehidupan manusia. - Harapan akan sukses Aspek yang terdapat dalam faktor ini adalah jenis sasaran (goal) yang ingin dicapai dan efek yang diperoleh sebagai akibat dari tercapainya sasaran serta bagaimana penafsiran subjek terhadap efek itu. Besar kecilnya motivasi belajar tergantung pada macam sasaran yang ditentukan oleh siswa. Pada umumnya siswa akan bermotivasi lebih tinggi bila sasaran yang akan dicapai agak spesifik, dapat dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama dan tidak terlalu sulit atau mudah. Bila siswa ingin mencapai untuk kemajuan belajar maka sasarannya merupakan sasaran belajar (learning goal) dimana siswa cenderung berusaha terus sampai tujuannya tercapai walaupun menemui berbagai kesalahan dan kegagalan. Siswa yang ingin mencapai sasaran tertentu untuk memberikan kesan yang baik pada orang lain maka sasarannya merupakan sasaran prestise (performance goal) dimana siswa mudah menyerah bila mendapat kesulitan, bahkan cenderung menghindari

Bab II Tinjauan Teoritis 17 resiko jangan sampai memberikan kesan yang jelek. - Keadaan tergugah (Arousal) Termotivasi kuat untuk melakukan sesuatu biasanya menampakkan diri dalam sejumlah gejala, baik secara fisik maupun psikologis, seperti denyutan jantung meningkat, tekanan darah naik, kesadaran dan perhatian penuh. Semua gejala ini dapat dilukiskan sebagai barada dalam keadaan terangsang (arousal). Bermotivasi kuat tidak harus menampakkan diri dalam taraf terangsang yang tinggi untuk mencapai keberhasilan yang maksimal. Pada umumnya berlaku bahwa dalam mengerjakan tugas-tugas yang sederhana akan diperoleh hasil yang optimal bila subjek berada dalam keadaan terangsang kuat. Dalam menghadapi tugas yang lebih kompleks akan diperoleh hasil yang optimal bila subjek merasa rangsangan tidak terlalu kuat karena dalam menghadapi tugas yang kompleks diperlukan konsentrasi dalam berfikir dan konsentrasi akan mudah terganggu bila subjek berada dalam keadaan terlalu terangsang. - Pencarian sebab Faktor ini dapt dijelaskan melalui Attribution Theory, yaitu teori yang memandang cara individu mencari penjelasan bagi keberhasilan dan kegagalan yang dialami. Siswa dalam lingkungan belajarnya cenderung untuk mencapai penjelasan tentang keberhasilan dan kegagalan yang dialami, mengingat keberhasilan atau kegagalan di sekolah sangat penting dan ikut menentukan jalan hidupnya.

Bab II Tinjauan Teoritis 18 2. Faktor Eksternal - Resiko yang melekat pada tugas belajar tertentu Tugas belajar yang dihadapi oleh siswa bermacam-macam. Ditinjau dari segi kognitif ada tugas yang menghafal dan membentuk pendapat mengenai sesuatu. Dari segi besar kecilnya resiko dalam tugas belajar, ada yang kemungkinan lebih besar akan gagal dan ada yang kemungkinan lebih kecil. Dari segi ambiguitas ada yang memungkinkan jawaban yang pasti dan lebih dari satu jawaban yang tepat. Dari segi nilai ada tugas yang keberhasilannya dinilai tinggi, dan ada yang bernilai khusus bagi siswa. Kebanyakan siswa ingin memperkecil resiko dan mengurangi tingkat ambiguitas bila dihadapkan pada tugas, terutama bagi siswa yang mempunyai sasaran prestise. - Suasana dalam kelas Suasana dalam kelas yang penuh persaingan akan mengancam motivasi siswa untuk belajar karena siswa menganggap teman sebagai lawan sehingga keinginan untuk bekerjasama yang mempunyai daya motivasional akan berkurang. Bekerjasama berarti bahwa seorang siswa dapat memperoleh atau meningkatkan motivasinya karena interaksi koperatif dengan teman sekelas. Persaingan tidak akan mengancam motivasi belajar bila persaingan diciptakan diantara ungkapan bahwa kelompok dalam kelas mendukung usaha koperatif dalam masing-masing kelompok.

