BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pemeriksaan Sebelum Persidangan

JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE-004/J.A/11/1993 TENTANG PEMBUATAN SURAT DAKWAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Peryaratan Guna Meraih Derajat Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

PETUNJUK PENGISIAN ADVISBLAAD HAKIM BANDING

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Tinjauan Umum tentang Komstruksi Hukum. a. intepretasi hukum, yaitu penafsiran perkataan dalam Undang- Undang,

BAB I PENDAHULUAN. proses pengaturannya adalah diatur oleh negara sebagai puncak dari

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HAKIKAT DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA RINGAN 1 Oleh: Alvian Solar 2

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB II TINJAUAN UMUM SURAT DAKWAAN. Lembaga penuntut umum seperti yang kita kenal sekarang berasal dari

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

BAB II LANDASAN TEORI. hubungan antara variabel dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. dengan cara memerinci hubungan sebab-akibat yang terjadi.

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

Lex Crimen Vol. IV/No. 2/April/2015. KAJIAN YURIDIS DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI 1 Oleh: Yessy Paramita Samadi 2

BAB II. Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kerangka Teori a. Tinjauan Tentang Surat Dakwaan 1. Pengertian Surat Dakwaan Di dalam Abdul Karim Nasution surat dakwaan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu rumusan dari tindak pidana yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup terbukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman (Martiman P, 2002 : 31). M. Yahya Harahap, mengemukakan : Surat dakwaan adalah surat atau akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan di muka sidang pengadilan (M. Yahya Harahap, 2002:386) Berdasarkan kedua pendapat tersebut yang dimaksud dengan surat dakwaan, yaitu : a. Surat dakwaan merupakan suatu akte, sebagai suatu akte tentunya surat dakwaan harus mencantumkan tanggal pembuatannya dan tandatangan pembuatannya. Suatu akte yang tidak mencantumkan tanggal dan tanda tangan pembuatnya tidak memiliki kekuatan sebagai akte, meskipun mungkin secara umum dapat dikatakan sebagai surat. b. Surat dakwaan tersebut selalu mengandung element yang sama yaitu adanya perumusan tentang tindak pidana yang didakwakan beserta waktu dan tempat dilakukannya tindak pidana. 10

11 c. Dalam merumuskan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, haruslah dilakukan secara cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana diisyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan. d. Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan perkara di sidang pengadilan. 2. Fungsi Surat Dakwaan Rumusan surat dakwaan harus sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidikan. Rumusan surat dakwaan yang menyimpang dari hasil pemeriksaan penyidikan merupakan surat dakwaan yang palsu dan tidak benar. Surat dakwaan yang demikian tidak dapat dipergunakan jaksa menuntut terdakwa (Yahya Harahap, 2000 : 376). Fungsi surat dakwaan dalam sidang pengadilan merupakan landasan dan titik tolak pemeriksaan terdakwa. Berdasarkan rumusan surat dakwaan dibuktikan kesalahan terdakwa. Pemeriksaan sidang tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan (Yahya Harahap, 2000 : 378). Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara pidana, maka fungsi Surat Dakwaan dapat dikategorikan : a. Bagi Pengadilan atau Hakim, Surat Dakwaan merupakan dasar dan sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan dalam penjatuhan keputusan; b. Bagi Penuntut Umum, Surat Dakwaan merupakan dasar pembuktian atau analisis yuridis, tuntutan pidana dan penggunaan upaya hukum; c. Bagi terdakwa atau Penasehat Hukum, Surat Dakwaan merupakan dasar untuk mempersiapkan pembelaan (http: peraturan kejaksaan : pembuatansurat-dakwaan.html, diakses pada tanggal 28 April 2015 pukul 11.53WIB). Mr. B.M Teverne mengemukakan, bahwa kekuasaan lalim dari surat dakwaan itu, adalah sebagai berikut : a. Dimensi Positif, bahwa keseluruhan isi surat dakwaan yang terbukti pada persidangan harus dijadikan dasar oleh hakim pada putusannya.

