MENCERMATI RUUSPN DIKAITKAN DENGAN MASA DEPAN PENDIDIKAN BANGSA. Oleh Rochmat Wahab

dokumen-dokumen yang mirip
ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENDIDIKAN DASAR, MENENGAH, DAN TINGGI DI INDONESIA *

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ISU-ISU PENDIDIKAN DIY Oleh Dr. Rochmat Wahab, MA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENGKRITISI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL, AKTUALISASI OTONOMI PENDIDIKAN DAN ALOKASI ANGGARAN PENDIDIKAN

MENGKRITISI PENDIDIKAN BERBASIS KOMPETENSI DAN BERWAWASAN MORAL Oleh Rochmat Wahab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Terkait

PEMBELAJARAN PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) NURSIWI KOTA YOGYAKARTA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional di Indonesia dilaksanakan dalam rangka

KONSEPSI PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DI KABUPATEN ACEH TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN BAB I

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pembangunan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya wajib dilaksanakan. globalisasi, maka pendidikan juga harus mampu menjawab kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

Klinik Akreditasi Program Studi. Rakornas APTIKOM Mataram Oktober 2016

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang. kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. semakin maju mensyaratkan para pekerja yang cakap, profesional dan terampil.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha secara sadar yang sengaja dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi. manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BEASISWA SISWA DAN MAHASISWA BERPRESTASI DARI KELUARGA TIDAK MAMPU

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

PENGELOLAAN PENDIDIKAN ANAK GIFTED DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BEBERAPA ISU PENTING RUU SISDIKNAS UNTUK ORIENTASI PRAKTEK MANAJEMEN PENDIDIKAN/SEKOLAH DI MASA DEPAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mubarak Ahmad, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BEBERAPA CATATAN YANG PERLU DIPERHATIKAN ISI UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI PIJAKAN PELAKSANAAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KONSEP SEKOLAH ISLAM TERPADU. Oleh Rochmat Wahab Dosen FIP Universitas Negeri Yogyakarta, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari masalah dalam upaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kurikulum, silabus dan RPP merupakan satu rangkaian yang tak

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. sebuah komunitas, dan komunitaslah yang membentuk masyarakat. Substansi ini

MENGUKUR KOMITMEN DAN KAPABILITAS KABINET INDONESIA BERSATU DALAM MEMBAWA PERUBAHAN BANGSA: BIDANG PENDIDIKAN Oleh Dr.

Sekolah Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya. Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat (3), yang menjelaskan bahwa pendidikan

SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang

KATA PENGANTAR. menengah.

Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB III ISU-ISU STRATEGIS Identifikasi Isu-Isu strategis Lingkungan Internal

BAB I PENDAHULUAN. langsung terhadap perkembangan manusia, terutama perkembangan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keterkaitan secara sinergis, antara lain kebijakan, kurikulum, tenaga pendidik dan

MEMBANGUN PENDIDIKAN NILAI UNTUK INDONESIA DAN DUNIA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Transkripsi:

MENCERMATI RUUSPN DIKAITKAN DENGAN MASA DEPAN PENDIDIKAN BANGSA Oleh Rochmat Wahab PENGANTAR Krisis multi dimensi yang menimpa bangsa Indonesia hingga kini belum nampak reda secara meyakinkan, bahkan semakin kompleks. Hal ini merupakan salah konsekuensi dari perilaku para elit yang belum menunjukkan langkah kolektif yang solid sebagai wujud good will dalam mengentaskan krisis dan dampaknya. Kondisi yang demikian oleh banyak orang sering dikaitkan dengan kegagalan pendidikan dalam membangun individu yang bermoral dan kompeten. Pendidikan selama ini disinyalir menghasilkan sejumlah besar lulusan yang jauh dari produktif dan memiliki komitmen moral yang rendah pula, sehingga kebobrokan dalam berbagai hal masih mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Kegagalan yang kita rasakan, tentu saja tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa ada upaya sistematis untuk mengatasinya. Untuk itulah ke depan, pendidikan sebagai institusi sosial diharapkan lebih mampu dalam membentuk individu dan masyarakat yang bermoral, di samping kompeten dan adaptif dalam menghadapi persoalan yang terus muncul dan sangat menantang. Dengan kata lain bahwa pendidikan nasional diharapkan mampu menghasilkan individu yang memiliki komitmen ke-hamba-an dan kekhalifahan secara produktif dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian pendidikan diharapkan mampu menjadi salah satu strategi yang efektif dalam menghadapi krisis, mewujudkan kehidupan yang demokratis, dan mendukung terwujudnya SDM yang handal dalam menghadapi tantangan dan persaingan global. 1