Bab II Tinjauan Teoritis 19 - Harapan guru Bila siswa menangkap dari berbagai pengajar mengharapkan kemajuan dalam belajarnya, maka motivasi dan usaha siswa akan meningkat. Kemajuan yang dicapai diatribusikan pada usaha belajar dan akan meningkatkan kepercayaan dari mengenai kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya bila siswa menangkap pesan bahwa pengajar tidak mengharapkan kemajuan maka motivasi dan usahanya akan menurun serta kegagalan yang dialami diatribusikan pada kemampuan yang cukup. - Keadaan keluarga Keadaan keluarga mempunyai peranan penting yang memotivasi siswa untuk bersikap kritis, untuk mencapai prestasi di sekolah, memperluas cakrawala dan mengembangkan kegemaran untuk belajar hal-hal yang baru, maka siswa akan menghayati kebutuhan untuk memperkaya diri melalui belajar di sekolah, sedangkan keadaan keluarga yang kurang menguntungkan misalnya anak kurang ditantang untuk berprestasi atas usahanya sendiri atau kehidupan keluarga yang kurang harmonis, maka siswa tidak akan menghayati kebutuhan untuk memproleh pengetahuan melalui belajar di sekolah.

Bab II Tinjauan Teoritis 20 2.3. Teman Sebaya Teman Sebaya menurut Shaffer (1994, 543) merupakan perkumpulan teman sebaya yang melakukan interaksi menetap, berbagi aturan dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Teman sebaya, disamping orang tua merupakan individu yang paling signifikan bagi kehidupan seseorang. Teman-teman sebaya adalah individu yang memiliki kesamaan usia dan menganggap sama dalam semua aspek (Shaffer,1994:564). Teman sebaya merupakan sumber yang menyediakan informasi mengenai nilai-nilai dan aturan mengenai bagaimana individu dapat berperan dengan baik dalam suatu permainan dari perspektif yang berbeda dibandingkan dengan keluarga. Hubungan dengan teman-teman sebaya sering kali memberikan banyak kegembiraan dan kepuasan batin, sejak pertengahan anak sampai akhir masa dewasa. 2.3.1 Peran Teman Sebaya Berdasarkan keterangan di atas, merupakan hal penting bagi remaja untuk mengadakan relasi yang baik dengan teman sebaya karena mereka akan memperoleh lebih banyak kemampuan sosial dan pola adaptif dari tingkah laku sosial selama berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka melakukan interaksi dengan teman sebayanya sejalan dengan peran-peran kelompok teman sebaya yang dijelaskan oleh Shaffer (1994:564), yaitu : 1. Teman sebaya sebagai sumber penting reinforcement sosial Teman sebaya merupakan sumber yang cukup potensial sebagai penguat

Bab II Tinjauan Teoritis 21 tingkah laku remaja, karena teman sebaya dapat memberikan kesamaan status terhadap remaja. Ketika teman sebaya menginstruksikan untuk mengikuti beberapa tingkah laku yang diinginkan kelompok dan mengabaikan tingkah laku yang lain secara signifikan dapat mempengaruhi tingkah laku yang akan dimunculkan remaja. Banyak penguat-penguat yang diberikan oleh individu pada yang lainnya bersifat tidak kentara atau tidak disengaja. Perilaku individu dapat diperkuat, dipertahankan, ataupun menjadi hilang dengan melihat reaksi yang menyenangkan yang diberikan oleh teman sebayanya terhadap tindakan yang dilakukannya. 2. Teman sebaya sebagai model tingkah laku remaja Pegaruh teman sebaya tidak hanya sebagai penguat dan pemberi hukuman, tetapi juga sebagai sosial model. Atribut-atribut dan aktivitasaktivitas lain secara mudah diperoleh dengan mengamati model teman sebaya dalam bertingkah laku. Fungsi lain dari model teman sebaya adalah sebagai informasi untuk individu mengenai bagaimana remaja dapat bertingkah laku pada situasi yang berbeda melalui imitasi dari model-model yang dominan serta anggota-anggota dalam kelompok teman sebaya. Selain dalam menghadapi situasi-situasi baru, hal-hal lain yang diperoleh dengan mengamati model teman sebaya diantaranya adalah perilaku responsive secara sosial, prestasi, moral judgement, kemampuan untuk menunda kepuasan diri, dan perilaku dan sikap terhadap seks.