12 b. Dimensi Negatif, bahwa apa yang dapat dibuktikan dalam persidangan harus dapat tercantum pada surat dakwaan. Surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum haruslah memenuhi ketentuan/syarat-syarat baik syarat formil maupun syarat materiil, dimana surat dakwaan itu harus berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan karena berdasarkan surat dakwaan itulah yang akan menjadi pedoman proses pemeriksaan yang dilakukan di persidangan untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil (de matriele waarheid) dan pada akhirnya menjadi dasar hakim untuk menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut (Litis Contestatio). Oleh karena itu, arti pentingnya surat dakwaan adalah : a. Sebagai dasar bagi pemeriksaan di persidangan b. Sebagai dasar bagi penuntut umum dalam mengajukan tuntutan c. Sebagai dasar bagi terdakwa untuk membela dirinya d. Sebagai dasar bagi hakim untuk menjatuhkan putusannya Surat dakwaan memiliki fungsi sentral dalam pemeriksaan persidangan, karena surat dakwaan merupakan suatu rumusan dari proses penyidikan yang dibuat dalam bentuk suatu akta guna membawa hasil penyidikan tersebut ke dalam pemeriksaan pengadilan untuk memperoleh putusan hakim tentang perbuatan terdakwa yang didakwakan. Hakim pada prinsipnya tidak dapat memeriksa dan mengadili keluar dari lingkup yang didakwakan artinya hakim harus memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara pidana berdasarkan delik yang tercantum dalam surat dakwaan. 3. Syarat-syarat surat dakwaan Mengenai surat dakwaan telah diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, dimana surat dakwaan haruslah diberi tanggal dan ditanda tangani serta berisi : a. Syarat formil : 1) Nama lengkap, 2) tempat lahir, 3) umur atau tanggal lahir,

13 4) jenis kelamin, 5) kebangsaan, 6) tempat tinggal, 7) agama, dan 8) pekerjaan tersangka. b. Syarat materiil ; 1) Uraian secara cermat Artinya surat dakwaan harus didasarkan kepada Undang-Undang yang berlaku bagi terdakwa, dan harus memperhatikan : a) Apakah ada pengaduan dalam hal delik khusus b) Apakah penerapan hukumnya sudah tepat c) Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan d) Apakah tindak pidana itu belum atau sudah daluarsa e) Apakah nebis in idem atau tidak 2) Jelas Artinya surat dakwaan harus merumuskan unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan sekaligus memadukan dengan uraian perbuatan materiil/fakta yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan. Sehingga uraian unsur delik tersebut harus dirumuskan dalam pasal yang didakwakan dan dapat dijelaskan dalam bentuk fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa guna dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai Pelaku (dader/pleger), pelaku peserta (mededader/pleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger), pembantu (medeplichting). 3) Lengkap mengenai rumusan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan Artinya uraian surat dakwaan harus mencukupi semua unsurunsur yang ditentukan secara lengkap yaitu apabila perbuatan

14 materiilnya tidak diuraikan secara tegas dalam surat dakwaan, maka perbuatan tersebut akan berakibat bukan merupakan tindak pidana sebagaimana yang ditentukan di dalam Undang-Undang. 4. Syarat Surat Dakwaan Pasal 143 ayat (2) KUHAP menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam menyusun surat dakwaan, Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang ditandatangani dan diberi tanggal. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut : a. Syarat Formal, yaitu mencakup: nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka (terdakwa). b. Syarat Materiil, yaitu mencakup: uraian secara cermat, jelas dan lengakap seksama maka dalam perbedaan itu terkandung pula persamaan. Dengan adanya syarat pembuatan dakwaan yaitu syarat formal dan materiil, maka kedua syarat ini harus dipenuhi dalam menyusun surat dakwaan. Akan tetapi undang-undang sendiri membedakan kedua syarat ini berdasarkan ketentuan Pasal 143 ayat (3), yang menegaskan surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, batal demi hukum. 5. Akibat hukum tidak dipenuhinya syarat surat dakwaan Berbagai akibat hukum yang muncul terkait tidak terpenuhinya syarat surat dakwaan apabila dalam surat dakwaan terdapat adanya pencampuran adukan unsur suatu pasal tertentu dengan pasal yang lain dalam suatu surat dakwaan maka dakwaan tersebut dinyatakan kabur atau tidak jelas (obscuur libel), contoh : penggabungan unsur Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP, Pasal 372 KUHP dan Pasal 378 KUHP, Pasal 362 KUHP dan Pasal 480 KUHP. Apabila syarat formilnya tidak terpenuhi maka surat dakwaan DAPAT DIBATALKAN (vernietigbaar). apabila syarat materiilnya tidak terpenuhi maka dakwaan tersebut adalah BATAL DEMI HUKUM (rechtswege nietig) (Pasal 143 ayat (3) KUHAP), dimana dianggap tidak terpenuhinya syarat materiil apabila : a. Dakwaan kabur (obscuur libelen) yaitu karena susunannya tidak jelas atau unsur-unsur tindak pidana yag didakwakan tidak diuraikan secara jelas atau

