BAB I PENDAHULUAN. pendapatan dari film animasi dapat mengalahkan pendapatan dari film live action

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membuat suatu karya yang lebih baik daripada karya sebelumnya dan visual

BAB I PENDAHULUAN. stasiun televisi lokal maupun luar negeri. Setiap harinya stasiun televisi

BAB I PENDAHULUAN. layar televisi selama 25 tahun terakhir. Dengan penonton yang beragam mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berkembang secara pesat, selain media hiburan dan media

BAB I PENDAHULUAN. Minat menonton animasi tradisional dalam bentuk 2 dimensi terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Tugas Akhir ini membuat film animasi 3D ( tiga dimensi) action dengan

BAB I PENDAHULUAN. lain, seperti koran, televisi, radio, dan internet. produksi Amerika Serikat yang lebih dikenal dengan nama Hollywood.

BAB I PENDAHULUAN. televisi, presentasi dan seminar, desain majalah dan membuat film kartun.

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. animasi digemari oleh banyak kalangan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa,

Menonton TV Favorit via

BAB I PENDAHULUAN. oleh apapun seperti yang di temui pada kehidupan sehari-harinya. besarnya investas dan rutinitas sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jepang dikenal dengan kepercayaan Shintonya. Walaupun ada

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya, sampah merupakan produk manusia, yang artinya sampah

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu. Film digunakan untuk memenuhi suatu kebutuhan umum yaitu. mengkomunikasikan suatu gagasan, pesan atau kenyataan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBUATAN FILM ANIMASI 3D PEWAYANGAN PUNAKAWAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat di Indonesia diimbangi dengan

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL ANIMASI PENDEK BRAVE TOY SOLDIER. Reyhan. Jl. Pasar no 22/24, Bogor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsawan serta orang kaya di Eropa pada masa itu (Haviland, 1988:228).

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH PENGGUNAAN METODE INTRUCTIONAL SYSTEM DESIGN PADA MEDIA PEMBELAJARAN SHOLAT TERHADAP PEMAHAMAN ANAK.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri perfilman di dunia memiliki perkembangan yang sangat pesat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini keberadaan teko keramik telah mengalami banyak pergeseran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN TUGAS AKHIR PENCIPTAAN KARYA SENI PENCIPTAAN FILM ANIMASI DUA DIMENSI BIMA. Muhamad Maladz Adli NIM

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya teknologi yang telah diciptakan. Berbagai macam alat-alat teknologi yang

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

satu alasannya adalah sebagai industri, Indonesia sudah kalah waktu. Industri game di Indonesia belum ada 15 tahun dibanding negara lain. Tentunya sei

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai masa

TUGAS ARTIKEL TENTANG PERANCANGAN FILM KARTUN

CONTOH BAB I PENDAHULUAN

BAB 4 METODE PERANCANGAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil pembahasan pada bab IV, oleh peneliti rumuskan suatu. kesimpulan, kesimpulan umum dan kesimpulan khusus.

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa tahun kebelakang ini budaya Indonesia mulai menghilang sedikit demi

BAB 2 DATA DAN ANALISIS Perang Wanara dan Raksasa. satu ksatria yang sangat ditakuti oleh lawannya.

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Oxford University, 1997), Dieter Mack, Apresiasi Musik Musik Populer (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama,

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situs goblog.blog.stisitelkom.ac.id pada awal penemuannya, film animasi

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak stasiun stasiun televisi swasta baru yang mulai bermunculan untuk merebut

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam dunia Ilmu komunikasi, komunikasi merupakan suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Industri Kreatif Perkuat Sistem Inovasi Nasional yang dimuat di

BAB II DATA ANALISA. 2.1 Serial Animasi Data umum. Serial animasi umumnya ditentukan untuk sebuah program acara

Animasi Komputer. Oleh : Rio Widyatmoko, A.Md.Kom

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan informasi semakin besar. Dan informasi

Bab 1. Pendahuluan. Jepang seperti yang banyak kita ketahui merupakan suatu negara maju dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada Bab Pendahuluan ini akan dijabarkan poin-poin dasar yang melandasi

BAB I PENDAHULUAN. film pendek yang berisi himbuan-himbauan atau larangan-larangan yang. menggunakan konsep visual yang berbentuk film.

