Tinggalan Arkeologi di Pura Subak Bubunan Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar I Made Suwardika 1*, I Wayan Redig 2, Ida Bagus Sapta Jaya 3 [123] Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Udayana 1 [ msuwardika@gmail.com] 2 [redig_bali@yahoo.co.id] 3 [bagus-sapta@yahoo.com] * Corresponding Author Abstract Archaelogical remains contains many important values such as historical values, religious values and high aesthetic value and extremely valuable in an attempt to reconstruct the history of local and national history. In Bali, the archaeological remains is still functioned and sanctified as archaeological remains found in Subak Bubunan Temple, Sukawati Village, Sukawati Districts, Gianyar District. This study aims to determine the form and function of archaeological remains found in Subak Bubunan Temple, Sukawati Village, Sukawati Districts, Gianyar District. The author uses data collection methods such as observation, interviews and literature studies and data processing method through qualitative analysis, iconography, and contextual. Furthermore, theories applied as functional theory. Based on the analysis we can conclude that the form of archaeological remains in Subak Bubunan Temple namely: 1 statue of Ganesa has simple shape and distinct from the depiction of Ganesa in general. Furthermore, there is also 1 fragments of the statue and some fragments of the building as 1 kemuncak and 3 umpak. Archaelogical remains in Subak Bubunan Temple when viewed from its function in the past has experienced a shift function. The local community is still sanctify archaeological remains as a worship tool to ask for safety and protection from harm, as well as the success of the crops of famers. Keywords: archaeological remains, subak bubunan temple, function 1. Latar Belakang Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari masa lampau dengan tujuan untuk merekonstruksi kehidupan manusia dengan segala aspeknya. Dengan demikian arkeologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian kepada hal ikhwal perbuatan manusia di masa lalu, yang dapat disusun kembali melalui hasil-hasil budayanya yang sampai kepada kita. Menyusun kembali sejarah kehidupan manusia masa lampau 86
memerlukan data, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang diantaranya adalah tinggalan arkeologi (Setiawan, 1996: 1). Dewasa ini, penelitian dalam bidang ilmu arkeologi di Bali sudah semakin berkembang. Para arkeolog berusaha merekontruksi sejarah kebudayaan, menyusun kembali cara-cara hidup manusia masa lampau, serta berusaha mengetahui proses dan memahami proses perubahan budaya tersebut. Mengingat bahwa di Bali banyak ditemukan tinggalan-tinggalan arkeologi yang memiliki nilai penting. Selain merupakan jati diri atau identitas dari suatu kelompok etnik ataupun bangsa, tinggalan arkeologi juga mempunyai nilai dan makna simbolik, informatif, estetik, dan ekonomi (Ardika, 2007:9). Tinggalan arkeologi tidak hanya menyajikan sejarah seni, namun dapat juga memberikan petunjuk tentang adanya hubungan politik, agama, perdagangan, dan lainnya. Hal tersebut dapat diketahui dari hasil kebudayaan manusia yang berupa bendabenda perwujudan nyata dari berbagai aktivitas dan ide-ide (gagasan) pada masa lampau (Sedyawati, 1977: 214). Mengingat tinggalan arkeologi yang banyak mengandung nilai religi dan estetika yang tinggi serta sangat besar nilainya dalam usaha untuk merekontruksi sejarah baik itu sejarah lokal maupun sejarah nasional, maka penulis tertarik untuk mengkaji terkait dengan tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Tinggalan-tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan ditemukan pada tahun 2014 yaitu saat tumbangnya sebuah pohon beringin