BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan dan tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan masyarakatnya.

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan telah memberi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak. cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia adalah Negara hukum yang berdaulat dimana wilayahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

PROFIL KANTOR PELAYANAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu pemasukan negara yang mempunyai tujuan

PUSAT PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG MANGUPRAJA MANDALA.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL DI KABUPATEN KARIMUN SKRIPSI. Disusun oleh: JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. Suksesnya pembangunan negara Indonesia tidak terlepas dari dana yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

Paragraf 2 Bagian Kesatu Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Pasal 22. Pasal 23

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hasil dari pembayaran pajak kemudian digunakan untuk pembiayaan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Kendaraan Bermotor

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

Evaluasi penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah kab. Wonogiri (Tahun Anggaran 1999/2000, 2000/2001, dan 2002)

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak daerah. Setiap daerah mempunyai pemerintahan daerah yang pelaksanaannya diatur dengan undang-undang. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa pemerintah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat; serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasar alasan itulah pemerintah pusat memberikan wewenang kepada daerah untuk melaksanakan pemerintahannya sendiri. Pelaksanakan pemerintahan pada sebuah daerah, tidak akan bisa lepas dari masalah pendanaan. Dana tersebut dibutuhkan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan dan pembangunan. Dana pada pemerintah daerah didapat dari tiga 1

2 sumber yaitu Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Desentralisasi fiskal yang diberikan oleh pemerintah pusat memungkinkan daerah untuk menggali potensinya sendiri sebagai sumber pendapatan, diantaranya dari pajak dan retribusi daerah. Salah satu perbedaan pajak daerah dengan retribusi daerah adalah pajak daerah tidak memberikan imbalan langsung kepada para pembayarnya, sedangkan retribusi memberikan imbalan langsung. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah membagi pajak daerah menjadi dua bagian yaitu: 1. Pajak Provinsi: 5 (lima) jenis pajak, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB); Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB); Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB); Pajak Air Permukaan; dan Pajak Rokok. 2. Pajak Kabupaten/ Kota: 11 (sebelas) jenis pajak, yaitu Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Undang-Undang tersebut juga menyatakankan bahwa daerah dilarang untuk memungut jenis pajak selain yang telah disebutkan dalam undang-undang. Untuk meningkatkan penerimaan pajak dan kemampuan keuangan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan berbagai langkah optimalisasi. Optimalisasi dapat dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan. Intensifikasi dapat dilakukan dalam jangka pendek dengan memperluas basis

3 penerimaan dan pemanfaatan teknologi informasi. Setiap instansi yang mempunyai tugas memungut pajak mempunyai kewajiban untuk mengintensifkan pemungutannya. Ekstensifikasi dilain sisi, membutuhkan jangka waktu yang lebih panjang dalam pelaksanaannya yaitu melalui perubahan kebijaksanaan pemerintah dalam pemberian kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah. Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) memerlukan banyak dana dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan di DIY. Dana atau pendapatan daerah didapat salah satunya dari sumber-sumber asli dari daerah itu sendiri yang disebut Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan komponen pembentuk PAD. PAD di DIY terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Hasil terbesar didapatkan dari pemungutan pajak daerah. Pajak daerah di DIY terdiri dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) dan Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (PABT-AP). Pajak daerah yang menghasilkan pendapatan paling besar adalah Pajak Kendaraan Bermotor. Komposisi PAD dari pajak daerah di DIY selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini:

