STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB 1 PENDAHULUAN. besar perilaku seksual yaitu, Heteroseksual, Homoseksual dan Biseksual (Lis,

I. PENDAHULUAN. retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dukungan sosial merupakan keberadaan, kesediaan, keperdulian dari

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

PERSEPSI IBU MENOPAUSE TERHADAP AKTIVITAS SEKSUALITAS PADA MASA MENOPAUSE DI DESA JAGALAN KECAMATAN TAWANGMANGU KARANGANYAR

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 yang mulai dicanangkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan dan kelahiran anak adalah proses fisiologis, namun wanita

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Lhoksukon dan rumah pasien rawat jalan Puskesmas Lhoksukon.

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter

BAB I PENDAHULUAN. harus dilakukan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Salah satu tugas

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memungkinkan orang hidup lebih produktif baik sosial maupun ekonomi. Meningkatnya status

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Kecemasan merupakan reaksi terhadap stres yang. dialami sehari-hari (Ebert et al., 2000). Prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran besar dalam pelayanan kesehatan

LEBIH DEKAT & SEHAT DENGAN HYPNOTHERAPY *Oleh : Suci Riadi Prihantanto, CHt (Indigo Hypnosis & Hypnotherapy)

BAB I PENDAHULUAN. anak gadis terjadi antara umur 10 dan 16 tahun (Knight, 2009). Menstruasi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

DINAMIKA PSIKOLOGI PENDERITA DIABETES MELLITUS. Tri Rahayuningsih Rina Mulyati INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ketika era globalisasi menyebabkan informasi semakin mudah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Dimana seseorang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

BAB I PENDAHULUAN. (Maryam, 2008). Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki usia lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

Transkripsi:

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Psikologi Oleh Istar Yuliadi S300060004 PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS PSIKOLOGI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari tujuan hidup manusia adalah mendapatkan pasangan dan meresmikannya dalam sebuah ikatan perkawinan. Namun demikian dalam perkawinan akan banyak sekali di dapatkan konflik yang berasal dari berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah masalah disfungsi seksual dari salah satu pasangan. Di seluruh dunia pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 322 juta orang mengalami disfungsi seksual (Anurogo, 2008). Di Amerika, U.S. National Health dan Social Life Survey (dalam Shifren, 2007) mencatat sekitar 43,1 persen penduduknya mengalami beragam problem disfungsi seksual. Sebanyak 39 persen mengaku hasrat atau gairah menurun, 26 persen lainnya dilaporkan mengalami masalah dengan rangsangan, dan 21 persen di antaranya mengeluhkan soal pencapaian orgasme. Data resmi mengenai jumlah penderita disfungsi seksual di Indonesia belum ada, namun diperkirakan pada tahun 2004 bahwa 15 persen penduduk diatas usia 45 tahun, dari total 220 juta penduduk Indonesia mengalami disfungsi seksual (Kelana, 2008). Dikatakan juga oleh Anurogo (2008) bahwa 10 persen dari pria yang menikah di Indonesia mengalami masalah dengan kehidupan seksualnya, namun dari yang mengalami disfungsi seksual tersebut hanya 15 persen yang merasa perlu mendapatkan penanganan (Elvira, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya disfungsi seksual begitu akrab kita temukan dalam masyarakat kita, tetapi hanya sedikit yang merasa memerlukan pengobatan terhadap hal tersebut, 1

2 budaya malu dan anggapan bahwa disfungsi seksual adalah wajar di usia tua merupakan penyebabnya. Disfungsi seksual dinyatakan sebagai ketidakmampuan untuk menikmati secara penuh hubungan seks, yang terjadi pada salah satu atau lebih dari keseluruhan siklus respon seksual yang normal (Elvira, 2006). Sehingga disfungsi seksual dapat terjadi pada dorongan seksual, reaksi organ kelamin terhadap rangsang seksual, pada orgasme, maupun ejakulasi sebagai puncak reaksi seksual (Pangkahila, 2006). Dari sudut pandang psikologis, disfungsi seksual menyebabkan stres tersendiri bagi yang mengalaminya, walaupun stres itu sendiri juga salah satu pemicu disfungsi seksual, hal ini saling berkaitan (Shah et al., 2004). Disfungsi seksual dapat menimbulkan akibat tidak saja bagi yang mengalami sendiri, tetapi berakibat stres juga bagi pasangannya. Selanjutnya akibat buruk yang terjadi pada pasangan semakin memperburuk disfungsi seksual yang ada (Pangkahila, 2006). Stres sendiri bisa diartikan berbeda bagi tiap-tiap individu, sebagian individu mendefinisikan stres sebagai tekanan, desakan atau respon emosional. Definisi stres yang paling sering digunakan adalah definisi Lazarus dan Launier (Tanumidjojo et al., 2004) yang menitikberatkan pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Stres merupakan konsekuensi dari proses penilaian individu, yakni pengukuran apakah sumber daya yang dimilikinya cukup untuk menghadapi tuntutan dari lingkungan. Sumber stres dapat timbul dari berbagai aspek kehidupan, termasuk stresor dari masalah perkawinan yang berasal dari disfungsi seksual tersebut (Werner, 2007).

3 Perkawinan dihadapkan fakta bahwa frekuensi disfungsi seksual pada pria, terutama disfungsi ereksi, persentasenya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Terlebih disfungsi seksual pada usia tua yang terutama disebabkan oleh kelainan organik kompleks, sulit untuk disembuhkan (Grinion, 2005). Diungkapkan Marokoff (1993) bahwa faktor seperti stres, kepuasan seksual dan frekuensi hubungan seksual terkait dengan kebahagiaan di dalam perkawinan. Dari hasil penelitian Werner (2007) ditemukan bahwa laki-laki lebih tahan terhadap stresor perkawinan yang disebabkan disfungsi seksual pasangannya, daripada wanita. Secara psikologis wanita memang lebih rentan dalam menghadapi konflik marital dan stresor dalam perkawinan. Wanita diharapkan memiliki mekanisme pertahanan terhadap stres yang lebih baik atau biasa disebut dengan mekanisme coping (Bradbury, 2000). Coping adalah cara atau sistem untuk mengatasi masalah dalam usaha mengatasi stres. Coping bervariasi dari mulai yang maladaptive sampai yang bermanfaat. Mulai dari yang menghindari masalah, memproyeksikan pada orang lain, sampai cara pengatasan masalah yang rasional (Sundberg, Norman, et al., 2007). Pengarahan terhadap strategi coping yang positif akan memberi hasil yang positif pula pada perkawinan dan masalah dalam perkawinan, terutama yang berkaitan dengan disfungsi seksual dapat diatasi (Warner, 2007). Karena tujuan perkawinan tidak hanya berorientasi pada hubungan seksual, tetapi masih banyak aspek positif yang dapat memberikan kebahagiaan dalam perkawinan (Walgito, 2004). Strategi coping yang tepat dalam menghadapi masalah perkawinan, dapat

4 memberi kebahagiaan bagi diri kita sendiri dan keluarga (Sundberg, Norman, et al., 2007). Walaupun dalam mengarungi perkawinan kebutuhan seksual kurang terpenuhi karena adanya disfungsi seksual pada suami. Pengarahan terhadap strategi coping yang positif diharapkan akan mengatasi permasalahan yang ada dalam perkawinan, serta memberi hasil yang positif pada kehidupan perkawinan. Pada praktek pribadi peneliti sebagai dokter umum selama kurun waktu 3 bulan (September-November 2009), kunjungan pasien dengan keluhan permasalahan perkawinan banyak terjadi. Sebagai tambahan, peneliti memiliki sertifikasi telah lulus Pendidikan Intensif Seksologi (PIS) Tingkat Dasar Angkatan VII FK UDAYANA pada tahun 2006, dan Pendidikan Intensif Seksologi (PIS) Tingkat Lanjut (Advanced Level) Angkatan II FK UDAYANA pada tahun 2008. Diantara pasien yang pernah datang terdapat 5 pasien yang permasalahannya berkaitan dengan disfungsi seksual yang dialami suami. Pasien ini memiliki perekonomian yang mapan, telah memiliki anak, dan dengan tingkat pendidikan yang baik. Riwayat perkawinan dari kelima pasien tersebut awalnya normal-normal saja, riwayat kehidupan seksual dalam perkawinan berjalan dengan baik sebelumnya, dan telah memiliki anak. Namun dalam perjalanannya, perkawinan tersebut dihadapkan dengan keadaan suami yang mengalami disfungsi seksual, sehingga kebutuhan seksualnya tidak dapat terpenuhi. Kelima suami dari pasien mengalami disfungsi seksual yang diakibatkan oleh faktor organik, dengan perincian dua suami mengalami