15 terjadinya pencampuran unsur-unsur tindak pidana atau tidak memuat fakta dan keadaan secara lengkap b. Dalam dakwaan berisi pertentangan antara satu dengan yang lainnya c. Tidak berdasarkan rumusan atau kesimpulan dari hasil penyidikan Sehingga materi yang ada di dalam surat dakwaan harus memuat atau dapat diketahuinya siapa yang melakukan tindak pidana (orang), kapan perbuatan tersebut dilakukan (waktu), dimana terjadinya perbuatan tersebut (tempat), cara bagaimana perbuatan itu dilakukan dan dengan alat apa perbuatan itu dilakukan, apa akibat dari perbuatan tersebut dalam artian siapa yang menjadi korban atau siapa yang dirugikan. Kesemuanya itu harus di dukung oleh bukti-bukti yang cukup seseuai dengan ketentuang Undang-Undang. Sedang akibat hukum tidak dipenuhinya syarat surat dakwaan menurut ketentuan Pasal 143 ayat (3) adalah sebagai berikut: 1) Kekurangan syarat formal, tidak menyebabkan surat dakwaan batal demi hukum. a) Tidak dengan sendirinya batal menurut hukum, pembatalan surat dakwaan yang diakibatkan kekurang sempurnaan syarat formal maka dapat dibatalkan, jadi tidak batal demi hukum (van rechtswege nietig atau null and void) tapi dapat dibatalkan atau vernietigbaar (voidable) karena sifat kekurangsempurnaan pencantuman syarat formal dianggap bernilai imperfect (kurang sempurna) b) Kesalahan syarat formal tidak prinsipil sekali. Misalnya kesalahan penyebutan umur tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan surat dakwaan. Kesalahan atau ketidak sempurnaan syarat formal dapat dibetulkan hakim dalam putusan, sebab pembetulan syarat formal surat dakwaan, pada pokoknya tidak menimbulkan seuatu akibat hukum yang dapat merugikan terdakwa. 2) Kekurangan syarat materiil, mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum. Jelas dilihat perbedaan diantara kedua syarat tersebut. Pada syarat formal, kekurangan memenuhi syarat tersebut tidak mengakibatkan batalnya surat dakwaan demi hukum, akan tetapi masih dapat dibetulkan. Sedang pada syarat materiil, apabila syarat tersebut tidak dipenuhi surat dakwaan batal demi hukum.

16 Pencantuman syarat formal dan material dalam penyusunan surat dakwaan sangat erat kaitannya dengan tujuan daripada surat dakwaan itu sendiri. Tujuan surat dakwaan tiada lain ialah dalam proses pidana surat dakwaan itu adalah sebagai dasar pemeriksaan sidang pengadilan, dasar pembuktian dan tuntutan pidana dasar pembelaan diri bagi terdakwa dan merupakan dasar penilaian serta dasar putusan pengadilan. Kesemuanya itu guna menentukan perbuatan apa yang telah terbukti, apakah perbuatan yang terbukti tersebut dirumuskan dalam surat dakwaan, siapa yang terbukti bersalah melakukan pebuatan yang di dakwakan itu. 6. Wewenang Penyusunan Surat Dakwaan Pada prinsinya, hanya Jaksa Penuntut Umum yang berhak dan berwenang dalam menyusun surat dakwaan, mendakwa serta menghadapkan seseorang terdakwa kepada hakim di muka sidang pengadilan. Akan tetapi tentu terhadap prinsip umum ini terdapat pengecualian, pada tindak pidana acara ringan dan acara pelanggaran lalulintas jalan (Pasal 205 ayat (2) dan Pasal 212). Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan seperti yang sudah pernah dijelaskan, penyidik atas kuasa penuntut umum menghadapkan dan mendakwa terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan (Pasal 205 ayat (2)). Demikian juga pada acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas jalan, penyidik langsung menghadapkan terdakwa kepada hakim dalam sidang pengadilan. Namun demikian kedua pengecualian diatas, tidak mengurangi arti prinsip bahwa hanya jaksa yang berhak mendakwakan seseorang terdakwa yang melakukan tindak pidana kepada hakim di muka sidang pengadilan. 7. Bentuk Dakwaan Penyusunan surat dakwaan, kecuali harus memenuhi syarat formal (Pasal 143 ayat (3) huruf a) dan syarat materiil (Pasal 143 ayat (2) huruf b) juga terikat dengan bentuk-bentuk surat dakwaan. Penyusunan surat dakwaan dikenal ada 5 (lima) bentuk (Anonim, 1985:24-28). 1) Tunggal

