BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk Indonesia tahun , BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS Pada Penduduk Usia Muda. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. ini memungkinkan terjadinya peralihan lingkungan, dari lingkungan sekolah

Situasi HIV & AIDS di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu kala lebih menitik beratkan kepada upaya kuratif, sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN sebanyak 1,1 juta orang (WHO, 2015). menurut golongan umur terbanyak adalah umur tahun dengan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ialah virus yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil data dari United Nations Children s Fund (UNICEF) (2005), penduduk usia15-24 tahun karena HIV (Human Immunodeficiency Virus)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV (Human Imunodeficiency Virus) merupakan penyebab penyakit yang di

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. populasi yang terbesar dari penduduk dunia. Sekitar seperlima penduduk dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB I PENDAHULUAN Pada Januari hingga September 2011 terdapat penambahan kasus sebanyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan populasi terbesar di Indonesia, berdasarkan data sensus penduduk jumlah remaja 10-24 tahun mencapai 64 juta pada tahun 2010 atau 28,64% dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa (Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia tahun 2000-2025, BPS, BAPPENAS, UNFPA, 2005). Jumlah remaja yang besar berada pada masa transisi kehidupan dari masa anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Oleh karena itu remaja memiliki tugas perkembangan yang tidak mudah. Mereka harus mendapatkan identitas diri yang positif agar dapat berkembang sebagai dewasa muda yang sehat dan produktif (Monks, 2002). Menurut Darajat (1995), pada masa perkembangan remaja akan mengalami beberapa konflikkonflik diri diantaranya, kebutuhan untuk mengendalikan diri, kebutuhan untuk bebas merdeka, kebutuhan akan ketergantungan kepada orang tua, kebutuhan seks, perkembangan seks, ketentuan agama dan nilai-nilai sosial serta tantangan menghadapi masa depan. Status remaja yang tidak selalu mendapatkan pantauan dari orang tua memberikan kesempatan untuk remaja bertindak tanpa pengawasan yang baik, sementara remaja membutuhkan bimbingan orang dewasa agar energinya tersalurkan kepada hal-hal yang positif. Secara sosial dalam perkembangannya remaja sangat

rentan terhadap pengaruh lingkungan, lingkungan sosial dan budaya yang negatif merupakan faktor risiko bagi remaja untuk terjebak dalam perilaku yang berisiko seperti HIV/AIDS yang berdampak terhadap kondisi kesehatannya (Darajat, 1995). Penyakit AIDS belum banyak dikenal baik, sehingga hal ini semakin memicu penambahan jumlah penderitanya. HIV/AIDS merupakan virus dan penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status dan tingkat sosial. Namun ada kecenderungan besar penyakit ini menimpa kelompok masyarakat yang energik dan produktif dalam beraktivitas dimana termasuk di dalamnya adalah remaja. Remaja adalah kelompok yang rentan tertular HIV/AIDS karena pola hidupnya yang relatif bebas sehingga memungkinkannya melakukan hubungan seks pranikah dimana cara penularan HIV/AIDS paling sering adalah melalui hubungan seksual yang tidak aman (K4health, 2012). Menurut laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) tahun 2010, di seluruh dunia setengah dari semua infeksi HIV baru dialami remaja berusia 15-24 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa sejumlah besar remaja aktif secara seksual pada usia dini, tidak monogami, dan tidak menggunakan kondom secara teratur. Selain itu, eksperimen dengan narkoba (obat-obat terlarang), termasuk lewat suntikan sering juga menjadikan remaja rentan terhadap infeksi HIV. Remaja pinggiran yang termasuk anak jalanan, pengungsi, dan migran khususnya berisiko bila mereka disisihkan dari pelayanan kesehatan, terekspos seks berisiko (apakah untuk mendapatkan makanan, perlindungan, uang atau sebagai akibat dari tindak kekerasan) dan untuk menggunakan obat-obat terlarang (KPA, 2010).