Bab II Tinjauan Teoritis 22 3. Teman sebaya sebagai objek dalam perbandingan sosial Remaja sering kali sampai pada kesimpulan-kesimpulan mengenai kemampuan mereka dan aspek-aspek kepribadian lainnya, dengan membandingkan tingkah laku dan prestasi mereka dengan teman sebaya. Hal ini dikarenakan teman sebaya adalah individu yang memiliki usia yang sama dan menganggap sama dalam semua aspek, menjadikan teman sebaya lebih merupakan pilihan yang logis bagi perbandingan sosial yang serupa. 4. Teman sebaya sebagai pengkritik dan agen yang dapat meyakinkan anggotanya Teman sebaya sering kali menjadi tempat untuk mendiskusikan dan memperdebatkan hal-hal yang tidak mereka setujui. Remaja yang sedang berdiskusi tersebut menanamkan cara pandang mereka masing-masing dan mencoba meyakinkan teman mereka untuk mengambil pada posisi yang diperjuangkan. Diskusi memberikan lebih banyak argumen yang berbobot bagi mereka untuk mengasimilasikan dan menyetujuinya. Seseorang, khususnya remaja lebih mudah dikritik ataupun dibujuk oleh teman sebayanya dari pada orang tua atau gurunya, karena kritikan dari orang tua atau guru seringkali diterima sebagai kritikan yang keras. Ajakan atau bujukan dari kelompok teman sebaya dapat mengubah pandangan remaja terhadap suatu hal tertentu. Hal ini dilakukan remaja untuk membentuk ataupun membina suatu hubungan baik dengan kelompok teman sebayanya.

Bab II Tinjauan Teoritis 23 2.4 Sosial Learning Theory dari Bandura Dalam situasi sosial kita mempelajari segala sesuatu melalui imitasi. Lebih banyak orang belajar dengan mudah dan sederhana dengan mengamati tingkah laku orang lain. Bandura (1977) yakin bahwa mayoritas tingkah laku yang kita bentuk sepanjang kehidupan diperoleh melalui observasi dan imitasi dari orang lain. Menurut Bandura ada beberapa alasan mengapa observasi memegang penting dalam aturan sosial dan perkembangan kepribadian. Pertama, observasi lebih efisien dari pada metode trial and error. Observasi belajar dengan mengamati tampilan sempurna dari model dan mereka menghindari tampilan error yang tidak berguna yang merupakan hasil dari usaha untuk sempurna melalui keterampilan dan kemampuan yang dimilikinya. Kedua, banyak tingkah laku kompleks yang mungkin tidak dapat dipelajari kecuali jika individu dihadapkan pada orang lain yang ditirunya. Ketika tingkah laku diperoleh melalui observasi, pembelajaran tersebut merupakan proses kognitif. Teori belajar termasuk variabel kognisi internal. Observasi juga mengajari kita tentang kemungkinan akibat dari suatu tingkah laku yang baru, kita memperhatikan apa yang terjadi ketika orang lain mencobanya. Bandura menyebutnya proses vicarious reinforcement. Vicarious reinforcement merupakan suatu proses kognisi yang memformulasikan harapan tentang hasil dari tingkah laku tanpa tindakan langsung. Keuntungannya, jika kita belajar hanya untuk mengendalikan akibat dari tingkah laku kita, beberapa dari kita akan mempertahankan proses

