PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN WADUK SECARA OPTIMAL DAN TERPADU

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2009 NOMOR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

L E M B A R A N D A E R A H

P E R A T U R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1985 TENTANG PERIKANAN [LN 1985/46, TLN 3299]

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

2 Kegiatan usaha perikanan, khususnya perikanan tangkap dan perikanan budidaya di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh Nelayan Kecil dan Pembudiday

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya perairan umum untuk aktivitas budidaya ikan air tawar menjadi sangat penting seiring

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: PER.15/MEN/2005 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI PERAIRAN UMUM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

Oleh. Firmansyah Gusasi

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM PENANGKAPAN DAN PENGUMPULAN GLASS ELL (SIDAT) DI MUARA SUNGAI CIMANDIRI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN WADUK SECARA OPTIMAL DAN TERPADU RAHMAWATY, S. Hut., MSi. Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanfaatan sumberdaya alam secara luas dan efisien merupakan tuntunan dalam pembangunan nasional. Keperluan akan sumberdaya air terus menerus meningkat baik ditujukan bagi pengairan, keperluan umum dan pemukiman, pengembangan industri, pembangkit tenaga, perikanan, perhubungan, pariwisata maupun maksud lainnya. Upaya pembendungan DAS, genangan atau bentuk sumberdaya air lainnya telah banyak dilakukan dalam rangka memenuhi keperluan air dan tenaganya, untuk itu dibentuk waduk (reservoir/man made lakes). Pembuatan waduk melalui pembendungan aliran sungai pada hakekatnya akan merubah ekosistem sungai dan daratan menjadi ekosistem waduk. Perubahan ini akan mempunyai dampak, baik positif maupun negatif terhadap sumberdaya dan lingkungannya. Dampak positif maupun negatif yang ditimbulkna adalah sesuai dengan fungsi waduk tersebut, sedangkan dampak negatif dan permasalahan yang paling menonjol adalah pemukiman kembali penduduk asal kawasan yang digenangi, pengadaan lapangan kerja, hilangnya daratan, hutan, perkebunan, dan sumberdaya lainnya termasuk flora, fauna serta dampak ekologi yang merugikan lainnya baru akan terasa dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, maka pembangunan waduk perlu dinilai dan dikaji dengan memperhitungkan arti dan peran pentingnya bagi pembangunan ekonomi dan kemudian memantapkan cara dan teknik pengelolaan sumberdaya perairan waduk agar diperoleh hasil optimal dengan meminimalkan efek atau dampak negatif yang tidak diinginkan. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya suatu kajian untuk membahas masalah mengenai pengelolaan sumberdaya perairan waduk secara optimal dan terpadu, untuk mendukung suatu program pengelolaan yang efektif guna menjamin produksi ikan yang optimum dan berkelanjutan dengan tidak mengabaikan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat di sekitarnya, yang akan dibahas dalam tulisan ini. II. KERANGKA PEMIKIRAN Menurut Krismono (1995), luas perairan danau dan waduk di Indonesia adalah 2,6 juta hektar. Pengelolaan perikanan di perairan waduk penting dan perlu dikembangkan karena sumberdaya alam perikanan akan merupakan sumberdaya hayati pengganti dari lahan daratan yang digenangi. Pola produktivitas perikanan di waduk dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: tipe waduk, kesuburan, dan pengelolaan perikanan. Pada tahap awal penggenangan waduk akan terjadi