17 Bentuk surat dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal. Surat dakwaan hanya berisi satu saja dakwaan. Umumnya perumusan dakwaan tunggal dijumpai dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung faktor penyertaan (mededaderschap) atau faktor concursus maupun faktor alternatif atau faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana yang dilanggar sedemikian rupa jelas dan sederhana, sehingga surat dakwaan cukup dirumuskan dalam bentuk tunggal. Bentuk surat dakwaan tunggal cukup merumuskan dakwaan dalam bentuk surat dakwaan bersifat tunggal, yakni berupa uraian yang jelas memenuhi syarat formal dan materiil yang diatur Pasal 143 ayat (2) KUHAP (Yahya Harahap, 2000 : 399). Dakwaan tunggal, apabila Jaksa Penuntut Umum berpendapat dan yakin benar bahwa: a) Perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya merupakan satu tindak pidana saja; b) Terdakwa melakukan satu perbuatan, tetapi dalam beberapa ketentuan pidana (eendaadsche semenloop=concursus idealis), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP; c) Terdakwa melakukan perbuatan yang berlanjut (voorgezette handeling), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) KUHP. 2) Surat Dakwaan Komulatif (Bersusun) Surat dakwaan ini dibuat apabila ada beberapa tindakan pidana yang tidak ada hubungan antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana yang lain (berdiri sendirisendiri) atau dianggap berdiri sendiri, yang akan didakwakan kepada seorang terdakwa atau beberapa orang terdakwa. Pada pokoknya surat dakwaan komulatif ini dipergunakan dalam hal kita menghadapi seseorang yang melakukan beberapa tindak pidana atau beberapa orang yang melakukan satu tindak pidana. Jadi surat dakwaan ini dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi, baik kumulasi perbuatan maupun kumulasi pelakunya, misalnya:

18 Seseorang yang melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan (perampokan) dengan membawa senjata tajam dapat didakwa 2 (dua) perbuatan pidana yaitu melanggar Pasal 365 KUHP dan Pasal 2 ayat (1) Undangundang Nomor 12/Drt/1955. Konsekuensi dari surat dakwaan dengan bentuk kumulatif dalam persidangan harus dibuktikan semuanya satu persatu. Apabila penuntut umum menganggap terbukti semuanya maka didalam membuat tuntutan pidana harus diingat Pasal 63 sampai 71 KUHP yakni permintaan lamanya pidana paling berat adalah lamanya ancaman pidana terberat ditambah 1/3nya (H. Sasongko dan Tjuk Suharjanto, dalam buku M. Yahya 2000 : 393). Dakwaan kumulasi ini dapat dibedakan atas dakwaan kumulasi dalam penyertaan melakukan tindak pidana dan dakwaan kumulasi dalam hal dilakukannya beberapa tindak pidana. 3) Surat Dakwaan Alternatif Surat dakwaan ini dibuat apabila tindak pidana yang akan didakwakan pada terdakwa hanya satu tindak pidana, tetapi penuntut umum raguragu tentang pidana apa yang paling tepat untuk didakwakan sehingga surat dakwaan yang dibuat merupakan alternatif bagi hakim untuk memilikinya. Biasanya dakwaan demikian, dipergunakan dalam hal antara kualifikasi tindak pidana yang satu dengan kualifikasi tindak pidana yang lain menunjukan corak atau ciri yang sama atau hampir sama, misalnya : Pencurian atau penadahan, penipuan atau penggelapan, pembunuhan atau penganiayaan yang mengakibatkan mati, dan lain sebagainya. Surat dakwaan alternatif ini disebut dakwaan yang memberi kesempatan kepada hakim memilih salah satu diantara dakwaan yang diajukan dalam surat dakwaan, jadi bersifat dan membentuk alternative accusation atau alternative ten las te leggeng. Penggunaan surat dakwaan alternatif menggunakan segisegi positif maupun segisegi negatif. Segi positifnya dengan bentuk dakwaan ini terdakwa tidak mudah untuk lolos dari dakwaan dan pembuktiaannya lebih sederhana karena dakwaan yang dipandang terbukti. Dakwaan ini

