KINERJA BIOFLUX OIL PADA CAMPURAN ASPAL BUTON. Ratna Yuniarti 1

dokumen-dokumen yang mirip
Pengaruh Minyak Biji Nyamplung pada Bio-Flux Oil Sebagai Modifier Asbuton Butiran Terhadap Kinerja Asbuton Campuran Panas

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

PENGARUH ENERGI PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI SENJANG

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

METODOLOGI PENELITIAN

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

Jurnal Sains Teknologi & Lingkungan, Vol. 1 No. 2 TAHUN 2015 MODIFIKASI ASPAL DENGAN GETAH PINUS DAN FLY ASH UNTUK MENGHASILKAN BIO-ASPAL

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

BAB IV. HASIL dan ANALISA Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 1 : , Maret 2015

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA)

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

BATU BARA SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK PADA CAMPURAN ASPAL PANAS

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE MENGGUNAKAN PENGIKAT SEMARBUT TIPE II

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

Studi Penggunaan Aspal Modifikasi Dengan Getah Pinus Pada Campuran Beton Aspal

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH VISKOSITAS ASPAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PERENCANAAN PERSENTASE AGREGAT CAMPURAN. Dalam memperoleh gradasi argegat campuran yang sesuai dengan spesifikasi

TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT MIX ASPAL UNTUK LAPISAN PERMUKAAN AC-WC DENGAN STANDAR KEPADATAN MUTLAK

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

Transkripsi:

KINERJA BIOFLUX OIL PADA CAMPURAN ASPAL BUTON Ratna Yuniarti 1 1 Dosen pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Mataram Email : ratna_yuniarti@yahoo.com ABSTRAK Sebagai bahan pengikat pada konstruksi perkerasan jalan, ketersediaan aspal minyak semakin menipis dan harganya sangat berfluktuasi mengikuti harga minyak mentah dunia. Upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap aspal minyak dapat dilakukan melalui pemberdayaan aspal alam yang berasal dari Pulau Buton (asbuton). Sampai sejauh ini, kualitas asbuton yang berbentuk butiran masih belum sebaik aspal minyak sehingga belum mampu memikul beban lalu lintas berat. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah modifier yang digunakan belum menghasilkan kinerja yang cukup memuaskan. Neubert (1991) dalam klaim paten nomor 5023282 yang terdaftar pada United States Patent &Trademark Office, menyebutkan bahwa penggunaan minyak nabati pada campuran perkerasan aspal dapat menghasilkan superior asphalt cement dengan kinerja yang memuaskan. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah mengetahui kinerja bioflux oil sebagai modifier pada campuran asbuton, di mana bioflux oil tersebut dibuat dari campuran minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) dan beberapa resin alami lainnya yang telah diformulasikan sedemikian rupa dengan perbandingan tertentu sampai mencapai 100%. Asbuton yang digunakan pada penelitian ini adalah asbuton type T5/20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja campuran yang terbaik diperoleh pada kadar aspal 6%, dengan proporsi campuran terdiri dari 13,80% asbuton; 3,72% bioflux oil dan 82,48% agregat. Pada campuran tersebut, nilai stabilitas Marshall adalah 1643,1 kg, flow 3,05 mm, Marshall Quotient 538,12 kg/mm, VMA 15,16%, VIM 4,99% dan VFB 67,06%. Ditinjau dari spesifikasi campuran laston asphalt concrete wearing course (Departemen PU, 2007), stabilitas Marshall adalah minimal 1000 kg, flow minimal 3,0 mm, Marshall Quotient minimal 300 kg/mm, VMA minimal 15%, VIM 3,5-5,5% dan VFB minimal 65%, penggunaan biofluxoil pada campuran asbuton dengan komposisi tersebut telah memenuhi standar yang berlaku. Kata kunci : asbuton, modifier, bioflux oil, nyamplung. 1. PENDAHULUAN Aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat pada konstruksi perkerasan jalan umumnya merupakan aspal minyak yang diperoleh dari sisa hasil penyulingan minyak bumi. Sementara itu, minyak bumi merupakan kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui dan cadangannya sudah sangat terbatas sehingga harga aspal minyak ini sangat berfluktuasi mengikuti harga minyak mentah dunia. Bila harga minyak mentah meningkat sangat tajam sedangkan kebutuhan pembangunan dan pemeliharaan jalan raya semakin besar, maka dapat dipastikan akan terjadi lonjakan harga aspal pada masa-masa yang akan datang. Pembangunan dan pemeliharaan kondisi jalan di Indonesia masih dihadapkan pada kendala terbatasnya anggaran yang tersedia. Karena itu, diperlukan optimasi, efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang ada. Sampai saat ini, pemenuhan kebutuhan aspal di Indonesia masih tergantung dari impor karena aspal minyak yang diproduksi Pertamina masih belum mencukupi. Dengan kebutuhan sebesar 1-1,2 juta ton pertahun, Pertamina Cilacap memproduksi aspal sebanyak 400 ribu ton, impor aspal yang dilakukan Pertamina sebesar 200-250 ribu ton dan sisanya melalui impor langsung (Direktorat Jenderal Bina Marga, 2008). Apabila nilai tukar rupiah semakin merosot maka beban pemerintah menjadi berat karena semakin banyaknya cadangan devisa yang terkuras. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah penggunaan aspal alam yang berasal dari Pulau Buton (asbuton). Pemerintah sendiri mempertegas penggunaan asbuton dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.35/2006 yang menginstruksikan Bina Marga dan dinas terkait untuk menggunakan asbuton dalam pengerjaan pembangunan jalan raya. Namun demikian, penggunaan KoNTekS 6 MB-1

