BAB I PENDAHULUAN. penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1996 dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah dilakukan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat mengarah pada reformasi. Salah satu bentuk dari reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini merupakan hasil pemekaran ketiga (2007) Kabupaten Gorontalo. Letak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Adanya perkembangan teknologi dan otonomi daerah menuntut

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAHAN KOTA DEPOK TAHUN ANGGARAN 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ibnu (1994 : 29), bahwa pembangunan daerah adalah proses

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH PADA KOTA KEDIRI SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH SKRIPSI. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah daerah di Indonesia bertumpu pada Anggaran Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

INUNG ISMI SETYOWATI B

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya diatur dalam undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya pembangunan nasional. Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah terjadi perubahan yang cukup fundamental dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut terutama terkait dengan dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 32 tahun 2004 yang direvisi dengan UU No. 23 tahun 2014 dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan UU No. 33 tahun 2004. Kedua undang-undang dibidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan adanya otonomi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah diberikan sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pada prinsipnya kebijakan desentralisasi fiskal mengharapkan ketergantungan daerah terhadap pusat berkurang, sehingga mampu dicapai kinerja keuangan daerah yang baik seiring tercapainya tujuan otonomi itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka mengelola dana APBD secara transparan, efisien, efektif, dan 1

akuntabel. Berkaitan dengan hal itu, analisis terhadap kinerja keuangan merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan menilai apakah pemerintah berhasil mengelola keuangannya dengan baik, serta memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Analisis kinerja keuangan pada APBD dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Menurut Halim (2007) kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat. Selanjutnya untuk mengukur kemampuan keuangan pemerintah daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya. Salah satu elemen dari APBD adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan asli daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, antara lain adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah (Halim, 2007). Hasil analisis rasio keuangan 2

selanjutnya dipergunakan sebagai tolak ukur dalam menilai kinerja keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan, efisiensi, dan efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerah, sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah, serta pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial, sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah kabupaten/kota masih sangat terbatas, sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya (Pramono, 2014). Kota Padangpanjang adalah salah satu kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat dan merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diberikan otonomi daerah yang diharapkan dapat meningkatkan kemandirian daerah tersebut serta menghasilkan pemerataan pertumbuhan ekonomi. Kota Padangpanjang merupakan kota yang berada pada jalur silang dan terhubung dengan jalur lintas Sumatera. Menjadikan kota ini berada pada posisi yang cukup strategis karena terletak pada lintasan regional antara Kota Padang dengan Kota Bukittinggi, juga dengan Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, dan Kota Solok. Kota ini juga merupakan pertemuan jalur kereta api dari Kota Bukittinggi dengan Kabupaten Solok yang akan menuju Kota Padang atau sebaliknya, percabangan jalur kereta api ini terdapat pada Stasiun Padangpanjang. Secara 3

topografi kota ini berada pada dataran tinggi yang bergelombang, di mana sekitar 20.17% dari keseluruhan wilayahnya merupakan kawasan relatif landai (kemiringan di bawah 15%), sedangkan selebihnya merupakan kawasan miring, curam dan perbukitan, serta sering terjadi longsor akibat struktur tanah yang labil dan curah hujan yang cukup tinggi. Namun pada kawasan yang landai di kota ini merupakan tanah jenis andosol yang subur dan sangat baik untuk pertanian. Berikut adalah gambaran Pendapatan Asli Daerah Kota Padangpanjang tahun 2011-2015: Tabel 1.1 Tabel Pendapatan Asli Daerah Kota Padangpanjang Tahun 2011-2015 Tahun PAD 2011 30.507.444.998,03 2012 32.420.607.300,28 2013 41.513.488.241,83 2014 51.601.386.498,33 2015 53.068.561.858,50 Sumber: DPPKD Kota Padangpanjang Dari data diatas menujukkan bahwa Pendapatan Asli daerah (PAD) di Kota Padangpanjanag cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2011-2015. Dari data pendapatan asli daerah (PAD) tersebut menunjukkan pada tahun 2011 merupakan pendapatan asli daerah terendah di Kota Padangpanjang yaitu sebesar Rp30.507.444.998,03. Tahun 2012 terjadi kenaikan sebesar Rp1.913.162.302. Tahun 2013 terjadi juga kenaikan sebesar Rp9.092.880.942. Kemudian tahun 2014 meningkat sebesar Rp10.087.898.257 dan tahun 2015 terjadi kenaikan sebesar Rp1.467.175.360. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan PAD yang bersumber dari kelompok pajak daerah dan lain-lain PAD yang sah. 4

Pemerintah Kota Padangpanjang terus berusaha untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) untuk pembangunan daerahnya dalam rangka meningkatkan kinerja keuangan daerah dilihat dari berbagai aspek yaitu mampu memanfaatkan pontensi daerahnya dengan salah satu cara melalui pemanfaatan semaksimal mungkin atas sumber daya daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah. PAD sebagai salah satu penerimaan daerah mencerminkan tingkat kinerja keuangan daerah. Semakin besar PAD maka menunjukan bahwa daerah mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat berkurang. Alasan penulis memilih Kota Padangpanjang sebagai objek penelitian karena Kota Padangpanjang merupakan Kota terkecil di Provinsi Sumatera Barat dan merupakan penghubung perjalanan lintas Sumatera, namun sebenarnya memiliki begitu banyak potensi yang dapat dikembangkan seperti wisata baik itu wisata religius, tradisional, modern, dan kuliner serta pertanian, peternakan, sumber mata air pegunungan, industri kulit dan kapur, yang mana potensi tersebut akan bisa menjadi basis pengembangan ekonomi lokal. Oleh karena hal tersebut, penulis ingin mengetahui sejauh mana kinerja keuangan Kota Padangpanjang dalam memanfaatkan potensi yang ada dalam menjalankan otonomi yang diberikan. Pada penelitian kali ini penulis berpedoman kepada beberapa penelitian terdahulu, seperti penelitian yang dilakukan oleh Masita dkk (2014), Sonia Fambayun (2014), Oesi Agustina (2013), Joko Pramono (2014), dan beberapa penelitian lainnya. Yang mana, mereka menggunakan beberapa rasio keuangan dalam menilai kinerja keuangan pemerintah daerah diantaranya rasio kemandirian, 5

