DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI Lintje Hutahaean, Syamsul Bakhri, dan Maskar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK Bawang merah lokal Palu merupakan komoditas spesifik Sulawesi Tengah yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di lembah Palu. Komoditas tersebut hanya tumbuh dan berkembang baik karena dukungan kondisi tanah dan iklim yang spesifik di daerah tersebut. Salah satu keunikan dari bawang merah lokal Palu adalah mempunyai tekstur umbi yang padat sehingga menghasilkan bawang goreng yang renyah dan gurih. Namun demikian, produktivitas ditingkat petani yang masih rendah memerlukan teknologi budidaya sehingga pendapatan usahatani bawang merah dapat ditingkatkan. Pengkajian teknologi budidaya bawang merah telah dilakukan di sentra produksi bawang merah di kabupaten Donggala. Oleh karena itu, untuk mengevaluasi pengkajian tersebut perlunya kajian yang bertujuan untuk (1) mengetahui tingkat adopsi teknologi budidaya bawang merah lokal Palu; dan (2) mengetahui dampak teknologi terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani (3) mendapatkan umpan balik dari pengguna teknologi. Hasil kajian menunjukkan bahwa tingkat adopsi telah mencapai 51,83 %, sedangkan tingkat difusi sebesar 4,%. Dampak teknologi terhadap peningkatan produktivitas sebesar 3,62% dan peningkatan pendapatan sebesar 42,77%. Umpan balik dari pengguna teknologi telah didapatkan guna penyempurnaan paket teknologi. Kata kunci : dampak teknologi, bawang merah, produksi, pendapatan PENDAHULUAN Bawang merah lokal Palu merupakan komoditas spesifik sulawesi tengah yang mempunyai prospek untuk dikembangkan. Komoditas unggulan spesifik daerah adalah komoditas andalan suatu daerah yang hanya tumbuh dan berkembang baik (reveal by evidence) karena dukungan kondisi tanah dan iklim yang spesifik di daerah tersebut. Oleh karena itu, produktivitas dan mutu hasilnya juga sangat spesifik yang tidak dicapai di daerah lain. Bawang merah lokal Palu sangat sesuai dengan kondisi agroklimat lembah Palu. Kondisi yang relatif kering menyebabkan tekstur umbi dari bawang goreng lokal Palu lebih padat sehingga menghasilkan kualitas bawang goreng yang renyah dan gurih (Bakhri et al, 26) Produktivitas bawang merah ditingkat petani yang masih rendah memerlukan teknologi budidaya sehingga pendapatan usahatani bawang merah dapat ditingkatkan. Pengkajian teknologi budidaya bawang merah lokal Palu telah dilakukan BPTP Sulawesi Tengah di sentra produksi di kabupaten Donggala propinsi Sulawesi Tengah. Berhasil tidaknya pengembangan teknologi tersebut ditentukan oleh mau tidaknya petani mengadopsi teknologi yang dianjurkan (Tri Pranadji, 1984). Sedangkan keputusan untuk mengadopsi suatu teknologi bagi petani dipengaruhi oleh sifat teknologi itu sendiri, ada lima sifat teknologi yaitu: (1) keuntungan relatif, (2) kompatibilitas, (3) kompleksitas, (4) triabilitas, dan (5) observabilitas. Keuntungan relatif yang dimaksud adalah tingkatan dimana suatu ide baru dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya. Kompabilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan penerima. Kompleksitas adalah tingkat dimana suatu inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan. Triabilitas adalah suatu tingkat dimana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil, sedangkan observabilitas adalah tingkat dimana hasil-hasil suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Petani akan mengadopsi suatu teknologi jika teknologi itu sudah pernah dicoba oleh orang lain dan berhasil, karena petani rasional. Petani tidak akan mengadopsi suatu teknologi jika masih harus menanggung resiko kegagalan atau ketidakpastian. Mengacu pada hal tersebut maka perlu dilakukan evaluasi kinerja dan dampak diseminasi teknologi budidaya bawang merah lokal Palu. TUJUAN
