BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2010 di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah, dan Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,, Medan. 2.2 Deskripsi Area Danau Lut Tawar merupakan sebuah danau yang terletak di dataran tinggi Gayo, Kecamatan Lut Tawar, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Luasnya kira-kira 5.472 Ha dengan panjang 17 Km dan lebar 3,219 Km. Salah satu potensi Danau Laut Tawar ini merupakan objek wisata alam yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara, danau ini juga menjadi sumber air yang dimanfaatkan tidak hanya oleh masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, namun juga oleh masyarakat di Kabupaten-kabupaten lainnya. 2.2.1 Stasiun 1 Stasiun ini berada di Desa Toweran Tua yang secara geografis terletak pada titik 4 0 36 01,8 LU dan 96 0 54 16,3 BT. Lokasi ini merupakan daerah kontrol, dimana pada daerah ini tidak ditemukan adanya aktifitas masyarakat, seperti terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1. Foto Areal/Stasiun Penelitian pada Lokasi 1 2.2.2 Stasiun 2 Stasiun ini berada di Desa Toweran Uken yang secara geografis terletak pada titik 4 0 36 19,4 LU dan 96 0 51 37,2 BT. Lokasi ini merupakan daerah dermaga dekat dengan pemukiman penduduk, dan keramba ikan, seperti terlihat pada Gambar 2.2 di bawah ini. Gambar 2.2. Foto Areal/Stasiun Penelitian pada Lokasi 2
2.2.3 Stasiun 3 Stasiun ini berada di Desa Bale yang secara geografis terletak pada titik 4 0 37 04,6 LU dan 96 0 51 37,2 BT. Lokasi ini merupakan daerah keluaran air danau yakni sungai pesuangan, daerah pemukiman, dan daerah tempat lalu lintas perahu, seperti terlihat pada Gambar 2.3 di bawah ini. Gambar 2.3. Foto Areal/Stasiun Penelitian pada Lokasi 3 2.3 Metode Penelitian Dalam penelitian ini penentuan titik sampling dilakukan dengan metode Purposive Random Sampling, yaitu pada 3 (tiga) stasiun penelitian. Pada masingmasing stasiun dilakukan 4 (tiga) ulangan pada kedalaman yang berbeda, yaitu pada kedalaman 0 m (permukaa air danau), kedalaman 3 m, kedalaman 6 m (batas penetrasi cahaya) dan kedalaman 9 m (dibawah batas penetrasi cahaya). 2.4 Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pada permukaan (0 meter) dilakukan dengan mengambil sampel air menggunakan ember bervolume 5 liter, kemudian dituangkan kedalam plankton-net. Hal ini dilakukan sebanyak 5 kali sehingga volume air yang disaring ke
plankto-net berkisar 25 liter. Sampel air yang tertampung di dalam bucket pada plankton-net kemudian dituang kedalam botol film, selanjutnya ditetesi lugol sebanyak 3 tetes untuk pengawetan, dan diberi label. Pengambilan sampel pada kedalaman 3 meter, 6 meter dan 9 meter dilakukan dengan memasukkan lamnot kedalam badan perairan pada masing-masing kedalaman, kemudian lamnot ditarik kembali dan sampel air yang tertampung di dalam lamnot dituang kedalam ember. Pengambilan air pada masing-masing kedalaman dilakukan sampai ember 5 liter penuh. Kemudian sampel air yang terdapat didalam ember disaring kedalam plankton-net. Hal ini dilakukan sebanyak 5 kali sehingga volume air yang disaring ke plankton-net sebanyak 25 liter dan sampel yang tertampung dalam bucket pada plankton-net dituang kedalam botol film, dan diberi lugol sebanyak 3 tetes untuk pengawetan dan diberi label. Selanjutnya sampel plankton yang didapatkan di bawa ke Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Medan untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan menurut Edmondson (1963), Bold & Wyne (1985), Pennak (1978) dan Streble Krauter (1988). 2.5 Pengukuran Parameter Fisik dan Kimia Perairan Pengukuran parameter fisik dan kimia lingkungan ada yang dilakukan langsung di lapangan (in situ), seperti : temperatur air, penetrasi cahaya, intensitas cahaya, ph, DO awal, dan kejenuhan oksigen, dan ada yang dilakukan di laboratorium (ex situ), seperti : BOD 5, Kadar Nitrat dan Posfat, sebagai berikut : 2.5.1 Temperatur ( o C) Pengukuran temperatur air dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Diambil satu ember sampel air kemudian dimasukkan termometer kedalamnya. Lalu dibaca skala dari termometer tersebut dan dicatat.
