Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

dokumen-dokumen yang mirip
HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

HARMONISASI PENGATURAN PERSYARATAN TENAGA KERJA ASING DALAM SKEMA REGULASI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan ekonomi membuat masyarakat dunia saling bersentuhan dan saling

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebagai tujuan akhir integrasi ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. jasa, aliran investasi dan modal, dan aliran tenaga kerja terampil.

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI FRANCHISEE USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DALAM BISNIS FRANCHISE

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts

BAB I PENDAHULUAN. Pada Era Globalisasi saat ini pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif dan

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

HAK ISTIMEWA BAGI INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL


PROTOKOL UNTUK MENGUBAH BEBERAPA PERJANJIAN EKONOMI ASEAN TERKAIT DENGAN PERDAGANGAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DARI PELAKU USAHA YANG TUTUP TERKAIT DENGAN PEMBERIAN LAYANAN PURNA JUAL/GARANSI

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

PROTOCOL TO AMEND ARTICLE 3 OF THE ASEAN FRAMEWORK(AMENDMENT)AGREEMENT FOR THE INTEGRATION OF PRIORITY SECTORS

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

TUGAS DAN FUNGSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

Dhiani Dyahjatmatmayanti, S.TP., M.B.A.

PERANAN DESA PAKRAMAN DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI PEMERINTAHAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menjadi tahun 2015 pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UPAYA PENCAPAIAN IKLIM USAHA KONDUSIF BAGI PENANAMAN MODAL (INVESTASI) DALAM KEGIATAN BISNIS PARIWISATA

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

BAB I PENDAHULUAN. J. Suatma, Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015, Jurnal STIE Semarang, vol.4 no.1, 2012.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER PROGRAM STUDI HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA

BAB I PENDAHULUAN. adanya pengaturan mengenai perjanjian (treaties), hak dan kewajiban raja, hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

PERLINDUNGAN HUKUM T ERHADAP KONSUME N AKI BAT PERSAING AN CURANG

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

Oleh : Ida Ayu Wedha Arisanthi Ida Ayu Sukihana A.A. Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DIHUBUNGKAN TERHADAP TERJADINYA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Abstrak

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

HARMONISASI KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) TERHADAP BANK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengelola anggaran, bahkan legislatif dan yudikatif yang memiliki peran

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTANGGUNGJAWABAN INDONESIA ATAS PENCEMARAN LINTAS BATAS NEGARA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

Pengaruh Era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015 Terhadap Tenaga Kesehatan Profesional Di Indon

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. The Association of South East Asian Nations atau yang sering

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS MEREK TERKENAL (WELL-KNOWN MARK) BERKAITAN DENGAN PELANGGARAN MEREK

KESEPAKATAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MELALUI PERJANJIAN BERSAMA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Yustisia Ramadhani, Ditha Wiradhiputra. Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di suatu negara (trade as engine of growth).

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

BAB I PENDAHULUAN. Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERACUNAN MAKANAN

ANALISIS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) TERHADAP KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I P E N D A H U L U A N. tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DI ASEAN Lembaga dan Proses

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Transparency International korupsi adalah the abuse of public

Transkripsi:

1 HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Oleh I Gusti Ayu Agung Ratih Maha Iswari Dwija Putri Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Program Kekhususan Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) terbentuk dalam rangka mewujudkan ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif, oleh karena itu Negara-Negara anggota ASEAN hendaknya memiliki kebijakan persaingan usaha secara nasional dan ASEAN juga perlu memiliki kesepakatan terhadap kebijakan persaingan usaha. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan analisis konsep hukum, pendekatan sejarah, serta pendekatan perbandingan. Artikel ini menyimpulkan bahwa ASEAN belum memiliki kebijakan yang mengatur kegiatan persaingan usaha MEA secara umum sehingga kegiatan yang dilakukan Negara anggota masih mengacu kepada kebijakan masing-masing Negara dan ASEAN menerbitkan ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy sebagai pedoman. Harmonisasi kebijakan persaingan usaha pada MEA dapat dilakukan dengan mewajibkan setiap negara untuk memiliki kebijakan persaingan usaha sesuai dengan standar ASEAN, penyesuaian peraturan tiap negara, pembentukan lembaga penyelesaian sengketa regional ASEAN, dan dengan adanya transparansi ketentuan kebijakan MEA. Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi. ABSTRACT ASEAN Economic Community (AEC) is formed in order to embodied ASEAN as a region that is stable, prosperous and highly competitive, therefore ASEAN member States should have national competition policies and ASEAN also needs to have an agreement on competition policy. This article is a normative legal research that uses statuary approach, analytical and conceptual approach, historical approach, and comparative approach. It ultimately found that ASEAN has no policy in general so that the activities carried by the member States still refer to the policies of each country and ASEAN publishes ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy as guideline. The harmonization can embodied by requiring each country to have a competition policy in accordance with the standards of ASEAN, adjustments in regulations of each country, establish a dispute settlement body of ASEAN, and with the transparency provisions of the policy of AEC. Keywords: ASEAN Economic Community, Competition, Policy, Harmonization.