peningkatan produktivitas perikanan dan mencapai maksimum dalam beberapa tahun. Beberapa tahun kemudian, produksi akan menurun dengan cepat sampai kira-kira setengahnya. Pola ini merupakan ciri khusus dari tipe waduk yang dalam dan berlereng curam. Pada waduk ukuran besar dan dangkal, pola produktivitas perikanannya tidak menurun tajam setelah terjadi peningkatan produksi pada tahap awal, produktivitasnya hanya berfluktuasi kecil dan berada sekitar produksi tertinggi. Pengelolaan perikanan perlu memperhitungkan interaksi antara perikanan tangkap dan perikanan budidaya, antara jenis teknologi yang digunakan, antara kelompok sosial-ekonomi yang berkepentingan, dan antara badan-badan atau sektor-sektor yang terkait dalam pengelolaan dan pemanfaatan waduk. Tujuan dari pengelolaan perikanan di waduk adalah meningkatkan dan mempertahankan produksi dalam keadaan yang mantap, yaitu mendekati tingkat produktivitas yang optimum dan melestarikan lingkungan sumberdaya perikanan. Tujuan dan sasaran-sasaran yang akan dicapai hendaknya disesuaikan dengan arah pembangunan nasional dan kepentingan masyarakat setempat, terutama yang berdiam di sekitar waduk. Pelaksanaan pengelolaan perikanan yang utama adalah meratakan gejala fluktuasi populasi ikan dan meningkatkan hasil perikanan. Pelaksanaan tersebut dapat ditempuh melalui modifikasi lingkungan, pengembangan pengaturan dan pengendalian, introduksi budidaya ikan di waduk dan di wilayah sekitarnya, serta penyuluhan untuk mengembangkan peran serta masyarakat dalammemanfaatkan dan mengelola wadak tersebut. Untuk mendukung suatu program pengelolaan yang efektif guna menjamin produksi ikan yang optimum dan berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan hidup terutama masyarakat di sekitar waduk, maka penulis mencoba menguraikan beberapa hal tentang pengelolaan sumberdaya perairan waduk secara optimal dan terpadu, melalui usaha pengelolaan perikanan tangkap, pengelolaan perikanan budidaya dan pengelolaan di bidang non perikanan. III. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN WADUK SECARA OPTIMAL III. 1. Perikanan Tangkap Pengelolaan perikanan tangkap meliputi berbagai kegiatan yang ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan. Dalam pengelolaan perikanan tangkap, diharapkan kesejahteraan hidup masyarakat dapat meningkat, khususnya yang berada di sekitar waduk dan mereka yang terkena pembangunan waduk, oleh sebab itu inventarisasi mengenai keinginan, harapan dan prefensi masyarakat perlu dilakukan (Kartamihardja, 1993). Hal-hal yang perlu diperhatikan agar dicapai tingkat pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan, adalah : A. Pengelolaan Habitat Pembendungan aliran sungai akan membentuk ekosistem baru yang sangat berlainan dengan ekosistem sungai. Sungai yang merupakan perairan mengalir sebagai habitat ikan sungai, akan mengalami perubahan menjadi perairan waduk dan mungkin hanya beberapa jenis ikan saja yang mampu menyesuaikan diri untuk hidup dan berkembangbiak dalam menyelesaikan daur hidupnya. 2002 digitized by USU digital library 2