19 memberikan kelonggaran bagi hakim untuk memilih dakwaan mana yang menurut penilaian dan keyakinannya yang dipandang telah terbukti, sedangkan dari segi negatifnya yaitu dapat menimbulkan keraguan bagi terdakwa untuk membela diri. Disamping itu seolaholah penuntut umum tidak menguasai dengan pasti meteri perkara yang bersangkutan. Kadangkadang dengan alasan itu terdakwa/penasehat hukum mengajukan keberatannya dengan alasan dakwaan alternatif, pada dasarnya bertitik tolak dari pemikiran atau perkiraan, maka dari penjelasan diatas dapat disimpulkan adalah sebagai berikut: a) Untuk menghindari pelaku terlepas dari pertanggungjawaban Hukum Pidana (crime liabiality). b) Memberi pilihan kepada hakim menerapkan hukum yang lebih tepat. Dengan bentuk dakwaan alternatif. c) Hakim tidak terkait secara mutlak kepada salah satu dakwaan saja. Apabila terdakwa terlepas dari dakwaan yang satu, hakim masih bisa beralih memeriksa dan mempertimbangkan dakwaan berikutnya. Konsekuensi dari surat dakwaan alternatif adalah jika salah satu tindak pidana sudah terbukti maka tindak pidana lainnya dikesampingkan (M.Yahya Harahap, 2000:389390). 4) Surat Dakwaan Gabungan (Kombinasi) Bentuk surat dakwaan kombinasi atau gabungan merupakan perkembangan praktek dalam penyusunan surat dakwaan. Surat dakwaan ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan dalam praktek penuntutan agar terdakwa tidak lepas atau bebas dari dakwaan, yakni karena kompleknya masalah yang dihadapi penuntut umum. Dalam menyusun surat dakwaan ini haruslah yang dihadapi penuntut umum. Dalam penyusunan surat dakwaan ini haruslah diperhitungkan dengan masakmasak oleh penuntut umum tentang tindak pidana yang akan didakwakan serta harus diketahui konsekuensi di dalam pembuktian dan penyusunan tuntutan pidana berdasarkan surat dakwaan yang dibuat. (Hari Sansongko dan Tjuk Suharjanto, dalam buku M. Yahya, 2000 : 392). Dakwaan kombinasi ini sering juga disebut sebagai dakwaan gabungan, ini disebabkan karena dalam dakwaan ini terdapat beberapa

20 dakwaan yang merupakan gabungan dari dakwaan yang bersifat alternatif maupun dakwaan yang bersifat subsidiair. Dakwaan bentuk ini dipergunakan dalam hal terjadinya kumulasi dari pada tindak pidana yang didakwakan. Contoh bentuk susunan surat dakwaan kombinasi adalah sebagai berikut: Kesatu : Melanggar Pasal 340 KUHP, subsidiar melanggar Pasal 355 KUHP, lebih subsidiar melanggar Pasal 353 KUHP Kedua : Primer melangar Pasal 363 KUHP, atau subsidiar melanggar Pasal 362 KUHP. Ketiga : Melanggar Pasal 285 KUHP Pembuktian dakwaan kombinasi ini dilakukan terhadap setiap lapisan dakwaan. Jadi setiap lapisan dakwaan harus ada tindak pidana yang dibuktikan. Pembuktian pada setiap lapisan dakwaan tersebut dilaksanakan sesuai dengan bentuk lapisannya, apabila lapisannya bersifat subsidiar, maka pembuktian dilakukan secara berurut mulai dari lapisan teratas sampai kepada lapisan yang dipandang terbukti. Apabila lapisannya terdiri dari lapisan-lapisan yang bersifat alternatif, maka pembuktian dakwaan pada lapisan yang bersangkutan langsung dilakukan terhadap dakwaan yang dipandang terbukti 5) Surat Dakwaan Subsidiair Bentuk surat dakwaan subsidiair bentuk dakwaan yang terdiri dari dua atau beberapa dakwaan yang disusun secara berurutan, mulai dari dakwaandakwaan tindak pidana yang terberat sampai kepada tindak pidana yang teringan. Pembuatan surat dakwaan subsidiair dalam praktek sering dikacaukan dengan pembuatan surat dakwaan alternatif. Dalam pembuatan surat dakwaan alternatif, penuntut umum raguragu tentang jenis tindak pidana yang akan didakwakan terhadap terdakwa, karena faktafakta dari berita acara pemeriksaan penyidikan kurang jelas terungkap jenis tindak pidananya. Sedangkan dalam dakwaan subsidiair penuntut umum tidak ragu tentang jenis tindak pidananya, tetapi yang dipermasalahkan adalah kualifikasi dari tindak pidana tersebut termasuk kualifikasi berat atau