BAB II LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

TUGAS KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS INDUSTRI ANIMASI INDONESIA

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB 4 METODE PERANCANGAN Masalah yang akan dikomunikasikan

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN. A. Kelompok Data Berkaitan Dengan Aspek Fungsi Produk Rancangan

PRODUKSI FILM ANIMASI SEDERHANA

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL ANIMASI PENDEK "MEMOIR"

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Budaya populer Jepang beragam, ia mempresentasikan cara

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang biasanya didominasi oleh orang-orang pengonsumsi film

BAB 1 PENDAHULUAN. Animasi berasal dari kata Animation yang dalam bahasa Inggris to animate yang berarti

Bab 1. Pendahuluan. negara-negara lainnya, baik dalam bidang teknologi, budaya, maupun hiburan. Salah

GEDUNG EKSEBISI ANIMASI DAN KOMIK DI BANDUNG DENGAN PENDEKATAN DESAIN HI TECH ARCHITECTURE

BAB I I.PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI

PERANCANGAN TOKOH PADA FILM 3D ANIMASI PENDEK STORIETTE D UN DIAMANT

BAB I PENDAHULUAN. apapun kemasan atau hasil film, apabila tidak memiliki konsep yang kuat tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN


BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001),

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS ANIMASI LOKAL

BAB I PENDAHULUAN Judul Solo Studio Animasi dengan Penekanan Ekspresionisme

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian. Yang pertama, film merupakan sebuah selaput tipis berbahan seluloid

BAB I PENDAHULUAN. serempak dari berbagai macam belahan dunia. Media massa merupakan saluran resmi untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Warner Bros. Entertainment, Inc.

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL ANIMASI EDUKASI SI OTAK KANAN DAN SI OTAK KIRI. Suzanna Romadhona ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR ANIMASI TRADISIONAL DEFINISI, SEJARAH, PRINSIP, DAN GAYA

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk menjalankan segala aktivitas atau kegiatan sehari-hari. Contoh dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. verbal. Komunikasi yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari hari ialah. yang melibatkan banyak orang adalah komunikasi massa.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin lama animasi semakin populer di mata masyarakat. Animasi sudah tidak dapat dikatakan sebagai kartun yang hanya diminati atau dilihat oleh anak-anak, melainkan saat ini mulai dari remaja hingga orang dewasa mulai menonton film animasi. Menurut Hanks pada artikel Is 2011 the Year of the Animation Invasion? dan Saxton pada artikel Computer-Generated Animation Drives Near Doubling of Animation Box Office in Past Decade yang diakses pada tanggal 9 Juli 2013, pendapatan dari film animasi dapat mengalahkan pendapatan dari film live action dan juga artis-artis yang terkenal. Dikemukakan pula oleh Hanks, baik film animasi keseluruhan maupun animasi dengan kombinasi live action, keduanya sama-sama mendominasi dikarenakan film animasi tidak lagi disesuaikan dengan selera anak-anak, tetapi juga orang dewasa misalnya dengan cerita yang lebih berat atau dengan efek-efek yang lebih baik. (Hanks, 2011) (Saxton, 2012) 1

Melihat tingkat kepopuleran animasi yang semakin bertambah, animasi tidak lagi hanya sebagai sarana hiburan. Beberapa animasi juga berguna sebagai sarana pengenalan atau perluasan terhadap suatu budaya. Menurut Wells dalam buku The Fundamentals of Animation alasan animasi lebih mendominasi daripada live action adalah karena animasi memiliki kebebasan yang lebih, baik dalam ekspresi maupun gerakan karakter serta pengendalianya. Selain itu animasi mampu membuat dari yang tidak ada atau mustahil menjadi ada dan juga memiliki aturan sendiri yang berbeda dengan aturan dunia nyata. (Wells, Paul.Juni.2006). Pembuatan animasi sendiri tidak hanya berdasarkan imajinasi, namun terdapat juga yang berdasarkan dunia nyata. Tidak sedikit pula yang dibuat berdasarkan budaya, mitologi, filosofi negara tertentu. Semakin berkembangnya teknologi dan adanya globalisasi, proses penggalian informasi dari masa lalu menjadi lebih mudah untuk diakses. Hal ini sangat membantu proses kreatif pembuatan suatu animasi terutama animasi yang memiliki tema yang berhubungan peristiwa masa lalu. Pembuatan animasi berlatar belakangkan budaya tertentu tidak selalu menggambarkan secara utuh budaya yang diambil. Budaya yang diambil hanya sebagian yang direpresentasikan sehingga memberikan pengetahuan yang kurang terhadap penontonnya. Misalnya pada animasi Mulan oleh Disney, kartun tersebut memiliki setting di Cina dan berdasarkan cerita Mulan yang terdapat di Cina, namun cerita tersebut tidak seratus persen sama dengan cerita Mulan yang asli. Menurut Dong Lan pada buku Mulan's Legend and Legacy in China and the 2

