BAB II KAJIAN PUSTAKA. sebagai subjek penelitian. Kajian yang berhubungan dengan naskah drama pernah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini, yakni penelitian

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian Konflik Dalam Naskah Drama Bapak Karya. Bambang Soelarto dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama

BAB II KAJIAN TEORITIS. memahami apa yang ia pelajari. Pembelajaran tersebut dapat dilakukan salah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. berarti berbuat, to act atau to do (Morris dalam taringan, 2000:69). Drama dapat

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KONSEP, TINJAUAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini melibatkan beberapa konsep seperti berikut ini.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Konflik terjadi acap kali dimulai dari persoalan kejiwaan. Persoalan

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ketoprak atau dalam bahasa Jawa sering disebut kethoprak adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

Bab 2. Landasan Teori. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

ANALISIS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA NOVEL TEATRIKAL HATI KARYA RANTAU ANGGUN DAN BINTA ALMAMBA DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, karya sastra memberikan manfaat kepada pengarang dan pembaca

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING DALAM BERMAIN DRAMA PADA SISWA KELAS V SDN 6 BULANGO SELATAN KECAMATAN BULANGO SELATAN KABUPATEN BONE BULANGO Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa tulisan yaitu novel yang menceritakan tentang kehidupan tokohtokoh

Kemampuan Menulis Naskah Drama oleh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 12 Kabupaten Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 23 KOTA JAMBI TAHUN AJARAN 2016/2017 Yundi Fitrah dan Lia Khairia FKIP Universitas Jambi

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan drama.

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

Soal UTS Bahasa Indonesia Kelas VI Semester 2

ANALISIS PSIKOLOGI TOKOH UTAMA NOVEL HUJAN DI BAWAH BANTAL KARYA E. L. HADIANSYAH DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI SMA

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA MELALUI

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra memberikan pelajaran penting bagi kehidupan manusia. Dalam karya terdapat pesan-pesan sosial, moral, dan spiritual

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. adalah pertentangan, percekcokan, atau perselisihan. Wujud konflik dibagi dalam dua

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti pernah mengalami konflik di dalam hidupnya. Konflik

KLASIFIKASI EMOSI PEREMPUAN YAN TERPISAH DARI RAGANYA DALAM NOVEL KOMA KARYA RACHMANIA ARUNITA (SEBUAH KAJIAN PSIKOLOGI)

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tetapi penelitian yang di fokuskan pada plot masih jarang dilakukan. Adapun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan dagelan.

KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SISWA KELAS VIII SMP DHARMA BHAKTI 6 KOTA JAMBI TAHUN PELAJARAN 2013/2014. Oleh: RENI NOVERA MONA RRA1B109039

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB II LANDASAN TEORI

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kekuatan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Penelitian naskah drama Bapak karya Bambang Soelarto sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti, sehingga penulis menjadikan naskah drama Bapak sebagai subjek penelitian. Kajian yang berhubungan dengan naskah drama pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Tetapi, melihat dari aspek atau segi lain, kajian yang dimaksud antara lain. 1. Fertis Laima (2013) melakukan penelitian dengan judul Kejiwaan Tokoh dalam Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya (suatu tinjauan psikologi sastra). Dalam penelitiannya, Fertis Laima memanfaatkan teori psikologi sastra Sigmun Freud dengan permasalahan bagaimana kejiwaan tokoh dalam Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian dari Naskah Drama Bila Malam Bertambah Malam ini terbukti bahwa dari masing-masing tokoh berbeda. Tokoh Gusti Biang memiliki aspek kejiwaan yang keras. Ia sombong dan angkuh karena status sosialnya yang tinggi. Ia bersikeras dan tetap teguh pada pendiriannya untuk menikahkan anaknya bersama seorang wanita yang sederajat dengan status sosial mereka. Namun dalam perubahan cerita, tokoh Gusti Biang mengalami kebimbangan. Tokoh Nyoman