21 kualifikasi ringan. Contoh penyusunan dakwaan subsidiair adalah sebagai berikut: Primer Subsidiair Lebih Subsidiair : Melanggar Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana). : Melanggar Pasal 338 KUHP (pembunuhan biasa) : Melanggar Pasal 355 KUHP (penganiayaan berat yang mengakibatkan mati) Lebih Subsidiair lagi : Melanggar Pasal 353 KUHP (penganiayaan berencana yang mengakibatkan mati) Lebih-lebih Subsidiar lagi : Melanggar Pasal 351 ayat 3 KUHP (penganiayaan biasa yang mengakibatkan mati). Sebagai konsekuensi bila dakwaan dibuat secara subsidiair, maka dakwaan primair. Bila tidak terbukti diteruskan dengan dakwaan penggantinya (Subsidiair) dan seterusnya. Bila dakwaan utamanya tidak terbukti maka harus dikesampingkan dan dakwaan pengganti dibuktikan. Begitu pula sebaliknya bila dakwaan utama sudah terbukti maka dakwaan penggantinya harus dikesampingkan. Pada lazimnya ditinjau dari teori dan praktek bentuk dakwaan subsidiair diajukan apabila peristiwa tindak pidana yang terjadi menimbulkan suatu akibat, dan akibat yang timbul itu meliputi atau bertitik singgung dengan beberapa ketentuan pasal pidana yang saling berdekatan cara melakukan tindak pidana tersebut (M.Yahya Harahap, 2000:391) b. Tinjauan Penuntut Umum 1. Pengertian Penuntut Umum Pengertian tentang Penuntut Umum tertuang dalam Pasal 1 angka 6 KUHAP yang dijelaskan sebagai berikut :

22 a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. b. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Berkaitan dengan hal tersebut menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) yang disebut Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. 2. Tugas dan Kewenangan Penuntut Umum Penuntut umum mempunyai tugas dan kewenangan yang sangat penting dalam suatu perkara pidana, mulai perkara diungkap sampai akhir pemeriksaan selesai dan demi kepentingan hukum pihak-pihak yang bersangkutan. Di mana tugas dan kewenangannya adalah sebagai berikut: a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. c. Membuat surat dakwaan. d. Melimpahkan perkara pidana ke pengadilan. e. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. f. Melakukan penuntutan. g. Menutup perkara demi kepentingan hukum. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini.

23 h. Melaksanakan penetapan hakim (Pasal 14 KUHAP). c. Tindak Pidana Pemerasan 1. Pengertian Tindak Pidana Menurut Adami Chazawi, (2002:67) Tindak Pidana dapat dikatakan berupa istilah resmi dalamperundang-undangan negara kita. Dalam hampir seluruh perundangundangan kita menggunakan istilah tindak pidana untuk merumuskasuatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu pidana tertentu. Menurut Wirjono Projodikoro (1986:55) bahwa istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaarfeit. Oleh pakar hukum pidana bahwa tindak pidana dalam penggunanya yaitu delik, sedangkan oleh para pembuat undang-undang menggunakan istilah perbuatan tindak pidana. Terhadap perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan menunjuk suatu perbuatan yang menurut nilai-nilai kemasyarakat dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak diatur secara tertulis dalam ketentuan undang-undang sedangkan pelanggaran mengarah pada perbuatan yang oleh masyarakat bukan sebagai perbuatan tercela dan sifatnya terlarang setelah perbuatan itu dinyatakan dalam undang-undang (Moelyatno, 2002: 18) 2. Tindak Pidana Pemerasan Tindak pidana pemerasan biasa pula disebut sebagai tindak pidana pengancaman. Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 368 KUHP: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun

24 menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Menurut R. Soesilo (1995:256) unsur-unsur yang ada dalam pasal ini adalah sebagai berikut: a. Memaksa orang lain; b. Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; c. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; d. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. Memaksa yang dimaksud disini adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga orang tersebut mellakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri. Memaska disini juga termasuk jika orang yang berada dalam tekanan menyerahkan barangnya sendiri. Definisi memaksa dapat dilihat dalam Pasal 89 yang berbunyi : yang disamakan melalui kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Menurut Soesilo (1995;98) yang dimaksud dengan kekerasan disni adalah menggunakan kekuatan jasmani dan kekuatan jasmani ini penggunaannya tidak kecil. Kekerasan dalam pasal ini termasuk didalamnya adalah memukul dengan tangan, menendang dan sebagainya. Unsur ini mensyaratkan bahwa dengan adanya kekerasan atau ancaman kekerasan ini, pemilik barang menyerahkan barang tersebut kepada pelaku. Penggunaan kekerasan ini harus berdasarkan niat agar pemilik barang menyerahkan barangnya. Menurut Andi Hamzah (2009;89) maksud untuk menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan ini adalah menguntungkan diri sendiri atau orang lain merupakan tujuan terdekat dari penggunaan kekerasan tersebut.