4 Tabel 1.1 Realisasi PAD dari Pajak Daerah Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Anggaran 2009 sampai dengan 2013 Uraian 2013 2012 2011 2010 2009 Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % PAD 1.151.006.3 44.797,00 1.216.102.749. 617,01 105, 66 917.957.788. 795,00 1.004.063.125. 812,33 109, 38 775.117.447. 989,00 867.112.885. 352,87 111, 87 638.881.411. 844,00 740.202.076. 369,03 115, 86 575.516.509. 511,15 645.145.551. 075,74 112, 10 Pajak Daerah 1.021.820.7 20. PKB 449.704.920. BBN- KB PBB- KB PABT- AP 432.004.000. 140.000.000. 111.800.000,00 1.063.314.117. 923,00 458.210.055.8 00,00 441.929.215.3 50,00 162.983.026.5 83,00 191.820.190,0 0 104, 06 101, 89 102, 30 116, 42 171, 57 805.095.980. 366.932.000. 322.685.000. 115.367.180. 111.800.000, 00 871.630.605.3 93,00 393.213.761.7 00,00 348.377.629.4 50,00 129.926.506.4 23,00 112.707.820,0 0 108, 26 107, 16 107, 96 112, 62 100, 81 655.306.917. 953,00 298.130.000. 252.978.000. 104.088.917. 953,00 110.000.000, 00 735.226.105. 916,20 330.162.430. 135,00 286.793.507. 850,00 118.168.160. 806,00 102.007.125, 20 112, 20 110, 74 113, 37 113, 53 92,7 3 539.653.461. 500,00 260.489.549. 175.972.454. 100.801.881. 2.389.577.50 0,00 Sumber: LHP BPK RI atas LKPD DIY Tahun Anggaran 2009 sampai dengan 2013 634.710.019. 496,80 280.867.269. 350,00 241.213.887. 400,00 110.083.609. 715,00 2.545.253.03 1,80 117, 61 107, 82 137, 07 109, 21 106, 51 494.847.565. 500,00 232.505.419. 159.698.700. 100.253.869. 2.389.577.50 0,00 541.192.265. 769,60 252.834.227. 445,00 181.956.118. 600,00 104.090.628. 453,00 2.311.291.27 1,60 109, 37 108, 74 113, 94 103, 83 96,7 2

5 Data yang disajikan dalam tabel 1.1 di atas memperlihatkan bahwa realisasi pendapatan pajak selalu lebih besar dari yang dianggarkan. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pemungutan pajak yang dilakukan masih belum optimal. Pada akhir tahun 2011, BPK RI melakukan pemeriksaan tematik atas Pendapatan Daerah pada Pemda DIY untuk tahun anggaran 2011 (sampai dengan September). Salah satu temuan dalam pemeriksaan tersebut terkait dengan PKB yang mengakibatkan adanya potensi pajak belum terpungut. Hal tersebut terjadi karena adanya pemilik kendaraan yang belum melakukan pendaftaran ulang sebesar 88.959 unit atau Rp15.791.912.600,00 dan adanya tunggakan kasir sebesar 108 unit atau Rp71.460.. Mekanisme pemungutan menunjukkan bahwa Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) hanya dikirimkan kepada beberapa Wajib Pajak (WP) terutama WP kendaraan roda empat. Dari surat pemberitahuan tersebut hanya sedikit yang diketahui alasan terjadinya tunggakan antara lain kendaraan hilang, rusak, WP tidak sanggup membayar dan pindah alamat. BPK RI berpendapat bahwa permasalahan tersebut disebabkan belum optimalnya proses penagihan PKB yang dilaksanakan oleh Pemda DIY. Berdasarkan data tindak lanjut hasil pemeriksaan sampai dengan bulan Januari 2015, temuan ini masih dinyatakan belum sesuai tindak lanjutnya oleh BPK RI sehingga berstatus belum selesai. Dalam laporan keuangannya, Pemda DIY membagi tunggakan PKB menjadi dua jenis yaitu tunggakan kasir dan tunggakan kartu. Tunggakan kasir terjadi ketika WP telah melakukan pendaftaran ulang akan tetapi persyaratan pembayarannya kurang sehingga pelunasan pajak tidak bisa diselesaikan pada saat itu, sedangkan tunggakan kartu adalah tunggakan yang diakibatkan oleh pajak yang