Bab II Tinjauan Teoritis 24 tersebut (Bandura, 1977). Bandura mengemukakan 4 komponen dari proses belajar pengamatan. Komponen-komponen ini merupakan proses yang terjadi di dalam diri sebelum munculnya respon dalam bentuk tingkah laku yaitu : 1. Attentional Processes (Proses Atensi) Semua individu dihadapkan pada sejumlah besar model sosial, terdiri dari orang tua, saudara, teman sebaya, pemimpin dan melalui figure pahlawan. Bandura melihat bahwa (1) individu pertama-tama harus mengikuti dengan cermat beberapa model untuk dipelajari dengan observasi dan (2) beberapa model lebih patut diberikan perhatian dari pada orang lain. Siapa yang lebih disukai individu untuk diseleksinya sebagai model sosial? Menurut Bandura calon yang paling banyak disukai adalah orang-orang yang hangat dan melindungi (responsive), status sosial, jenis kelamin, dan kompetensi juga akan menentukan sejauh mana seorang model akan ditiru. Sifat-sifat model juga mempengaruhi seorang pengamat utuk memperhatikan dan berusaha menyamai norma-norma perkuatan dari model. Individu lebih suka untuk meniru model yang berusia sama (sebaya), atau model yang lebih tua dari pada yang lebih muda, karena mereka yakin model yang lebih muda kurang kompeten dari pada diri mereka. Kita tidak dapat meniru model tanpa memberikan perhatian pada model. Model sering menarik perhatian kita karena mereka memiliki suatu kekhususan, atau mereka memiliki kesuksesan, wibawa, kekuasaan dan hal-hal menarik lain yang berkualitas. Atensi juga dipengaruhi oleh

Bab II Tinjauan Teoritis 25 karakteristik psikologis dari observer seperti kebutuhan dan minat. 2. Retention Processes (Proses Penyimpanan) Setelah memperhatikan, mengamati suatu model, maka pada saat lain individu melakukan tingkah laku yang sama dengan model tersebut. Jadi ada sesuatu yang menarik yang disimpan dan dingat dalam bentuk simbolsimbol (Symbolic Coding). Kemudian sesuatu yang telah disimpan tersebut ditata ulang dalam kognisinya atau diorganisasikan (Cognitif Organization). Selanjutnya simbol-simbol tersebut selalu diulang-ulang sehingga membekas dalam ingatan observer (Symbolic Rehearsal). Setelah pesan diterima, diolah, diorganisasikan, diulang kembali, dan kemudian diingat terus (Motor Rehearsal). Proses ini menenkankan pada kemampuan asosiatif, prinsipnya adalah menghubungkan fenomena stimulus dengan stimulus lain yang sudah ada dalam kognitif. 3. Motor Reproduction Processes (Proses Reproduksi motorik) Dalam proses ini yang harus dimiliki oleh seorang observer adalah kemampuan fisik yang baik. Kemudian harus ada kesesuaian, kecocokan, ketetapan terhadap respon yang dipilih. Lalu observer juga harus mengobservasi diri sebelum melakukan respon. Kemudian yang terakhir adalah mampu memberikan umpan balik yang akurat kepada diri sebelum merespon. Dalam proses ini hal-hal yang ada dalam ingatan individu akan diterjemahkan dalam bentuk perilaku. 4. Reinforcement & Motivational Processes (Proses Reinforcement dan Motivasi)