Untuk maksud tersebut, maka sangat diperlukan untuk mengkaji UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan merumuskan UUSPN baru, yang tidak hanya mampu mengatasi krisis, melainkan juga mampu merespon gerakan reformasi yang membawa misi demokratisasi dan otonomi dan menghadapi tantangan global. Bagaimana dengan Rancangan Undangundang Sistem Pendidikan Nasional (RUUSPN) yang sudah disiapkan Panja yang dalam minggu ini sedang dilanjutkan pembahasannya. Berdasarkan perkembangan terakhir di tengah-tengah masyarakat, kontroversi beberapa substansi RUUSPN belum juga reda, sehingga tetap relevan kalau pada kesempatan ini masih diperlukan pengkajian yang lebih mendalam, sehingga kehadirannya mampu memberikan pencerahan bangsa dan masyarakat Indonesia. SUBSTANSI RUUSPN YANG MENJADI SOROTAN Pada dasarnya sebagian besar RUUSPN telah memuat substansi yang mampu memenuhi keinginan dan memberikan jawaban terhadap persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam menatap masa depan. Namun pada kenyataannya masih mengandung beberapa substansi yang kontroversi dan beberapa substansi lainnya yang tidak kalah pentingnya untuk dicermati, walaupun telah dilakukan reviu yang intensif dari sejak tahun 2001. Pertama, pengertian Pendidikan nampak belum memberikan kejelasan. Kalau sekiranya pengertian pendidikan dalam pasal 1, poin 1, diharapkan dapat mencakup semua aktivitas pendidikan baik di jalur formal, non-formal, maupun informal, maka pengertian pendidikan menjadi kurang tepat, karena pendidikan jalur informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang tidak memiliki penjelasan sedikitpun, terutama yang menyangkut tentang usaha terencana. Sementara itu pendidikan informal seringkali terjadi tanpa rencana yang jelas. 2

Kedua, hak warga negara yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa (pasal 6 ayat (4). Pada ayat ini dijelaskan bahwa warga negara yang memiliki kesecradasan dan bakat istimewa berhak memperoleh program pendidikan secara khusus, sementara itu warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pelayanan pendidikan khusus. Padahal kedua kelompok warga negara ini membutuhkan prosedur layanan yang relatif sama, yang dimulai dari asesmen, penempatan, penyusunan program, proses pendidikan, sampai dengan evaluasi. Yang semuanya itu disesuaikan dengan potensi dan kondisi obyeketif mereka. Hal ini perlu diangkat, karena pasal ini sangat terkait dengan pasal 33, ayat (1) yang menyatakan bahwa pendidikan khusus hanya merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, karena kelainan fisik, emosional, metal, intelektual, dan atau sosial. Untuk membawa bangsa mampu mengatasi tantangan masa depan, maka secara demokratis warga negara yang memiliki keunggulan perlu mendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai, seperti juga berlaku bagi warga negara lainnya, terutama yang menyandang kelainan. Ketiga, pendidikan diselenggarakan dengan sistem terbuka (pasal 5 ayat (2)). Artinya bahwa pendidikan dengan diselenggarakan pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan (multi entry multi exit system). Prinsip ini terasa sekali memang enak dan mudah diungkapkan, karena sangat demokratis dan berpihak kepada keunikan setiap warga negara yang memiliki hak untuk mengakses pendidikan. Namun implikasi luas prinsip ini menurut hemat saya memerlukan perubahan sikap dan tindakan yang sungguhsungguh, menyeluruh, dan bertanggung jawab dengan tetap berorientasi kepada pencapaian kualitas pendidikan. 3

