PEMECATAN PRAJURIT TNI

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

P U T U S A N NOMOR: PUT / 61-K / PM.II-10 / AD / IX / 2009

P U T U S A N NOMOR : PUT / 45-K / PM.II-10 / AD / VI / 2009

P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 35 - K/ PM.I-07 / AD / V / 2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 53-K / PM I-07 / AD / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 33 - K/PM I-07/AD/ VI / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. saja yang melanggar pasal tersebut haruslah dihukum. Anggota militer. mempermudah tahanan meloloskan diri sepatutnya diterapkan secara

P U T U S A N Nomor : 10-K/PM.I-07/AD/ I /2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 55-K/PM I-07/AD/ X /2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 60 -K/PM I-07/AD/ IX / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR: PUT / 52-K / PM. II-10 / AD / VIII / 2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di muka maka penulis


PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

BAB I PENDAHULUAN. dibesarkan, dan berkembang bersama-sama rakyat Indonesia dalam

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

P U T U S A N Nomor : 43 -K/PM I-07/AD/ V / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SISTEM PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER

P U T U S A N Nomor : 30 - K/PM I-07/AL/ V / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Nomor : 75-K/PM.III-12/AD/IV/ 2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR : PUT / 14-K / PM.II-10 / AD / II / 2008 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

PETUNJUK PENGISIAN ADVISBLAAD PANITERA

PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN PEMECATAN PRAJURIT TNI DARI DINAS MILITER DAN AKIBATNYA. Disampaikan oleh

P U T U S A N Nomor : 116-K/PM.III-12/AL/IX/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 117-K/PM.III-12/AL/VI/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

P U T U S A N Nomor : 15-K/PM I-07/AD/ I / 2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

P U T U S A N Nomor : 71 - K/PM I-07/AD/ XI / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 17-K/PM.I-07/AD/I/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

P U T U S A N Nomor : 59 - K/PM I-07/AD/ IX / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial

P U T U S A N NOMOR: PUT / 46 - K / PM.II-10/ AL / VI / 2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

P U T U S A N NOMOR: PUT / 08-K / PM.II-10 / AD / II / 2008 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

Tempat tinggal : Jl. Gajah Mada Kab. Kutai Barat Kalimantan Timur

P U T U S A N Nomor : 01-K/PM.I-07/AD/ I / 2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

P U T U S A N Nomor : 40-K/PM.III-12/AL/I/ 2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI AD) YANG TINDAK PIDANA. Oleh : Dr. Ruslan Abdul Gani, SH, MH

P U T U S A N Nomor : 20-K/PM I-07/AD/ I / 2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB III PENUTUP. a. Kesimpulan. 1. Pertanggungjawaban pidana menyangkut pemidanaannya sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. angkatan bersenjata untuk menjaga keamanan dan kedaulatannya 1. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas pada bab-bab

P U T U S A N Nomor : 28-K / PM I-07 / AD / IV / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 06-K/PM I-07/AD/I/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA YANG MELAKUKAN DESERSI

P U T U S A N Nomor : 06-K/PM.I-07/AD/I/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.


PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN PEMECATAN PRAJURIT TNI DARI PROSPEKTIF HUKUM ACARA PIDANA MILITER. Disampakan pada : PELATIHAN HAKIM MILITER

P U T U S A N NOMOR : PUT / 10-K / PM.II-10 / AD / II / 2008

P U T U S A N NOMOR : PUT/40-K/PM.II-10/AD/VI/2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

P U T U S A N Nomor : 110 K / PM.III-12 / AD / VI / 2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 112 K / PM.III-12 / AD /VI / 2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 30 K / PM.III-12 / AL / II / 2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 66-K / PM I-07 / AD / X / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 63 K/PM.III-12/AD/III/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara yang berdasarkan atas

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA


P U T U S A N Nomor : PUT- 21 / K / AD / I-07 / VII /2010 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 06 K / PM.III-12 / AD / I / 2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 26 K/PM.III-12/AL/I/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

RAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PUTUSAN Nomor : 144-K/PM I-04/AD/XI/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

P U T U S A N Nomor : 48- K / PM.III-12 / AL / li / 2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

