BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bagi pembangunan. Ini berarti, bahwa pembinaan dan bimbingan yang. diberikan mencakup bidang mental dan keterampilan.

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah. yang dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembinaan merupakan aspek penting dalam sistem pemasyarakatan yaitu sebagai

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PENGAWASAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS IIA ABEPURA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

FUNGSI SISTEM PEMASYARAKATAN DALAM MEREHABILITASI DAN MEREINTEGRASI SOSIAL WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Sri Wulandari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan kriminalitas di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM MEMPERSIAPKAN RESOSIALISASI WARGA BINAAN (Diteliti Di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Kelas II A Bogor)

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

1 dari 8 26/09/ :15

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum

BAB II TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Tahanan Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sebelum dikenal istilah LAPAS di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dan juga merupakan himpunan dari norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di kehidupan masyarakat. Narapidana bukan saja sebagai objek, melainkan juga subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga harus diberantas atau dimusnahkan. Sementara itu, yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana tersebut berbuat hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lainnya yang dapat dikenakan pidana. Dalam hal pembinaan narapidana, lembaga pemasyarakatan merupakan garda terdepan yang menjadi tempat untuk mencapai tujuan dari pemidanaan itu sendiri, dapat berbentuk mendidik, rehabilitasi serta reintegrasi. Sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang pemasyarakatan yang bertanggung jawab akan pembinaan tersebut adalah: Petugas pemasyarakatan yang merupakan pejabat fungsional penegak hukum untuk melaksanakan tugas di bidang pembinaan serta pengamanan para warga binaan. Sistem Pemasyarakatan di samping bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik, juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Lembaga Pemasyarakatan merupakan tahap akhir dari sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana sendiri terdiri dari 4 (empat) sub-sistem yaitu

Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan terhadap terpidana khususnya pidana pencabutan kemerdekaan (Rusli, 2011). Eksistensi pemasyarakatan sebagai instansi penegakan hukum telah diatur secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa : Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Sedangkan dalam Pasal 1 butir 2 Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang dimaksud dengan Sistem Pemasyarakatan adalah : Suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina (petugas dari lapas), yang dibina (narapidana), masyarakat (mantan narapidana) untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Tujuan diselenggarakannya Sistem Pemasyarakatan adalah dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). Dimaksudkan agar menjadi manusia seutuhnya adalah upaya untuk memulihkan narapidana dan anak didik Pemasyarakatan kepada fitrahnya dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan pribadinya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya (Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). Pasal 15 ayat (1) KUHP: Pembebasan Bersyarat Narapidana adalah proses pembinaan Narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani

sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9 (sembilan) bulan. (Psl. 1 PP No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Psl. 1 angka 2 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat) 1.1 Alur Diagram Pembebasan Bersyarat Mantan Narapidana Angan-angan indah dari setiap mantan narapidana (bebas bersyarat) untuk dapat menghirup udara segar diluar penjara, kembali dan hidup di tengah masyarakat bersama keluarga, sahabat, dan bergaul dengan anggota masyarakat yang lain, terkadang tidak semulus seperti yang terlintas dalam benak mereka, karena predikat bekas narapidana ibarat beban yang amat berat, penuh tantangan dan pandangan penuh curiga dari masyarakat. Mantan narapidana sering kesulitan kembali ke tengah masyarakat karena predikat negatif narapidana. Sikap penolakan sebagian masyarakat terhadap para mantan napi terkadang membuat mereka merasa diperlakukan tidak manusiawi (Kurniawan, 2008).