a. Mengetahui tingkat adopsi/difusi teknologi budidaya bawang merah lokal Palu b. Mengetahui dampak teknologi budidaya bawang merah lokal Palu terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani. c. Mendapatkan umpan balik dari pengguna teknologi budidaya bawang merah lokal Palu. METODOLOGI Survai analisis adopsi dan dampak teknologi budidaya bawang merah lokal Palu dilakukan di Kabupaten Donggala pada tahun 26. Lokasi pengkajian adalah desa Gontarano kecamatan Tawaeli kabupaten Donggala. Penentuan responden dengan teknik Proportionate Stratified Random Sampling yaitu penentuan responden berdasarkan kelompok sasaran atau pengguna teknologi, yang meliputi petani eks peserta pengkajian dan petani non peserta. Jumlah responden petani eks peserta pengkajian sebanyak 15 responden dan 15 petani non peserta pengkajian, sehingga total responden sebanyak 3 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survai dengan menggunakan daftar pertanyaan berstruktur/kuesioner. Jenis data yang dikumpulkan meliputi : (1) karakteristik responden (umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan keluarga, dan penguasaan lahan; (2) penerapan dari masingmasing komponen teknologi; (3) umpan balik masing-masing komponen teknologi Tingkat adopsi diukur dengan cara teknik skoring berdasarkan bobot skor dan persentase dari masingmasing komponen teknologi yang diterapkan petani (Santoso, et al, ). Rumus : Nilai skor = ------------- X BS Keterangan : P BS BS P BS = Persentase petani yang menerapkan teknologi = Bobot skor = Total bobot skor
Tabel 1. Paket teknologi budidaya bawang merah lokal Palu Komponen Teknologi Uraian Pengolahan tanah dan penggunaan bibit Pemeliharaan Panen dan Pasca Panen Sumber: Maskar et al, 2 lahan diolah /dibajak 2 kali dan digaru 1 kali. Dibuat bedengan ukuran lebar 1-1,5 m, tinggi -3 cm, panjang disesuaikan keadaan lahan. Antara bedengan dibuat saluran air ukuran kedalaman -3 cm, lebar 3 cm. Disekeliling lahan dibuat saluran drainase dengan ukuran kedalaman 4 cm lebar 4 cm. Ukuran saluran drainase tersebut dapat diperlebar apabila curah hujan tinggi. ukuran umbi sedang sampai besar, umbi mengkilat tidak luka, bebas hama penyakit, bibit telah disimpan 1-1,5 bulan. sebelum bibit ditanam dilapang, bibit dicelup dalam larutan fungisida dengan takaran 1 gram untuk 1 kg bibit Sebaiknya ditanam pada musim kering tetapi ada air untuk penyiraman Cara menanam yaitu ditugal dengan membumbun 2/3 bagian umbi ke dalam tanah Jarak tanam 15 X 2 cm atau 2 X 2 cm. pupuk dasar meliputi pupuk kandang 5-1 ton/ha, pupuk SP-36 dengan takaran 1-15 kg/ha disebar dan diaduk rata dengan tanah sebelum tanam yaitu 7-1 hari sebelum tanam. Pemupukan susulan pertama pada umur 15 hari setelah tanam dengan takaran 5-75 kg Urea + 1-1 kg ZA + 5-75 kg KCL/ha. Pupuk tersebut diberikan dengan cara larikan dan dibenam dalam tanah. Pemupukan susulan kedua pada umur 3-4 hari setelah tanam dengan takaran dan cara yang sama pada pemupukan susulan pertama. Penyiangan pertama umur 12-15 hari setelah tanam dan dilakukan sebelum pemupukan susulan pertama dengan menggunakan tajak. Penyiangan kedua umur 3-4 hari dan dilakukan sebelum pemupukan susulan kedua. Konsep pengendalian hama terpadu (PHT) Panen dilakukan pada umur 7-75 hari setelah tanam Apabila untuk dijadikan bibit panen dilakukan pada umur 75-8 hari. Umbi dibersihkan dari kotoran seperti tanah dan dipotong akarnya kemudian diikat. Apabila untuk bibit, setelah diikat digantung pada tempat yang sirkulasi udaranya baik dan suhu yang sejuk.