2.5.2 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan metode winkler dengan menggunakan reagen-reagen kimia yaitu MnSO 4, KOHKI, H 2 SO 4, Na 2 S 2 O 3, dan amilum. Sampel air diambil dengan menggunakan botol winkler, kemudian di tambah 1 ml MnSO 4, dan 1 ml KOHKI lalu dikocok dan didiamkan sampai terbentuk endapan coklat atau endapan putih. Setelah itu, ditambahkan 1 ml H 2 SO 4, dikocok dan didiamkan sampai terbentuk larutan coklat. Kemudian dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,00125 N sampai terbentuk larutan kuning pucat. Lalu ditambahkan amilum 3-5 tetes sampai terbentuk larutan biru. Setelah itu, dititrasi dengan Na 2 S 2 O 3 0,00125 N sampai terbentuk larutan bening. Dihitung volume Na 2 S 2 O 3 0,00125 N yang digunakan (Lampiran B). 2.5.3 BOD 5 (Biochemical Oxygen Demand) Pengukuran BOD 5 dilakukan dengan Metoda Winkler. Sampel air yang diambil dari perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Kemudian, diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 0 C. Setelah 5 hari dihitung kadar BOD dengan cara yang sama seperti penghitungan kadar oksigen (DO). Kadar BOD 5 dihitung dengan cara mengurangkan DO awal dengan DO akhir, bagan kerja terlampir. Pengukuran BOD dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Medan (Lampiran C). 2.5.4 Penetrasi Cahaya Penetrasi Cahaya diukur dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping sechii antara terlihat dengan tidak, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air. 2.5.5 Intensitas Cahaya Intensitas Cahaya diukur dengan menggunakan luxmeter. Diletakkan sensor cahaya pada luxmeter di tempat yang dianggap memiliki cahaya matahari yang
maksimal, lalu di tunggu angka pada luxmeter sampai stabil. Lalu dibaca nilainya dan dicatat. 2.5.6 ph (Derajad Keasaman) Pengukuran ph air dilakukan dengan menggunakan ph meter. Diambil satu ember sampel air kemudian dimasukkan ph meter kedalamnya. Lalu dibaca nilainya dan dicatat. 2.5.7 Kandungan Nitrat dan Fosfat Pengukuran kandungan nitrat dan fosfat dilakukan dengan metode Spektrofotometer, bagan kerja terlampir (lampiran D dan E). 2.5.8 Kejenuhan Oksigen Nilai kejenuhan oksigen (%) (Lampiran E) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : O ( u) Kejenuhan (%) = O ( t) 2 x 2 100% O 2 (u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l) O 2 (t) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) Sesuai dengan besarnya suhu Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan No Parameter Fisik- Tempat Satuan Alat Kimia Pengukuran 1. Temperatur 0 C Termometer In-situ 2. Oksigen Terlarut (DO) mg/l Metoda Winkler In-situ 3. BOD 5 mg/l Metoda Winkler dan Inkubasi Ex-situ 4. Penetrasi Cahaya m Keping sechii In-situ 5. Intensitas Cahaya candela Luxmeter In-situ 6 ph ph meter In-situ 7. Kadar nitrat dan fosfat mg/l Spektrofotometer Ex-situ 8. Kejenuhan Oksigen % Metoda Winkler In-situ
2.6 Identifikasi Masing-masing sampel air (plankton) yang dibawa dari lapangan diambil dengan menggunakan pipet tetes, dan dimasukkan ke dalam Sedgewick Rafter, selanjutnya diamati dan dihitung jumlah individu masing-masing jenis di bawah mikroskop. Plankton yang diperoleh diidentifikasi dengan memperhatikan bentuk morfologinya. 2.7 Analisis Data Data plankton yang diperoleh dihitung nilai Kelimpahan populasi, Kelimpahan Relatif, Frekuensi Kehadiran, Indeks diversitas Shannon-Weinner, Indeks Ekuitabilitas (Krebs, 1985, hlm:522), (Suin, 2002, hlm: 175) dan analisa korelasi dengan persamaan sebagai berikut : 2.7.1 Kelimpahan Plankton (K) Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut Isnansetyo & Kurniatuty (1995), yaitu: N = T L x P p x V v x L W Keterangan: N = Jumlah plankton per liter (l) T = Luas penampang permukaan Haemocytometer (mm 2 ) L = Luas satu lapang pandang (mm 2 ) P = Jumlah plankter yang dicacah P = Jumlah lapang yang diamati V = Volume konsentrasi plankton pada buck et (ml) v = Volume konsentrat di bawah gelas penutup (ml) W = Volume air media yang disaring dengan plankton net (l)
Karena sebagian besar dari unsur-unsur rumus ini telah diketahui pada Haemocytometer, yaitu T = 196 mm 2 dan v = 0,0196 ml (19,6 mm 3 ) dan luas penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas satu lapang pandang (l) dengan jumlah lapang yang diamati. Sehingga rumusnya menjadi: PV N = ind. / l 0,0196 W 2.7.2 Kelimpahan Relatif (KR) K Suatu Spesies KR = x100% Total K 2.7.3 Frekuensi Kehadiran (FK) Jumlah Ulangan yang Ditempati suatu Spesies FK = x 100% JumlahTotal Ulangan dimana nilai FK : 0 25% = sangat jarang 25 50% = jarang 50 75% = sering > 75% = sangat sering 2.7.4 Indeks Diversitas Shannon Wiener (H ) H = pi ln pi dimana : H = indeks diversitas Shannon Wiener Pi = proporsi spesies ke i Ln = logaritma Nature Pi = ni / N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis) dimana nilai H : H < 2,302 = Keanekaragaman rendah 2,302< H <6,907 = Keanekaragaman sedang H > 6,907 = Keanekragaman tinggi
2.7.5 Indeks Equitabilitas (E) (E) = H ' H max dimana : H = indeks diversitas Shannon Wienner H max = keanekaragaman spesies maximum = ln S (dimana S banyaknya spesies) 2.7.6 Analisa Korelasi Pearson Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor fisik kimia perairan dengan nilai keanekaragaman (Indeks Diversitas). Uji korelasi tersebut dilakukan dengan metode komputerisasi menggunakan SPSS Ver.15 Menurut Sugiyono (2005), tingkat hubungan Nilai Indeks Korelasi dinyatakan sebagai berikut: Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00-0,199 Sangat rendah 0,20-0,399 Rendah 0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat 0,80-1,00 Sangat Kuat