I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk suatu ekosistem. Secara prinsip ekosistem pesisir mempunyai 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia yaitu sebagai penyedia sumber daya alam, penerima limbah, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan (Bengen, 2000). Wilayah pesisir menyediakan berbagai sumber daya dan jasa yang digunakan manusia untuk kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pertanian, pemukiman, parawisata, industri dan pelabuhan. Kegiatan perikanan budidaya di tambak merupakan kegiatan yang memanfaatkan dan mengelola wilayah pesisir untuk memelihara ikan dan udang, tambak dibentuk dengan cara menggali areal pantai sehingga terbentuk kolam dan diberi saluran untuk memasukkan air dan mengeluarkan air pada saat pasang surut. Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang memiliki kawasan pesisir dengan panjang garis pantai + 62 km dari total garis pantai yang dimiliki Sumatera Utara dan luasan tambak sebesar 750 ha (Wahyudi,
2010), kabupaten ini mempunyai potensi untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan di tambak. Di satu sisi, pengembangan budidaya tambak untuk meningkatkan produksi perikanan adalah pilihan yang tepat pada saat kegiatan perikanan tangkap cenderung menurun produksinya akibat eksploitasi yang berlebihan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perikanan tambak ditingkatkan dengan cara mengembangkan teknologi budidaya dari sistem tradisional menjadi sistem intensif, namun pengembangan teknologi budidaya tersebut berpengaruh negatif bagi kualitas lingkungan pesisir. Penyebab timbulnya pengaruh negatif karena umumnya pembukaan tambak dilakukan dengan membabat habis hutan mangrove sehingga tidak tersedia lagi jalur hijau atau green belt. Hilangnya mangrove menyebabkan hilangnya fungsi mangrove sebagai ekosistem seperti perangkap sedimen (agen pengikat dan perangkap polusi), biofilter (pengolahan air yang dapat menyaring limbah tambak), sebagai daerah asuhan ikan dan udang, habitat satwa liar, sumber plasma nuftah, perlindungan pantai, pengendali banjir, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut (Primavera, 2006; Gunarto, 2004). Perkembangan teknologi budidaya udang dari sistem tradisional menjadi sistem semi intensif dan intensif menjadi permasalahan bagi perairan pesisir, terutama tingginya buangan limbah organik dari kegiatan pertambakan. Limbah organik dari tambak berhubungan dengan penggunaan pakan (pellet).
Pakan (pellet) yang digunakan untuk mendukung pertumbuhan udang pada tambak intensif dan semi intensif tidak seluruhnya termanfaatkan udang, kira-kira 35% dari pakan yang diberikan merupakan limbah organik dimana 15% berupa sisa pakan dan 20% berupa sisa metabolisme. Limbah organik dari sisa kegiatan budidaya udang yang terbuang biasanya dinyatakan dalam bentuk padatan tersuspensi (Total Suspended Solid). Dari hasil penelitian Rustam (2005), tambak intensif dengan luas 4000 m 2, padat tebar 30 ekor/m 2, total pakan yang diberikan 2623 kg menghasilkan limbah organik dalam bentuk TSS sebesar 924,86 kg selama 120 hari pemeliharaan sedangkan tambak semi intensif dengan luas 5000 m 2, padat tebar 20 ekor/m 2, total pakan yang diberikan 1637 kg menghasilkan limbah organik dalam bentuk TSS sebesar 526,56 kg selama 124 hari pemeliharaan. Menurut Boyd (2001) banyaknya TSS yang dibuang pada saat pergantian air selama pemeliharaan sebesar 2.400 kg/ha dan menghasilkan 3.200 kg/ha TSS saat dilakukan pengosongan kolam, karena itu kadar TSS merupakan variabel kualitas air yang penting dalam pengendalian pencemaran dan dapat dijadikan salah satu indikator kualitas suatu perairan. Limbah organik yang dibuang dari pertambakan ditampung di perairan pesisir, buangan limbah ini akan mempengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi perairan pesisir. Terjadinya perubahan kondisi fisik, kimia dan biologi perairan akan menurunkan kualitas perairan sehingga mengurangi kemampuan lingkungan perairan untuk menerima limbah atau mengurangi daya dukung perairan pesisir.
Melimpahnya bahan organik dari sisa pakan pada usaha budidaya udang secara intensif di lingkungan perairan pantai menyebabkan bakteri oportunistik patogen berubah menjadi betul-betul patogen seperti bakteri Vibrio harveyi, tingginya kelimpahan dan serangan bakteri menyebabkan kematian udang yang dibudidaya selain itu kandungan bahan organik ini nantinya akan mengalami dekomposisi sehingga perairan mengalami eutrofikasi dan pada kondisi anaerobik dekomposisi limbah organik ini akan menghasilkan gas-gas beracun (Maarif dan Somamiharja, 2000; Gunarto, 2004). Kemampuan perairan pesisir dalam menerima limbah ditentukan oleh jumlah limbah yang dihasilkan oleh usaha budidaya dan ketersediaan volume air laut untuk mengencerkan (menurunkan) konsentrasi limbah. Jumlah limbah yang dihasilkan tergantung kepada luas dan tingkat teknologi yang diterapkan sementara ketersediaan volume air yang tersedia di pantai ditentukan oleh panjang garis pantai, kemiringan dasar perairan pantai, kisaran pasang surut, frekuensi pasang surut dan jarak pengambilan air dari garis pantai ketika air surut. Semakin luas areal pertambakan dan semakin tinggi teknologi yang digunakan maka makin besar jumlah limbah organik yang dibuang ke perairan pesisir. Oleh karena itu, dengan mengetahui volume air di pantai dan jumlah limbah organik dari tambak maka diketahui kemampuan perairan dalam menerima limbah (daya tampung) dengan tidak melampaui daya dukung lingkungan pesisir.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis melakukan penelitian tentang analisis daya tampung limbah organik tambak udang terhadap daya dukung lingkungan di perairan pesisir Kabupaten Batubara. 1.2. Perumusan masalah Perumusan permasalahan dari penelitian ini adalah: a. Berapa jumlah limbah yang dikeluarkan dari kegiatan tambak udang? b. Berapa volume air laut dan beban limbah yang dapat ditampung perairan pesisir sehingga tidak melampaui daya dukung lingkungan pesisir? c. Berapa luasan tambak berdasarkan jumlah limbah dan ketersediaan volume air laut dengan tidak melampaui daya dukung lingkungan pesisir untuk keberlanjutan kegiatan budidaya? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: a. Jumlah limbah organik yang dihasilkan dari usaha budidaya tambak. b. Volume air laut dan beban limbah organik yang dapat ditampung perairan pesisir sehingga daya dukung alami dari perairan pesisir dapat ditentukan.
c. Luasan tambak yang sesuai dengan daya dukung lingkungan untuk keberlanjutan usaha budidaya. 1.4. Hipotesis Jumlah limbah organik dari usaha budidaya udang di tambak dapat ditampung oleh volume air di perairan pesisir maka luasan tambak dapat ditentukan sesuai dengan daya dukung lingkungan untuk keberlanjutan usaha budidaya. 1.5. Manfaat penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada petambak dan pemerintah luasan tambak dan penerapan teknologi yang sesuai dengan daya dukung perairan pesisir di kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara.
Kegiatan Budidaya Udang di Tambak Luas tambak dan Tingkat teknologi Intensif Semi intensif Sisa pakan/sisa metabolisme udang Limbah Organik Tambak Tidak Layak Kualitas Perairan Jumlah limbah dari tambak Volume perairan Daya dukung perairan pesisir Layak Gambar 1 : Kerangka Berpikir