Tabel 2. Bobot skor teknologi budidaya bawang merah lokal Palu Komponen Teknologi Pengolahan Tanah dan Penggunaan Bibit Tepat cara pengolahan tanah Tepat jenis bibit yang digunakan Tepat cara perlakuan bibit sebelum ditanam Tepat waktu tanam Tepat cara tanam Tepat jarak tanam Pemeliharaan Tanaman Tepat jenis dan dosis pupuk Tepat cara dan waktu pemupukan Tepat waktu penyiangan Tepat cara pengendalian hama/penyakit Panen dan Pasca Panen Tepat waktu dan cara panen Tepat cara pasca panen Bobot Skor 4 3 3 4 3 3 5 5 Total 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Petani responden terdiri dari petani eks peserta pengkajian/sekolah lapang (SL) dan sebagai pembanding adalah petani non peserta yang berdomisili atau lahannya tidak berjauhan dengan petani peserta. Karakteristik petani dicerminkan oleh umur, pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usahatani bawang merah, serta luas lahan garapan. Rata-rata umur peserta pengkajian lebih tua (36 tahun) dibandingkan dengan umur peserta non pengkajian (33 tahun), hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata umur petani peserta maupun non peserta pengkajian sebagian besar masih berada dalam usia produktif untuk melakukan usahatani bawang merah. Tingkat pendidikan formal yang dicapai, antara petani peserta dan non peserta pengkajian adalah hampir sama yaitu lulus SMP. Dalam hal jumlah tanggungan keluarga (dalam hal ini tidak termasuk kepala keluarga), antara petani peserta dan non peserta pengkajian juga sama yaitu rata-rata 3 orang. Dari jumlah tersebut yang membantu kegiatan usahatani rata-rata 2 orang. Luas garapan untuk lahan sawah rata-rata lebih sempit dibandingkan untuk lahan kering. Bawang merah umumnya diusahakan petani di lahan kering. Luas lahan garapan untuk bawang merah yang digarap petani peserta lebih luas dibandingkan dengan petani non peserta, masing-masing,7 ha dan,3 ha.
Tabel 3. Karakteristik petani peserta dan non peserta pengkajian teknologi budidaya bawang merah lokal Palu No Karakteristik Petani Petani Peserta Petani Non Peserta 1 Umur (tahun) 36 33 2 Pendidikan (tahun) 11 1 3 Jumlah Tanggungan (jiwa) 3 3 4 Luas Lahan Garapan (ha) a. Sawah,8,2 b. Lahan Kering/Kebun 5 Luas Lahan Garapan Bawang Merah,87,3,7,32 Tingkat Adopsi dan Difusi Teknologi Adopsi teknologi merupakan suatu proses mental dan perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan petani sejak mengenal sampai memutuskan untuk menerapkannya(taryoto, 1996). Proses difusi teknologi tidak berbeda jauh dengan proses adopsi, namun dalam difusi sumber informasinya berasal dari dalam sistem masyarakat tani itu sendiri, sedangkan adopsi sumber informasinya berasal dari luar sistem masyarakat tani (Roger dan Shoemaker, 1981). Teknologi budidaya bawang merah lokal palu yang dianjurkan pada saat dilakukan pengkajian terdiri dari empat komponen yaitu: (1) pengolahan tanah dan penggunaan bibit; (2) penanaman; (3) pemeliharaan tanaman; (4) panen dan pasca panen (Maskar et al, 2). Tabel 4. Nilai skor tingkat adopsi dan difusi teknologi budidaya bawang merah lokal Palu, 26 Tingkat Adopsi Tingkat Difusi Komponen Teknologi Bobot Skor*) Pengolahan Tanah dan