Permasalahan HIV/AIDS pada remaja berdasarkan survey, bahwa 57,8% kasus AIDS berasal dari kelompok umur 15-29 tahun, mengindikasikan bahwa mereka tertular HIV pada umur yang masih sangat muda, sampai dengan bulan Maret 2010 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka tersebut adalah remaja. Hingga akhir Juni 2011 tercatat 26.483 kasus AIDS di Indonesia. Jumlah yang sesungguhnya diperkirakan terdapat 270.000 kasus HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Lebih dari 60% orang yang terinfeksi HIV berusia kurang dari 30 tahun. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya pencegahan penularan HIV di kalangan remaja (KPA, 2010). Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (42,3%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (33,1%), 40-49 tahun (11,4%), 15-19 tahun (4%), dan 50-59 tahun (3,3%). Persentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 66,8% dan perempuan 32,9%. Jumlah kasus AIDS tertinggi adalah wiraswasta (4.604 kasus), diikuti ibu rumah tangga (4.251 kasus), tenaga non-profesional (karyawan) (4.056 kasus), buruh kasar (1.512 kasus), petani/peternak/nelayan (1.497 kasus), penjaja seks (1.320 kasus) dan anak sekolah/mahasiswa (1.022 kasus) rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (81,9%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (7,2%), dari ibu (positif HIV) ke anak (4,6%), dan LSL (2,8%). Kasus HIV dari Juli sampai dengan September 2012 jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan sebanyak 5.489 kasus. Persentase kasus HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (73,7%), diikuti kelompok umur 20-24 tahun

(15,0%) dan kelompok umur > 50 tahun (4,5%). Rasio kasus HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (50,8%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (9,4%), dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (7%). Kebanyakan pengidap HIV adalah pada rentang usia 20-29 tahun. Diserangnya usia produktif ini suatu tantangan yang perlu segera diatasi mengingat usia produktif adalah aset pembangunan bangsa (Depkes, 2012). Hasil survei BKKBN dari 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa 63% remaja SMA/SMK pernah berhubungan seks. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu penelitian tahun 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Bandung, Surabaya, dan Makassar, ditemukan sekitar 47% hingga 54% remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah, sehingga remaja rentan terhadap risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV/AIDS. Departemen kesehatan tahun 2008 menyebutkan, dari 15.210 penderita HIV/AIDS 54% adalah remaja (Islamiyah, 2009). Sumatera Utara, secara kumulatif pengidap HIV dan kasus AIDS tahun 1987 sampai Maret 2008 terdiri dari 424 orang sehingga menduduki peringkat ketujuh bila dibandingkan dengan 33 provinsi lain di Indonesia, yakni setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Bali dan Kalimantan Barat, dimana 226 orang penderita HIV, dan 198 orang penderita AIDS (Depkes, 2008). Kasus HIV/AIDS di Kota Medan terus mengalami peningkatan sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1992. Tahun 2000 tercatat 39 kasus, tahun 2005 terdeteksi 139 kasus, tahun 2011 sudah

2.775 kasus dan tahun 2012, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kota Medan sudah mencapai 3.346 orang, sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 722 orang (Depkes, 2012). Sebagai Ibukota Provinsi, kota Medan sangatlah berisiko tinggi terhadap penyebaran HIV/AIDS. Penyebaran kasus ini sangat dipengaruhi dari perilaku individu berisiko tinggi terutama perilaku seks heteroseks, peredaran narkoba khususnya penggunaan jarum suntik. Namun hal penting yang menjadikan Sumatera Utara sangat potensial dalam peningkatan penyebaran HIV/AIDS adalah kedekatan provinsi Sumatera Utara secara geografis dengan negara-negara tetangga yang mempunyai kasus infeksi HIV/AIDS yang tinggi seperti Thailand dan Kamboja (Depkes, 2008). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menyatakan bahwa, secara nasional baru 11,4 % penduduk umur 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV dan AIDS. Di Indonesia khususnya daerah pedesaan, 48% populasi tidak pernah mendengar HIV dan AIDS. Kelompokkelompok populasi dengan tingkat pendidikan rendah yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat Sekolah Dasar (SD) memiliki tingkat pengetahuan jauh lebih rendah yaitu 74% tidak pernah mendengar tentang HIV atau AIDS, dibandingkan dengan 20% populasi pada mereka yang menamatkan Sekolah Menengah Atas atau Universitas (UNFPA, 2008). Remaja masih memiliki persepsi rendah mengenai dampak HIV/AIDS, diperlukan upaya besar yang melibatkan media massa untuk memberikan informasi dan mengubah sikap serta perilaku remaja. Pemahaman tentang HIV/AIDS di

