TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BAHAN RUJUKAN

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 33 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 26 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 9 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PAJAK HOTEL BUPATI WAJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 2 14 TAHUN 2016 TENTANG

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBAAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2011 NOMOR : 6 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON,

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI,

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

Diterbitkan Oleh : NOMOR 1 TAHUN 2O1O. Kabupaten Kolaka l.ltara. Bagian hlukum Sekretariat Daerah PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PAJAK HOTEI-

B A L NOMOR 19 TENTANG PAJAK BUPATI. Pasal. tentang Pajak Hotel; tentang. Nomor Pajak merupa Pemerintah Daerah. sebagai a Daerah. Nomor.

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai definisi sistem terlebih dahulu. Penjelasan mengenai definisi sistem

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

BAB II BAHAN RUJUKAN

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG PAJAK HOTEL

BIDANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH

BUPATI TELUK WONDAMA

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT,

-1- LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI TAHUN 2011 NOMOR 13 BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2011 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 1 Tahun 2011 Seri: C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2011

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BUPATI KEPULAUAN ARU PROVINSI MALUKU RANCANGAN PERATURAN DAERAHKABUPATEN KEPULAUAN ARU NOMOR TAHUN TENTANG PAJAK HOTEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 21 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 16 TAHUN 2012 SERI B.8

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR dan BUPATI OGAN KOMERING ILIR MEMUTUSKAN:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG SELATAN,

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 21 TAHUN 1997 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2009 SERI : B NOMOR : 1

BUPATI KAUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAUR,

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

BUPATI WONOSOBO PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB II BAHAN RUJUKAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 12 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

NOMOR : 3 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 14 Tahun 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR dan BUPATI OGAN KOMERING ILIR MEMUTUSKAN:

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 8 SERI B PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

BAB II PAJAK KOS. Menurut Rochmat Soemitro (Zuraida dan Advianto, 2011 : 1), dalam bukunya

Transkripsi:

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN www.inilah.com I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang melakukan berbagai pembangunan di segala bidang khususnya di bidang ekonomi, oleh karena itu pemerintah mengerahkan segala daya dan upaya untuk mengumpulkan dana untuk pembiayaan pembangunan tersebut, salah satunya melalui sektor pajak. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro S.H,, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 1 Definisi tersebut kemudian dikoreksi oleh Soemitro (1988) yang mendefinisikan Pajak sebagai peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.2 Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. 3 Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Pajak sangat diperlukan untuk keberlangsungan pembangunan negara, karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage 1 2 3 Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. Ibid. Makalah Hukum Pajak, http://www.slideshare.net/tunggalista/makalah-hukum-pajak, 18 Desember 2014. 1

(lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat.4 Namun, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat untuk membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak masyarakat, aparatur pajak fiskus, maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks,5 Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menjelaskan adanya otonomi daerah dimana otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu pemerintah daerah diharapkan dapat memperoleh pendapatan sendiri untuk membiayai urusan di daerahnya. II. PERMASALAHAN 1. Bagaimana dasar, sifat dan jenis-jenis pungutan pajak? 2. Bagaimanakah mekanisme pengelolaan pajak hotel? 3. Bagaimanakah mekanisme pengelolaan pajak restoran? 4. Bagaimana tata cara pemungutan pajak hotel dan pajak restoran? III.PEMBAHASAN A. Dasar, Sifat dan Jenis-Jenis Pungutan Pajak Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepada negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.6 Dari pengertian itu dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam pajak ialah:7 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya; 2. Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran perpajakan dapat dikenakan sanksi; 3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah; 4. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah; dan 4 5 6 7 Makalah Hukum Pajak, http://solikhaton.blogspot.com/2014/01/makalah-hukum-pajak, 6 Mei 2014. Ibid. Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. Ibid. 2

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah, Pajak daerah dibedakan menjadi 2 yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Jenis pajak provinsi terdiri atas:8 1. Pajak Kendaraan Bermotor; 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4. Pajak Air Permukaan; dan 5. Pajak Rokok. Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas:9 1. Pajak Hotel; 2. Pajak Restoran; 3. Pajak Hiburan; 4. Pajak Reklame; 5. Pajak Penerangan Jalan; 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7. Pajak Parkir; 8. Pajak Air Tanah; 9. Pajak Sarang Burung Walet; 10.Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan 11.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:10 1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini 8 9 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 2 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 2 Ayat 2. Brotodiharjo, Santoso R. 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: Eresco. 3

dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi. 2. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3 bagian:11 1. Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Sistem ini sudah tidak berlaku setelah adanya reformasi perpajakan pada tahun 1984. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah: a. Pajak terutang dihitung oleh petugas pajak; b. Wajib pajak bersifat pasif; c. Hutang pajak timbul setelah petugas pajak menghitung pajak yang terutang dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak. 2. Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Pajak Restoran merupakan salah satu pajak yang dipungut dengan menggunakan Self Assessment System. Ciri-ciri sistem pemungutan pajak ini adalah: a. Pajak terhutang dihitung sendiri oleh wajib pajak; b. Wajib pajak bersifat aktif dengan melaporkan dan membayar sendiri pajak terhutang yang seharusnya dibayar; c. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat ketetapan pajak setiap kali kecuali oleh kasus-kasus tertentu saja seperti wajib pajak terlambat melaporkan atau membayar pajak terutang atau terdapat pajak yang seharusnya dibayar tetapi tidak dibayar. 3. With Holding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada Bab V, Bagian Kesatu tentang tata cara pemungutan pajak 11 Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. 4

menjelaskan bahwa Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.12 Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.13 Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau dokumen lain yang dipersamakan.14 Dokumen yang dimaksud adalah karcis dan nota perhitungan.15wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).16 B. Mekanisme Pengelolaan Pajak Hotel Pajak Hotel diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Bab II, Bagian Ketujuh, yang menjelaskan definisi terkait Pajak Hotel sebagai berikut: 1. Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel17; Hotel didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).18 Lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. 2. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel19; 3. Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel20; 4. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.21 12 13 14 15 38 17 18 19 20 21 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 96 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 96 Ayat 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 96 Ayat 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 96 Ayat 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 96 Ayat 5 dan Pasal 1 Angka 50, 55, 56. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 Angka 20. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 Angka 21. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 33 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 32 Ayat 1. 5

Jasa penunjang yang dimaksud adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.22 Dijelaskan pula yang tidak termasuk Objek Pajak Hotel adalah sebagai berikut:23 1. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah; 2. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya; 3. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan; 4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan 5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum. Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.24 Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).25 Tarif Pajak Hotel tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah dan besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif yang ditetapkan dengan peraturan daerah dengan dasar pengenaan pajak26. Mekanisme pemungutan Pajak Hotel yang terutang ini dilakukan di wilayah daerah tempat hotel berlokasi.27 C. Mekanisme Pengelolaan Pajak Restoran Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang dimaksud dengan Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.28 Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering. 29 Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Restoran. 30 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 23 Ayat 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 32 Ayat 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 34. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 35 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 35 Ayat 2 dan Pasal 36 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 36 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 Angka 22. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 Angka 23. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 38 Ayat 2. 6

Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.31 Pelayanan yang disediakan restoran tersebut meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.32 Sedangkan yang tidak termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah.33 Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.34 Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran.35 Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).36 Tarif Pajak Restoran ditetapkan dengan peraturan daerah.37 Besaran pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.38 Mekanisme pemungutan Pajak Restoran yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat restoran berlokasi.39 B. Tata Cara Pemungutan Pajak Hotel dan Pajak Restoran Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak, pajak terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.40 Pajak hotel dan pajak restoran termasuk dalam jenis pajak yang pemungutan atau pembayarannya dilakukan dengan sistem dibayar sendiri (self assessment). Hal ini sesuai dengan Pasal 4, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak. Berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Penerimaan 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 37 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 37 Ayat 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 37 Ayat 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 38 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 39. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 40 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 40 Ayat 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 41 Ayat 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 41 Ayat 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010, Pasal 2 Ayat 1. 7

Pendapatan Lain-Lain, kegiatan pendaftaran dengan cara dibayar sendiri (self assesment) terdiri dari:41 1. Menyiapkan Formulir Pendaftaran; 2. Menyerahkan Formulir Pendaftaran kepada Wajib Pajak setelah dicatat dalam Daftar Formulir Pendaftaran; 3. Menerima dan memeriksa kelengkapan Formulir Pendaftaran yang telah diisi oleh Wajib Pajak dan atau yang diberi Kuasa: a. Apabila pengisiannya benar dan lampirannya lengkap, dalam Daftar Formulir Pendaftaran diberi tanda dan tanggal penerimaan dan selanjutnya dicatat dalam Daftar Induk WP, Daftar WP per Golongan, serta dibuatkan Kartu NPWPD; b. Apabila belum lengkap Formulir Pendaftaran dan lampirannya dikembalikan kepada WP untuk melengkapi. Setelah melakukan pendaftaran sebagai wajib pajak daerah lalu menunggu proses penetapan dari pemerintah daerah setempat. Kegiatan penetapan dengan cara dibayar sendiri (self assesment) terdiri dari:42 1. Setelah Wajib Pajak membayar pajak terutang berdasarkan SPTPD, dicatat dalam Kartu Data; 2. Membuat Nota Perhitungan Pajak atas dasar Kartu Data dan Hasil Pemeriksaan atau keterangan lain, dengan cara menghitung jumlah pajak terutang dan jumlah kredit pajak yang diperhitungkan dalam Kartu Data; 3. Jika Pajak terutang kurang atau tidak dibayar maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB); 4. Jika tidak terdapat selisih antara pajak terutang dan kredit pajak, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN); 5. Jika terdapat tambahan obyek pajak yang sama sebagai akibat ditemukannya data baru, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT); 6. Jika terdapat kelebihan pembayaran pajak terutang, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB); 7. Setelah pembuatan Nota Perhitungan Pajak selesai, selanjutnya menyerahkan kembali Kartu Data kepada Unit Kerja Pendataan; 8. Menerbitkan Daftar SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN atas dasar Surat Ketetapan Pajak Daerah tersebut diatas; 41 42 Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999, Lampiran 1A HurufA Angka 2. Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999, Lampiran 1A Huruf B Angka 2. 8