asbuton yang berbentuk butiran masih dihadapkan pada kendala berupa kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan aspal minyak sehingga belum mampu memikul beban lalu lintas berat. Pada asbuton butiran, mortal aspalnya terperangkap pada mineral dan belum aktif sebagai pengikat sehingga dibutuhkan bahan peremaja yang mampu melunakkan asbuton dan mengeluarkan aspal alam itu dari cangkang nya. Bahan-bahan peremaja yang digunakan untuk melunakkan asbuton saat ini baru mampu menghasilkan campuran yang dapat memikul beban lalu lintas sampai 4.000 LHR (lintas harian rata-rata), sedangkan jalan raya dengan lalu lintas berat diharapkan dapat mendukung beban lalu lintas sebesar 8.000 20.000 LHR (Agus, 1998). Neubert (1991) menyebutkan bahwa penggunaan minyak nabati pada campuran perkerasan aspal dapat menghasilkan superior asphalt cement dengan kinerja yang memuaskan. Tumbuhan yang dapat dimanfaatkan minyaknya sebagai bahan peremaja tersebut adalah jagung, biji kapas, biji rami, zaitun, biji kacang tanah, biji bunga matahari, kacang kedelai, atau campuran dari bahan-bahan tersebut. Adapun klaim paten yang didaftarkan oleh Nigen-Chaidron and Porot (2008) dengan nomor paten WO 200808414 20080717 pada World Intellectual Property Organization (WIPO), menyebutkan bahwa bahan peremaja dari minyak sawit cocok digunakan pada proses pengaspalan dengan teknik daur ulang di tempat (in place recycling) dan central plant recycling jenis hotmix. Selanjutnya, dalam United States Patent Application Publication No. US 2010/0034586 A1 yang didaftarkan oleh Bailey et. al. disebutkan bahwa waste vegetable oil dapat digunakan untuk meremajakan aspal yang telah mengalami penurunan kualitas. Contoh dari waste vegetable oil dalam aplikasi paten tersebut adalah limbah minyak wijen, limbah minyak bunga matahari, limbah minyak kedelai, limbah minyak jagung, limbah minyak sawit atau limbah minyak kacang tanah. Penelitian tentang penggunaan minyak nabati untuk memperbaiki sifat fisik aspal yang telah mengalami kerusakan telah diteliti oleh Wahyudi dan Yuniarti (2009). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pemberian minyak biji jarak sebesar 10% terhadap aspal bekas yang mempunyai kadar 6% terhadap berat total campuran dapat memperbaiki kinerja campuran daur ulang aspal. Penelitian selanjutnya mengenai penggunaan minyak nabati dalam campuran aspal adalah dengan minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L), (Yuniarti, 2011). Penelitian tersebut membandingkan sifat-sifat fisik aspal bekas (yang telah terpakai dalam memikul beban lalu lintas selama bertahun-tahun) tanpa pemberian minyak biji nyamplung dan dengan pemberian minyak biji nyamplung. Dari hasil tes dan analisa, dapat disimpulkan bahwa pemberian minyak biji nyamplung sebesar 3% terhadap kadar aspal dapat meremajakan aspal bekas yang telah mengalami proses oksidasi sehingga dapat dipakai kembali pada konstruksi perkerasan jalan raya. Berdasarkan hal itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja campuran asbuton yang menggunakan bioflux oil sebagai modifier. Bioflux oil ini dibuat dari campuran minyak biji nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) dan beberapa resin alami lainnya yang telah diformulasikan sedemikian rupa dengan perbandingan tertentu sampai mencapai 100%. Nyamplung adalah tanaman tropis tahunan dari keluarga manggis-manggisan (Guttiferae) yang banyak dijumpai di Pulau Lombok. Tanaman ini memiliki tinggi 8-20 meter dengan diameter dapat mencapai 100 cm dan sangat toleran terhadap cekaman kekeringan dan kadar garam yang tinggi sehingga banyak tumbuh di tepi pantai dan lahan-lahan marjinal (Friday and Okano, 2006). Gambar 1 berikut menunjukkan bunga dan biji nyamplung. Gambar 1. Bunga dan biji nyamplung Biji nyamplung umumnya berukuran 1,5 2 cm dan berwarna kuning muda. Biji nyamplung yang sudah sangat tua berwarna coklat dan mengeluarkan minyak secara alami. Sementara dari biji nyamplung yang relatif lebih muda, untuk dapat menghasilkan minyak yang biasa dipakai sebagai minyak lilin atau lampu, diperlukan proses pengolahan tertentu terlebih dahulu. Dengan penggunaan bioflux oil dari minyak biji nyamplung dan beberapa resin alami lainnya sebagai modifier, kualitas asbuton dapat ditingkatkan sehingga mampu bersaing dengan aspal minyak. MB-2 KoNTekS 6

Penggunaan asbuton dengan modifier yang dapat diperbaharui merupakan pemecahan masalah ketergantungan terhadap impor aspal minyak mengingat Indonesia memiliki tanah yang subur dengan keaneka-ragaman hayati. 2. METODE Jenis campuran yang akan dibuat adalah Laston Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) dengan spesifikasi sebagai berikut : Tabel 1. Spesifikasi sifat-sifat campuran Laston AC-WC Sifat-sifat campuran Satuan Laston AC-WC Jumlah tumbukan per bidang - 75 Rongga dalam campuran (VIM) % 3,5 5,5 Rongga dalam agregat (VMA) % minimum 15 Rongga terisi aspal (VFB) % minimum 65 Stabilitas Marshall kg minimum 1000 Kelelehan (Flow) mm minimum 3 Marshall Quotient kg/mm minimum 300 Stabilitas Marshall sisa setelah perendaman selama 24 % minimum 80 jam, 60 o C Rongga dalam campuran pada kepadatan membal % minimum 2,5 (refusal) Stabilitas dinamis lintasan/mm minimum 2500 Gradasi yang digunakan dalam campuran Laston AC-WC menggunakan persyaratan seperti pada Tabel 2 (Departemen PU, 2007). Tabel 2. Spesifikasi gradasi agregat untuk Laston AC-WC Ukuran ayakan % berat yang lolos ASTM (mm) Laston AC-WC 1½ 37,5-1 25 - ¾ 19 100 ½ 12,5 90 100 3/8 9,5 Maks 90 No. 8 2,36 28 58 No. 16 1,18 - No. 30 0,600 - No. 200 0,075 4 10 DAERAH LARANGAN No. 4 4,75 - No. 8 2,36 39,1 No. 16 1,18 25,6 31,6 No. 30 0,600 19,1 23,1 No. 50 0,300 15,5 KoNTekS 6 MB-3

Asbuton yang digunakan adalah asbuton type T5/20 dengan kandungan bitumen rata-rata 20%. Campuran asbuton yang dibuat sesuai dengan spesifikasi pada Tabel 2 dengan penyesuaian jumlah agregat akibat kandungan mineral asbuton. Campuran ini dibuat secara panas (hot mix) dengan kadar aspal rencana sesuai dengan perkiraan kadar aspal optimum yang direkomendasikan Puslitbang Jalan yaitu : Pb = 0,035 (% CA) + 0,045 (% FA) + 0,18 (% filler) + konstanta di mana : Pb = perkiraan kadar aspal optimum. CA = agregat kasar tertahan saringan nomor 8. FA = agregat halus lolos saringan nomor 8 dan tertahan saringan nomor 200. Filler = agregat halus lolos saringan nomor 200. Nilai konstanta berkisar 0,5 1,0 (untuk Laston). Dalam penelitian ini dipakai konstanta sebesar 1,0. Dari gabungan agregat yang digunakan, diperoleh course aggregate = 52,07%, fine aggregate = 42,92% dan filler sebesar 5,01%. Dengan konstanta sebesar 1,0; diperoleh perkiraan kadar aspal optimum = 5,6%. Selanjutnya dibuat benda uji dengan kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, dan 7%. Dengan kadar aspal tersebut, asbuton yang ditambahkan pada campuran mengikuti Petunjuk Pelaksanaan Lasbutag yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina (1998) yaitu : Prosentase asbuton pada campuran = 46 * kadar aspal rencana / kadar bitumen asbuton Modifier = 0,62 * kadar aspal rencana Agregat = 100% (asbuton + modifier) Berdasarkan perhitungan di atas, proporsi campuran pada benda uji sesuai dengan Tabel 3 berikut : Tabel 3. Proporsi campuran benda uji Proporsi Campuran Kadar Aspal 5% 5,5% 6% 6,5% 7% Asbuton 11,50% 12,65% 13,80% 14,95% 16,10% Bioflux oil 3,1% 3,41% 3,72% 4,03% 4,34% Agregat 85,4% 83,94% 82,48% 81,02% 79,56% Berdasarkan Tabel 3 di atas, terlihat bahwa bahan pengikat agregat pada campuran tersebut menggunakan bitumen yang berasal dari asbuton serta bio-flux oil. Dengan kata lain, pada formulasi campuran ini tidak digunakan aspal minyak. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik agregat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 4.Hasil pemeriksaan agregat Jenis Pemeriksaan Hasil pemeriksaan Persyaratan*) Fraksi A Fraksi B Fraksi C Abrasi (%) 17 - - Maks. 40 Berat jenis bulk 2,508 2,517 2,517 Min. 2,5 Berat jenis apparent 2,587 2,586 2,586 Min. 2,5 Kelekatan agregat terhadap aspal (%) 98 - - Min. 95 Sumber : *) Departemen PU, 2007. MB-4 KoNTekS 6

Tabel 5. Hasil pemeriksaan asbuton Sifat-sifat Asbuton Hasil Pengujian Spesifikasi Asbuton *) (T5/20) Kadar bitumen (%) 20 18-22 Kadar air (%) 1,32 < 2 Penetrasi pada 25 o C, 5 detik, 0,1 mm 9,4 10 Ukuran butiran (% lolos) : Saringan No. 8 Saringan No. 16 Saringan No. 30 Saringan No. 50 Saringan No. 100 Saringan No. 200 100% 98,35% 93,56% 82,78% 51,30% 43,24% 100% Min. 95% - - - - Berat jenis bulk 1,773 - Berat jenis apparent 2,076 - Sumber : *) Direktorat Jenderal Bina Marga, 2006. Berdasarkan Tabel 4 dan Tabel 5 di atas, agregat dan asbuton yang digunakan telah memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Hasil pengujian Voids in mix (VIM), Voids in the mineral aggregate (VMA), Voids filled with bitumen (VFB), stabilitas Marshall, kelelehan (flow) dan Marshall Quotient pada campuran dengan asbuton dan bioflux oil disajikan pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Karakteristik campuran dengan bioflux oil Karakteristik Campuran Kadar Aspal Spesifikasi 5% 5,5 6 6,5 7 Laston AC- WC Stabilitas (kg) 1374,2 1444,3 1643,1 1366,3 1295,9 Min. 1000 Kelelehan (mm) 3,95 3,60 3,05 3,10 3,85 Min. 3,0 Marshall Quotient (kg/mm) 346,94 401,92 538,12 444,52 336,80 Min. 300 VIM (%) 7,27 6,29 4,99 3,97 2,81 3,5 5,5 VMA (%) 15,48 15,46 15,16 15,11 14,95 Min. 15 VFB (%) 53,05 59,33 67,06 73,74 81,22 Min. 65 Stabilitas Marshall (kg) 1700,0 1600,0 1500,0 1400,0 1300,0 1200,0 1100,0 1000,0 Flow (mm) 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 Gambar 2. Kadar Aspal vs Stabilitas Gambar 3. Kadar Aspal vs Flow KoNTekS 6 MB-5

Marshall Quotient (kg/mm) 600 500 400 300 200 100 0 Voids in Mix (%) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Gambar 4. Kadar Aspal vs Marshall Quotient Gambar 5. Kadar Aspal vs VIM Voidsin the Mineral Aggregate (%) 15,6 15,5 15,4 15,3 15,2 15,1 15 14,9 Voids Filled with Bitumen (%) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Gambar 6. Kadar Aspal vs VMA Gambar 7. Kadar Aspal vs VFB Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan nilai stabilitas Marshall. Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa nilai stabilitas tertinggi dicapai pada kadar aspal 6% yang diperoleh dari bitumen asbuton dan bioflux oil sebesar 3,72%. Sebagaimana yang telah disajikan pada Tabel 3, semakin besar kadar aspal yang direncanakan membutuhkan bioflux oil yang lebih besar pula. Pada kadar aspal terendah pada rancangan penelitian ini, nilai stabilitas Marshall yang diperoleh adalah sebesar 1374,2 kg. Penambahan asbuton dan bioflux oil selanjutnya dapat meningkatkan kemampuan campuran untuk menahan beban lalu lintas karena dengan kadar aspal yang bertambah maka jumlah bitumen yang akan menyelimuti agregat juga lebih banyak sehingga ikatannya menjadi lebih kuat dan stabil. Namun demikian, penambahan asbuton dan bioflux oil yang telah melampaui kebutuhan optimumnya akan menurunkan nilai stabilitas Marshall itu sendiri. Hal ini disebabkan karena penambahan asbuton dan bioflux oil tersebut akan meningkatkan kadar bitumen sehingga gesekan internal antar agregat menjadi berkurang akibat selimut aspal yang menjadi semakin tebal. Gambar 3 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan kelelehan (flow). Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada penggunaan kadar aspal 5% nilai flow cukup besar kemudian mencapai minimum pada kadar aspal 6% atau ketika nilai stabilitas Marshall mencapai maksimum. Pada penambahan asbuton dan bioflux oil selanjutnya, nilai flow cenderung menjadi lebih besar karena dengan penambahan tersebut maka campuran akan menjadi semakin lentur. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dan Marshall Quotient (MQ). Berdasarkan Gambar 4, nilai MQ mencapai maksimum pada kadar aspal 6% yang diperoleh dari bitumen asbuton dan bioflux oil sebesar 3,72%. Nilai MQ yang digunakan sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan MB-6 KoNTekS 6