Penggunaan Bibit Tepat cara pengolahan tanah Tepat jenis bibit yang digunakan Tepat cara perlakuan bibit sebelum ditanam Tepat waktu tanam Tepat cara tanam Tepat jarak tanam Pemeliharaan Tanaman Tepat jenis dan dosis pupuk Tepat cara dan waktu pemupukan Tepat waktu penyiangan Tepat cara pengendalian hama/penyakit Panen dan Pasca Panen Tepat waktu dan cara panen Tepat cara pasca panen 4 3 3 4 3 3 5 Jml petani yang mengadopsi 9 14 2 3 11 4 2 4 1 6 11 Perse ntase (%) 6, 93,33 13,33 2, 73,33 26,67 13,33 26,67 66,67 4, 73,33 Nilai Skor **) 6, 7, 1, 2, 5,5 2,,83 1,67 4,17 2,5 9,17 Jml petani yang mengadopsi 5 1 5 12 6 2 2 8 5 5 Perse ntase (%) 33,33 66,66, 33,33 8, 4, 13,33 13,33 53,33 33,33 33,33 Nilai Skor **) 3,33 5,, 3,33 6, 3,,83,83 3,33 2,8 5 12 1, 1, 1 1, 8,33 Total 4 51,83 4, Keterangan : Jumlah responden masing-masing kelompok = 15 petani *) Bobot skor masing-masing komponen teknologi dinilaiberdasarkan imbangannya terhadap produktivitas **) Nilai skor = persentase/total skor x bobot skor yang bersangkutan Tingkat adopsi teknologi secara keseluruhan telah mencapai 51,83%. Tepat cara dan waktu panen dan pasca panen merupakan komponen teknologi yang paling banyak diadopsi, masing-masing 9,17% dan 1%. Sedangkan komponen teknologi dengan tingkat adopsi yang terendah yaitu tepat jenis dan dosis pupuk (,83%), dan tepat cara perlakuan bibit sebelum ditanam (1%). 4,17
Tingkat difusi teknologi secara keseluruhan telah mencapai 4,%. Komponen teknologi tepat cara dan waktu pasca panen paling banyak di adopsi petani non peserta (8,33%). Tepat cara perlakukan bibit sebelum tanam merupakan komponen teknologi yang belum diadopsi. Sedangkan komponen teknologi dengan tingkat adopsi yang rendah yaitu tepat jenis dan dosis pupuk serta tepat cara dan waktu pemupukan, masing-masing,83%. Perlakuan bibit sebelum tanam dengan menggunakan furadan tidak diterapkan petani, dengan alasan jika bibit cukup umur tidak memerlukan furadan, bibit cukup dicuci bersih, dan diberikan zap perangsang tumbuh. Sedangkan jenis dan dosis pupuk dirasakan petani sudah tidak berpengaruh lagi terhadap peningkatan produktivitas. Cara pemupukan dengan larikan membutuhkan waktu dan biaya tenaga kerja, sehingga cara pemupukan dengan disebar lebih mudah pengerjaannya. Sumber informasi teknologi budidaya bawang merah bagi petani non peserta pengkajian hampir semuanya diperoleh dari petani peserta atau petani lain. Hal ini mengindikasikan bahwa peran kelompok tani dalam difusi teknologi sangat besar, sedangkan peran petugas dan perangkat desa dalam alih teknologi masih rendah. Tabel 5. Sumber informasi dalam difusi teknologi budidaya bawang merah lokal Palu, 26 Komponen Teknologi Sumber Informasi (%) Pengolahan Tanah dan Penggunaan Bibit Tepat cara pengolahan tanah Tepat jenis bibit yang digunakan Tepat cara perlakuan bibit sebelum ditanam Tepat waktu tanam Tepat cara tanam Tepat jarak tanam Pemeliharaan Tanaman Tepat jenis dan dosis pupuk Tepat cara dan waktu pemupukan Tepat waktu penyiangan Tepat cara pengendalian hama/penyakit Panen dan Pasca Panen Tepat waktu dan cara panen Tepat cara pasca panen Petani Peserta/ Petani Lain 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 PPL/Mantri Tani/Petugas Lain Perangkat Desa