Perairan waduk yang terbentuk mungkin hanya cocok sebagai daerah pertumbuhan, tetapi tidak sebagai daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan asli sungai, sehingga ikan tersebut hanya dapat tumbuh namun tidak dapat melanjutkan keturunannya. Oleh sebab itu, maka di dalam pengelolaan sumberdaya perairan waduk, salah satu hal yang penting untuk diperhatikan adalah kondisi habitat agar habitat baru tersebut sesuai bagi persyaratan perkembangan populasi ikan untuk menyelesaikan daur hidupnya. Agar produksi perikanan di perairan waduk meningkat dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka pengelola perikanan harus mampu memanipulasi dan memodifikasi habitat waduk sehingga sesuai dengan persyaratan yang diperlukan oleh populasi ikan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pembersihan tumbuhan sebelum waduk diairi, penyediaan daerah pemijahan dan jalur ikan, pengelolaan daerah hilir bendungan, dan pengendalian tanaman air. Terbentuknya suatu waduk berarti wilayah tersebut telah mengalami perubahan ekosistem, untuk itu perlu dibina dengan cara: 1. mengidentifikasi daerah tersebut menurut tingkat pemanfaatan sumberdaya, maka pemanfaatan bisa seperti pada daerah padat upaya atau daerah berkembang. 2. penebaran sebaiknya dilakukan setelah perairan tersebut stabil (setelah berumur 5 tahun) tetapi bila keadaan mendesak/tujuan politik bisa dilakukan sebelumnya. 3. pada daeran waduk sering dimanfaatkan oleh berbagai pihak dengan tujuan masing-masing, maka untuk pengelolaan perlu dilakukan secara terpadu dan didukung oleh peraturan-peraturan yang cukup memadai. 4. perlu usaha yang intensif sedini mungkin untuk mencegah terjadinya pendangkalan dan meluasnya gulma. 5. memperkenalkan dan mengembangkan usaha di bidang budidaya ikan. 6. memonitoring segala usaha tersebut secara terusmenerus untuk menjaga kelestarian sumber. B. Pengelolaan Populasi Ikan Perubahan ekosistem sungai menjadi ekosistem waduk akan berpengaruh terhadap populasi ikan. Pada awal penggenangan, siklus hidup ikan akan terganggu. Jenis ikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan waduk akan tumbuh dan berkembang biak serta biasanya merupakan ikan yang mendominasi. Sebaliknya, jenis ikan yang kurang atau tidak mampu beradaptasi, pada jangka panjang akan menghilang meskipun mungkin pada tahun pertama penggenangan jumlahnya melimpah. Ukuran populasi ikan ditentukan oleh laju peremajaan dan pertumbuhan. Apabila ketersediaan daerah pemijahan dan daerah makanan ikan terbatas maka ukuran populasi akan semakin menurun. Penurunan tersebut akan dipercepat dengan meningkatnya upaya penangkapan. Perikanan waduk bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan dan mempertahankan produksi tersebut pada tingkat produktivitas maksimumnya, oleh sebab itu maka pengelolaan populasi ikan harus ditujukan bagi tercapainya kondisi perairan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan populasi ikan yang diharapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka di dalam pengelolaan populasi ikan di waduk, harus mempertimbangkan kondisi lingkungan, faktor-faktor yang membatasi ukuran populasi dan tujuan serta sasaran perikanan waduk. Teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam pengelolaan populasi ikan untuk mencapai tingkat produksi ikan yang tinggi antara lain : pemberantasan jenis ikan yang tidak disukai, introduksi dan penebaran, pengaturan permukaan air dan pencegahan serta pengendalian hama penyakit dan parasit. 2002 digitized by USU digital library 3

C. Pengelolaan Penangkapan Pola usaha penangkapan ikan yang dikembangkan di suatu perairan waduk harus didasarkan pada pengetahuan tentang populasi ikan seperti formasi populasi, dinamika populasi, kelimpahan stok dan biomass, dan produksi maksimum lestari yang dapat dicapai. Usaha penangkapan diarahkan pada rasionalisasi pemanfaatan sumber yang optimal dengan memperhatikan kelestarian sumber. Dengan sasaran itu, maka pola pembinaan pengelolaan di daerah padat menurut Widana dan Martosubroto (1986) dilakukan dengan upaya sebagai berikut : 1. pembatasan upaya baik jumlah alat tangkap maupun musim penangkapan. 2. pembatasan ukuran mata jaring atau alat lain 3. membangun reservat baru dan meningkatkan fungsi reservat yang sudah ada, serta perlu adanya pengawasan terhadap kegiatan nelayan yang merugikan fungsi reservet tersebut dan perlu adanya penyuluhan tentang arti penting suatu reservat. 4. mengadakan penebaran yang harus ditunjang dengan penyediaan benih yang cukup dengan jalan meningkatkan fungsi BBI lokal. 5. mengingat perairan waduk merupakan peranan yang tertutup dan dibeberapa tempat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, maka pengelolaan harus dilaksanakan secara koordinatif dan terpadu dengan ditunjang oleh peraturan yang memadai. 6. diversivikasi usaha kebidang lain, terutama kebidang usaha budidaya diperairan waduk. 7. perlu penyuluhan yang intensif kepada masyarakat mengenai pentingnya kelestarian sumber. Teknik penangkapan yang diterapkan harus didasarkan pada teknologi tepat guna, yaitu teknologi yang sedarhana, mudah diterapkan, rancang bangunnya tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi, produktivitasnya tinggi tetapi tidak merusak sumberdaya perikanan. Sebagai contoh, di waduk Jatiluhur, penangkapan ikan dengan jaring insang menggunakan bahan pelampung yang terbuat dari styrofoam bekas, potongan kayu atau bambu. Jumlah, jenis dan tipe alat tangkap yang digunakan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya ikan dan daya pulih stok. Jenis alat tangkap yang umumnya banyak digunakan di perairan waduk adalah: jaring insang, rawei, jala, dan pancing. Penggunaan alat tangkap ikan yang menggunakan arus listrik, bahan peledak atau racun (bahan-bahan yang bersifat toksik) harus dilarang karena akan memusnahkan stok ikan mulai dari larva hingga dewasa, serta biota lainnya. Penggunaan alat tangkap yang sifatnya menguras stok ikan seperti pukat harimau harus dilarang sebab selain menangkap ikan tidak selektif, juga dapat merusak habitat biota dasar perairan. Pengendalian penangkapan ikan antara lain dapat dilakukan dengan cara: 1. Menetapkan daerah dan musim atau bulan larangan penangkapan ikan, yang bertujuan untuk memberi kesempatan ikan berkembang biak dan bertumbuh. 2. Pengaturan ukuran terkecil yang boleh ditangkap, yaitu dengan penetapan ukuran terkecil mata jaring insang dan ukuran mata pancing rawai yang boleh dipakai oleh nelayan. 3. Pengaturan upaya penagkapan, misalnya dengan mengatur jumlah nelayan dan atau unit alat tangkap. 4. Larangan penggunaan alat tangkap ikan yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya perikanan, misalnya larangan penggunaan bahan peledak dan bahan beracun berbahaya (B3), alat tangkap berarus listrik dan pukat harimau. 2002 digitized by USU digital library 4