2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terbentuk dalam rangka mewujudkan ASEAN Vision 2020 yaitu menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil dan mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial-ekonomi. Area kerjasama MEA yang sangat luas seperti pengembangan sumber daya manusia, pengakuan kualifikasi profesional, bahkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun MEA 1 menunjukkan bahwa Negara-Negara anggota ASEAN hendaknya memiliki kebijakan persaingan usaha secara nasional demi terlaksananya kegiatan persaingan usaha yang adil dan kompetitif. Perbedaan kebijakan dalam kegiatan persaingan usaha antara satu Negara dengan Negara lainnya juga sangat rentan terhadap perselisihan dan konflik, maka dari itu selain mendorong Negara anggotanya untuk memiliki kebijakan persaingan usaha secara nasional, ASEAN dalam era MEA perlu memiliki suatu kesepakatan terhadap kebijakan persaingan usaha untuk ditetapkan dalam kawasan regional ASEAN. B. Tujuan Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menganalisis kebijakan persaingan usaha pada masyarakat ASEAN dan menganalisis perbedaan pengaturan kebijakan persaingan usaha pada masyarakat ASEAN sehingga diperlukan harmonisasi. II. ISI A. Metode Penulisan Dalam penulisan artikel ini digunakan metode penelitian normatif yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, atau bahan hukum tersier. 2 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang dalam hal ini menganalisis 1 Mohamed Jahwar Hassan, 2014, The Resurgence of China and India, Major Power Rivalry and the Response of ASEAN, dalam Hadi Soesastro dan Clara Joewono (eds.), 2007, The Inclusive Regionalist, Centre for Strategic and International Studies Indonesia, Jakarta, h. 139 2 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, h. 118-119

3 instrumen regional ASEAN, pendekatan analisis konsep hukum, pendekatan sejarah, serta pendekatan perbandingan. B. Hasil dan Pembahasan 2.1 Pengaturan Kebijakan Persaingan Usaha pada Masyarakat ASEAN ASEAN Economic Community Blueprint menyebutkan bahwa ASEAN akan menjadi kawasan ekonomi yang dinamis dan kompetitif 3 di mana kebijakan persaingan usaha menjadi sangat penting dalam menjamin terselenggaranya persaingan usaha yang sehat dan adil sehingga melindungi kepentingan konsumen dan persaingan tidak menjadi sarana untuk melakukan monopoli. 4 ASEAN yang belum memiliki kebijakan khusus dan lembaga khusus dalam mengatur dan mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha antar anggota ASEAN menerbitkan ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy sebagai pedoman aturan persaingan usaha umum bagi negara-negara anggotanya dalam rangka MEA. Belum adanya suatu kesepakatan terhadap kebijakan persaingan usaha regional ASEAN menjadikan pelaksanaan kegiatan persaingan usaha diserahkan kepada Negara anggota untuk dilakukan sesuai dengan kebijakan persaingan usaha nasional. Dalam hal ketentuan kebijakan persaingan usaha nasional, beberapa Negara anggota ASEAN sudah memiliki kebijakan persaingan usaha secara umum seperti Indonesia dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Laos dengan Decree 15/PMO (4/2/2004) ; Malaysia dengan Competition Act 2010; Filipina dengan Excecutive Order No. 45 series of 2011; Singapura dengan Competition Act of the Singapore (chapter 50B) ; Thailand dengan The Trade Competition Act B.E. 2542 (1999) ; dan Vietnam dengan Competition Law No. 27/2004/QH11, Decree No.116/2005/ND-CP, Decree No.120/2005/ND-CP, Decree No.110/2005/ND-CP, Decree No.06/2006/ND-CP, Decree No.05/2006/ND-CP. Berbeda halnya dengan Brunei Darussalam, Kamboja, dan Myanmar yang belum memiliki kebijakan persaingan usaha secara umum meskipun Brunei telah memiliki kebijakan 3 ASEAN Economic Community Blueprint, h.5 4 Arie Siswanto, 2004, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.2

