Catatan KontraS terhadap Kinerja POLRI Hari Bhayangkara POLRI ke 68 Akuntabilitas POLRI Rendah, Pencari Keadilan Meningkat Bertepatan dengan hari Bhayangkara Polri ke 68, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan [KontraS], kembali memberikan catatan, secara khusus terkait akuntabilitas Kepolisian Republik Indonesia [POLRI] sebagai aparat negara yang memiliki tugas dan fungsi pokok sebagaimana di atur oleh UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 13: a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pada hari Bhayangkara kali ini, penilaian dan evaluasi terhadap kinerja POLRI, didasarkan pada delapan [8] bulan POLRI dibawah kepemimpinan Jenderal Pol Sutarman, yang telah resmi menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Pol Timur Pradopo, pada 25 Oktober 2013. Selain itu, laporan ini juga menyertakan catatan tambahan kinerja POLRI yang diwariskan Jenderal Pol Timur Pradopo, selama tiga tahun terakhir, yang merupakan pekerjaan rumah untuk diselesaikan oleh POLRI. Adapun fokus utama dari evaluasi KontraS, adalah menyorot akuntabilitas POLRI dalam konteks penegakan hukum terhadap beragam kasus dan peristiwa hukum, dengan kategori: 1. Pelanggaran hukum yang melibatkan personel POLRI diberbagai daerah dan beragam latar kepangkatan; 2. Respons hukum dari POLRI terkait kasus-kasus yang diadukan ke institusi POLRI Ketika resmi menjadi KAPOLRI, Jenderal Pol Sutarman hadir dengan program andalan, yang dikenal dengan dua belas [12] program prioritas. Namun enam bulan terakhir, angka kekerasan, pelanggaran hukum dan ham, masih sering dilakukan oleh anggota POLRI. Dok. KontraS Dok. KontraS
Sementara itu, ditahun-tahun sebelumnya, KontraS mencatat dan mendokumentasikan sepanjang bulan Januari hingga Desember 2013, telah terjadi 788 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, dan dari jumlah tersebut tercatat 4926 masyarakat sipil menjadi korban. Angka kekerasan tersebut, tergolong cukup tinggi, khususnya jika kita bandingkan dengan angka-angka kekerasan yang terjadi pada tahun 2012, yakni sebanyak 448 angka kekerasan, dan ditahun 2011 sebanyak 112 kekerasan. 1 PEMILU: Kekerasan dan Pelanggaran Hukum Salah satu program prioritas KAPOLRI, Jenderal Pol Sutarman, adalah Pengamanan pemilu yang diwujudkan melalui pemantapan situasi kamtibmas yang kondusif dan menjamin netralitas anggota Polri. Namun demikian, sepanjang gelaran PEMILU Legislatif, April 2014, tercatat rangkaian tindak kekerasan yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dilatari oleh perseteruan antar partai politik, demi meraih kekuasaan dengan menggunakan cara-cara kekerasan telah mengakibatkan hilangnya hak hidup seseorang, rasa aman, dan kebebasan menentukan pilihan politiknya. Pantauan KontraS, dalam tiga bulan terakhir, sebelum pelaksanaan PEMILU Legislatif, tindakan kekerasan bernuansa politik meningkat drastis. Tercatat 6 orang tewas, 27 orang terluka akibat penganiayaan, dan puluhan harta benda, termasuk atribut partai rusak dan dibakar. Kerugian nyawa dan harta benda ini diakibatkan oleh sejumlah tindakan kekerasan, seperti; penembakan, penganiayaan, pengrusakan, pembakaran, pelemparan bom molotov, intimidasi, teror, dan lain sebagainya yang kian marak terjadi. 2 Polisi Masih Menyiksa Sepanjang tiga tahun terakhir, hingga kepemimpinan KAPOLRI, Jenderal Pol Sutarman, KontraS mencatat dan mendokumentasikan bahwa penyiksaan dan perbuatan tiak manusiawi lainnya masih marak terjadi, bahkan menunjukan peningkatan pada setiap tahunnya. Tahun Angka Penyiksaan dan Perbuatan Korban Pelaku Tidak Manusiawi Lainnya 2010-2011 28 kasus 49 orang 21 kasus dilakukan POLRI 2011-2012 84 kasus 243 orang 14 kasus dilakukan POLRI 1 Jumlah kasus dihimpun oleh KontraS melalui beberapa metode, diantaranya: investigasi lapangan, keterangan korban langsung di kantor kontras, dan monitoring media nasional dan daerah 2 Lihat laporan Pemantauan KontraS, Laporan Serangkaian Kekerasan dan Penembakan di Aceh, Menjelang Pemilu 2014 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dapat diakses di http://kontras.org/data/laporan%20serangkaian%20kekerasan%20dan%20penembakan%20di%20aceh%20m enjelang%20pemilu.pdf
2012-2013 100 kasus 149 orang lukaluka, 10 orang meninggal dunia 2013-2014 108 kasus 155 orang lukaluka, 107 orang mengalami trauma dan kerugian psychis dan psychologis, dan 1 orang tidak diketahui keberadaannya 55 kasus dilakukan POLRI 80 kasus dilakukan POLRI Penggunaan Senjata Api Penggunaan senjata api secara berlebihan merupakan jenis tindak kekerasan yang paling sering dilakukan oleh anggota kepolisian. Sebanyak 278 peristiwa penembakan yang meliputi: salah tembak, peluru nyasar, penembakan target yang diduga pelaku teroris, penembakan tersangka kasus kriminal, pembubaran massa demontrasi (misalkan: aksi mahasiswa, dilokasi konflik sumber daya alam), termasuk dilokasi konflik komunal, dan lain sebagainya. Akibatnya, sejumlah 132 orang tewas, dan 428 orang menderita luka-luka akibat penembakan tersebut. 3 Pelanggaran Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan KontraS mencatat, sepanjang Januari hingga Desember 2013, telah terjadi sebanyak 118 peristiwa kekerasan terkait hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia, dari jumlah tersebut, secara umum, bentuk pelanggarannya dapat dikatergorikan: [1] pembiaran; yakni Polri tidak mengambil tindakan effektif untuk menghentikan penyerangan, intimidasi dan ancaman yang dilakukan oleh kelompok intoleran. KontraS juga menemukan turunan bentuk pelanggaran HAM lainnya yang dibiarkan oleh Polri, berupa penggusuran dan pengusiran paksa 4, penganiayaan dan diskriminasi; [2] Polri bersama dengan massa intoleran turut serta membubarkan acara / ritual keagamaan yang diselenggarakan oleh kelompok minoritas. Kekerasan di Sektor Sumber Daya Alam Catatan berikutnya adalah terkait dengan pelanggaran hukum dan HAM dalam isu eksploitasi sumber daya alam [SDA], KontraS mencatat sepanjang Januari hingga Desember 2013, terjadi 117 tindak kekerasan di sektor sumber daya alam, yang rata-rata dilakukan oleh Polri 3 Lihat Laporan KontraS soal Pengunaan Senjata Api yang di Gunakan dalam Kekerasan, 2011-2013. http://kontras.org/data/laporan%20kontras%20ttg%20senjata%20api.pdf 4 Sebagai tambahan informasi untuk penggusuran paksa Jama ah Shiah, lihat Siaran Pers KontraS,. Masyarakat Syiah Lagi-Lagi Hadapi Resiko Penggusuran Paksa, Dibutuhkan Investigasi Keterlibatan Aparat Pemerintah yang Mengintimidasi Syiah, bisa diakses di http://kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1813
dan beberapa diantaranya dilakukan oleh TNI. Adapun bentuk kekerasan yang dilakukan berupa penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penembakan hingga mengakibatkan luka serius dan meninggal dunia, penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lainnya. Secara umum, KontraS mencatat bahwa Polri dan TNI, masih menjadi alat kepanjangan tangan dari perusahaan, Catatan Kasus Kasus yang di Advokasi KontraS Sepanjang tiga tahun kepemimpinan Jenderal Pol Timur Pradopo, pada 2011 sampai dengan Oktober 2013, dan kepemimpinan Kapolri baru, Jenderal Pol Sutarman, sejak 25 Oktober 2013 hingga saat ini, Kontras melakukan beragam upaya advokasi terhadap beragam kasus kekerasan, pembiaran, dugaan pelanggaran HAM, penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh aparat kepolisian diberbagai tingkatan. Adapun advokasi yang dilakukan oleh KontraS beserta hasil yang dicapai, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Advoksi hukum berupa pelaporan dugaan kasus kekerasan dan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat kepolisian kepada mekanisme hukum di Kepolisian baik ditingkat Kepolisian Sektor [Polsek], Kepolisian Resor [Polres], Kepolisian Daerah [Polda], hingga Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia [MABES POLRI]. Tiga tahun terakhir, Kontras melakukan pendampingan kasus pelanggaran hukum dan ham yang dilakukan oleh aparat kepolisian, pada setiap tahunnya rata-rata sebanyak 70 sampai dengan 80 kasus. 5 Data enam bulan terakhir, terkait pelanggaran Hak Ekonomi Sosial dan Budaya: sepanjang Januari hingga Juni 2014, Kontras juga melakukan pendampingan hukum terhadap kasus-kasus berdimensi pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya. Tercatat dua puluh dua [22] kasus yang didampingi, dari angka tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: pelanggaran hak atas perumahan, berupa penggusuran paksa; isu kesehatan berupa tindakan mal praktik; kasus kekerasan dan penangkapan sewenang-wenang petani; Contoh kasus: Kasus kekerasan dan penyerangan terhadap puluhan petani yang dilakukan oleh anggota Polres Deli Serdang, Sumatera Utara. Kasus ini berawal ketika puluhan petani yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu Sumatera Utara [FRBSU] sedang melakukan aksi damai memprotes penyerobotan lahan milik petani, yang telah dikuasai oleh PT Perkebunan Nusantara [PTPN] II selama puluhan tahun 5 Untuk informasi tambahan lihat Laporan Pemantauan, Kemandirian dan Profesionalitas Polisi adalah Syarat Mutlak bagi keberlanjutan demokrasi [Kado Kontras untuk polri di Hari Bhayangkara], 1 Juli 2012. Dapat diakses di http://kontras.org/data/laporan%20hari%20bhayangkara.pdf
Dari kasus-kasus tersebut, respons kepolisian sejauh ini bersifat normatif, tidak menyelesaikan kasus secara komprehensif. Tuntutan KontraS adalah menyelesaikan kasus-kasus tersebut, melalui proses hukum pidana, tidak hanya berhenti di mekanisme internal di kepolisian, jika pelakunya dari POLRI. Selain itu, POLRI juga masih bersikap diskriminatif dalam penegakan hukum, ketika perusahaan yang melaporkan, maka POLRI bertindah cepat, misalkan ITC Mangga 2. Sementara, pendampingan hukum untuk pelanggaran hak Sipil dan Politik, tercatat KontraS telah melakukan pendampingan 67 kasus yang melibatkan anggota POLRI. Contoh Kasus: Penyiksaan terhadap Aslin Zalim di Tahanan Polres Baubau Aslin Zalim, selaku korban, ditemukan meninggal di tahanan Polres Baubau, Sulawesi Tenggara. Sebelum ditahan, korban ditangkap tanpa disertai surat penangkapan, selanjutnya ditahan di Mapolres Baubau. Selama di dalam tahanan, korban mengalami penyiksaan, berupa direndam di kolam Mapolresta Baubau dari Pk 22.00 sampai dengan 02.00 Wita, selanjutnya dipukul dan ditendang hingga menewaskan korban. Selain melakukan pendampingan secara langsung, KontraS juga mengeluarkan suratsurat, baik surat desakan, klarifikasi dan beragam bentuk surat-surat lainnya, yang pada intinya mendesak POLRI untuk menyelesaikan beragam kasus pelanggaran hukum dan HAM. Pada tahun 2012, KontraS mengirimkan 97 surat ke institusi POLRI Pada tahun 2013, KontraS mengirimkan 92 surat ke institusi POLRI Pada tahun 2014, selama tiga bulan terakhir, Januari Maret, KontraS mengirimkan 29 surat ke institusi POLRI Salah satu upaya advokasi yang dilakukan oleh KontraS, untuk memperdalam dan mengklarifikasi kasus-kasus yang sedang dan telah ditangani oleh pihak POLRI, adalah menggunakan mekanisme UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik [KIP]. Tahun Respons Kualitas Respons POLRI Normatif Buruk Baik 2012 10 surat 5 surat - 5 surat 2013 36 surat 17 surat 9 surat 10 surat 2014 6 Surat 2 surat 3 surat 1 surat Dok. KontraS Bentuk Penilaian Kualitas Respons POLRI
Bentuk Penilaian Indikator Normatif Jawabannya sangat umum, tidak spesifik dan mendalam Melimpahkan jawaban pada bagian lain di internal institusi Kepolisian; Buruk Menutup perkara secara sepihak, tanpa menjelaskan pemeriksaan yang akuntabel Perkara / pelanggaran pidana ditangani dengan mekanisme etik Lamban dalam merespons surat kontras Respons tidak memadai Baik Jawaban komprehensif, menjelaskan proses hukum baik etik maupun pidana Memberikan keterangan bahwa perkara sedang dalam proses pengembangan; Memberikan jawaban / respons atas surat KontraS tanpa penundaan / mengulur waktu 2. Kontras juga memiliki intensitas yang cukup sering, dalam melaporkan beragam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan, mal-praktik kekuasaan dan beragam pelanggaran hukum, berupa kekerasan dan tindakan tidak manusiawi lainnya, kepada mekanisme Provost dan Pengamanan [PROPAM]. 6 3. Pelaporan ke Ombudsman Republik Indonesia; hal ini berguna untuk mendesak institusi dan birokrasi Polri bekerja lebih maksimal dalam memeriksa, menyelidiki maupun memproses pelanggaran disiplin dan hukum yang dilakukan oleh personel Polri. Mengacu pada pengalaman Kontras menyampaikan pengaduan ke Ombudsman, sejauh ini membawa dampak yang cukup positif, bahwa Ombudsman tidak sedikit mengirimkan klarifikasi tertulis kepada Polri untuk merespon dan / atau meningkatkan akuntabilitas pelayanan hukum kepada pencari keadilan. 4. Pelaporan ke Komisi Kepolisian Nasional [KOMPOLNAS]; rata-rata dalam tiga tahun kepemimpinan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, hingga Kapolri Jenderal Pol Sutarman, Kontras cukup sering mengirimkan surat desakan, surat klarifikasi 6 Lihat juga Laporan Kondisi HAM di Indonesia 2012, Keadilan Macet: Kekerasan Jalan Terus, Kontras, 2012. Dapat diakses di http://kontras.org/buku/laporan%20ham%20indonesia%202012.pdf
maupun pendampingan hukum secara langsung kepada korban ataupun keluarga korban. 5. Pelaporan dugaan pelanggaran HAM ke Komnas HAM RI; misalkan ketika terjadi peristiwa dugaan pelanggaran HAM berat di Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, NTB, kemudian karawang, dan lain sebagainya. Kontras mencatat, mekanisme Komnas HAM tidak cukup effektif, khususnya dalam menangani kasus-kasus kekerasan atau dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota Polri. 6. Pelaporan terhadap Komisi III DPR RI; rata-rata dalam satu tahun, selama tiga periode kepemimpinan Jenderal Pol Timur Pradopo hingga Jenderal Pol Sutarman, Kontras melakukan audiensi, serta mengirimkan surat - surat terkait beragam kasus kekerasa dan dugaan pelanggaran ham yang dilakukan oleh POLRI ke Komisi III. Adapun mekanisme yang digunakan antara lain: [a] mekanisme jaring asmara, [b] mekanisme Rapat Dengar Pendapat Umum [RDPU], [c] undangan khusus dari Komisi III DPR RI untuk mendiskusikan isu atau regulasi tertentu, misalkan revisi UU No 2 Tahun 2002 tentang POLRI, perlindungan kelompok agama dan kepercayaan minoritas, dll Catatan Kritis untuk POLRI: a. Mekanisme internal, berupa hukuman indisipliner, tidak jarang, digunakan untuk memproses kasus-kasus yang termasuk dalam kategori kasus kriminal, sehingga mengakibatkan sanksi hukum yang rendah; misalkan kasus penembakan terhadap masyarakat sipil yang melakukan demonstrasi di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Provins Nusa Tenggara Barat [NTB], pada 24 Desember 2011 Resume hasil pemeriksaan internal kasus Bima: Bripda Fauzi (anggota Brimob Bima) dijatuhi hukuman teguran tertulis, penundaan mengikuti pendidikan selama 3 (tiga) bulan dan kurungan selama 3 (tiga) hari. Pasal yang diterapkan adalah pasal 4 huruf a PP No. 2 tahun 2003, pasal 3 huruf g PP No. 2 tahun 2003 dan pasal 5 huruf a PP No. 2 tahun 2003; Briptu Fatwa (anggota Resmob BKO Polres Kobi) dijatuhi hukuman teguran tertulis, penundaan pendidikan selama 3 (tiga) bulan, dan kurungan selama 3 (tiga) hari. Pasal yang diterapkan adalah pasal 4 huruf a PP No. 2 tahun 2003, pasal 3 huruf g PP No. 2 tahun 2003 dan pasal 5 huruf a PP No. 2 tahun 2003; Briptu Ida Bagus Juli Putra (anggota Brimob Mataram) dijatuhi hukuman teguran tertulis, penundaan pendidikan selama 3 (tiga) bulan, dan kurungan selama 3 (tiga) hari. Pasal yang diterapkan adalah Pasal 4 huruf a PP No. 2 tahun 2003, pasal 3 huruf g PP No. 2 tahun 2003 dan pasal 5 huruf a PP No. 2 tahun 2003; Briptu Adinata (Satintel Polda NTB) dijatuhi hukuman teguran tertulis,