kalangan remaja Indonesia ternyata masih minim. Menurut data Kementerian Kesehatan, setelah dilakukan survey dari sekitar 65 juta remaja usia 14-24 tahun, hanya 20,6% yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS yang salah satu cara penularannya melalui hubungan seksual, artinya dari jumlah remaja yang begitu banyak hanya 20% yang mengerti secara komprehensif dan masih ada 80% yang harus diberi pendidikan (Kartika, 2012). Hasil penelitian (Dimas, 2009) terbukti bahwa, keseluruhan remaja memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Itu berarti perlu adanya upaya peningkatan pengetahuan pada remaja. Penelitian (Simanjuntak, 2006) menunjukkan bahwa remaja memiliki pengetahuan yang rendah tentang HIV/AIDS, belum dapat menginterpretasikan atau menjelaskan lebih mendalam tentang informasi yang pernah mereka dapat sebelumnya. Hasil penelitian (Khairatunnisa, 2005) remaja jarang sekali mendapatkan informasi atau penyuluhan tentang HIV/AIDS serta jarang mengikuti ceramah maupun seminar-seminar HIV/AIDS sehingga pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS hanya sebatas pengetahuan yang umum saja. Pengalaman menunjukkan bahwa intervensi bagi remaja dan membangun kemitraan dengan mereka, merupakan upaya yang paling efektif. Disamping memanfaatkan energi dan idealisme remaja, intervensi sangat menguntungkan karena remaja masih dalam tahap pencarian diri dan pada umumnya lebih terbuka dalam mempertanyakan norma-norma sosial dan perubahan perilaku, dibandingkan generasi yang lebih tua (KPA, 2010).

Menurut Nafsiah dalam Kartika (2012), pendidikan tentang seks sebagai salah satu upaya pencegahan HIV/AIDS di Indonesia masih dianggap tabu, dan belum mendapat perhatian yang cukup dari seluruh kalangan. Seharusnya, pendidikan seks dilakukan sedini mungkin sejak anak sudah mulai mengerti dan dapat melakukan hubungan seks. Usia 14-24 tahun merupakan usia yang rentan terinfeksi HIV sehingga perlu dibekali pengetahuan yang cukup tentang seksualitas. Dengan kemudahan akses, maka remaja akan lebih tertarik untuk mengetahui informasi tentang pendidikan seks. Selain itu media cetak dan online dapat melakukan kerja sama dengan pemerintah untuk selalu update pendidikan seks dengan teratur, agar pesannya langsung sampai pada remaja. Sekolah menyediakan lingkungan yang paling efektif dan efisien untuk menjangkau 38 juta remaja dan keluarga mereka. Kebijakan pendidikan nasional tentang HIV/AIDS memprioritaskan pendidikan keterampilan hidup sebagai upaya memberdayakan remaja menghadapi tantangan sehari-hari, termasuk pencegahan perilaku berisiko tinggi (hubungan seks pranikah dan penggunaan napza suntik), modul-modul untuk sekolah dan lanjutan, serta pusat pengajaran pendidikan nonformal telah bersama-sama dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan UNICEF (UNAIDS, 2002). Sekolah merupakan lingkungan sekunder bagi remaja setelah lingkungan keluarga. Mengingat sekolah memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk perilaku remaja, selayaknyalah sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat membantu

untuk memberikan pengarahan dan penjelasan tentang seks pranikah dan kesehatan reproduksi secara baik dan benar (UNAIDS, 2002). Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja, maka perlu dilakukan kegiatan promosi kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan, karena diperlukan untuk memudahkan terjadinya perilaku sehat pada mereka (Notoatmodjo, 2003). Untuk melaksanakan kegiatan dalam promosi kesehatan diperlukanlah metode promosi kesehatan yaitu dengan cara apa yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan, memberikan atau meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran (Notoatmodjo, 2005). Alternatif metode yang dapat dipergunakan pada promosi kesehatan remaja mengenai HIV/AIDS adalah metode ceramah. Metode ini merupakan cara yang paling umum digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap. Dengan metode ini lebih dapat dipastikan tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau waktu yang tersedia sangat minim, maka metode inilah yang dapat menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat (Lunandi, 1993). Ceramah sebagai salah satu metode yang digunakan dalam promosi kesehatan cukup efektif sebagai penyampaian pesan, karena pesan dapat diterima dengan cepat, feedback langsung dapat dilihat, efektivitasnya lebih tinggi dari metode lainnya. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Murah dalam arti proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, sedangkan mudah, memang ceramah hanya mengandalkan suara, dengan demikian tidak terlalu

memerlukan persiapan yang rumit. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Ceramah dapat menyajikan materi dan informasi yang luas. Artinya, materi yang disampaikan banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokokpokoknya oleh penceramah dalam waktu yang singkat (Anneahira, 2013). Dalam pemilihan metode promosi kesehatan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemilihan metode berkaitan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh, penelitian Bangun (2009) yang dilakukan pada keluarga dengan menggunakan metode ceramah, ternyata bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam penanganan tuberkulosis paru. Hasil penelitian Harahap (2010) menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan dengan metode ceramah pada perawat menunjukkan ada perubahan pengetahuan dan sikap dalam pembuangan limbah medis padat sebelum dan sesudah intervensi. Namun efektivitas ceramah untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang HIV/AIDS belum diketahui. Berdasarkan informasi dari kepala sekolah SMK selama peneliti melakukan survey pendahuluan, bahwa mereka belum pernah memberikan ceramah kesehatan khususnya tentang HIV/AIDS. SMK Tritech Informatika merupakan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan IT Modern favorit di kota Medan. Pemilihan SMK Tritech Informatika sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa institusi pendidikan ini letaknya dekat dengan daerah perkotaan, strategis dengan pusat perbelanjaan (keramaian) sehingga situasi ini memberi peluang bagi mereka untuk mengakses berbagai jenis informasi baik melalui media massa, cetak, VCD, buku, dan film porno maupun elektronik. Siswa di

SMK Tritech Informatika lebih akrab menggunakan komputer dan didukung dengan fasilitas internet yang memberi peluang bagi mereka mengakses situs-situs yang banyak mengandung unsur pornografi yang dapat memengaruhi secara langsung maupun tidak langsung pada remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Selain itu menurut keterangan pihak sekolah, semenjak berdiri hingga hari ini SMK Tritech Informatika belum mempunyai Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) (Profil SMK Tritech, 2012). Dalam pemilihan Sekolah, dipilih SMK Namira Tech Nusantara sebagai lokasi penelitian sebagai kelompok kontrol, dengan pertimbangan bahwa siswa di Institusi ini mempunyai karakteristik yang sama dengan siswa di SMK Tritech Informatika. SMK Namira Tech Nusantara juga merupakan Sekolah Menengah Kejuruan IT di kota Medan. Berangkat dari pemahaman terhadap potensi HIV/AIDS dikalangan remaja yang cukup tinggi, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Efektivitas promosi kesehatan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja tahun 2013 ini dilakukan dengan sasaran penelitian siswa SMK Tritech Informatika dan siswa SMK Namira Tech Nusantara Medan.

1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan untuk mengetahui apakah efektivitas promosi kesehatan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan tahun 2013. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas promosi kesehatan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan tahun 2013. 1.4. Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan remaja sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah tentang HIV/AIDS. 2. Ada perbedaan rata-rata sikap remaja sebelum dan sesudah intervensi dengan metode ceramah tentang HIV/AIDS. 3. Ada hubungan penceramah dengan pengetahuan remaja sesudah intervensi metode ceramah tentang HIV/AIDS. 4. Ada hubungan penceramah dengan sikap remaja sesudah intervensi metode ceramah tentang HIV/AIDS.

1.5. Manfaat Penelitian Diharapkan dengan dilaksanakannya penelitian berjudul Efektivitas promosi kesehatan menggunakan metode ceramah tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan dan sikap remaja di SMK Tritech Informatika dan SMK Namira Tech Nusantara Medan tahun 2013 ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi berbagai pihak. 1. Sebagai masukan bagi siswa dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang HIV/AIDS terutama dalam sudut pandang kesehatan. 2. Sebagai masukan bagi siswa dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam memperoleh dan menggunakan informasi kesehatan tentang HIV/AIDS baik bagi dirinya maupun untuk diinformasikan kembali pada orang lain disekitarnya. 3. Sebagai bahan referensi dalam pengembangan keilmuan khususnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat. 4. Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian sejenis yang berkaitan dengan pengembangan metode promosi kesehatan yang lebih baik.