Proses sosialisasi para narapidana dari lembaga pemasyarakatan menuju masyarakat yang sesungguhnya sangat sulit dilakukan karena adanya stereotip tersebut. Padahal jelas, masyarakat mempunyai peran yang sangat berarti dalam proses sosialisasi. Banyak narapidana yang telah bebas kehilangan jati diri, hal ini ditandai dengan sikap tertutup, acuh tak acuh, sinis dan antisosial (Susilo, 1985). Pendapat ini didukung oleh (Fattah, 2008), yang mengatakan bahwa sebagian individu seringkali dirundung rasa curiga dan rasa tidak percaya diri sehingga tidak berani menyampaikan berbagai gejolak ataupun emosi yang ada di dalam dirinya kepada orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang dianggapnya tidak baik untuk diketahui orang lain. Oleh karena itu para narapidana sering kali mengalami kesulitan kembali ke tengah masyarakat. Narapidana yang bebas bersyarat mempunyai kepercayaan diri yang rendah maka ia akan mudah sekali cemas, dan minder. Tetapi perasaan tersebut dapat hilang dengan adanya dukungan sosial. Narapidana memiliki harapan untuk dapat kembali ke dalam masyarakat dan menjalani kehidupan yang lebih baik. Stigma dari masyarakat terhadap narapidana mengakibatkan munculnya sikap pesimis bagi mantan narapidana. Sikap pesimis akan memunculkan kecanggungan bagi narapidana untuk menjalani kehidupan dimasyarakat. Maka dari itu selain dukungan sosial para narapidana juga perlu memiliki sikap kepercayaan diri, untuk memulai kehidupan barunya setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Fenomena tersebut tentu sangat memprihatinkan, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap narapidana saat kembali ke kehidupan bermasyarakat adalah dukungan sosial. Dukungan sosial didefinisikan oleh Gottlieb (dalam Kuntjoro, 2002) sebagai informasi verbal atau nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Selain faktor dukungan sosial, faktor yang di asumsikan berhubungan dengan kesehatan mental narapidana adalah kepercayaan diri. Menurut (Lauster, 2012) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa

bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Menurut (Rahmat, 2000) kepercayaan diri dapat diartikan sebagai suatu kepercayaan terhadap diri sendiri yang dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupannya serta bagaimana orang tersebut memandang dirinya secara utuh dengan mengacu pada konsep diri. Individu sebagai makhluk sosial mau tidak mau dalam kehidupannya akan berinteraksi dengan orang lain yang memiliki karakteristik yang beragam. Keragaman itu dapat meliputi pendapat, minat, kemampuan, kepentingan, status sosial, latar belakang budaya, latar belakang agama, dan tingkat pendidikan. Keragaman ini tidak mustahil akan menimbulkan konflik atau disharmoni interaksi sosial antar individu, atau antar kelompok. Untuk mencegah hal-hal yang tidak di harapkan seperti itu, maka kepada warga masyarakat perlu diberikan bimbingan keagamaan yang dapat memberikan pencerahan pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka, sehingga dapat mengembangkan iklim kehidupan yang harmonis dan penuh kesetia kawanan (Yusuf, 2011). Sarason (dalam Khusnia & Rahayu, 2006) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kepedulian, kesediaan dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai, dan menyayangi. Lingkungan yang memberikan dukungan sosial tersebut adalah keluarga, kekasih dan anggota masyarakat. Banyak efek dari dukungan sosial karena dukungan sosial dapat secara positif pula memulihkan kondisi fisik maupun psikologis seseorang, baik itu secara langsung maupun tidak langsung (Smet, 1994). Oleh sebab itu dukungan sosial sangat diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri para narapidana. Dengan adanya kepercayaan diri, narapidana di harapkan akan merasa lebih optimis dalam menghadapi kehidupan dan berusaha menunjukkan kemampuannya meskipun mereka mengalami kecanggungan bagi untuk menjalani kehidupan dimasyarakat. (Mangunharja, 1996) berpandapat yang sama, bahwa kepercayaan diri terbentuk melalui dukungan sosial dari orang tua, teman sebaya, saudara ataupun lingkungan sekitarnya. Dilihat uraian di atas penulis melihat bahwa permasalahan yang di alami oleh para narapidana yang

ingin berinteraksi kembali ke masyarakat, menarik untuk penulis teliti, Maka peneliti mencoba mengangkat permasalahan mengenai Hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada narapidana yang akan keluar bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Bekasi. Kepercayaan diri merupakan suatu sikap dan keyakinan terhadap diri sendiri. Kepercayaan diri merupakan faktor penting sebagai penunjang kehidupan mantan narapidana bebas bersyarat dalam kehidupan sosial dengan rekan sebayanya. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri akan dapat lebih mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan keyakinan dalam diri yang dimiliki. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri akan mampu bersikap sesuai dengan dirinya. Namun, yang terjadi saat seorang yang kurang memiliki kepercayaan diri, ia akan merasa cemas dengan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi permasalahan. (Lauster, 2002) mengatakan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Kepercayaan diri akan memperkuat motivasi mencapai keberhasilan, karena semakin tinggi kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri, semakin kuat pula semangat untuk menyelesaikan segala pekerjaannya. Kepercayaan diri juga membawa kekuatan dalam menentukan langkah dan merupakan faktor utama dalam mengatasi suatu masalah. Apabila seseorang tidak memiliki kepercayaan diri maka banyak masalah akan timbul karena kepercayaan diri merupakan aspek kepribadian dari seseorang yang berfungsi penting untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya (Afiatin, 1998). Bila seseorang kurang percaya diri, hal itu mungkin disebabkan oleh kesulitan berkomunikasi dengan orang lain (Hambly, 1995). Rasa percaya diri seseorang akan tetap bertahan betapapun buruk situasi yang dihadapi, apabila ia mempunyai orang dewasa yang melindungi, mengasihi, dan mendukungnya (Loekmono, 1983).

Dukungan sosial menurut Gottlieb (Smet, 1994) terdiri dari informasi atau nasehat verbal atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban seseorang atau didapat karena kehadiran individu yang bersangkutan yang bermanfaat mempengaruhi perilaku maupun emosi individu. Dukungan dari teman terdekat maupun keluarga ikut mempengaruhi pola kepribadian melalui konsep diri, apabila konsep diri yang positif serta mendapat dukungan dari lingkungan terdekat individu maka menumbuhkan rasa kepercayaan dalam diri sehingga individu dapat bertanggung jawab terhadap tindakan yang telah diperbuat, berani mencoba hal baru, selalu bersikap optimis dalam menghadapi kesulitan (Hurlock, 2012). Dengan demikian, gambaran mengenai hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri masih belum jelas, sehingga penulis perlu mengidentifikasi lebih lanjut mengenai Hubungan dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada narapidana yang akan keluar bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Bekasi. 1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang akan di ajukan dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada narapidana yang akan keluar bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Bekasi? 1.3. TUJUAN PENELITIAN a) Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan Hubungan antara dukungan sosial dengan kepercayaan diri pada narapidana yang akan keluar bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Bekasi. b) Tujuan khusus penelitian ini yaitu: 1. Mendeskripsikan dukungan sosial pada narapidana dalam kehidupan masyarakat. 2. Mendeskripsikan kepercayaan diri pada narapidana dalam kehidupan masyarakat. 3. Mendeskripsikan pandangan masyarakat terhadap kehadiran para narapidana di lingkungan mereka.

1.4. MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Manafaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi, Khusunya Psikologi Sosial. Terutama mengenai hubungan dan temuan keterkaitan antara Dukungan Sosial dengan Kepercayaan Diri baik langsung maupun tidak langsung. Sekaligus memperkaya pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan teori psikologi yang menyangkut kepada perilaku Sosial dan perkembangan mental manusia. 1.4.2 Manafaat Praktis Diharapkan dapat memberi manfaat pada pihak Lapas dalam mengetahui hal yang mendasari terhadap Dukungan Sosial para napi serta untuk meningkatkan rasa Kepercayaan Diri pada Para Napi. Penelitian ini juga bertujuan untuk dapat memberi manfaat dan menjadi referensi bagi para Narapidana kelak. 1.6. METODE PENELITIAN Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah tipe penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik survey. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepercayaan diri dan variabel bebasnya adalah dukungan sosial. Populasi penelitian ini adalah narapidana yang akan keluar bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Bekasi. Pengisian alat ukur dilakukan oleh sebagian mantan narapidana bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Bekasi, yang terpilih sebagai sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini digunakan teknik probability sampling dengan jenis simple random sampling, dimana semua populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Alat ukur yang digunakan untuk mengambil data adalah instrumen berupa kuesioner. Ada 2 kuesioner yang digunakan dibuat oleh peneliti sendiri yaitu, untuk mengukur dukungan sosial digunakan skala dukungan sosial dengan mengacu pada aspek-aspek dukungan sosial dari teorinya Weiss (dalam Cutrona

& Russel, 1987). Sedangkan untuk mengukur kepercayaan diri dapat diukur dengan menggunakan skala kepercayaan diri yang disusun berdasarkan aspek kepercayaan diri dari teorinya (Afiatin dan Martaniah, 1998).