III.2. Perikanan Budidaya A. Pengelolaan Budidaya Pengelolaan budidaya ikan harus ditujukan untuk mendapatkan produksi ikan optimal dengan tetap memperhatikan daya dukung dan kelestarian sumberdaya perairan. Prinsip dari budidaya ikan adalah pemeliharaan ikan pada kondisi perairan yang dapat dikendalikan lingkungannya. Waduk merupakan salah satu perairan umum yang mempunyai wilayah yang memenuhi syarat untuk budidaya ikan. Saat ini budidaya yang masih cocok untuk perairan waduk adalah pemeliharaan ikan dalam keramba jaring apung. Keramba jaring apung merupakan salah satu jenis usaha keramba yang dominan yang diusahakan oleh petani. Jika ditinjau dari segi ketersediaan sumberdaya pertanian, profitabilitas usaha dan pasar, terutama pasar ekspor, usaha keramba jaring apung mempunyai prospek untuk dikembangkan dan merupakan lapangan pekerjaan yang penting bagi masyarakat di sekitarnya. Ada indikasi bahwa usaha keramba jaring apung bersifat terintegrasi mulai dari penyediaan benih, usaha pembesaran ikan hingga pemasaran mempunyai profitabilitas yang lebih tinggi (Manurung, 1997). Lebih lanjut Manurung (1997), mengemukakan bahwa usaha budidaya keramba jaring apung relatif baru dikenal oleh petani Indonesia yakni sejak 1974. Usaha ini pada awalnya dicoba di waduk Jatiluhur oleh Lembaga Penelitian Perikanan Darat. Pemanfaatan waduk untuk usaha perikanan dengan keramba lebih berkembang di Jawa dibanding dengan daerah lain di Indonesia. Tujuan utama budidaya ikan adalah optimasi produksi ikan pada tingkat biaya yang minimum, oleh kerenanya setiap budidayawan harus tahu dan menguasai seluruh konsep sistem budidaya dan secara efektif dapat mengendalikan setiap tahapan operasional budidaya yang dimulai dari tahap pembuatan unit budidaya dan pemilihan lokasi untuk budidaya ikan meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi perairan, kemudahan jangkauan dan ketersediaan sarana dan prasarana, serta faktor keamanan. Menurut Krismono (1995) bila pada perairan waduk dan danau sudah ditentukan kawasan bididayanya, maka pemanfaatan zona budidaya perairan hasil penentuan tata ruang harus memperhatikan syarat-syarat atau catatan-catatan khusus tentang lingkungan sumberdaya perairan tersebut, yang meliputi: 1. luas zona budidaya, kedalaman, arus air, kecerahan dan tingkat tropik (daya dukung sumberdaya perairan) 2. Ketinggian, musim dan sifat khusus, misalnya umbalan. B. Operasional Budidaya Sebelum operasional budidaya dilakukan, perlu dibuatkan jadwal pelaksanaanya yang memuat semua kegiatan yang akan dilaksanakan mulai dari persiapan, pengadaan sarana, bahan dan peralatan, penebaran ikan, pemberian pakan, perawatan dan pengawasan, pemantauan stok ikan dan kualitas perairan sampai dengan panen dan distribusi. Apabila lokasi budidaya telah dipilih, fasilitas budidaya sudah lengkap tersedia dan wadah pemeliharaan sudah ditebari ikan, maka budidayawan ikan harus mempunyai keyakinan bahwa ikan yang dipelihara tumbuh dengan laju pertumbuhan yang diharapkan, kehilangan ikan baik yang disebabkan penyakiot, hama maupun lolos keluar jaring minimum, dilakukan pemeliharaan jaring secara rutin, pemberian pakan dilakukan secara efisien dan tepat, dan pengecekan stok ikan serta kualitas air dilakukan secara rutin selama pemeliharaan. 2002 digitized by USU digital library 5