Dampak Paket Teknologi Pengkajian Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Dampak pengkajian teknologi budidaya bawang merah lokal Palu di kabupaten Donggala dapat dilihat dari indikator meningkatnya produktivitas dan pendapatan usahatani. Analisis usahatani digunakan sebagai parameter untuk mengukur dampak pengkajian dengan membandingkan produktivitas dan pendapatan usahatani peserta dan non peserta pengkajian. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa teknologi budidaya bawang merah berdampak pada peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani. Produktivitas bawang merah petani peserta sebesar 3.545 kg/ha, sedangkan produktivitas petani non peserta sebesar 2.579 kg/ha, sehingga berdampak meningkatkan produktivitas sebesar 3,62%. Begitu juga halnya dengan pendapatan, petani peserta memiliki pendapatan sebesar Rp. 14.641.129/ha, sedangkan petani non peserta sebesar Rp. 1.4.669/ha, sehingga berdampak meningkatkan produktivitas sebesar 42,77%. Tabel 6. Analisis usahatani bawang merah petani peserta dan non peserta pengkajian teknologi budidaya bawang merah lokal Palu, 26 No Uraian Petani Peserta Petani Non Peserta 1 Biaya Sarana Produksi(Rp/ha): Bibit Pupuk Herbisida Insektisida Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha): Pengolahan Tanah Pembuatan Bedengan Pemupukan Penyiangan Penyemprotan Panen Pasca Panen 7.863.667 815.875 54.5 13.83 493.333 549.333 53. 91.333 1.26.4 56.267 3.333 414.113 6.844.667 964.867 76.4 154.5 633.333 482. 349.333 45.333 1.47.733 46.667 373.2 529.469 2 Total Biaya (Rp/ha) 13.488.24 11.858.136 3 Produksi (kg/ha) 3.545 2.579 4 Harga (Rp/kg) 6.833 6.733 5 Nilai Produksi (Rp/ha) 28.129.333 22.112.8 6 Pendapatan (Rp/ha) 14.641.129 1.4.664
Tabel 7. Dampak teknologi budidaya bawang merah lokal Palu terhadap produktivitas dan pendapatan usahatani Uraian Produktivitas Bawang Merah (kg/ha) Petani Peserta (a) Petani Non Peserta (b) Persentase Perbedaan a dan b 3.545 2.579 3,62 Nilai Produksi (Rp/ha) 28.129.333 22.112.8 27,21 Pendapatan (Rp/ha) 14.641.129 1.4.664 42,77 Sumber : Data Primer, 26 Umpan Balik Teknologi Umpan balik dari pengguna teknologi dibutuhkan sebagai evaluasi terhadap paket teknologi anjuran. Hal tersebut dipandang perlu untuk dilakukan sehingga paket teknologi anjuran ke depannya dapat lebih adoptif. Tabel 8. Umpan Balik Teknologi Budidaya Bawang Merah Varietas Lokal Palu No Komponen Teknologi Umpan Balik dalam Penerapan Teknologi 1 Pengolahan Tanah Cara pembuatan bedengan sesuai anjuran sulit diterapkan petani karena topografi lahan miring. 2 Perlakuan bibit sebelum tanam Jika bibit sudah cukup umur, penggunaan furadan tidak diperlukan lagi. Cukup bibit dicuci bersih dan diberi zat perangsang tumbuh 3 Waktu tanam sepanjang tahun, kalau hanya menanam musim kering, ketersediaan air terbatas. 