BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Gambar 2.1. Struktur interna dari mata manusia (Junqueria, 2007)

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of. sphenoid, lacrimal, dan ethmoid (Rizzo, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Anita's Personal Blog Glaukoma Copyright anita handayani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Glaukoma adalah suatu neuropati kronik di dapat yang ditandai oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan produksi humor aquous, tahanan terhadap aliran keluarnya humor

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. serabut-serabut nervus opticus, berkas cahaya ini dialihkan ke pusat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. al., 2009). Lebih dari 60 juta penduduk di dunia mengalami Glaukoma (Wong et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. diabetes retinopati (1%), penyebab lain (18%). Untuk di negara kita, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. hilangnya serat saraf optik (Olver dan Cassidy, 2005). Pada glaukoma akan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Glaukoma adalah sekumpulan gejala dengan tanda karakteristik berupa

BAB I LAPORAN KASUS. ANAMNESIS Keluhan utama : Pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kiri buram sejak 4 hari lalu.

SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM

BAB I PENDAHULUAN. utama kebutaan yang tidak dapat disembuhkan. Glaukoma umumnya

ENTROPION PADA KUCING

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ

FISIOLOGI PEMBULUH DARAH. Kuntarti, SKp

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

AQUEOUS HUMOR. Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, SpM NIP :

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

LAPORAN PENDAHULUAN GLAUKOMA STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DI RUMAH SAKIT UMUM BANYUMAS. Oleh: Rizka Rahmaharyanti, S.

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

Bab 1: Mengenal Hipertensi. Daftar Isi

GLAUCOMA. Glukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)

Sistem Saraf Tepi (perifer)

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

BAB I PENDAHULUAN. fibrovaskuler menyerupai sayap, merupakan lipatan dari konjungtiva yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

BAB 2 Tinjauan Pustaka

ORGAN PENYUSUN SISTEM SARAF MANUSIA

Diagnosa banding MATA MERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat melaksanakan masing-masing tugasnya (Kertohoesodo, 1979).

BAB I PENDAHULUAN. staff, 2010). Berdasarkan survey kesehatan mata yang dilakukan oleh. penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia (Depkes, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

KESEHATAN MATA DAN TELINGA

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

Sistem Peredaran Darah Manusia

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB II TINJAUAN TEORI. Hipertensi didefinisikan sebagai kenaikan secara pasti tekanan darah arteri

DM à penyakit yang sangat mudah kerja sama menjadi segitiga raja penyakit : DM CVD Stroke


BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Bagian-bagian yang melindungi mata: 1. Alis mata, berguna untuk menghindarkan masuknya keringat ke mata kita.

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

INDERA PENGLIHATAN (MATA)

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan. Aqueous humor dieskresikan oleh trabecular meshwork (Paul, 2008). Bentuk korpus siliaris menyerupai cincin tebal pada lapisan posterior persimpangan korneosklera yang terdiri atas otot dan pembuluh darah. Korpus siliaris menghubungkan koroid dengan iris. Korpus siliaris juga merupakan tempat perlekatan dari lensa. Kontraksi dan relaksasi dari otot polos korpus siliaris mengatur ketebalan serta mengatur fokus lensa. Lapisan pada permukaan dalam korpus siliaris yaitu prosesus siliaris memiliki lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi aqueous humor (Moore, et al., 2010). Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekular (yang terletak di atas kanal Schlemm) dan sclera spur (Paul, 2008). Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekular berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke korpus siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Bagian-dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar, yang berada dekat kanal Schlemm, disebut anyaman korneosklera. Sclera spur merupakan penonjolan sclera ke arah dalam di antara korpus siliaris dan kanal Schlemm, tempat iris dan korpus siliaris menempel. Saluran-saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera (Paul, 2008). Pada anyaman trabekular

juga terdapat anyaman jukstakanalikula yaitu struktur yang berhubungan dengan bagian dalam kanal Schlemm (Khurana, 2007). Kanal Schlemm berbentuk oval dengan lapisan endotel dan dikelilingi oleh sulkus skleral. Sel-sel endotel pada dinding bagian dalam tidak teratur dan berbentuk spindle-shaped dan mengandung giant vacuoles. Bagian luar dinding kanal dilapisi oleh sel datar yang halus dan berisi beberapa tempat masuknya collector channels (Khurana, 2007). Gambar 2.1 Aliran normal aqueous humor (Adatia & Damji, 2005) 2.2. Fisiologi cairan mata dan tekanan intraokuli Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µl, dan kecepatan pembentukannya, yang memiliki variasi diurnal, adalah 25 µl/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi sedangkan konsentrasi protein, urea dan glukosa lebih rendah (Salmon, 2008). Komposisi ion dari aqueous humor ditentukan melalui sistem transport aktif yang selektif (Na-K-2Cl simport, Na-H antiport, Na-K ATPase dan lain-lain) yang berperan dalam sekresi aqueous humor oleh epitel siliar (Cibis, et al., 2007). Aqueous humor terbentuk dari plasma pada processus siliaris melalui tiga mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi dan transport aktif. Difusi adalah proses transport zat yang larut lemak melewati membran sel melalui perbedaan gradient

konsentrasi. Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat yang larut dalam air ke dalam membran sel akibat perbedaan gradien osmotik atau tekanan hidrostatik. Transport aktif adalah zat yang larut air ditransport secara aktif melalui membran sel dan memerlukan Na-K ATPase dan biasanya terdapat pada sel epitel yang tidak berpigmen (Solomon, 2002). Aqueous humor dari bilik anterior akan didrainase dengan dua rute yaitu aliran trabekular/ konvensional dan aliran uveoskleral/ nonkonvensional. Aliran trabekular merupakan jalur utama keluar aqueous humor dari bilik anterior, sekitar 90% dari total. Aliran aqueous dari anyaman trabekular masuk ke dalam kanal Schlemm yang menyebabkan resistensi aliran keluar. Teori vakuolisasi merupakan mekanisme transport aqueous humor melewati dinding dalam dari kanal Schlemm. Teori ini menyatakan bahwa jarak transelular yang ada di sel endotel membentuk dinding dalam kanal Schlemm sehingga berbentuk seperti vakuola dan pori-pori yang respon terhadap tekanan dan mentransport aqueous humor melalui jaringan ikat jukstakanalikular ke kanal Schlemm. Dari kanal Schlemm, aqueous ditransport melalui 25-35 kanal-kanal pengumpul ke vena episklera melalui jalur direk maupun indirek (Khurana, 2007).

Gambar 2.2 Teori vakuolisasi mengenai transport aqueous melewati dinding dalam kanalis Schlemm: 1. Stadium non-vakuola; 2. Stadium awal lipatan dalam dari permukaan basal di sel endotel; 3. Stadium pembentukan struktur makrovakuola; 4. Stadium pembentukan kanal vakuola transelular; 5. Stadium oklusi dari lipatan basal (Khurana, 2007) Aliran uveoskleral merupakan sistem pengaliran yang kedua dan berkisar sekitar 10% dari total. Aqueous melewati badan siliaris dan masuk ke rongga

suprakoroidal dan kemudian didrainase oleh sirkulasi vena di badan siliar, koroid dan sklera (Khurana, 2007). Gambar 2.3 Flow chart dari drainase aqueous humor (Khurana, 2007) Fungsi dari aqueous humor adalah mempertahankan tekanan intraokuli, menyediakan zat-zat (glukosa, oksigen dan elektrolit) untuk keperluan metabolik pada kornea yang avaskular dan lensa, mengekskresikan hasil-hasil atau produk metabolik (laktat, piruvat dan karbon dioksida) dan mempunyai peran pada metabolisme vitreous dan retina (Solomon, 2002). Tekanan intraokuli ditentukan oleh laju dari sekresi aqueous dan laju dari aliran keluar yang kemudian akan berhubungan dengan resistensi aliran keluar dan tekanan vena episklera. Laju dari aqueous sebanding dengan perbedaan antara tekanan intraokuli dan tekanan vena episklera (Kanksi, 2007). Tekanan mata yang normal berkisar sekitar 21 mmhg (Ji et al, 2007). Tekanan ini menunjukkan variasi diurnal. Pada malam hari terjadi perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring sehingga terjadi tahanan atau resistensi pada

tekanan vena episklera sehingga menyebabkan tekanan intraokuli meningkat. Penurnan tekanan intraokuli ini akan terjadi pada siang hari sehingga tekanan intraokuli menjadi normal (Doshi, et al., 2010). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi rentangan nilai tekanan intraokuli, antara lain umur, jenis kelamin, ras, konsumsi tobacco, obesitas, perubahan hormonal, olahraga (Ji, et al., 2007), irama sirkadian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air dan obat-obatan (Simmons, et al., 2007). 2.3. Glaukoma 2.3.1. Definisi Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular (Salmon, 2008). 2.3.2. Etiologi Glaukoma dapat terjadi akibat ketidakseimbangan produksi dan eksreksi aqueous humor. Beberapa faktor risiko dapat memicu terjadinya glaukoma. Faktor risiko yang kuat untuk memicu terjadinya glaukoma adalah riwayat peningkatan tekanan intraokular dan riwayat keluarga yang pernah menderita glaukoma. Faktor risiko yang mungkin untuk memicu terjadinya suatu glaukoma adalah penyakit sistemik kardiovaskular, diabetes melitus, migrain, hipertensi sistemik dan vasospasme (Bell, et al., 2012). 2.3.3. Klasifikasi Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem drainase (glaukoma sudut tertutup) (Salmon, 2008).

2.3.4. Patogenesis 2.3.4.1. Glaukoma sudut terbuka Glaukoma sudut terbuka adalah glaukoma yang paling sering pada ras kulit hitam dan putih. Glaukoma sudut terbuka terjadi akibat adanya proses degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah lapisan endotel kanal Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan normal sehingga berakibat dengan penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular (Salmon, 2008). Patogenesis dari glaukoma sudut terbuka belum begitu diketahui tetapi ada beberapa teori yang menjelaskan proses terjadinya glaukoma sudut terbuka. Pertama, faktor risiko seperti genetik, umur, ras, miopi, diabetes, merokok, hipertensi dan hipertiroid dapat memicu terjadinya glaukoma sudut terbuka. Kedua, terjadinya peningkatan tekanan intraokular akibat berkurangnya aliran keluar aqueous karena meningkatnya resistensi aliran keluar aqueous yang disebabkan oleh penebalan terkait usia dan sklerosis dari trabekula dan tidak adanya vakuola raksasa di sel-sel pada kanal Schlemm (Khurana, 2007). Ada juga teori mengatakan bahwa glaukoma sudut terbuka ini terjadi karena terjadinya iskemia pada mikrovaskular diskus optikus (Kanksi, 2007). Kelainan kromosom 1 oleh mutasi gen myocilin juga menjadi faktor predisposisi terjadinya glaukoma sudut terbuka (Kwon, et al., 2009). 2.3.4.2. Glaukoma Sudut Tertutup Glaukoma sudut tertutup terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer. Hal ini akan menyumbat aliran aqueous humor sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular dengan cepat yang bisa menyebabkan timbulnya nyeri hebat, kemerahan, penglihatan kabur serta kerusakan nervus optikus dan kehilangan lapangan pandang. (Salmon, 2008).

a. Glaukoma Sudut Tertutup Akut Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer sehingga terjadi penutupan pengaliran keluar aqueous humor yang tiba-tiba sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular yang mendadak dan mencolok. Hal ini menyebabkan munculnya kekaburan penglihatan mendadak yang disertai dengan nyeri hebat, muntah, mual disertai halo (ada gambar pelangi di sekitar cahaya). Temuan-temuan lainnya adalah bilik mata depan dangkal, kornea berkabut, pupil berdilatasi dan injeksi siliar,biasanya terjadi spontan di malam hari saat pencahayaan kurang (Salmon, 2008). b. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut Glaukoma sudut tertutup subakut hampir sama dengan tipe akut kecuali bahwa episode peningkatan tekanan intraokularnya berlangsung singkat dan mengalami kekambuhan. c. Glaukoma Sudut Tertutup Kronis Glaukoma sudut tertutup kronis tidak pernah mengalami episode peningkatan tekanan intraokular akut tetapi mengalami sinekia anterior perifer yang semakin meluas disertai dengan peningkatan tekanan intraokular secara bertahap. Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan tekanan intraokular, sudut bilik mata depan yang sempit disertai sinekia anterior perifer dalam berbagai tingkat serta kelainan diskus optikus dan lapangan pandang (Salmon, 2008). d. Glaukoma Tekanan Normal Beberapa pasien dengan kelainan glaukomatosa pada diskus optikus atau lapangan pandang memiliki tekanan intraokular yang tetap di bawah 21 mmhg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di caput nervi optici atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma dengan tekanan intraokuli normal banyak terdapat di Jepang dan secara genetik ada hubungannya

dengan kelainan pada gen optineurin di kromosom 10. Penelitian pada pasien glaukoma di negara lain menunjukkan adanya hubungan dengan vasospasme dan lebih sering dijumpai perdarahan diskus dan progresivitas penurunan lapangan pandang (Salmon, 2008). e. Glaukoma kongenital Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma kongenital disebabkan oleh tidak berkembangnya strukur mata sehingga menghambat aliran keluar aqueous humor. Kelainan yang ada pada bentuk kongenital ini antara lain anomali perkembangan segmen anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang) (Salmon, 2008). f. Glaukoma Sekunder Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat suatu manifestasi dari penyakit mata lain. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma pigmentasi, glaukoma pseudoeksfoliasi, glaukoma akibat kelainan lensa, glaukoma fakolitik, glaukoma akibat kelainan traktus uvealis, sindrom iridokornea endotel, glaukoma akibat trauma, glaukoma setelah tindakan bedah okular, glaukoma neovaskular, glaukoma akibat peningkatan tekanan vena episklera dan glaukoma akibat steroid (Salmon, 2008). 2.3.5. Patofisiologi Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang akan menyebabkan penipisan lapisan fiber dari nervus-nervus dan lapisan inti bagian dalam retina dan juga berkurangnya akson di nervus optikus. Akibatnya nervus optikus menjadi atrofik dan disertai pembesaran cawan optik. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular mencapai 60-80 mmhg yang akan menimbulkan kerusakan iskemik yang mendadak pada iris yang diikuti edema kornea dan kerusakan nervus optikus. Pada glaukoma sudut terbuka primer, tekanan intraokular biasanya tidak

meningkat lebih dari 30 mmhg dan biasanya kerusakan dari sel ganglion terjadi dalam jangka waktu yang lama (Salmon, 2008) 2.3.6. Diagnosis 2.3.6.1. Pemeriksaan Tonometri Pemeriksaan tekanan intraokular dapat digunakan dengan menggunakan tonometri. Alat tonometri yang paling banyak digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Batasan normal untuk tekanan intraokular adalah 10-21 mmhg tetapi pada orang tua rata-rata tekanan intraokularnya lebih tinggi di atas 24 mmhg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu dapat memperlihatkan tekanan intraokular yang normal sehingga untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti keadaan diskus optikus ataupun kelainan lapangan pandang (Salmon, 2008). 2.3.6.2. Pemeriksaan Gonioskopi Gonioskopi digunakan untuk melihat struktur sudut bilik mata depan. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik mata depan, menggunakan sebuah senter atau slitlamp. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup (Salmon, 2008). 2.3.6.3. Penilaian Diskus Optikus Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Atrofi optikus yang disebabkan oleh glaukoma mengakibatkan kelainan-kelainan diskus khas yang terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran cawan diskus disertai dengan pemucatan diskus di daerah

cawan. Pada glaukoma mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik atau pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus yang kemudian akan menyebabkan lamina kribosa bergeser ke belakang dan pembuluh retina di diskus bergeser ke arah hidung. Hasil akhirnya adalah cekungan bean-pot yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya (Salmon, 2008). Cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma adalah rasio cawan-diskus yang merupakan perbandingan antara ukuran cawan optik terhadap diameter diskus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa (Salmon, 2008). Gambar 2.4 Pencekungan glaukomatosa pada diskus optikus (Paul, 2008) 2.6.3.4. Pemeriksaan Lapangan Pandang Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan tindak lanjut glaukoma meskipun pemeriksaan akibat glaukoma tersebut dinyatakan kurang spesifik. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan yang terus menerus ke lapangan pandang daerah Bjerrum berkisar 15 derajat dari fiksasi dan membentuk skotoma Bjerrum dan kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum dikenal

sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal sering disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang perifer berasal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter dan mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang (Salmon, 2008). Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah automated perimeter, perimeter Goldmann, Friedman field analyzer dan layer tagent (Salmon, 2008).

Gambar 2.5 Kelainan lapangan pandang pada glaukoma (Paul, 2008) 2.4. Hipertensi 2.4.1. Definisi Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah 140/90 mmhg. Tekanan darah yang tinggi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan struktural dan fungsional pada organ-organ tertentu misalnya jantung, ginjal, otak dan mata (Victor & Kaplan, 2007).

2.4.2. Diagnosis Penegakkan diagnosis hipertensi harus berdasarkan pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara akurat pada praktek sehari-hari. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan sfigmomanometer aneroid, sfigmomanometer raksa, sfigmomanometer digital ataupun dengan memasukkan kateter pada lumen pembuluh darah untuk menghitung tekanan darah intraarterial. Baku emas pengukuran tekanan darah adalah dengan menggunakan sfigmomanometer merkuri sedangkan pengukuran tekanan darah intraarterial jarang dilakukan pada praktek sehari-hari dan biasanya dilakukan di Intensive Care Unit (ICU). Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan di praktek, rumah ataupun melalui ambulatory blood pressure monitoring (Walsh, et al., 2008). Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa Klasifikasi TD TD sistolik (mmhg) TD diastolik (mmhg) Normal < 120 < 80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Hipertensi tingkat 2 160 100 Sumber: Kotchen, 2008. 2.5. Hubungan Hipertensi dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli Berdasarkan penelitian yang dilakukan Christina Magdalena (2006) di Rumah Sakit Umum DR. Soetomo Surabaya, menemukan bahwa penderita yang telah menderita hipertensi 5 tahun berisiko mengalami glaukoma sebesar empat kali lebih besar. Kondisi hipertensi bukan hanya meningkatkan risiko untuk terjadinya serangan jantung atau stroke tetapi juga dapat menyebabkan glaukoma (Langman, et al., 2005). Dari hasil studi Baltimore menunjukkan hasil yang small-positive berkaitan dengan glaukoma dan tekanan darah sistolik-diastolik. Hubungan keduanya adalah non linear dan batasan sistolik untuk kasus ini adalah 130

mmhg dan juga sering terjadi pada pasien yang berusia di atas 70 tahun (Fraser, et al., 1999). Kondisi hipertensi menyebabkan meningkatnya retensi natrium. Meningkatnya retensi natrium akan menyebabkan penumpukan cairan di mata yang juga menekan nervus optikus. Hal ini dapat memicu peningkatan tekanan intraokuli akibat menumpuknya cairan dan menyebabkan hilang atau gangguan penglihatan akibat penekanan pada nervus optikus (Langman, et al., 2005). Kondisi hipertensi yang diakibatkan oleh perubahan epithelial sodium transport pada distal ginjal dan epitel bersilia yang akhirnya menyebabkan retensi natrium yang berlebihan. Meningkatnya ciliated epithelial sodium transport menyebabkan ekstrusi natrium menuju aqueous humor. Hal ini akan menyebabkan rintangan pada aliran aqueous humor sehingga terjadi penumpukan cairan yang akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli (Langman, et al., 2005). Kondisi peningkatan tekanan darah akan meningkatkan aliran darah pada mata (dengan asumsi bahwa penderita telah mengalami hipertensi dalam jangka waktu yang lama). Setelah peningkatkan tekanan darah berlangsung dalam jangka waktu yang lama, terjadilah kerusakan pembuluh darah kecil dan meningkatnya resistensi aliran dan pengurangan dari aliran darah pada mata disertai hilangnya sel-sel ganglion yang akan mengakibatkan penahanan aliran dan terjadi penumpukan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokuli (Fraser, et al., 1999). Faktor terpenting untuk mengetahui perkembangan dari glaukoma adalah dengan mengukur tekanan perfusi diastolik pada jaringan okular. Tekanan perfusi diastolik pada mata dapat dihitung dengan cara: tekanan darah diastolik dikurangi dengan tekanan pada bola mata. Berdasarkan penelitian yang ada, tekanan perfusi diastolik yang rendah (kurang dari 55 mmhg) berhubungan dengan peningkatan progresifitas penyakit glaukoma (Fraser, et al., 1999). Patofisiologi hubungan tekanan darah dengan tekanan intraokuli belum diketahui secara pasti. Dikatakan bahwa ada korelasi positif antara tekanan darah sistolik dan tekanan intraokuli yang berhubungan dengan peningkatan tekanan

darah dan akan menyebabkan peningkatan ultrafiltrasi aqueous humor dan peningkatan tekanan arteri siliaris yang kemudian akan meningkatkan tekanan intraokuli (Deokule dan Weinreb, 2008).