penundaan pendidikan selama 3 (tiga) bulan, dan kurungan selama 3 (tiga) hari. Pasal yang diterapkan adalah pasal 4 huruf a PP No. 2 tahun 2003, pasal 3 huruf g PP No. 2 tahun 2003, dan pasal 5 huruf a PP No. 2 tahun 2003; Contoh kasus lainnya: 1. Merujuk pada kasus Penembakan dan Penyiksaan terhadap Warga Desa Sumi, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat: Polda NTB melalui Surat bernomor RI/606/ VI/ 2014/ Bid Humas bahwa terhadap dugaan terjadinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polri, Polda NTB telah memproses dan memberikan sanksi hukuman disiplin terhadap 11 [sebelas] orang anggota Polda NTB 2. Merujuk pada surat klarifikasi penanganan kasus penembakan oleh anggota Brimob Polda Papua, tertanggal 26 Mei 2014 Atas tindakan dari ketiga anggota Brimob tersebut, pihak kepolisian dalam hal ini Kasat Brimob Polda Papua selaku Ankumnya telah melaksanakan sidang Disiplin terhadap ketiga anggota tersebut dengan menjatuhkan sanksisanksi kepada masing-masing anggota Brimob dimaksud, sebagai berikut: a. Teguran tertulis; b. Penundaan pendidikan selama 1 [satu] tahun c. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 [satu] periode atau 6 [enam] bulan; d. Penempatan dalam tempat khusus selama 21 [dua puluh satu] hari 3. Merujuk pada surat jawaban permohonan Informasi Penanganan penembakan 2 [dua] orang warga Morowali, tertanggal 17 Juni 2014 oleh Polda Sulteng; bahwa terhadap 15 orang anggota kepolisian yang terlibat telah dijatuhi hukuman disiplin b. Sulit mengakses hasil internal Propam, khususnya terkait putusan dan implementasi putusan. Kontras mencatat bahwa Kepolisian RI belum memiliki publikasi yang baik terkait proses dan hasil-hasil dari mekanisme / akuntabilitas internal, sehingga publik khususnya korban tidak memiliki informasi yang cukup terkait perkembangan kasus-kasus yang telah dan sedang diproses melalui mekanisme internal. c. Kontras juga mencatat bahwa terkait respon dan pola komunikasi yang terjalin dalam penanganan perkara, belum menjadi kebijakan institusi. Ada perbedaan yang cukup signifikan terkait respon, ditingkat Mabes Polri, umumnya memberikan respon yang cukup cepat, sebaliknya di tingkat Polda dan jajaran dibawahnya iramanya lambat, bahkan beberapa jaringan / mitra Kontras di daerah mengaku kesulitan memastikan respon kepolisian dalam pengalaman advokasi di daerah.
d. Terkait ketersidaan dan akses terhadap informasi publik, Kontras mencatat bahwa secara umum, ketika mengajukan permohonan memperoleh informasi, maupun mengajukan keberatan atas kebijakan maupun respon dari Polri, umumnya jawaban yang diberikan oleh Polri masih sangat normatif dan tidak menyentuh akar persoalan. e. Sepanjang tiga tahun terakhir, Polri masih nampak diskriminatif dalam menjalankan proses hukum, yakni dengan mendahulukan kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang secara terang-terangan mengkritisi kebijakan negara. f. Tidak ada evaluasi yang efektif dan berkala terhadap implementasi seperangkat Peraturan KAPOLRI [PERKAP], semisal PERKAP No 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa; PERKAP No 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam tindakan Kepolisian; PERKAP No 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas dan Ganti dan Cara Bertindak dalam Penanggulangan Huru-Hara; dll Jakarta, 1 Juli 2014 Badan Pekerja, Haris Azhar, SH, MA Koordinator