baik dan ramah, ia pun selalu sabar dengan perilaku tokoh Gusti Biang yang sering menghina dan membuatnya sakit hati. 2. Nirmawati Abdul dengan judul Analisis Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Madah Cinta Shalihah karya Vanny Chrisma W, tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam Novel Madah Cinta Shalihah karya Vanny Chrisma W. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis untuk mendeskripsikan kondisi-kondisi yang terjadi dalam hal ini konflik batin tokoh utama dalam Novel Madah Cinta Shalihah karya Vanny Chrisma W. Simpulan dari hasil penelitian ini adalah Novel Madah Cinta Shalihah adalah novel yang menceritakan tentang seorang gadis yang tertekan jiwanya. Perwatakan Shalihah sebagai tokoh utama saat mengalami konflik batin menjadi seorang gadis benci terhadap orang-orang islam terutama orang arab. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, disimpulkan bahwa dalam penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Fertis Laima dengan penelitian sekarang, sama-sama mengkaji naskah drama (objek kajian) dengan menggunakan pendekatan yang sama yaitu pendekatan psikologi sastra, perbedaannya pada segi judul naskah drama. Sedangkan persamaan pada penelitian Nirmawati Abdul sama-sama mengkaji konflik dan perbedaannya dari objek penelitian dan pendekatan yang digunakan.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengertian Drama Kata drama berasal dari kata Greek (bahasa Yunani) draien, yang diturunkan dari kata draomai yang semula berarti berbuat, berlaku, bertindak, beraksi (to do, to act). Dalam perkembangan selanjutnya, kata drama mengandung arti kejadian, risalah, dan karangan. Ada beberapa pengertian yang dirumuskan oleh banyak ahli di bidang drama. Menurut Moulton (dalam Satoto, 2012:3) drama adalah kehidupan yang ditampilkan dalam gerak (life presented in action). Jika dalam sastra jenis prosa menggerakkan fantasi kita, maka dalam jenis drama kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung di muka kita sendiri. Drama adalah kualitet komunikasi, situasi, action, yang menimbulkan perhatian, kehebatan, ketegangan pada pendengar atau penonton (Badrun,1983 : 24). Harymawan RMA dalam (Satoto, 2012:3) drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas, yang menggunakan bentuk cakapan dan gerak atau penokohan di hadapan para penonton. Dalam bahasa perancis drama disebut drame yang artinya lakon serius (Endraswara, 2011:11). Lakon serius yang dimaksud, tidak berarti drama melarang adanya humor. Serius dalam hal ini cenderung merujuk pada aspek penggarapan. Drama perlu garapan yang matang. Drama adalah seni cerita dalam percakapan dan tokoh akting. Dalam drama harus ada akting dan lakon.

Drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama tidak jauh berbeda dengan lakuan serta dialog yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Drama merupakan penciptaan kembali kehidupan nyata atau jika menurut Aristoteles adalah peniruan gerak yang memanfaatkan unsur-unsur aktivitas nyata. Drama pada umumnya dimaksudkan untuk memenuhi pengertian yang wajar, yaitu sesuatu yang harus diinterpretasikan oleh para aktor. Bentuk drama lain daripada bentuk prosa yang sudah disebutkan dahulu. Drama mempergunakan kalimat-kalimat langsung sehingga apabila cerita itu akan dipentaskan, masingmasing pemegang peran hanya tinggal menghafalkan kalimat-kalimat yang menjadi bagiannya untuk diucapkan (Kosasih, 2012:132) Sebuah drama dibagi-bagi atas bagian yang disebut babak dan babak dibagi pula atas adegan. Ada drama yang terdiri hanya atas satu babak, tetapi ada pula yang lebih. Percakapan antara dua orang pelaku disebut dialog. Kata pendahuluan yang biasanya diucapkan pada pembukaan untuk membangkitkan minat penonton terhadap apa yang akan dipertunjukan nanti disebut prolog, dan kata penutup untuk mencamkan dan yang mengikhtisarkan sari pelajaran yang terdapat dalam pertunjukan tadi disebut epilog. Drama atau sandirwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata (Badudu, 1983:54).

Mempelajari naskah drama dapat dilakukan dengan cara mempelajari dengan seksama kata-kata, ungkapan, kalimat atau pernyataan tertentu yang dipergunakan oleh pengarang dalam naskah drama yang ditulisnya. Memang penonton mungkin tidak pernah membaca sendiri dialog dalam naskah. Mereka mendengarkan dialog diucapkan oleh aktor di panggung. Menurut Waluyo (dalam Didipu, 2012:101) drama sebagai salah satu genre (seni) sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa disebut drama naskah, sedangkan drama sebagai kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis, seni kostum, seni rias, dan sebagainya disebut drama pentas. Berdasarkan beberapa teori tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa drama adalah sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan dalam dialog dan lakuan tokoh berisi konflik manusia. Drama sebagai karya sastra dapat dibedakan menurut dua penggolongan mendasar yaitu drama sebagai sastra lisan dan drama sebagai karya tulis. Sebagai sastra lisan drama adalah teater, sedang drama sebagai karya tulis adalah peranan naskah terhadap komunikasi drama itu sendiri. 2.2.2 Unsur-Unsur Drama a. Tema Tema merupakan sumber gagasan atau ide cerita yang dikembangkan menjadi sebuah karangan yang digunakan pengarang dalam menyusun cerita. Untuk bisa menentukan tema, seseorang perlu mengetahui minimal tiga unsur

cerita, yaitu rangkaian cerita, setting, dan tokoh-tokoh yang mendukung cerita bersama karakternya (Satoto, 2012:39). b. Plot Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, sebuah cerita drama pun harus bergerak dari satu permulaan (beginning) melalui suatu pertengahan (middle) menuju suatu akhir (ending). Dalam drama, bagian-bagian ini dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi (denouement) (Kosasih, 2012:135). 1) Eksposisi suatu lakon atau cerita yang menentukan aksi dalam waktu dan tempat; memperkenalkan tokoh, menyatakan situasi suatu cerita; mengajukan konflik yang akan dikembangkan dalam bagian utama cerita tersebut, dan adakalanya membayangkan resolusi yang akan dibuat dalam cerita itu. 2) Komplikasi bertugas mengembangkan konflik. Sang pahlawan atau pelaku utama menemukan rintangan-rintangan antara dia dan tujuannya, dia mengalami aneka kesalahpahaman dalam perjuangan untuk menanggulangi rintangan-rintangan ini. Pengarang dapat mempergunakan teknik flash-back atau sorot balik untuk memperkenalkan penonton dengan masa lalu sang pahlawan, menjelaskan suatu situasi atau untuk memberikan motivasi bagi aksiaksinya.

3) Resolusi hendaklah muncul secara logis dari apa-apa yang telah mendahuluinya didalam komplikasi. Titik batas yang memisahkan komplikasi dan resolusi, biasanya disebut klimaks (turning point). Pada klimaks itulah terjadi perubahan penting mengenai nasib sang tokoh. Kepuasan para penonton terhadap suatu cerita tergantung pada sesuai tidaknya perubahan itu dengan yang mereka harapkan. c. Penokohan (Karakterisasi atau Perwatakan) Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang yang bertanya; Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu (Kosasih, 2012:41). Tokoh-tokoh dalam drama diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Tokoh gagal atau tokoh badut (the foil). Tokoh ini mempunyai pendirian yang bertentangan dengan tokoh lain. Kehadiran tokoh ini berfungsi untuk menegaskan tokoh lain itu. 2) Tokoh idaman (the type character). Tokoh ini berperan sebagai pahlawan dengan karakternya yang gagah, berkeadilan, atau terpuji. 3) Tokoh statis (the static character). Tokoh ini memiliki peran yang tetap sama, tanpa perubahan, mulai dari awal hingga akhir cerita.