6 telah jatuh tempo pembayarannya akan tetapi WP belum melakukan pendaftaran ulang. Pemda DIY hanya memasukkan tunggakan kasir dalam piutang pajaknya, sedangkan tunggakan kartu dianggap sebagai potensi pajak daerah. Nilai piutang pajak daerah yang berasal dari tagihan PKB dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1.2 Piutang Pajak Daerah dari Tagihan Pajak Kendaraan Bermotor Tahun 2008 sampai dengan 2013 Uraian 2008 (Rp) 2009 (Rp) 2010 (Rp) 2011 (Rp) 2012 (Rp) 2013 (Rp) Tagihan PKB Sumber: LHP BPK RI atas LKPD DIY Tahun Anggaran 2008 sampai dengan 2013 18.447.208.200,00 129.161.450,00 73.521.850,00 81.007.950,00 97.069.500,00 131.246.550,00 Jumlah tunggakan kartu sendiri ditunjukkan oleh tabel dibawah ini: Tabel 1.3 Wajib Pajak Belum Melakukan Pendaftaran Ulang Tahun 2009 dan 2011 Uraian 2009 (Rp) 2011 (Rp) Belum melakukan pendaftaran ulang 24.626.267.750,00 15.791.912.600,00 Sumber: LHP BPK RI atas LKPD DIY Tahun Anggaran 2009; LHP BPK RI atas Pendapatan Daerah pada Pemprov DIY Tahun Anggaran 2011 (sampai dengan September) Dari dua tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat nilai yang cukup signifikan apabila piutang pajak dihitung berdasar dua tunggakan tersebut. Khusus untuk data tahun 2008, Pemda DIY memasukkan tunggakan kasir dan tunggakan kartu ke dalam piutang pajaknya. Berdasarkan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (Bultek SAP) Nomor 06 tahun 2008 tentang Akuntansi Piutang, piutang pajak terjadi pada saat timbulnya hak negara/ daerah untuk menagih. Dasar untuk menimbulkan tagihan kepada Wajib Pajak (WP) adalah Surat Ketetapan Pajak. Buletin teknis ini juga menjelaskan bahwa untuk dapat diakui sebagai piutang, harus memenuhi kriteria:

7 1. telah diterbitkan surat ketetapan, dan/ atau; 2. telah diterbitkan Surat Penagihan dan telah dilaksanakan penagihan. Ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2011 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa WP wajib menyampaikan laporan mengenai data obyek dan subyek pajak secara tertulis paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak saat kepemilikan untuk kendaraan baru, sampai dengan berakhirnya masa pajak untuk kendaraan bukan baru, dan 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Keterangan Fiskal, kuitansi atau surat keterangan mutasi dari Kepolisian untuk kendaraan bermotor mutasi. Berdasarkan laporan tersebut kemudian diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Temuan BPK, Bultek SAP Nomor 06 tahun 2008 tentang Akuntansi Piutang dan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang telah dibahas di atas memperlihatkan bahwa terdapat permasalahan pada proses pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Pemda DIY sehingga hasil yang didapat belum optimal. Proses pemungutan PKB sendiri menurut Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 32 tahun 2014 tentang Pajak Kendaraan Bermotor, dibagi menjadi empat yaitu Pendaftaran dan Pendataan, Penetapan, Pembayaran dan Penagihan. 1.2. Rumusan Permasalahan Proses pemungutan PKB yang dilakukan oleh Pemda DIY belum optimal sehingga masih terdapat potensi pajak yang belum terpungut. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya Wajib Pajak (WP) yang pajaknya telah jatuh tempo akan tetapi

8 belum melakukan pembayaran. Permasalahan pada proses pemungutan PKB khususnya terkait dengan tunggakan pajak dan penagihannya, sebagai salah satu tahapan dalam tata cara pemungutan PKB. Pemungutan PKB dalam Pergub DIY Nomor 32 tahun 2014 tentang PKB dibagi menjadi 4 (empat) tahap yaitu pendaftaran dan pendataan, pemungutan, pembayaran dan penagihan. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait proses pelaksanaan pemungutan atas Pajak Kendaraan Bermotor di DIY, kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan proses tersebut dan upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan pada rumusan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian dapat disajikan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Pemda DIY? 2. Bagaimana pelaksanaan penagihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Pemda DIY? 3. Apa saja faktor-faktor yang menjadi kendala pelaksanaan pemungutan dan penagihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor di DIY? 4. Apa saja upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala pelaksanaan pemungutan dan penagihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor di DIY?