P U T U S A N Nomor : 170 K / PM.III-12 / AL / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N NOMOR: PUT / 01 -K /PM.II-10 / AD / I/ 2008

Transkripsi:

PEMECATAN PRAJURIT TNI Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan hakim juga bukan Putusan Tuhan, namun Hakim yang manusia tersebut adalah wakil Tuhan di dunia dalam memberikan Putusan yang berkeadilan. Sebuah Putusan Hakim tentu lebih memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan, kemudian barulah pemenuhan keadilan masyarakat. Para pencari keadilanlah yang dapat menilai dan merasakan Rasa keadilan, bukan Hakim atau Majelis Hakim, namun Putusan Hakim adalah Putusan yang bertanggung jawab artinya Putusan haruslah berdasarkan fakta dan memiliki dasar hukum yang kuat dan jelas serta pertimbangan-pertimbangan yang telah diyakini oleh Hakim yang memeriksa dan memutus suatu perkara yang ditanganinya. Kewenangan Pengadilan Militer Tingkat Pertama adalah memeriksa dan memutus perkara prajurit TNI berpangkat Kapten ke bawah di wilayah hukumnya masing-masing sesuai Pasal 9 jo 10 UU 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Sumber Prajurit adalah warga Negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan administrasi, fisik dan mental dan menjalani seleksi beberapa tahap sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan setelah lulus dari itu barulah calon prajurit tersebut di bentuk fisik dan mentalnya sebagai seorang prajurit yang dibanggakan apabila berdinas di Kesatuan setelah diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Prajurit TNI yang telah digembleng baik fisik dan mental adalah harus mampu dan dapat diandalkan untuk melaksanakan tugas pokok TNI baik dalam tugas Operasi Militer untuk perang maupun tugas Operasi Militer Non perang, tentunya tugas berat tersebut haruslah prajurit TNI bekerja secara professional dan berbasis disiplin yang tinggi. Prajurit TNI yang sudah diangkat dan ditempatkan di Kesatuan, baik di Satpur, Banpur, Banmin dan Teritorial adalah diterjunkan ke masyarakat untuk mengaplikasikan pengabdiannya dengan bekal Sumpah Prajurit, Sapta Marga, dan 8 Wajib TNI dan bagi Perwira ada kode etik Perwira, namun pada kenyataannya ada beberapa prajurit TNI yang tidak kurang menghayati apa motivasinya menjadi anggota TNI (Pengabdian kepada Bangsa dan Negara dan menegakkan kedaulatan Negara yaitu mempertahankan Kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga kurang menghayati Sumpah Prajurit, Sapta Marga, dan 8 Wajib TNI) dan mememiliki disiplin yang lemah akhirnya prajurit TNI yang diduga melakukan pelanggaran hukum selanjutnya diproses sampai sidang Pengadilan Militer. Adapun prosedur penanganan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI adalah dimulai dari tahap penyidikan lalu ke tahap penuntutan, kemudian apabila telah memenuhi syarat formal dan syarat materil sesuai ketentuan UU 31 tahun 1997 (Pasal 130 ayat 2 sub a dan sub b), sehingga menuju ke tingkat persidangan di Pengadilan Militer.