5 disfungsi seksual akibat penyakit diabetes melitus dan tiga suami dari karena komplikasi dari metabolic syndrome. Diperberat dengan faktor usia, dimana hormon-hormon reproduksi telah menurun, disfungsi seksual yang dialami suami dari kelima pasien ini sangat sulit untuk disembuhkan. Stresor berat dari disfungsi seksual yang dialami suaminya dirasakan dampaknya pula oleh kelima pasien. Tetapi ada kesamaan sudut pandang dari kelima pasien dalam menghadapi disfungsi seksual dari sang suami, kelimanya memiliki motivasi untuk mempertahankan perkawinan, walaupun fungsi seksual dalam perkawinan tidak diperoleh lagi. Salah satu contoh kasus adalah A, seorang wanita 44 tahun, dengan pendidikan terakhir S2, suami 52 tahun dengan pendidikan terakhir S2, dan dengan penghasilan > 30 juta perbulan. Riwayat pernikahan telah dikaruniai 4 orang anak, dengan lama perkawinan 18 tahun. Pertama kali datang ke tempat praktek dengan keluhan gejala somatik berupa pusing dan perut sering melilit seperti sakit maag. Setelah dilakukan anamnesa keluhan dan pemeriksaan fisik, tidak didapatkan bukti yang mendukung keluhan gejala somatik tersebut. Sehingga dicurigai adanya masalah psikologis yang menimbulkan gangguan fisik. Kemudian dilakukan anamnesa mengenai aspek psikologis, adakah permasalahan yang sedang dihadapi pasien tersebut, dan ternyata didapatkan A merasa stress menghadapi permasalahan pada perkawinannya. Pasien menyatakan suaminya mengalami disfungsi seksual, yaitu disfungsi ereksi, sehingga kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan.

6 Ganguan psikologis, berupas stres, cemas atau gangguan psikologis yang lain, dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa gejala gangguan fisik, misalnya pusing, diare, gastritis, dan sulit tidur. Dan sering kali hal ini tidak diketahui (Antoni, Dean G. Cruess, et al., 2000). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk menggali konsep strategi coping untuk mempertahankan perkawinan pada wanita yang suaminya mengalami disfungsi seksual. Rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah strategi coping apa saja yang digunakan seorang istri untuk dapat mengatasi stresor dari kondisi suaminya yang mengalami disfungsi seksual, sehingga perkawinan dapat dipertahankan. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang faktorfaktor yang melatarbelakangi dan strategi coping yang dapat diterapkan untuk mempertahankan perkawinan. 2. Tujuan Khusus Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman tentang: a. Faktor-faktor yang melatarbelakangi wanita yang suaminya mengalami disfungsi seksual untuk mempertahankan perkawinannya. b. Strategi coping untuk mempertahankan perkawinan pada wanita yang suaminya mengalami disfungsi seksual.

7 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Diharapkan penelitian ini dapat menambah khasanah pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kajian psikologis klinis. 2. Manfaat praktis a. Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat membantu wanita untuk lebih memahami strategi coping akibat suaminya mengalami disfungsi seksual. b. Mengembangkan model teoritis untuk memahami cara penanganan terhadap stresor yang ada dalam perkawianan, sehingga perkawinan dapat dipertahankan. D. Keaslian Penelitian Penelitian tentang strategi coping telah banyak dilakukan di Indonesia. Salah satu contohnya adalah Putri dkk (2005) yang meneliti metode-metode dalam mengatasi stres akibat tsunami pada keluarga korban tsunami Aceh, menyebutkan bahwa coping terbaik menghadapi suatu masalah adalah dengan cognitive redefinition atau mengambil hikmah dari apa yang terjadi, menerima kenyataan yang ada dan merefleksikan emosi positif untuk menghadapinya; Pratiwi (2007) melakukan penelitian tentang hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental, hasilnya strategi active coping terbukti dapat menghadapi stres yang terjadi. Penelitian lainnya dilakukan Tama (2007) meneliti tentang stres dan coping stres pada penumpang bus umum reguler di Jakarta mendapatkan hasil bahwa disaat kedatangan bus umum reguler yang akan dinaiki subjek datang terlalu lama,

8 subjek melakukan coping stres terpusat pada masalah dengan cara seeking social support for instrumental reason yaitu mencari informasi dari orang lain, disamping mengatasi stres yang terpusat pada masalah, subjek juga mengatasi stresnya yang terpusat pada emosi (emotional focused coping) dengan cara positive reinterpretation and growth yaitu memandang kejadian yang membuat tidak nyaman sebagai sesuatu yang positif; Hastuti (2007) meneliti tentang stres dan coping stres pada dewasa muda yang menjalin hubungan percintaan jarak jauh, hasilnya hubungan percintaan jarak jauh itu bener-benar dapat menimbulkan stres yang cukup tinggi, hal ini dapat terlihat dari gejala-gejala yang timbul pada diri subjek seperti; sulit tidur dimalam hari, sakit kepala, dan sebagainya, strategi coping yang dilakukan antara lain menjaga komunikasi, berpikir positif, baercerita pada orang terdekat dan memperbanyak beribadah. Ambarwati (2007) meneliti gambaran trait kepribadian, kecemasan dan stres, serta strategi coping pada penderita dyspepsia fungsional mendapatkan hasil bahwa emotional focus coping dan problem focus coping digunakan oleh para pasien untuk mengatasi dyspepsia fungsional tersebut. Berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti tersebut, penelitian yang penulis lakukan ini lebih terfokus efek stres dari disfungsi seksual yang dialami suami dan strategi coping untuk mempertahankan perkawinan pada wanita yang suaminya mengalami disfungsi seksual.