besar di tengah-tengah sawah yang dikenal sangat angker oleh masyarakat setempat. Tinggalan arkeologi di pura tersebut memiliki keunikan tersendiri seperti arca Ganesa yang bentuknya berbeda dengan arca Ganesa pada umumnya yakni berbentuk sederhana tanpa hiasan, bertangan dua dengan sikap kakibersila. Terdapat juga tinggalan arkeologi berupa fragmen arca, fragmen-fragmen bangunan seperti: umpak/penyangga bangunan dan kemuncak. Tinggalan arkeologi tersebut sangat disakralkan oleh masyarakat desa Sukawati, dan tempat ditemukannya tinggalan arkeologi tersebut sekarang disebut Pura Subak Bubunan. 2. Pokok Permasalahan 87
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimana bentuk tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan? b. Apakah fungsi tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan? 3. Tujuan Penelitian Tujuaan umum dari penelitian ini adalah mencoba merekontruksi sejarah kebudayaan khususnya sejarah lokal kehidupan masyarakat masa lampau melalui tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan. Secara khusus tujuan penelitian ini untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan diatas,yaitu untuk mendeskripsikan bentuk dan mengetahui fungsi tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. 4. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pertama pengumpulan data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Data-data tersebut dapat bersumber dari naskah, wawancara, catatan lapangan, maupun sebuah dokumen yang kemudian dideskripsikan, dirangkai, serta disusun secara sistematis sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas dari suatu permasalahan yang akan diteliti. Data yang telah terkumpul selanjutnya dikembangkan dengan menggunakan teori fungsional. Penggunaan teori dalam pengembangan data juga didukung dengan beberapa analisis yakni analisis kualitatif, ikonografi, dan kontekstual sehingga memudahkan penulis dalam mengkaji dan memecahkan permasalahan penelitian. 5. Hasil dan Pembahasan Tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan yakni 1 arca Ganesa, 1 fragmen arca, serta fragmen-fragmen bangunan berupa 3 umpak dan 1 kemuncak. Tinggalan yang berupa arca Ganesa di Pura Subak Bubunan berbeda dengan arca Ganesa pada umumnya, apabila ditinjau dari sikap duduk dan hiasan pada arca. Arca Ganesa di Pura Subak Bubunan diwujudkan dalam bentuk sederhana, naturalis, polos, tanpa hiasan, serta berkapala gundul. Digambarkan dengan wujud manusia berkepala 88
gajah, tambun, dan perut buncit. Arca ini tidak berisi hiasan pada bagian kepala, tubuh, dan kaki seperti hiasan mahkota, ikat dada (upawita), ikat perut (udhara bandha), kain, ikat pinggang (makhala), gelang tangan (kankana). Sikap duduk bersila (swastikasana) dengan kedua kaki terletak menempel erat pada kedua lutut, yang merupakan ciri khusus dari arca ini yang berbeda dengan penggambaran arca Ganesa pada umumnya. Kedua tangan ditekuk ke depan di atas paha, telapak tangan kiri memegang belalai, dan tangan kanan seperti memegang sesuatu yang biasanya gading tetapi tidak jelas karena kondisinya aus. Arca ini digambarkan duduk di atas lapik tanpa hiasan. Raut wajahnya telah aus, hanya terlihat sosok kepala dengan belalai sebagai ciri utama, bahwa tokoh yang diarcakan adalah Ganesa. Bagian permukaan wajah seperti mata, raut kening, mulut, taring tidak terlihat karena aus. Terkait dengan perbedaan dalam penggambaran arca tersebut dianggap sebagai kreativitas dan daya mental untuk menggambarkan konsep-konsep keagamaan serta wujud visual dari pemahatnya, meskipun pada beberapa bagiannya yang tetap terikat dalam suatu tradisi dan aturan dalam penciptaan arca (Sedyawati, 2009: 62). Selanjutnya, mengenai fragmen arca yang tidak dapat dianalisis lebih