Apabila telah dilakukan pemeriksaan sesuai proses dalam hukum acara pidana maka hasil persidangan atau Putusan Hakim terdiri dari 3 (tiga) jenis Putusan (Pasal 189 jo Pasal 190 UU 31 tahun 1997) sebagai berikut : 1. Terbukti melakukan tindak pidana, terhadap Terdakwa dijatuhi pidana. 2. Tidak terbukti melakukan tindak pidana, terhadap Terdakwa dibebaskan dari dakwaan. 3. Terbukti melakukan perbuatan tetapi bukan tindak pidana, terhadap Terdakwa dilepaskan dari tuntutan hukum. Atas Putusan Pengadilan Militer yang menyatakan Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan, maka selain dijatuhi pidana penjara ( pidana pokok) juga Putusan Hakim dapat sekaligus menjatuhkan pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer apabila dinilai prajurit TNI yang bersangkutan tidak dapat dipertahankan lagi (Pasal 6 a dan 6 KUHPM). Sesuai prosedur dan ketentuan Undang-undang ada 3 (tiga) jenis jalur pemecatan bagi prajurit TNI adalah sebagai berikut : 1. Saluran Hukum Disiplin Militer Prajurit TNI yang telah berulang kali melakukan pelanggaran disiplin dan tidak lagi menghiraukan adanya disiplin yang wajib ditaati di Kesatuan, walau Kesatuan telah berupaya untuk membinanya, namun tetap juga mengulangi perbuatannya dan telah dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga) kali dalam pangkat yang sama, dan menurut pejabat yang berwenang prajurit yang bersangkutan tidak patut dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas keprajuritan maka terhadap prajurit TNI tersebut dapat dipecat dari dinas TNI (Pasal 35 UU Nomor 26 tahun 1997) tentang hukum disiplin prajurit ABRI dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2010 Pasal 53 ayat (2) sub g. 2. Saluran Hukum Pidana Sidang Pengadilan Militer. Berdasarkan fakta-fakta hukum dipersidangan dan Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana, maka terhadap Terdakwa dijatuhi pidana pokok berupa pidana penjara dan atas pertimbangan Hakim, prajurit TNI yang bersangkutan dinilai tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai anggota TNI, maka selain penjatuhan pidana pokok tersebut, maka dapat juga disertai pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer aktif atau pemecatan prajurit TNI dan selanjutnya diproses secara administrasi apabila telah memperoleh kekuatan hukum tetap (BHT). Pemecatan prajurit TNI dari dinas aktif (diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas keprajuritan) karena dijatuhi pidana tambahan dipecat dari dinas militer sesuai Pasal 53 ayat (1) sub a Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2010. 3. Saluran Hukum Administrasi Kewenangan penjatuhan Hukum Administrasi adalah ada pada pejabat yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2010, sehingga apabila penjatuhan pidana oleh Pengadilan Militer terhadap prajurit TNI tidak disertai pidana

tambahan berupa pemecatan, namun Kesatuan Terdakwa, Ankum atau Papera menilai bahwa prajurit yang bersangkutan tidak dapat dipertahankan lagi sebagai prajurit maka Kesatuan dapat memproses secara administrasi prajurit TNI tersebut untuk dipecat secara administrasi atau pemecatan melalui Saluran Hukum Administrasi dengan syarat telah dijatuhi pidana lebih dari 2 (dua) kali berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, namun tidak disertai dengan pidana tambahan berupa pemberhentian dengan tidak hormat dan dinilai prajurit yang bersangkutan tidak patut dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas keprajuritan sesuai Pasal 53 ayat (2) sub c Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2010. Pengajuan pemecatan prajurit melalui Saluran Administrasi sebagaimana diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2010 tentang administrasi prajurit TNI berbeda dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1990 tentang administrasi prajurit ABRI yang telah dicabut dan diganti dimana apabila Putusan Pengadilan menjatuhkan Putusan pidana penjara lebih lama dari 3 (tiga) bulan oleh Kesatuan dapat diajukan pemecatan secara Hukum Administrasi. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2010 justru lebih toleransi dalam pengajuan pemecatan melalui Saluran Hukum Administrasi terhadap Putusan Pengadilan Militer yang tidak dikenakan penjatuhan pidana tambahan berupa pemecatan, untuk itu kewenangan Kesatuan mengajuan pemecatan atas Putusan Pengadilan Militer yang tidak menjatuhkan Putusan tambahan pemecatan dengan syarat prajurit yang bersangkutan telah dijatuhi pidana lebih dari 2 (dua) kali oleh Pengadilan Militer. Persyaratan tersebut tentu menyiratkan betapa prajurit TNI dibentuk dengan biaya Negara yang besar dan tenaga prajurit setelah dibentuk dan di didik serta ditugaskan di Kesatuan adalah menjadi prajurit yang diandalakan, penuh disiplin dan professional bukan malahan sebaliknya, namun Kesatuan menerapkan syarat formal tadi juga menilai bahwa prajurit yang bersangkutan sudah tidak mempunyai tabiat atau memiliki perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan atau TNI. Adapun alasan-alasan Hakim Militer memecat prajurit, baik secara objektif atau subjektif adalah sebagai berikut : 1. Untuk kepentingan Undang-undang itu sendiri. 2. Apabila pidana yang pernah dijatuhkan oleh Pengadilan Militer tidak membuat jera pelaku bahkan cenderung mengulangi perbuatannya atau melakukan pelanggaran lagi, walaupun di depan sidang Pengadilan terdahulu berjanji di depan persidangan untuk tidak melakukan kejahatan lagi. 3. Apabila Terdakwa tetap dipertahankan dalam dinas keprajuritan dinilai dapat mengganggu kesiapsiagaan Satuan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.