4 persaingan usaha yang mengatur kegiatan persaingan usaha bidang telekomunikasi yaitu Telecommunication Order 2001 dan Myanmar sementara masih menggunakan pasal 36(b) yang tertulis dalam Constitution of the Republic of the Union of Myanmar. Pada umumnya ketentuan-ketentuan kebijakan persaingan usaha pada Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam telah sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan umum yang tercantum di dalam ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy. Perbedaan terdapat pada pengaturan kebijakan persaingan usaha sektoral pada Negara Malaysia, Filipina, dan Singapura yang membedakan antara kebijakan persaingan usaha dan lembaga penegak hukum antara sektoral dengan umum, sedangkan Indonesia, Laos, Thailand, dan Vietnam tidak membedakan pengaturan dan lembaga penegak hukum baik sektoral maupun umum. 2.2 Harmonisasi Kebijakan Persaingan Usaha Masyarakat Ekonomi ASEAN Berbagai model kebijakan dan kekosongan pengaturan dalam kegiatan persaingan usaha pada beberapa Negara ASEAN memerlukan harmonisasi kebijakan persaingan usaha dalam rangka MEA. Dengan adanya MEA, lalu lintas kegiatan usaha beserta pelaku usahanya tanpa batas dalam kawasan regional. Harmonisasi kebijakan persaingan usaha ASEAN akan tercapai apabila : 1. Pembentukan dan penerapan peraturan khusus tentang kebijakan persaingan usaha di Negara-Negara anggota ASEAN sesuai dengan standar ASEAN. Bagi Negara-Negara MEA yang belum atau sedang dalam proses pembuatan kebijakan hendaknya diberikan jangka waktu agar kebijakan persaingan usaha Negara-nya segera dirampungkan; 2. Dilakukan penyesuaian pengaturan kebijakan persaingan usaha dari setiap Negara anggota ASEAN sehingga tidak ada kekosongan norma; 3. Dibentuk lembaga penegakan hukum khusus di setiap Negara anggota ASEAN yang berwenang mengawasi proses persaingan dan memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa persaingan usaha. Selain itu, disediakan prosedur penegakan hukum pada tiap-tiap Negara untuk diundangkan;

5 4. Dibentuk lembaga penyelesaian sengketa regional ASEAN baik sifatnya permanen maupun tidak yang memiliki kewenangan khusus dalam menyelesaikan sengketa yang ditimbulkan dalam kegiatan persaingan usaha MEA; 5. Transparansi ketentuan hukum MEA pada Negara anggota ASEAN untuk menghindari kesalahpahaman pada saat berjalannya kegiatan persaingan usaha. III. KESIMPULAN MEA masih belum menetapkan kebijakan persaingan usaha khusus antar anggota ASEAN. Menyikapi hal tersebut, ASEAN menerbitkan ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy sebagai pedoman aturan persaingan usaha umum. Perbedaan pengaturan kebijakan nasional dapat menciptakan kesenjangan hukum, maka dari itu harmonisasi kebijakan persaingan usaha dengan standar ASEAN harus segera ditetapkan. Cara untuk mewujudkannya adalah dengan mewajibkan setiap negara untuk memiliki kebijakan persaingan usaha secara nasional, penyesuaian pengaturan kebijakan persaingan usaha pada tiap Negara, transparansi ketentuan kebijakan MEA pada Negara anggota, pembentukan lembaga penegak hukum dan prosedur penegakan hukum khusus tiap Negara dan harus disertai dengan pembentukan lembaga penyelesaian sengketa regional ASEAN. DAFTAR PUSTAKA BUKU Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta. Hadi Soesastro dan Clara Joewono, 2007, The Inclusive Regionalist, Centre for Strategic and International Studies Indonesia, Jakarta. Siswanto, Arie, 2004, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta. INSTRUMEN HUKUM ASEAN Economic Community Blueprint ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy Competition Act of the Singapore (chapter 50B)

6 Competition Act 2010 Competition Law No. 27/2004/QH11 Constitution of the Republic of the Union of Myanmar Decree No.05/2006/ND-CP Decree No.06/2006/ND-CP Decree No.110/2005/ND-CP Decree No.116/2005/ND-CP Decree No.120/2005/ND-CP Decree 15/PMO (4/2/2004) Excecutive Order No. 45 series of 2011 Telecommunication Order 2001 The Trade Competition Act B.E. 2542 (1999) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat