BAB I PENDAHULUAN. suatu fenomena di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemberian otonomi daerah kabupaten dan kota, pengelolaan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era reformasi dalam perkembangan akuntansi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. harus mengembangkan lebih dahulu perencanaan strategis. Melalui perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat karena kinerja pemerintah telah mengarah ke good governance.

BAB I PENDAHULUAN. administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada. ketidakpuasan. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal. Pemberitahuan otonomi daerah berakibat pada terlanjurnya

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang. perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, membawa perubahan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi diantara para pelaku bisnis juga semakin ketat. Menurut Hansen &

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. partisipatif, kesamaan hak, keseimbangan hak, dan kewajiban. Setiap satuan kerja baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kondisi global yang semakin maju membawa dampak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sekarang ini dihadapkan oleh banyaknya tuntutan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan politik di Indonesia saat ini mewujudkan administrasi negara yang

BAB I PENDAHULUAN. maksimalisasi laba tetapi lebih kepada publik service orientif (Suhayati,2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

FARIDA NUR HIDAYATI B

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi di berbagai bidang yang berlangsung di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dengan desentralisasi. Sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

PENDAHULUAN. lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dalam bentuk( penerapan hukum dan undang-undang) di kawasan. dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan publik.

BAB I PENDAHULUAN. kinerja penyelenggaraan pemerintahan sehinggga tercipta suatu ruang lingkup. urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan bahwa organisasi tersebut efektif. Sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. efisian sehingga tujuan organisasi dapat tercapai (Mardiasmo, 2002 :45).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Daerah sebagai salah satu organisasi sektor publik setiap tahun

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. penganggaran menggunakan penganggaran kinerja (performance

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan Pancasila sila ke

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang. fundamental dalam hubungan Tata Pemerintah dan Hubungan Keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang sangat pesat. Saat ini terdapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance based

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 merupakan tonggak awal. pelaksanaan otonomi daerah dan proses awal terjadinya reformasi

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan keuangan daerah ditandai dengan terbitnya

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. bidang agar good governance yang dicita-citakan dapat tercapai. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian, maka perlu menciptakan kondisi ekonomi yang lebih fleksibel dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokrasi menjadi suatu fenomena di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk dibidang pengelolaan keuangan negara. Reformasi yang telah terjadi sejak tahun 1998 hingga saat ini telah menyebabkan terjadinya perubahan sistem penyelenggaraan pemerintah dan ketatanegaraan Indonesia secara fundamental. Hal ini tampak dari UUD 1945 yang telah mengalami amandemen sebanyak empat kali. Keinginan untuk melakukan perubahan menjadi pendorong terjadinya reformasi dimana penyelenggaraan sistem orde baru dianggap telah menyimpang. Terjadinya krisis ini tidak terlepas dari tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dengan baik. Pemerintah telah menetapkan sistem desentralisasi dan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan akuntabilitas kinerja berupa UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang telah direvisi menjadi UU Nomor 33 tahun 2004. Kebijakan ini memberikan wewenang kepada pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara ekonomis, efisien dan efektif untuk mencapai akuntabilitas publik yang lebih transparan. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik menyebabkan timbulnya gejolak yang berujung pada

ketidakpuasan. Apa yang menjadi harapan masyarakat terhadap kinerja instansi pemerintah dengan apa yang dilakukan oleh para pengelola atau pejabat pemerintah sering berbeda. Ini berdampak pada timbulnya kesenjangan harapan yang mengakibatkan terjadinya ketidakharmonisan antara pemerintah dan masyarakat sehingga terjadi tuntutan yang semakin tinggi yang ditujukan kepada pertanggungjawaban yang diberikan oleh pejabat pemerintah atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Berarti, kinerja pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan kebutuhan adanya pengukuran kinerja terhadap instansi pemerintah. Pengukuran ini sebagai alat untuk melihat sampai sejauh mana kinerja yang dilakukan dengan apa yang telah direncanakan dalam suatu periode tertentu. Kinerja (performance) adalah gambaran tentang tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mahsun, 2006: 25). Kinerja yang dicapai oleh suatu organisasi pada dasarnya adalah prestasi para anggota organisasi itu sendiri, mulai dari tingkat atas sampai pada tingkat bawah. Kinerja organisasi publik merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu atasan dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Kinerja pemerintah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran (Kepmendagri No. 29 Tahun 2002). Kinerja organisasi publik harus dilihat secara luas dengan mengidentifikasi keberhasilan organisasi tersebut dalam memenuhi kebutuhan

masyarakat dan melakukan perbaikan-perbaikan maupun peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Penggunaan anggaran merupakan konsep yang sering dipergunakan untuk melihat kinerja organisasi publik. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja dari perencanaan alokasi biaya yang ditetapkan. Anggaran berfungsi sebagai alat penilaian kinerja, dengan adanya partisipasi anggaran diharapkan kinerja aparat pemerintah pusat maupun daerah akan meningkat, karena anggaran dipakai sebagai suatu sistem pengendalian untuk mengukur kinerja. Dengan demikian semua pihak ikut terlibat dan diberi kesempatan untuk membuat anggaran sesuai bidangnya masingmasing, maka kinerja yang dihasilkan akan baik. Partisipasi yang baik diharapkan dapat meningkatkan kinerja, yaitu ketika suatu tujuan dirancang dan secara partisipatif disetujui, maka karyawan akan menginternalisasikan tujuan yang ditetapkan dan memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena mereka ikut terlibat dalam proses penyusunan anggaran tersebut (Agusti, 2000). Penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran tahun 2005. Kinerja dapat diukur dengan membandingkan hasil aktual dengan visi dan misi sebagai komitmen dari suatu organisasi. Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan tujuan (goal) yang ingin dicapai organisasi. Komitmen yang tinggi menjadikan individu lebih

mementingkan organisasi daripada kepentingan pribadi dan berusaha menjadikan organisasi lebih baik. Individu yang berkomitmen tinggi akan menghindari senjangan angaran, dan akan menggunakan informasinya agar anggaran menjadi lebih akurat. Sebaliknya, individu yang berkomitmen rendah akan mementingkan dirinya sendiri atau sekelompoknya. Individu tersebut tidak memiliki keinginan untuk menjadikan organisasi kearah yang lebih baik, sehingga kemungkinan terjadinya senjangan anggaran apabila individu tersebut terlibat dalam penyusunan anggaran akan lebih besar. Oleh karena itu, upaya memperbaiki kinerja organisasi tidak mungkin berhasil jika komitmen yang tercermin dari perilakunya tidak diarahkan dengan baik. Informasi hasil pengukuran kinerja dapat dijadikan feedback (umpan balik) untuk mengarahkan perilaku pegawai menuju perbaikan kinerja selanjutnya. Berbagai penelitian sebelumnya terdapat ketidak konsistenan mengenai hasil penelitian pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja. Sardjito dan Osmad (2007), Agusti (2012), Muhlis (2012), Yudha dan Abdul (2013) dan Marisna (2013) menemukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2009) dan Sinaga (2009) menemukan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Dalam prakteknya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menerapkan penyusunan anggaran secara partisipatif, yaitu dengan melibatkan karyawan mulai dari level terendah di wilayah-wilayah kerja sampai pada level tertinggi. Peneliti memilih Satuan Kerja Badan Meteorologi,

Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai objek penelitian karena telah diterapkan sistem anggaran berbasis kinerja. Dimana anggaran disusun berdasarkan program kerja, terdapat kejelasan maksud dan tujuan permintaan dana, dan fokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas. Berdasarkan fenomena-fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk menemukan bukti empiris dalam penelitian berjudul Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Satuan Kerja (Satker) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah partisipasi penyusunan anggaran dan komitmen organisasi berpengaruh secara parsial maupun simultan terhadap kinerja Satuan Kerja (Satker) pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)?. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui apakah pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan komitmen organisasi secara simultan maupun parsial terhadap kinerja Satuan Kerja Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. bagi peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pemikiran dan dapat mengetahui serta mempelajari masalahmasalah yang berkaitan dengan partisipasi penyusunan anggaran dan komitmen organisasi terhadap kinerja pemerintah. 2. bagi organisasi sektor publik atau pihak yang terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi Satuan Kerja Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam menerapkan kebijakannya sehingga kinerja organisasi publik tersebut menjadi lebih baik. 3. bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tambahan dan masukan bagi peneliti yang berminat meneliti permasalahan yang sama.