Keempat, hak setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan dalam mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama (Pasal 13, ayat (1a)). Pasal ini hingga ini dianggap paling kontroversi, sehingga banyak mengundang kelompok masyarakat tertentu untuk andil dalam berbagai aksi demo, bahkan hingga kini semakin memuncak. Saya bisa memahami bahwa sebagian besar kelompok ormas sosial (LSM) atau agama tertentu yang sangat serius untuk menggagalkan RUUSPN, hanya terkait dengan pasal dan ayat ini, padahal kalau kita berpikir jujur dan jernih, justru sebaliknya pasal dan ayat ini merupakan cerminan gerakan reformasi, terutama demokratisasi di bidang pendidikan. Ada beberapa alasan esensial yang mendukung pasal ini dapat kita maklumi adanya, yaiitu (1) menjunjung tinggi hak azasi setiap warga negara, terutama anak didik untuk mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan agama sesuai yang dianutnya (lihat lampiran tentang pasal-pasal dan ayat-ayat dari KONVENSI PBB), (2) konsistensi antar 3 level riset (fondasi/filosofi pendidikan, sistem pendidikan, dan praksis pendidikan) merupakan hal sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan, termasuk pendidikan agama, (3) pendidikan agama tidak hanya menjangkau tataran kognitif saja, melainkan yang lebih penting sampai kepada tataran afektif, bahkan yang lebih penting sampai pada tataran amaliah, sehingga diperlukan keteladanan dalam perilaku agama (lihat lampiran tentang kontroversi pendidikan agama di sekolah). Kelima, rumusan pasal pada semua jenjang pendidikan hanya menggambarkan bentuk dan wujud pendidikannya saja (Bagian Kedua, Bagian Ketiga, dan Bagian Keempat). Nah bagaimana dengan merumuskan kurikulum yang tanpa ada landasan sebelumnya. Untuk itulah menurut hemat saya, pada setiap jenjang diperlukan rumusan tujuan pendidikan dengan mempertimbangkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik, sehingga 4

dapat menjadi pijakan dalam merumuskan pasal-pasal selanjutnya, terutama yang terkait dengan perumusan dan ketenagaannya. Keenam, standar nasional pendidikan yang diharapkan dapat memacu mutu pendidikan menurut hemat saya bukanlah suatu jawaban yang strategis, karena dalam konteks pasar bebas di masa kini dan depan, yang lebih penting adalah standar mutu pendidikan sesuai dengan tuntutan internal (bangsa Indonesia) maupun eksternal (masyarakat internasional). Untuk dapat menjamin efektivitas standar mutu pendidikan, sangat diperlukan lembaga akreditasi yang bertanggung jawab. Ketujuh, pendanaan pendidikan yang dibuat ukuran secara fixed, yaitu minimal 20% menunjukkan goodwill yang menggembirakan. Namun kalau disinyalir, lebih banyak bernuansa politis, karena pada prakteknya untuk membangun pendidikan yang berkualitas yang menjadi ukuran bukanlah prosentasi dari APBN atau APBD, namun berapa unit cost setiap peserta didik untuk setiap satuan pendidikan dengan target mutu pendidikan tertentu. Semakin tinggi standar mutu pendidikan yang ditentukan, maka semakin tinggi pula unit cost setiap peserta didik. Karena itu biaya pendidikan pada prakteknya bisa cukup kurang dari 20% ata lebih. Kedelapan, ketentuan pidana telah berhasil merumuskan sejumlah sanksi kepada siapa pun baik sebagai individu maupun institusi yang melanggar ketentuan yang ada dalam RUUSPN, namun khusus yang terkait dengan pasal 13 ayat (1a) tidak ada sanksi apapun. Jika hal ini terjadi, maka upaya yang dilakukan baru setengah hati. Oleh karena itu menjamin untuk keberlangsungan pelaksanaan pendidikan agama, sangatlah diperlukan tindakan sanksi yang bersifat mendidik dan konstruktif. 5

PENUTUP Demikian beberapa poin penting yang diharapkan dapat menjadi pemicu (trigger) diskusi pada kesempatan ini, sehingga kita dapat menyikapi kehadiran RUUSPN lebih bijak dan produktif. Semoga. 6