4 Pemupukan Jenis dan dosis pupuk anjuran dirasakan petani tidak sesuai lagi untuk meningkatkan produktivitas Cara pemupukan dengan larikan membutuhkan biaya tenaga kerja yang banyak Tabel 8 menunjukkan bahwa komponen teknologi pengolahan tanah sesuai anjuran dengan pengolahan lahan diolah /dibajak 2 kali dan digaru 1 kali. Dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1-1,5 m, tinggi -3 cm, panjang disesuaikan dengan keadaan lahan. Antara bedengan dibuat saluran air dengan ukuran kedalaman -3 cm dan lebar 3 cm. Disekeliling lahan dibuat saluran drainase dengan ukuran kedalaman 4 cm, dan 4 cm. Ukuran saluran drainase tersebut dapat diperlebar apabila curah hujan tinggi. Hal tersebut sulit diterapkan petani karena sebagaian besar topografi lahannya miring. Waktu dan Cara Tanam: Sangat cocok ditanam pada musim kering tetapi ada air untuk penyiraman. Namun hal ini juga sulit diterapkan karena saat musim kering sulit mendapatkan air, sehingga penanaman dilakukan sepanjang tahun, tidak mengenal musim, walaupun petani tahu bahwa resiko gagal panen tinggi jika menanam pada musim hujan. Bibit sebelum ditanam terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida 1 gram untuk 1 kg bibit. Bibit dipotong ujungnya agar mudah tumbuh (bukan umbinya yang dipotong). Petani hanya mencuci bersih bibit dengan air biasa dan diberi zat perangsang tumbuh.
Pemupukan, pupuk dasar meliputi pupuk kandang dari kotoran sapi 5-1 ton/ha pupuk kandang lainnya, seperti kotoran kambing, ayam dan sebagainya, pupuk SP-36 dengan takaran 1-15 kg/ha disebar dan diaduk rata dengan tanah sebelum tanam yaitu 7-1 hari sebelum tanam. Pemupukan susulan pertama pada umur 15 hari setelah tanam dengan takaran 5-75 kg Urea + 1-1 kg ZA + 5-75 kg KCL/ ha. Pupuk tersebut diberikan dengan cara larikan dan dibenam dalam tanah. Pemupukan susulan kedua pada umur 3-4 hari setelah tanam dengan takaran dan cara yang sama pada pemupukan susulan pertama. Jenis dan dosis pupuk dirasakan sebagian petani sudah tidak sesuai lagi dalam peningkatan produktivitas. Pemupukan dengan cara larikan membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga petani lebih memilih pemupukan dengan cara disebar karena pengerjaannya lebih mudah. KESIMPULAN Tingkat adopsi petani terhadap teknologi budidaya bawang merah lokal Palu telah mencapai 51,83 %, sedangkan tingkat difusi sebesar 4,%. Dampak teknologi terhadap peningkatan produktivitas sebesar 3,62% dan peningkatan pendapatan sebesar 42,77%. Umpan balik dari pengguna teknologi telah didapatkan guna penyempurnaan paket teknologi. DAFTAR PUSTAKA Bakhri, S, L. Hutahaean, Z. Sannang, C. Manoppo, dan F.F. Munier 26. Laporan Hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani Kota Palu. BPTP Sulawesi Tengah. Palu Maskar, Syamsul Bakhri, dan Chatijah. 2. Laporan Hasil Pengkajian Teknologi Budidaya Bawang Merah Lokal Palu. BPTP Biromaru. Palu. Rogers, E.M and F. Floyd Shoemaker, 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Disarikan Oleh Abdilah Hanafi. Usaha Nasional. Surabaya. Santoso, P, Agus Suryadi, Herman Subagyo, dan Beny Viktor Latulung.. Dampak Teknologi Sistem Usaha Pertanian Padi Terhadap Peningkatan Produksi dan Pendapatan Usahatani di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Volume 8 Nomor 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Tri Pranadji. 1984. Partisipasi Petani dalam Program Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor