konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

dokumen-dokumen yang mirip
Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

FORMULASI TABLET FLOATING EFERVESEN RANITIDIN HCL DENGAN KOMBINASI POLIMER PEKTIN DAN XANTHAN GUM CHRISTIAN HELVIN GUNAWAN

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

zat alc.if dari tablet dapat diatur mtuk tujuan tertentu (Banker &

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING METFORMIN HIDROKLORIDA MENGGUNAKAN POLIMER HPMC K4M

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OPTIMASI FORMULA TABLET FLOATING METFORMIN HIDROKLORIDA MENGGUNAKAN POLIMER GUAR GUM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

FORMULASI TABLET FLOATING EFERVESEN RANITIDIN HCL DENGAN KOMBINASI POLIMER XANTHAN GUM GUAR GUM FENNY TENOJAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tablet ODT merupakan tablet yang larut dimulut, dengan bantuan saliva sampai terdispersi

OPTIMASIKOMBINASI MATRIKSHIDROKSIPROPIL METILSELULOSA DAN NATRIUM ALGINAT UNTUK FORMULA TABLET KAPTOPRIL LEPAS LAMBAT SISTEM FLOATING SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Depkes RI,

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat menguntungkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

KETOKONAZOL TABLET PREFORMULASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 (SATU) C S1 FARMASI 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

SKRIPSI. Oleh Windy Neri Lestari NIM

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. per oral sangat dipengaruhi banyak faktor, salah satunya berkorelasi dengan

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

banyak digunakan dalam pengobatan akut dan jangka panjang dari asma bronkial, bronkitis kronis, emfisema dan penyakit paru obstruktif kronik dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat jadwal makan jadi tidak teratur. Berbagai macam penyakit saluran cerna, diantaranya adalah maag, diare, tifus, tukak usus dan tukak lambung. Terdapat beberapa macam bentuk sediaan yang cocok untuk penyakit saluran cerna, diantaranya adalah suspensi dan tablet. Tablet telah berkembang menjadi berbagai jenis tablet seperti tablet salut, tablet lepas lambat dan tablet kunyah. Tablet yang diformulasi secara lepas lambat, melepaskan sebagian besar obat di kolon, sehingga sangat sesuai untuk obat yang memiliki tempat absorbsi di kolon dan sekitar saluran pencernaan (Ravat et al., 2012). Berbagai macam bahan aktif juga telah diteliti dan digunakan untuk mengatasi penyakit saluran cerna, salah satunya adalah ranitidin. Ranitidin merupakan obat antagonis reseptor histamin H 2 yang secara luas diresepkan untuk pengobatan tukak usus, tukak lambung, sindrom Zollinger Ellison, refluk gastroesofagus, dan erosif esofagitis. Ranitidin memiliki aksi dan penggunaan yang hampir sama dengan cimetidin. Tidak seperti cimetidin, ranitidin tidak terikat pada reseptor androgen, sehingga ranitidin tidak menyebabkan perubahan pada konsentrasi plasma testosteron (Sweetman, 2009). Ranitidin yang terutama digunakan adalah ranitidin hidroklorida. Dosis ranitidin hidroklorida yang direkomendasikan adalah 150 mg dua kali sehari atau 300 mg sekali sehari (Ravat et al., 2012). Dosis 1

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan fluktuasi kadar obat dalam plasma (Ravat et al., 2012). Ranitidin hidroklorida diabsorbsi pada lambung dan usus halus bagian atas dan hanya memiliki ketersediaan hayati absolut 50% (Ravat et al., 2012). Waktu paruh ranitidin hidroklorida juga cukup singkat, yaitu hanya 2 sampai 3 jam (Sweetman, 2009). Oleh karena itu ranitidin hidroklorida cocok untuk diformulasikan sediaan lepas lambat karena sediaan lepas lambat dapat memperlama efek dan memperkecil fluktuasi kadar obat dalam darah. Ketersediaan hayati obat yang diabsorbsi di lambung dan usus bagian atas umumnya tergantung pada bentuk sediaan farmasinya, sehingga apabila bentuk sediaan konvensional yang digunakan, maka waktu tinggal obat dari sistem tersebut menjadi singkat, dan pelepasan obat pada lambung dan usus bagian atas menjadi singkat (Dehghan and Khan, 2009). Gastroretentive drug delivery system (GRDDS) mampu menahan obat untuk tetap berada di lambung, sehingga meningkatkan kontak antara obat dengan permukaan lambung dan usus halus bagian atas, sehingga pelepasan obat akan terjadi secara terus-menerus (Ravat et al., 2012). Oleh karena itu, gastroretentif dapat menjadi pilihan yang baik untuk mengatasi keterbatasan tersebut serta meningkatkan ketersediaan hayati obat dalam tubuh (Dehghan and Khan, 2009). Sediaan gastroretentif terdiri dari berbagai bentuk yaitu sistem bioadhesive, sistem floating, sistem swelling dan sistem expandable (Kavitha, Puneeth and Tamizh, 2010). Sistem floating dapat diaplikasikan untuk obat dengan aksi lokal di lambung, terabsorpsi di lambung, kelarutan rendah pada ph alkali, memiliki lokasi penyerapan yang sempit, dan tidak stabil pada lingkungan usus (Ravat et al., 2012). Dengan demikian ranitidin 2

hidroklorida yang memiliki sifat-sifat di atas sangat cocok untuk diformulasikan dalam bentuk sediaan gastroretentif. Sistem floating memiliki densitas lebih kecil dari cairan lambung, sehingga sistem ini akan tetap terapung di lambung dalam jangka waktu tertentu, tanpa terpengaruh kecepatan pengosongan lambung (Uddin et al., 2011). Berdasarkan mekanisme mengapungnya, sistem floating terbagi dalam dua kelompok yaitu floating effervescent dan floating noneffervescent. Pada sistem floating efervesen, polimer pembentuk matriks harus mempunyai permeabilitas yang tinggi pada media disolusi sehingga gas CO 2 cepat terbentuk dan sediaan mampu mengapung (Ravat et al., 2012). Sistem floating efervesen menggunakan bahan penghasil gas dan asam organik untuk menghasilkan gas karbon dioksida (CO 2 ) yang akan mengurangi densitas sistem dan membuat tablet mengapung (Uddin et al., 2011). Keuntungan lainnya adalah gas CO 2 dihasilkan dari tablet floating efervesen ini meningkatkan penetrasi dan absorbsi dari zat aktif (Aslani and Hajar, 2013). Ranitidin hidroklorida merupakan obat yang tergolong sangat sensitif terhadap kelembaban. Ranitidin hidroklorida cenderung terhidrolisis dan stabilitasnya buruk bila terkena suhu tinggi. Dari sebab itu, metode cetak langsung dipilih untuk pembuatan tablet floating efervesen ini agar ranitidin hidroklorida tetap stabil dan tidak terdekomposisi (Anonim, 2005). Pada penelitian sebelumnya, Parveen, Nyamathulla and Murthy (2012) melaporkan tentang formulasi dan evaluasi tablet floating metformin hidroklorida menggunakan polimer pektin dan xanthan gum secara tunggal dan kombinasi pada berbagai macam konsentrasi. Pada hasil tunggal menggunakan pektin sebesar 17%, diperoleh hasil floating lag time yang paling lama yaitu 7 menit 21 detik. Hal ini dikarenakan kurang baiknya 3

kemampuan mengembang dari polimer tunggal pektin. Hasil paling baik dan efisien diperoleh secara in vitro yaitu kombinasi pektin dan xanthan gum dengan rasio perbandingan (1:2) dan total konsentrasi sebesar 17% dengan floating time mencapai 24 jam dan pelepasan obat terjadi secara bertahap hingga mencapai 100% (Parveen, Nyamathulla and Murthy, 2012). Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan formulasi tablet floating efervesen ranitidin hidroklorida dengan kombinasi polimer pektin dan xanthan gum. Berdasarkan derajat esterifikasinya, pektin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Low Methoxyl pectin (LM pektin) dan High methoxyl pectin (HM pektin) (Whistler and BeMiler, 1993). HM pektin hanya akan membentuk gel ketika konsentrasi padatan terlarut cukup tinggi, sedangkan LM pektin dapat membentuk gel, bahkan ketika konsentrasi padatan terlarut sangat rendah. Oleh karena itu pada penelitian ini, pektin yang digunakan adalah LM pektin. Pendekatan yang digunakan menggunakan metode factorial design dengan dua faktor yaitu total konsentrasi dan rasio perbandingan. Masingmasing terdiri dari dua level yaitu level rendah (-) dan level tinggi (+). Modifikasi konsentrasi yang digunakan diperoleh dari total konsentrasi pektin dan xanthan gum sebesar 17%, kemudian dibuat rentang dari 15-25%, dimana 15% sebagai total konsentrasi level rendah (-) dan 25% sebagai total konsentrasi level tinggi. Modifikasi rasio perbandingan yang digunakan adalah 1:5 dan 5:1 dimana 1:5 adalah rasio perbandingan level rendah (-) dan 5:1 (+) adalah rasio perbandingan level tinggi (+). 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah: bagaimanakah komposisi formula optimum dari optimasi polimer pektin dan xanthan gum yang dapat menghasilkan profil mengapung tablet ranitidin hidroklorida yang 4

baik, dan bagaimanakah pengaruh dari berbagai komposisi matriks terhadap floating time, floating lag time, konstanta laju disolusi, persen obat terlepas pada jam ke-12, dan persen efisiensi disolusi pada jam ke-12 tablet ranitidin hidroklorida. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui komposisi formula optimum dari optimasi polimer xanthan gum dan pektin yang dapat menghasilkan profil mengapung yang baik, dan mengetahui pengaruh berbagai komposisi matriks terhadap floating time, floating lag time, konstanta laju disolusi, persen obat terlepas pada jam ke-12, dan persen efisiensi disolusi pada jam ke-12 tablet ranitidin hidroklorida. 1.4. Hipotesis Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka dapat diperoleh hipotesis : ranitidin hidroklorida dapat diformulasikan menjadi tablet mengapung yang baik dengan optimasi polimer pektin dan xanthan gum dan perubahan komposisi pektin dan xanthan gum dalam matriks akan mempengaruhi floating time, floating lag time, konstanta laju disolusi, persen obat terlepas pada jam ke-12, dan persen efisiensi disolusi pada jam ke-12 tablet ranitidin hidroklorida. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang berguna tentang pengembangan formulasi tablet floating ranitidin hidroklorida dengan menggunakan kombinasi pektin dan xanthan gum sebagai matriks. 5