efektivitas, ketergantungan, DSCR, keserasian dan derajat desentralisasi fiskal. Ada beberapa rasio yang menunjukan nilai positif atau baik dan ada beberapa rasio yang sering kali bernilai negatif atau rendah disetiap penelitian. Yang mana, menunjukan pemerintah daerah masih sangat kurang dalam kinerja keuangannya. Rasio-rasio tersebut adalah rasio kemandirian, rasio efektivitas, ketergantungan dan derajat sentralisasi fiskal. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menggunakan empat rasio tersebut yang merupakan bagian dari rasio keuangan dalam menilai kinerja keuangan Kota Padangpanjang. Terdapat beberapa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan saat ini. Perbedaan itu terletak pada objek atau daerah penelitian, tahun penelitian, dan rasio yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan. Pada penelitian kali ini penulis ingin menyempurnakan rasio yang digunakan, karena pada penelitian terdahulu kebanyakan hanya menggunakan beberapa rasio keuangan saja. Pada penelitian kali ini penulis bermaksud akan menggunakan analisis rasio berupa: 1. Analisis kinerja pendapatan yang terdiri dari: analisis varians pendapatan, analisis rasio pertumbuhan pendapatan, dan analisis rasio keungan. Analisis rasio keuangan ini terdiri dari rasio kemandirian, rasio ketergantungan, rasio efektivitas dan rasio derajat desentralisasi fiskal sesuai alasan yang penulis jabarkan sebelumnya. 2. Analisis kinerja belanja yang terdiri dari: analisis varians belanja, analisis pertumbuhan belanja, dan analisis efisiensi belanja. 3. Analisis pembiayaan 6

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan analisis kinerja keuangan pemerintah daerah dengan judul penelitian Analisis Kinerja Keuangan Kota Padangpanjang Tahun 2011-2015. 7

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, muncul beberapa masalah yang akan menjadi topik bahasan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimanakah kinerja keuangan Kota Padangpanjang tahun 2011-2015 dilihat dari analisis kinerja pendapatan? 2. Bagaimanakah kinerja keuangan Kota Padangpanjang tahun 2011-2015 dilihat dari analisis kinerja belanja? 3. Bagaimanakah kinerja keuangan Kota Padangpanjang tahun 2011-2015 dilihat dari analisis pembiayaan? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka ditetapkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan Kota Padangpanjang tahun 2011-2015 dilihat dari analisis kinerja pendapatan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan Kota Padangpanjang tahun 2011-2015 dilihat dari analisis kinerja belanja. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan Kota Padangpanjang tahun 2011-2015 dilihat dari analisis pembiayaan. 1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait sebagai berikut: 1. Bagi pihak Pemerintah Daerah Kota Padangpanjang 8

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan bahan pertimbangan dan masukan untuk perkembangan kinerja pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah serta mengambil tindakan-tindakan koreksi yang diperlukan. 2. Bagi masyarakat umum Dengan memberikan hasil yang dapat membantu pihak pemerintah daerah dalam meningkatkan kinerja, maka masyarakat dapat merasakan pelayanan yang lebih baik dan tingkat kesejahteraan yang meningkat. 3. Bagi dunia akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya di bidang akuntansi sektor publik. 4. Bagi penulis Penelitian ini bermanfaat dalam menambah pengetahuan mengenai keuangan daerah khususnya pada pengelolaan keuangan daerah itu sendiri serta sebagai syarat penyelesaian pendidikan S1 pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian yang dilakukan terbatas pada analisis kinerja pendapatan, kinerja belanja, dan kinerja pembiayaan keuangan daerah Kota Padangpanjang berdasarkan Rekapitulasi Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2011-2015. 9

1.6 Sistematika Penulisan Untuk lebih mempermudah dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai isi dari skripsi ini, pembahasan dilakukan secara komprehensif dan sistematis meliputi: BAB I : Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan/ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai keseluruhan isi dari penelitan ini. BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengenai otonomi daerah, keuangan daerah, sumber pendapatan daerah, belanja daerah, pembiayaan, konsep kinerja, APBD dan analisis kinerja keuangan daerah yang terdapat dalam penelitian ini. BAB III: Metode Penelitian Bab ini menjelaskan desain penelitian, jenis dan sumber data, variabel penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan tahap pengujian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. BAB IV : Analisis dan Pembahasan Bab ini membahas analisis pengolahan data serta pembahasannya yang merupakan interpretasi dari hasil pengolahan data tersebut. Interpretasi hasil penelitian ini akan memberikan jawaban atas permasalahan dari penelitian ini. 10

BAB V : Penutup Bab ini merupakan bagian penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian secara keseluruhan serta keterbatasan dari penelitian yang dilakukan dan juga saran-saran untuk referensi penelitian selanjutnya. 11