25 Adapun beberapa pendapat para pakar dalam memberiikan pandangan mengenai pengertian dari melawan hukum itu sendiri sebagaimana yang dikemukakan oleh Simons dalam E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi (2002:143) bahwa sebagai pengertian dari bersifat melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum pada umumnya. Pandangan Pompe terkait dengan pengertian melawan hukum dalam E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi (2002:143) mempersamakan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dengan bersifat melawan hukum. Pendapat lain dari pakar yakni sebagaimana yang dikemukakan Moeljatno dan Roeslan Saleh dalam E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi (2002:143) mengemukakan bahwa lebih cenderung pada pendapat bahwa bersifat melawan hukum harus diartikan dengan bertentangan dengan hukum. Dari beberbagai pandangan para pakar dalam memberikan pengertian terhadap melawan hukum maka dapat disimpulkan bahwa bersifat melawan hukum, berarti bertentangan dengan hukum, atau tidak sesuai dengan larangan atau keharusan hukum, atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum (hukum positif yang berlaku). d. Tinjauan Umum Terhadap Penyertaan 1. Pengertian Penyertaan (Deelneming) Kata deelneming berasal dari bahasa Belanda dari kata deenemen yang berarti menyertai dan deelneming diartikan sebagai penyertaan, dalam hukum pidana sering terjadi suatu tindak pidana dilakukan lebih dari satu orang. Menurut Satochid Kartanegara (Leden Marpaung 2008:77) deelneming berarti apabila satu tindak pidana tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang. Pengertian ini dibantah oleh Leden Marpaung (2008:77) yang mengatakan bahwa orang-oarang tersebut haruslah mampu bertanggung jawab. Menurut Leden Marpaung (2008:77) deelneming memiliki dua sifat yaitu deelneming yang bersifat berdiri sendiri yaitu pertanggungjawaban dari setiap pelaku dihargai sendiri-sendiri dan deelneming yang yang tidak beridiri

26 sendiri yaitu pertanggungjwaban dari pelaku digantungkan pada perbuatan pelaku lainnya. Didalam KUHP deelneming diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP berikut : Pasal 55 KUHP a. Dihukum sebagai pelaku tindak pidana 1) Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu; 2) Mereka yang memberi, menjanjikan sesuatu, salah memakai kekuasaan atau martabat dengan kekerasan, paksaan atau ancaman atau penyesatan atau memberikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan, sengaja membujuk supaya perbuatan itu dilakukan. b. Tentang orang-orang yang disebutkan belakangan, hanyalah perbuatan yang dibujuk dengan sengaja yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. Pasal 56 KUHP: Sebagai pembantu melakukan kejahatan dihukum : a. Mereka dengan sengaja membantu waktu kejahatan dilakukan b. Mereka dengan sengaja memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Pada Pasal 55 dan 56 KUHP tersebut diatas dapat dijumpai lima peran pelaku yaitu : a. Orang yang melakukan (dader) b. Orang yang menyuruh melakukan (doenpleger) c. Orang yang turut melakukan (medepleger) d. Orang yang sengaja membujuk (uitlokker) e. Orang yang membantu melakukan (medeplichtige)