9. Surat ketetapan ditandatangani oleh Kepala Unit Kerja Penetapan atas nama Kadipenda dan Daftar Surat Ketetapan tersebut diatas ditandatangani oleh Kepala Unit Kerja Penetapan dan masing-masing disiapkan tanda terimanya; 10. Menyerahkan copy Daftar Surat Ketetapan diatas kepada Unit Kepada Pembukuan Penerimaan, Unit Kerja Penagihan, Unit Kerja Perencanaan dan Pengendalian Operasional; 11. Menyerahkan kepada WP berupa SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN, kemudian WP menandatangani masing-masing tanda terima dan mengembalikannya; 12. Jumlah Pajak terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak dan jumlah Pajak terutang dalam SKPDKBT dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari pokok Pajak; 13. Apabila SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN yang diterbitkan tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN diterima, dapat memberikan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) tiap bulan dengan menerbitkan STPD. Kegiatan Penyetoran melalui Kas Daerah terdiri dari:43 1. Kas Daerah menerima uang dari WP disertai dengan media Surat Ketetapan dan media penyetoran SSPD dan Bukti Setoran Bank; 2. Selanjutnya setelah SSPD ditanda tangani dan dicap oleh Pejabat Kas Daerah, maka lembar pertama dari SSPD dan Bukti Setoran Bank diserahkan kembali ke WP; 3. Dua lembar tindasan SSPD dikirim oleh Kas Daerah ke BKP Dipenda yang dilampiri Bukti Setoran Bank; 4. BKP, setelah menerima media penyetoran yang telah dicap oleh Kas Daerah dicatat dan dijumlahkan dalam Buku Pembantu Penerimaan Sejenis melalui Kas Daerah dan selanjutnya dibukukan dalam Buku Kas Umum; IV. PENUTUP Pajak sangat diperlukan untuk keberlangsungan pembangunan negara, dimana penerimaan negara terbesar diperoleh dari sektor pajak. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi penerimaan dan pemungutan pajak dari para wajib pajak besar maupun kecil harus dioptimalkan. Demikian pula pajak daerah dan retribusi daerah mempunyai peranan dalam pelaksanaan pembangunan daerah, karena hasil penerimaan dari pajak daerah dan retribusi daerah seluruhnya dipergunakan untuk 43 Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999, Lampiran 1A Huruf C Angka 2. 9

membiayai penyelenggaraan daerah dan menunjang pelaksanaan pembangunan daerah. Tiap-tiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pemerintahan Daerah, menjelaskan adanya otonomi daerah dimana otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu pemerintah daerah diharapkan dapat memperoleh pendapatan sendiri untuk membiayai urusan di daerahnya. Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, maka diaturlah Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang salah satunya mengatur mengenai Pajak Hotel dan Pajak Restoran. Pengaturan mengenai Pajak Hotel diperluas hingga mencakup jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan termasuk fasilitas olahraga dan hiburan di hotel dan pengaturan mengenai Pajak Restoran diperluas hingga mencakup pelayanan katering. Tata cara pengumungutan Pajak Hotel dan Pajak Restoran sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak, menyebutkan pajak hotel dan pajak restoran termasuk dalam kategori pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (self assessment) untuk disetorkan ke Kas Daerah. Penulis: Gea Randu Septiana Disclaimer: Seluruh informasi yang disediakan dalam Tulisan Hukum adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pemberian informasi hukum semata dan bukan meruapakan pendapat instansi. 10

DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010 Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. Makalah Hukum Pajak, http://ww.slideshare.net/tunggalista/makalah-hukum-pajak, 18 Desember 2014. Makalah Hukum Pajak,http://solikhaton.blogspot.com/2014/01/makalah-hukum-pajak, 6 Mei 2014. 11