4. Apabila Terdakwa tetap dipertahankan dapat berpengaruh pada moral prajurit dan kadar disiplin prajurit lainnya di Kesatuan. 5. Pelaku tindak pidana terbukti sebagai pengedar, ikut memproduksi Narkoba serta menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian (sumber pengahasilan yang sah). 6. Pelaku terbukti melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya berat seperti Pasal 338 KUHP, 340 KUHP, 365 KUHP, Undang-undang senjata api Nomor 12 Drt 1958 dll. 7. Meninggalkan Kesatuan dalam waktu yang terlalu lama sehingga tidak ada lagi kemauan untuk berdinas sebagai anggota TNI dan juga tidak ada niat untuk kembali ke Kesatuan (desersi dan desersi in absensia). 8. Pelaku terbukti melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya tidak terlalu berat, namun Majelis Hakim menilai pelaku pernah dijatuhi Hukuman Disiplin oleh Kesatuan dan fakta-fakta hukum dipersidangan menunjukkan pelaku memiliki tabiat yang merugikan disiplin prajurit dan perbuatannya tidak patut dilakukan oleh seorang prajurit dan bertentangan dengan norma kehidupan prajurit, contoh Pasal 204 KUHP, dalam perkara tersebut dapat saja Mejelis Hakim menjatuhkan pidana pemecatan dari dinas TNI. Pemecatan prajurit TNI oleh Hakim Militer di Pengadilan Militer Tingakat Pertama dijatuhkan untuk mempertahankan kepentingan TNI dan kepentingan Satuan, sehingga oknum TNI yang tidak berdisiplin lagi atau tanpa memperdulikan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 TNI Wajib dikembalikan ke masyarakat sehingga tidak berpengaruh terhadap prajurit TNI lainnya yang tetap siap mengabdikan dirinya kepada Bangsa dan Negara yang dihormati dan dicintai oleh rakyat dalam tugasnya selaku prajurit TNI yang berdisiplin tinggi dan professional. Pemecatan prajurit TNI oleh Pengadilan Militer dan telah BHT (Berkekuatan Hukum Tetap) dan selanjutnya diproses administrasinya oleh Satker yang bersangkutan, sehingga diharapkan kepada para Aspers/Kasipers agar tetap mengirimkan surat ke Pengadilan Militer dan Oditur Militer yang menyidangkan perkaranya untuk kelengkapan registrasi apabila Skep pemecatan dari pejabat yang berwenang sudah turun. Pemecatan prajurit TNI yang dijatuhi oleh Pengadilan Militer dan setelah BHT (Berkekuatan Hukum Tetap) dan orangnya masih ada di Kesatuan atau tidak melarikan diri, seyogyanya terhadap prajurit yang bersangkutan supaya diupacarakan oleh Kesatuan(Papera) sehingga dapat memberikan penyuluhan hukum kepada para prajurit lainnya untuk tidak melakukan perbuatan yang sama atau dengan pelaksanaan upacara tersebut dimana dipublikasikan oleh media, maka dapat memberikan efek terhadap prajurit lainnya mencegah melakukan pelanggaran selain memberikan gambaran kepada masyakarat bahwa TNI tetap menjunjung tinggi penegakkan hukum.

Pemecatan prajurit TNI melalui 3 (tiga) jalur tersebut adalah mempunyai dasar hukum yang kuat, sehingga Pengadilan Militer adalah hanya salah satu diantaranya memiliki kewenangan untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas Militer aktif. Sehingga tulisan singkat ini dapat memberikan gambaran baik bagi para Hakim Militer di Tingkat Pertama juga terhadap para Komandan Satuan (Ankum dan Papera) yang anggotanya tidak dijatuhi pidana tambahan pemecatan oleh Majelis Hakim.