27 2. Bentuk-bentuk Penyertaan 1) Orang yang melakukan (dader) Dader dalam bahasa Belanda berarti pembuat. Kata dader berasal dari kata daad yang berarti membuat. Sedangkan dalam bahasa Inggris pelaku disebut dengan doer. Menurut Leden Marpaung (2008:78) yang dimaksud dengan pelaku adalah orang yang memenuhi semua unsur tindak pidana yang diatur dalam undang-undang. Pelaku dapat diketahui dari jenis tindak pidana yaitu : a) Tindak pidana formil, pelakunya adalah orang yang memenuhi perumusan tindak pidana dalam undang-undang; b) Tindak pidana materiil, pelaku yaitu orang yang menimbulkan akibat yang dilarang dalam perumusan tindak pidana; c) Tindak pidana yang memuat unsur kualitas atau kedudukan, pelakunya adalah orang yang memiliki unsur kedudukan atau kualitas sebagaimana yang dirumuskan. Secara umum orang yang melakukan dapat didefinisikan sebagai orang yang memenuhi seluruh unsur tindak pidana yang dirumuskan didalam undangundang. 2) Orang yang menyuruh melakukan (Doenpleger) Orang yang menyuruh melakukan berarti orang yang berniat atau berkehendak untuk melakukan suatu tindak pidana namun tidak melakukannya sendiri, tetapi melaksanakan niatnya dengan menyuruh orang yang tidak mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya. Orang yang disuruh melakukan disebut manus manistra. Orang yang disuruh melakukan perbuatan tersebut atau manus manistra tidak dapat dimintai pertanggungjwaban atas perbuatan yang disuruhkan tersebut sehingga tidak dapat dihukum. Hal ini sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung Putusan Nomor 137 K/ Kr/ 1956 tanggal 1 Desember 1956.

28 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang hanya dapat dikatakan sebagai orang yang menyuruh melakukan apabila orang yang disuruh adalah orang yang tidak dapat bertanggungjwab atas perbuatan yang disuruhkan. 3) Orang yang turut melakukan (medeplager) Orang yang turut melakukan atau orang yang secara bersama-sama melakukan suatu tindak pidana haruslah memenuhi dua unsur berikut : a) Harus ada kerjasama; b) Harus ada kesadaran kerjasama. Setiap orang yang sadar untuk melakukan suatu tindak pidana atau kejahatan secara bersama-sama, bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari ruang lingkup kerjasamanya. Artinya jika salah seorang pelaku melakukan tindak pidana yang berada diluar ruang lingkup tindak pidana maka pelaku tersebut mempertanggung-jwabkan perbuatannya sendiri. 4) Orang yang sengaja membujuk (uitlokker) Menurut Laden Marpaung (2008;85) unsur-unsur yang ada didalam uitlokker yaitu : a) Kesengajaan pembujuk ditujukan kepada dilakukannya delik atau tindak pidana tertentu oleh yang dibujuk. b) Membujuk dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 55 ayat (1) sub dua KUHP yaitu dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan, menyalah gunakan kekuasaan, kekerasan, ancaman, tipu daya, dan memberiikan kesempatan, ikhtiar atau keterangan. c) Orang yang dibujuk sungguh-sungguh telah terbujuk untuk melakukan tindak pidana tertentu d) Orang yang terbujuk benar-benar melakukan tindak pidana, atau setidak-tidaknya percobaan atau poging. 5) Membantu (Medeplichtgheid)

29 Membantu bersifat memberikan bantuan atau memberiikan sokongan kepada pelaku. Berarti orang yang membantu tidak melakukan tindak pidana hanya memberiikan kemudahan bagi pelaku. Unsur membantu dalam hal ini memiliki dua unsur yaitu unsur objektif yang terpenuhi apabila perbuatannya tersebut memang dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya suatu tindak pidana. Kemudian unsur subjektif terpenuhi apabila pelaku mengetahui dengan pasti bahwa perbuatannya tersebut dapat mempermudah terjadinya tindak pidana. 2. Kerangka Pemikiran Tindak Pidana Pemerasan Penyusunan Surat Dakwaan Penyatuan Para Terdakwa Implikasi Yuridis Efektifitas Waktu dan Biaya Efektifitas Proses Penyidangan Putusan Sidang Keterangan :

30 Kerangka di atas menjelaskan alur penulis dalam memberikan jawaban atas permasalahan dalam penulisan hukum. Alur berpikir dimulai dari adanya tindak pidana pemerasan yang dilakukan oleh beberapa orang yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Boyolali pada Putusan Nomor : 89/Pid.B/2014/PN.Byl. Proses penyusunan surat dakwaan oleh Penuntut Umum dilakukan dengan menggabungkan para terdakwa dengan pertimbangan bahwa para terdakwa telah melakukan satu tindak pidana pemerasan secara bersama. Terkait dasar pertimbangan yang penuntut umum gunakan adalah agar efektif dan efisien dalam pembuatan surat tuntutan. Penggabungan para terdakwa dalam satu surat dakwaan tersebut oleh penuntut umum dilakukan karena biaya yang digunakan lebih murah. Dalam proses persidangan kasus tersebut berjalan tanpa adanya suatu permasalahan terkait adanya penggabungan para terdakwa dalam satu surat dakwaan.

-+