lanjut mengingat kondisinya telah pecah dan patah, fragmen-fragmen bangunan berupa umpak/penyangga tiang bangunan bentuknya bulat memanjang ke atas dan pada bagian ujungnya terdapat lubang, serta terdapat kemuncak berbentuk persegi yang atasnya terdapat bulatan. Fungsi tinggalan arkeologi di Pura Subak Bubunan yakni apabila ditinjau dari masing-masing tinggalan berupa arca Ganesa dan fragmen bangunan, sudah tentu memiliki fungsi yang berbeda pada masa lampau.sumber-sumber pustaka yang menyebutkan asal-usul Ganesa, terdapat sumber yang menyebutkan bahwa Ganesa diciptakan oleh Siwa, Parwati atau keduanya. Terdapat juga sumber yang menyebutkan bahwa Ganesa adalah bentuk asli dari Krisna. Kitab Siwa Purana menceritakan bahwa dengan kekuatannya Parwati menciptakan seorang pengawal yang bernama Vignesvara. Diceritakan pada suatu hari ketika Siwa ingin bertemu dengan Parwati, Siwa dihalangi oleh Vignesvara yang sebelumnya telah menerima pesan dari Parwati agar siapapun tidak diperbolehkan mengganggunya, sedangkan Vignesvara dan Siwa tidak saling kenal. Siwa yang merasa dihalangi merasa sangat marah sehingga terjadi pertempuran. 89
Siwa yang mendapat bantuan dari dewa-dewa lainnya ternyata kalah dalam pertempuran tersebut, sehingga Wisnu datang untuk membantu dan berhasil memenggal kepala Vignesvara. Mengetahui pengawal yang diciptakannya kalah, Parwati yang sangat marah kemudian menciptakan banyak dewi-dewi untuk menghadapi para dewa tersebut. Narada yang melihat kejadian tersebut lalu turun untuk mendamaikan kedua belah pihak. Parwati bersedia untuk berdamai dengan syarat, Vignesvara agar dihidupkan kembali. Siwa yang menyanggupi syarat tersebut kemudian memerintahkan seorang dewa untuk memenggal kepala makhluk yang pertama ditemuinya, dan kebetulan yang pertama dijumpai adalah seekor gajah, maka dipenggalnya kepala gajah tersebut lalu disambungkan pada tubuh Vignesvara yang tanpa kepala itu. Nama Ekadanta diberikan karena kepala gajah yang telah dipenggal tersebut hanya bertaring satu (Maulana, 1984: 76-77). Ganesa dikenal sebagai dewa ilmu pengetahuan, kebijaksanaan, kesuburan, dan penghancur segala rintangan. Oleh karena itu, Ganesa di puja di banyak tempat. Sebagai dewa ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Ganesa dipuja sebagai istadewata oleh banyak orang. Ganesa dihubungkan dengan sifat gana sebagai wighna-ghna yang berarti pengganggu-gangguan, jadi Ganesa difungsikan sebagai pembasmi dari segala yang akan mengganggu. Ganesa biasanya diletakkan pada tempat-tempat dimana terdapat bahaya dengan tujuan untuk melawan rintangan yang bersifat magis, seperti penyeberangan sungai, lereng-lereng yang berbahaya, sumber uap belerang, dan lembah-lembah angker (Goris, 1974: 27). Selanjutnya, mengenai fungsi fragmenfragmen bangunan di Pura Subak Bubunan yang berupa kemuncak dan umpak memiliki fungsi yang berbeda pada masa lampau. Kemuncak pada umumnya berfungsi sebagai hiasan yang terletak pada sudut-sudut atap suatu bangunan. Selanjutnya, umpak pada umumnya berfungsi sebagai tiang penyangga suatu bangunan. Fragmen bangunan yang terdapat di Pura Subak Bubunan jika dikaitkan dengan tinggalan arkeologi lainnya berupa arca Ganesa, kemungkinan bahwa pada masa lampau di tempat ini pernah berdiri suatu bangunan suci.hal tersebut didasarkan atas penggunaan arca oleh masyarakat masa lampau sebagai media pemujaan terhadap dewa yang dianutnya dengan menggunakan arca dewa. Pemujaan tersebut dilakukan pada sebuah candi 90