campuran ini sangat dipengaruhi oleh besarnya nilai stabilitas Marshall dan flow. Jika dibandingkan dengan spesifikasi campuran Laston AC-WC, seluruh kombinasi campuran memenuhi persyaratan MQ yang telah ditetapkan. Gambar 5 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan nilai voids in mix (VIM). Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa nilai VIM semakin kecil seiring dengan penambahan kadar aspal pada campuran. Hal ini disebabkan karena semakin besar kadar aspal rencana, semakin banyak pula butiran asbuton yang perlu ditambahkan pada campuran tersebut sehingga volume pori pada campuran semakin terisi oleh bitumen dan bioflux oil. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan voids in the mineral aggregate (VMA). Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa nilai VMA mengikuti fenomena pada VIM yaitu nilai VMA semakin kecil seiring dengan penambahan kadar aspal pada campuran. Semakin besar kadar aspal, semakin banyak pula kandungan asbuton pada campuran yang berarti jumlah mineral asbuton juga semakin banyak. Dengan demikian, jumlah filler pada campuran secara otomatis semakin banyak sehingga memperkecil volume pori yang terjadi. Gambar 7 menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan voids filled with bitumen (VFB). Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin besar kadar aspal, nilai VFB semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin besar kadar aspal, prosentase volume campuran yang menjadi selimut aspal juga semakin besar. Pada kadar aspal rencana 5% dan 5,5%, nilai VFB tidak memenuhi persyaratan spesifikasi Laston AC-WC, namun pada kadar aspal 6%; 6,5% dan 7% nilai VFB telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Bioflux oil yang digunakan pada penelitian ini berkisar 3,1% - 4,34% berdasarkan perhitungan kadar aspal rencana 5% - 7%. 2. Stabilitas Marshall maksimum sebesar 1643,1 kg diperoleh pada kadar aspal 6% dengan bioflux oil sebesar 3,72%. 3. Pada kadar aspal 6%, diperoleh nilai flow sebesar 3,05 mm. 4. Nilai Marshall Quotient pada seluruh komposisi campuran memenuhi persyaratan spesifikasi Laston AC-WC yaitu minimal sebesar 300 kg/mm. 5. Nilai VIM dan VMA semakin rendah seiring dengan penambahan kadar aspal dari bitumen asbuton dan bioflux oil. 6. Makin tinggi kadar aspal yang digunakan, nilai VFB juga semakin besar karena bertambahnya selimut aspal. 7. Secara keseluruhan, pada kadar aspal 6% dengan bioflux oil sebesar 3,72% menghasilkan kinerja yang memenuhi semua persyaratan spesifikasi Laston Asphalt Concrete Wearing Course ditinjau dari stabilitas Marshall,flow,Marshall Quotient,VIM, VMA dan VFB. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja bioflux oil ditinjau dari stiffness modulus dan ketahanannya terhadap deformasi permanen. KoNTekS 6 MB-7

DAFTAR PUSTAKA Agus, R., 1998. Perkembangan Teknologi Asbuton untuk Perkerasan Jalan, Majalah Teknik Jalan dan Transportasi, Nomor 092 Juli 1998, Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI), Jakarta. Bailey et. al., 2010. Asphalt Rejuvenation, United States Patent Application Publication No. US 2010/0034586 A1. Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Buku III Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 1998. Petunjuk Pelaksanaan Lasbutag dan Latasbusir, Nomor 006/T/Bt/1998, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2006. Pedoman Umum Pemanfaatan Asbuton, Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2008. Harga Aspal Naik, Potensi Asbuton Makin Menjanjikan Bagi Investor, Berita Bina Marga 22 Juli 2008, Departemen Pekerjaan Umum, http://www.pu.go.id Friday, J. B. and Okano, D., 2006. Calophyllum inophyllum (Kamani), Species Profiles for Pacific Island Agroforestry, www.traditionaltree.org Neubert, T.C., 1991. Asphalt Containing Gilsonite, Reaktive Oil and Elastomer, Patent Number 5023282, United States Patent & Trademark Office. Nigen-Chaidron, S. and Porot, L., 2008. Rejuvenating Agent and Process for Recycling of Asphalt, World Intellectual Property Organization. Wahyudi, M. dan Yuniarti, R., 2009. Desain Campuran Daur Ulang Perkerasan Aspal Dengan Bahan Peremaja Minyak Biji Jarak, Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional Perguruan Tinggi DIKTI, Lembaga Penelitian Universitas Mataram, Mataram. Yuniarti, R., 2011. Perubahan Fisik Aspal Bekas Akibat Penambahan Bahan Peremaja Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.), Fakultas Teknik Universitas Mataram, Mataram. MB-8 KoNTekS 6