Bab II Tinjauan Teoritis 26 Hal yang menyangkut reinforcement, pertama adalah external reinforcement yaitu penguat yang datang dari luar observer. Kedua adalah vicarious reinforcement yaitu penguat yang datang dari dalam diri observer itu sendiri, hal ini berkaitan dengan pengalaman-pengalaman yang didapatkan sebelumnya. Bandura mengatakan bahwa bagaimanapun kemampuan yang dimilikinya untuk menampilkan tingkah laku, mereka tidak akan menampilkannya tanpa insentif yang cukup atau motivasi untuk melakukannya. 2.5 Pengaruh Kelompok Teman Sebaya di Sekolah Terhadap Motivasi Belajar Bagi remaja teman memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan orang tua dalam berbagai hal. Hal tersebut dikarenakan remaja lebih sering berada dengan teman sebayanya, dimana remaja membuat kelompok kecil dengan teman sebayanya dan sering kali mengembangkan nilai-nilai secara lebih jelas dan bervariasi, dimana nilai-nilai ini menentukan bagaimana cara anggota kelompok dalam berpakaian, berbicara, berfikir, dan bertingkah laku. Remaja usia belasan tahun, ini menghadapi tekanan untuk mengikuti semua ketentuan-ketentuan dari kelompok dan akan memperoleh resiko diasingkan apabila mereka gagal melaksanakan ketentuanketentuan tersebut. Dapat dimengerti bila pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar dari pada

Bab II Tinjauan Teoritis 27 pengaruh keluarga (Elizabeth B.Hurlock,1997:479). Demikian juga halnya dalam menentukan minat pada motivasi berprestasinya. Peran kelompok teman sebaya sebagai penguat, panutan, patokan serta pengktritik dan pembujuk di sekolah akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Peran kelompok teman sebaya ini berkaitan dengan motivasi berprestasi siswa di sekolah, karena apabila siswa memaknakan positif tingkah laku teman kelompoknya yang bermasalah tersebut maka siswa akan ikut-ikutan menjadi malas dalam belajar, tidak aktif dalam diskusi di kelas, menghindari pelajaran yang tidak disenangi, melalaikan tugas atau terkadang mengerjakan tugas di sekolah dan membolos. Dengan adanya pemaknaan positif dari siswa terhadap perilaku teman sebaya yang bermasalah tersebut akan mengakibatkan motivasi berprestasi siswa menjadi rendah. 2.6 Kerangka Berfikir Teman Sebaya menurut Shaffer (1994, 543) merupakan perkumpulan teman sebaya yang melakukan interaksi menetap, berbagi aturan dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Sekolah merupakan tempat yang memberi kemungkinan dan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi atau menjalin relasi dengan teman sebaya. Selain itu juga sekolah merupakan tempat untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa agar nantinya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

Bab II Tinjauan Teoritis 28 Menurut Shaffer, terdapat empat peran teman sebaya yaitu sebagai reinforcement social, modelling, objek pembanding sosial dan sebagai pengkritik dan pembujuk. Ketika variabel personal yaitu siswa kelas VIII pada saat di sekolah melakukan interaksi, dalam interaksi tersebut teman sebaya memberikan reinforcement. Teman sebaya sebagai Reinforcement sosial, hal tersebut berarti bahwa teman sebaya dapat mempertahankan dan memperkuat perilaku remaja dengan melihat reaksi yang menyenangkan yang diberikan oleh teman sebayanya terhadap apa yang dilakukannya. Ketika siswa menunda pekerjaan rumah dan mengerjakannya di sekolah sebelum pelajaran dimulai, siswa mendapatkan pujian dari teman yang bermasalah. Jika siswa dengan motivasi yang rendah memaknakan positif reaksi teman sebaya yang bermasalah, berupa pujian kepada siswa dengan motivasi yang rendah ketika siswa menunda pekerjaan rumah dan mengerjakannya di sekolah sebelum pelajaran dimulai, maka perilaku tersebut akan dipertahankan atau diperkuat sehingga hal tersebut diduga dapat mempengaruhi proses belajar dalam meningkatkan prestasi belajar. Teman sebaya sebagai model tingkah laku, Teman sebaya sebagai model tingkah laku remaja artinya atribut dan aktivitas lain secara mudah diperoleh dengan mengamati model teman sebaya yang berperilaku positif. Jika siswa memaknakan positif terhadap orang yang dijadikan model (teman sebaya yang bermasalah), maka melalui pengamatan langsung, siswa akan menerima, menerapkan tingkah laku dari modelnya, termasuk motivasi berprestasi yang diperlihatkan dengan sikap dan tingkah laku dalam usaha

Bab II Tinjauan Teoritis 29 pencapaian prestasi, seperti kegiatan belajar dan mengerjakan tugas. Ketika teman bermasalah mencontek ketika ujian, datang terlambat ke sekolah, tidak mengerjakan tugas siswa akan mengamati, menerima menerapkan dan meniru perilaku teman yang bermasalah. Hal ini dapat mempengaruhi proses belajar dalam meningkatkan prestasi belajar. Jika siswa mempertahankan perilaku tersebut diduga dapat menurunkan motivasi berprestasinya. Teman sebaya sebagai obyek dalam perbandingan sosial yang artinya jika siswa memberikan pemaknaan positif terhadap peran teman sebayanya yang bermasalah, maka ia akan membandingkan prestasi dan tingkah lakunya dengan teman sebayanya yang bermasalah tersebut. Apabila teman yang bermasalah tidak mengerjakan tugas, maka siswa tidak akan berusaha mengerjakan tugas, karena siswa akan akan membandingkan perilakunya dengan teman sebaya yang bermasalah dan mengikuti perilakunya. Teman sebaya sebagai pengkritik dan pembujuk, Teman sebaya sebagai pengkritik dan pembujuk yang dapat meyakinkan anggotanya. Teman sebaya yang berperilaku positif seringkali menjadi tempat untuk mendiskusikan dan mempermasalahkan hal-hal yang tidak mereka setujui, hal ini dilakukan siswa untuk membentuk suatu hubungan yang baik dengan kelompok teman sebayanya. Ketika siswa mengerjakan tugas, teman yang bermasalah akan memberikan ejekan dan membujuk siswa untuk tidak mengerjakan tugas. Jika siswa memaknakan positif terhadap peran kelompok teman sebaya yang bermasalah, maka mereka menganggap teman sebaya yang bermasalah ini sebagai orang yang dapat merubah perilaku dan cara

Bab II Tinjauan Teoritis 30 pandang mereka dalam mendiskusikan masalah-masalah yang sedang dihadapinya, baik masalah keluarga atau masalah di sekolah. Jika siswa mempertahankan perilakunya, hal tersebut dapat menurunkan motivasi berprestasinya. Siswa SMP N 35 kelas VIII, Bandung Teman yang bermasalah - Tidak mengerjakan tugas - Tidak aktif dalam diskusi di kelas - Mengerjakan PR di sekolah - Sering datang terlambat - Mencontek saat ulangan Reinforcement Modeling Pengkritik dan pembujuk Objek pembanding sosial Teman yang bermasalah memberikan pujian (Reward) ketika Siswa menunda mengerjakan, sehingga siswa mempertahankan perilaku untuk menunda pekerjaan. Siswa mencontek, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas karena siswa mengamati, menerima, menerapkan dan meniru perilaku teman yang bermasalah. Teman yang bermasalah memberikan ejekan (kritik) ketika siswa mengerjakan tugas yang diberikan dan membujuk siswa agar menunda mengerjakan tugas. Siswa membandingkan prilaku teman bermasalah (tidak mengerjakan tugas) dengan perilakunya. Kemudian mengikuti perilaku teman yang bermasalah. Motivasi belajar rendah : 1. Memilih teman yang bisa di andalkan 2. Tidak tekun 3. Menunda pekerjaan 4. Tidak menyenangi umpan balik terhadap tugas yang dikerjakan 5. Tidak sempurna dalam mengerjakan tugas

Bab II Tinjauan Teoritis 31 2.7 Hipotesis Ada hubungan yang erat antara peran teman sebaya yang bermasalah dengan motivasi berprestasi siswa kelasviii SMP N 35 Bandung