ataupun bangunan suci yang merupakan tempat berstananya para dewa, dan secara tidak langsung dapat diketahui bahwa arca tersebut pada masa lampau diletakkan pada sebuah candi atau bangunan suci. Tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan mengalami pergeseran fungsi, yakni pada saat ini tinggalan tersebut difungsikan sebagai pemujaan untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari marabahaya, serta keberhasilan hasil panen para petani. Menurut tokoh masyarakat Sukawati, I Nyoman Pudja Antara (Wawancara, 25 April 2016), setiap pujawali di Pura Dalem Gede Sukawati, masyarakat juga menghaturkan sesajen pada tinggalan arkeologi yang tersimpan di Pura Subak Bubunan dengan tujuan agar pujawali berjalan dengan lancar. Pura Dalem adalah tempat pemujaan Siwa dan Parwati yang merupakan ayah dan ibu dari Ganesa, yang ketiganya berhubungan juga terkait dengan keamanan desa. Bagi masyarakat Bali umumnya, salah satu fungsi Pura Dalem yaitu sebagai tempat untuk memohon keselamatan desa, demikian juga dalam berbagai acara yang diselenggarakan masyarakat. Hal ini mengingatkan kita kepada cerita-cerita mengenai fungsi Ganesa sebagai Dewa Pertama yang harus dipuja sebelum memuja Dewa Utama, yaitu Siwa dan sakti-nya. Pura Subak Bubunan merupakan pura yang difungsikan oleh warga subak atau masyarakat yang bergerak di bidang pertanian untuk memohon kesuburan. Menurut tokoh masyarakat Sukawati, tinggalan arkeologi yang disimpan di Pura Subak Bubunan dijadikan media pemujaan untuk memohon keselamatan pertanian serta hasilnya, hal ini menunjukkan jika pura Subak dan arca Ganesa berkaitan dengan kesuburan. Setiap rainan seperti Purnama, Tilem dan Kajeng Kliwon, para petani setempat biasanya menghanturkan sesajen untuk memohon keselamatan. Selain itu, menurut penuturan salah satu petani I Wayan Duaja (Wawancara, 27 April 2016), setiap panen para petani menghaturkan sebagian hasil panennya sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih karena keberhasilan panennya. Hal ini terkait dengan fungsi Ganesa sebagai penguasa keberhasilan panen, penghalau hama tanaman, dan merupakan sosok teladan karena kebijaksanaan-nya untuk mencapai kemakmuran. 91
6. Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan penulis, memberi gambaran mengenai bentuk tinggalan arkeologi di Pura Subak Bubunan yakni ditinjau dari tinggalan arca Ganesa yang sangat sederhana/tanpa hiasan, sehingga berbeda dengan arca Ganesa pada umumnya. Arca Ganesa yang terdapat di Pura Subak Bubunan, selain bentuknya yang sederhana/tanpa hiasan, juga memiliki keunikan yakni bertangan dua dengan sikap kaki bersila (Swastikasana). Terdapat juga tinggalan berupa fragmen arca yang kondisinya telah pecah dan patah. Selain itu, terdapat juga tinggalan fragmen-fragmen bangunan yang berbentuk umpak/penyangga tiang bangunan dan kemuncak. Fungsi tinggalan arkeologi di Pura Subak Bubunan di tengah-tengah masyarakat Desa Sukawati yakni apabila ditinjau dari masing-masing tinggalan berupa arca Ganesa dan fragmen bangunan, sudah tentu memiliki fungsi yang berbeda pada masa lampau. Tinggalan arkeologi yang terdapat di Pura Subak Bubunan mengalami pergeseran fungsi, yakni pada saat ini tinggalan tersebut difungsikan sebagai pemujaan untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari marabahaya, serta keberhasilan hasil panen para petani. 7. Daftar Pustaka Ardika, I Wayan. 2007. Pusaka Budaya Pariwisata. Denpasar: Pustaka Larasan. Goris, R. 1974. Sekte-sekte di Bali. Jakarta: Bhratara. Maulana, Ratnaesih. 1984. Ikonografi Hindu. Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Sedyawati, Edi. 1977. Pemerincian Unsur dalam Analisa Arca. Pertemuan Ilmiah Arkeologi I (PIA), Hal: 208-203, Jakarta: Pusat penelitian Purbakala dan Nasional..2009. Ikonografi Hindu: Dari Sumber-Sumber Prosa Jawa Kuna, dalam Saiwa dan Bauddha di Masa Jawa Kuna. Hal: 35-72, Denpasar: Widya Dharma. Setiawan, I Ketut. 1996. Pengantar Arkeologi I. Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana. 92