United States dikatakan hal ini dikarenakan para animator menyesuaikan animasinya dengan konsep yang masyarakat umum dari negaranya sendiri ketahui (persepsi masyarakat terhadap suatu negara) sehingga esensi dari budaya yang seharusnya menjadi berkurang (Dong, Lan. Desember.2010). Menurut Tanner dalam bukunya yang berjudul China: A History, Cina memiliki banyak mitologi. Dari mitologi tersebut beberapa diantaranya berubah menjadi tradisi budaya dan juga sejarah. Menurutnya pula, mitologi-mitologi ini dianggap cukup penting bagi orang Cina sendiri karena selain menceritakan tentang asal mula alam semesta, mitologi Cina juga mendeskripsikan asal mula masyarakat, budaya dan pemerintahan. (Tanner, 2009). Kekayaan akan mitologi ini yang dimanfaatkan untuk direpresentasikan ke dalam animasi. Avatar: The Last Airbender merupakan animasi 2 dimensi yang diproduksi oleh Amerika oleh perusahaan Nickelodeon. Menurut Lasswell dalam artikel Kung Fu Fightin Anime Stars, Born in the U.S.A yang diakses pada 11 Juli 2013 pembuatan animasi Avatar: The Last Airbender menggunakan referensi budayabudaya, filosofi, teori-teori ilmu serta mitologi dari Asia salah satunya Cina, seperti ilmu bela diri, kaligrafi, musik dan lain-lain. Dikatakan pula pembuatanya menggunakan anime style yaitu style dari animasi Jepang. Pada kurun 10 tahun, yaitu antara tahun 2000 hingga 2010, terdapat lebih dari 600 animasi televisi berseri, dan diantara 600 animasi tersebut, hanya 5 animasi yang mengadopsi budaya Cina dan Avatar: The Last Airbender adalah salah satunya menurut situs tv.com yang diakses pada 12 September 2013. Menurut situs yang sama, Avatar: 3

The Last Airbender merupakan yang terpopuler diantara 5 animasi yang mengadaptasi budaya yang sama. (Shows: TV Shows) Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan membuat penelitian tentang bagaimana gerakan Tai Chi direpresentasikan melalui gerakan pengendalian air dalam film animasi Avatar: The Last Airbender. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana tingkat akurasi serta representasi Tai Chi sebagai elemen budaya Cina dibandingkan dengan gerakan pengendalian air atau waterbend dalam animasi 2 dimensi Avatar: The Last Airbender? 1.3. Batasan Masalah 1. Animasi dibatasi pada serial animasi yang diproduksi oleh Amerika pada rentang tahun 2000 hingga 2010 2. Karya dibatasi pada animasi 2 dimensi Avatar: The Last Airbender a. Pembahasan dibatasi pada bagaimana gerakan Tai Chi direpresentasikan ke dalam karakter animasi Avatar: The Last Airbender b. Budaya dibatasi pada gerakan karakter dan dibatasi pada teknik pengendalian air (waterbend) 1.4. Tujuan Perancangan 1. Bagi penulis: mengetahui bagaimana sebuah budaya direpresentasikan ke dalam sebuah karya animasi 4

2. Bagi animator: mengetahui bagaimana merancang sebuah karya animasi menggunakan suatu budaya 1.5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Studi Pustaka Tahap ini dilakukan dengan pengumpulan referensi-referensi yang terkait baik dari buku-buku, e-book, serta situs di internet mengenai topik yang dibahas. 2. Wawancara Pada tahap ini akan dilakukan wawancara dengan narasumber terkait. 5