Panen sebaiknya disesuaikan dengan rencana yang telah ditetapkan, ukuran ikan sesuai dengan permintaan dan tersedianya pasar serta produk yang dihasilkan sebaiknya memenuhi mutu terbaik dan higienis. IV. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN WADUK SECARA TERPADU Perencanaan pengelolaan perairan waduk secara terpadu merupakan salah satu alternatif bentuk pengelolaan yang diharapkan dapat dikembangkan dan diterapkan di waduk tersebut agar tercapai pemanfaatan sumberdaya perairan waduk secara optimum dan berkelanjutan dengan tetap mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat di sekitarnya. Ilyas dan Budihardjo (1995), mengemukaan bahwa bagi suatu perencanaan terpadu, sangat primer perlu difahami akan proses dan interaksi alami yang berlangsung, potensi yang tersedia, interaksi antara berbagai kepentingan, agar tidak menimbulkan kompetisi dalam pemanfaatan, yang mengakibatkan pada benturan yang menjurus pada tidak lestarinya sumberdaya dan menurunnya kondisi sosial ekonomi, tiadak berlanjutnya pembangunan. Menurut Krismono dan A. Krismono (1998), untuk menjaga kelestarian sumberdaya perairan dan kesinambungan usaha perikanan, maka perlu diperhatikan dan dipelajari beberapa hal, antara lain : 1. Jenis perairan, sehingga diketahui pola kelakuannya. 2. Letak tata ruang dari budidaya ikan diperairan waduk/danau karena pada danau vulkanik/tektonik, tempat terjadinya umbalan biasanya tidak total. 3. Musim, berdasarkan pengalaman, kematian pada waktu-waktu tertentu misalnya di perairan waduk pada saat awal musim hujan (pada air rendah), sehingga pada saat tersebut harus mengurangi jumlah pemeliharaan ikan. 4. daya dukung perairan umumnya pada saat air tinggi (Maret-Agustus) lebih tinggi, sehingga jumlah pemeliharaan ikan dapat lebih tinggi. Seperti kita ketahui bahwa perikanan merupakan fungsi sekunder dari pembangunan waduk, oleh karena itu, pengelolaan waduk secara terpadu, masyarakat yang tergusur dapat bekerja dalam kegiatan perikanan baik kegiatan di waduk itu sendiri, maupun kegiatan perikanan di sekitar waduk, terutama daerah yang mendapat sistem pengairan dari waduk tersebut. Pengembangan perikanan di waduk dapat memberikan kontribusi yang optimal jika diterapkan suatu bentuk atau pola pengelolaan perikanan yang rasional dan terpadu sesuai dengan fungsi waduk yang bersifat serbaguna (Kartamihardja, 1993). Pengelolaan sumberdaya perairan waduk secara terpadu yang bisa dilakukan di luar sektor perikanan, antara lain : 1. Pengelolaan sumber tenaga listrik (kawasan berbahaya); kawasan ini merupakan daerah tertutup untuk kepentingan umum. Pada kawasan ini pula dibentuk untuk melindungi instalasi penting dan bendungan utama. Arealnya biasanya ditentukan meliputi luasan dengan jarak 1 km dari titik tengah bendungan dan batasnya berupa pelampung dengan warna menyolok. 2. pengelolaan kawasan wisata dan olah raga; kawasan ini dimanfaatkan untuk rekreasi air (pariwisata) seperti perahu dayung, pemancingan, ski air, dan lain-lain. 3. Pengelolaan kawasan yang dilindungi; kawasan ini juga merupakan kawasan yang tertutup bagi kegiatan perikanan dan kegiatan lain yang dapat 2002 digitized by USU digital library 6