9 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Pemda DIY. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan penagihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Pemda DIY. 3. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kendala pelaksanaan pemungutan dan penagihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor di DIY. 4. Untuk mengidentifikasi upaya-upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi kendala pelaksanaan pemungutan dan penagihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor di DIY. 1.5. Motivasi Penelitian Penelitian ini dilandasi motivasi penulis untuk memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah terkait penyelesaian temuan BPK RI atas Pendapatan Daerah pada Pemda DIY untuk tahun anggaran 2011 (s.d. September). Temuan ini mengenai permasalahan pada pelaksanaan pemungutan dan penagihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang mengakibatkan hasil yang didapat belum optimal.

10 1.6. Kontribusi Penelitian Berdasarkan pada tujuan penelitian, penelitian ini memberikan dua kontibusi yaitu: 1. Kontribusi praktis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemda DIY mengenai pelaksanaan pemungutan dan penagihan tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan perumusan strategi pemungutan serta penagihan tunggakan PKB dimasa depan. 2. Kontribusi akademis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya terkait pajak daerah, baik dalam hal teori maupun metode penelitian. 1.7. Batasan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Istimewa Yogyakarta (DPPKA DIY) dan Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) DIY sebagai instansi yang diberi kewenangan memungut Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). KPPD yang dipilih adalah KPPD dengan realisasi pendapatan tertinggi, terendah dan persentase tunggakan kartu terbanyak. Fokus penelitian ini adalah pada pelaksanaan pemungutan dan penagihan tunggakan PKB di DIY. Pemungutan di sini meliputi Pendaftaran dan Pendataan, Penetapan, dan Pembayaran. Penagihan dibahas tersendiri karena memiliki peranan terbesar dalam permasalahan yang diteliti.

11 1.8. Proses Penelitian Proses penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: 2. Tujuan Penelitian 3. Pondasi Teoretikal Penelitian Studi Kasus 1. Pertanyaan 4. Metode Penelitian Studi Kasus 5. Temuan dan Analisis Gambar 1.1 Proses Penelitian Studi Kasus Sumber: Pedoman Umum Penulisan Tesis (Maksi FEB UGM, 2015) 1.9. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan disajikan dalam 7 (tujuh) bab untuk mencapai tujuan penelitian. Sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: Bab 1: PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, batasan penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memuat tinjauan teoritis untuk menyusun rerangka berfikir yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Tinjauan ini berupa teori-teori terkait pajak, pajak kendaraan bermotor, dan piutang pajak, serta hasil

12 penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Bab 3: LATAR BELAKANG KONTEKSTUAL Bab ini menjelaskan obyek penelitian secara deskriptif. Selain itu bab ini juga menjelaskan secara kontekstual aplikasi teori-teori dan konsepkonsep yang dimuat pada bab sebelumnya, di lingkungan obyek penelitian. Bab 4: RANCANGAN PENELITIAN Bab ini berisi pembahasan mengenai proses pengumpulan dan analisis data yang akan dilakukan. Pengumpulan data berisi mengenai jenis data dan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan. Bab 5: PEMAPARAN TEMUAN Bab ini menjelaskan temuan-temuan dan fakta-fakta yang akan menjawab tujuan penelitian. Bab 6: RINGKASAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi ringkasan mengenai latar belakang, cara dan hasil dari penelitian. Bab ini juga membahas penjelasan mendalam mengenai hasil yang diperoleh dari penelitian. Bab 7: SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi simpulan yang akan menjawab tujuan penelitian. Sedangkan rekomendasi yang diberikan diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang diteliti.