mengganggu kelestarian populasi ikan. Kawasan ini dapat merupakan daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground) sehngga memungkinkan perlindungan bagi induk-induk ikan untuk berkembang biak dan mengasuh anaknya. Kawasan ini perlu ditinjau ketepatannya secara berkala, sebab mungkin saja perubahan ekologis waduk telah merubah pola kebiasaan hidup ikan. Pengelolaan perairan waduk sebagai salah satu sumberdaya alam, untuk keperluan lain di luar perikanan, diarahkan untuk menjaga keserasian antara kegiatan-kegiatan manusia dan pembinaan mutu lingkungannya. Sebagai modal dasar, sumberdaya alam harus dimanfaatkan sepenuhnya tetapi dengan cara-cara yang tidak merusak (Sarnita, 1986). V. KESIMPULAN Sebagai konsekuensi adanya pembendungan aliran sungai untuk membentuk suatu waduk yang dapat merubah ekosistem sungai dan daratan menjadi ekosistem waduk, akan menimbulkan dampak positif maupun negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan. Sehingga diperlukan pembinaan waduk secara optimal dan terpadu. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tingkat pemanfaatan optimal dan berkelanjutan, antara lain: pengelolaan habitat, pengelolaan populasi ikan, pengelolaan penangkapan, pengelolaan budidaya dan operasional budidaya. Di samping itu, perlunya kita menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan kesinambungan usaha perikanan, dengan memperhatikan hal-hal seperti: jenis perairan, letak tata ruang dari budidaya ikan di perairan waduk/danau, musim, serta daya dukung perairan. Pengelolaan sumberdaya waduk secara optimal dapat dilakukan melalui usaha-usaha di bidang sektor perikanan, seperi perikanan tangkap dan budidaya, sedangkan pengelolaan sumberdaya waduk secara terpadu, dilakukan dengan cara pengelolaan di luar sektor perikanan, yang dilakukan untuk mendukung suatu program pengelolaan yang efektif guna menjamin produksi ikan yang optimum dan berkelanjutan dengan tidak mengabaikan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat di sekitarnya. 2002 digitized by USU digital library 7

DAFTAR PUSTAKA Ilyas, S., Budihardjo. 1995. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Posisi Kunci dalam Pembangunan Perikanan. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I Tanggal 25 27 Agustus 1993. Jakarta. Kartamihardja, E.S. 1993. Perencanaan Pengelolaan Perikanan Terpadu di Waduk Kedungumbo, Jawa Tengah. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I Tanggal 25 27 Agustus 1993. Jakarta. Krismono dan A. Krismono. 1998. Mengapa Ikan dalam Keramba Jaring Apung di Danau dan di Waduk Mati. Warta Penelitian Perairan Indonesia. Vol. IV No. I. Jakarta. Krismono, 1995. Penataan Ruang Perairan Umum untuk Mendukung Agribisnis dan Agroindustri. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I Tanggal 25-27 Agustus 1995. Jakarta. Manurung, V.T. 1997. Status dan Prospek Budidaya Ikan dengan Keramba Jaring Apung di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. XVI. No. I. Sarnita, A. 1986. Perairan Umum di Indonesia sebagai salah satu Sumberdaya Alam. Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum. Tanggal 1 September 1986. Jakarta. Widana, K., P. Martosubroto. 1986. Pengelolaan Perikanan Perairan Umum dan Masalahnya. Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum. Tanggal 1 September 1986. Jakarta. 2002 digitized by USU digital library 8