4) Tokoh yang berkembang. Tokoh ini mengalami perkembangan selama cerita itu berlangsung. Misalnya tokoh yang awal ceritanya sangat setia, secara cepat berkembang dan berubah menjadi tidak setia, menjadi orang yang berkhianat pada akhir cerita. d. Dialog Ciri khas drama adalah naskah tersebut berupa dialog. Dalam menyusun dialog, pengarang harus memperhatikan pembicaraan tokoh. Ragam bahasa dalam dialog tokoh drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis maka diksi hendaknya dipilih sesuai dengan dramatic-actiondari plot yang ada (Kosasih, 2012:136). Dalam drama, percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan. 1) Dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas. 2) Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja, para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan ilmiah.

e. Latar Istilah latar (setting) dalam arti yang lengkap meliputi aspek ruang dan waktu kejadiannya peristiwa. Bagian dari teks dan hubungan yang mendasari suatu lakuan (action) terhadap keadaan sekeliling. Latar adalah keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu didalam naskah drama (Kosasih, 2012:136). 1) Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di dalam naskah drama. 2) Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam naskah drama. 3) Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya yang melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama misalnya dalam budaya masyarakat betawi, melayu, sunda. f. Amanat Pesan atau sisipan nasihat yang disampaikan pengarang melalui tokoh dan konflik dalam suatu cerita. Hal mendasar yang membedakan antara karya sastra puisi, prosa, dan drama adalah pada bagian dialog. Dialog adalah komunikasi antar tokoh yang dapat dilihat (bila dalam naskah drama) dan didengar langsung oleh penonton, apabila dalam bentuk drama pementasan (Satoto, 2012: 40).

2.2.3 Jenis-Jenis Drama 2.2.3.1 Jenis Drama Ditinjau dari Bentuk Penampilan 1. Drama Komedi Komedi adalah drama ringan yang sifatnya menghibur dan di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Drama ini bersifat humordan pengarangnya berharap akan menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Drama komedi ditampilkan tokoh yang tolol, konyol, sedikit porno, gagap, atau tokoh bijaksana tetapi lucu. Komedi sering menampilkan alur yang latah. Jalan cerita menjadi kacau atau sengaja dilanggar. (Endraswara, 2011: 125). 2. Pantomim Pantomim adalah drama gerak. Dalam pantomim diutamakan adalah kelucuan. Biarpun ada ajaran di dalamnya, namun disampaikan dengan gerakgerak humor. Pantomim adalah drama komedi yang mengutamakan permainan ragawi. Biarpun drama pantomim itu hanya berupa gerak fisik, ternyata sering memukau penonton (Endraswara 2011:128). Pantomim adalah bentuk drama tanpa konflik, awal, klimaks, dan penyelesaian. Ada tiga hal yang penting dalam pantomim (1) gerak dan imajinasi; (2) konsentrasi; (3) kebebasan gerak tubuh, lentur dan ada daya rangsang emosi (Isabel, 1986:21). Tujuan seni pantomime yaitu (1) gerak

imajinatif; (2) mengembangkan kekuatan kosentrasi; (3) relaksasi dengan cara melenturkan tubuh (Isabel, 1968:25). 3. Drama Tragedi dan Melodrama Dalam tragedi, tokohnya adalah tragichero artinya pahlawan yang mengalami nasib tragis. Dalam sejarah drama, kita mengenal drama-drama Yunani yang bersifat duka. Diceritakan pertentangan antara tokoh protagonis dengan kekuatan yang luar biasa yang berakhir dengan kematian tokoh protagonis itu. Drama duka adalah drama yang pada akhir cerita tokohnya mengalami kedukaan contoh Romeo-Juliet, Machbeth, Hamlet, Roro Mendut. Drama tragedi juga dapat dibatasi sebagai drama duka yang berupa dialog bersajak yang menceritakan tokoh utama yang menemui kehancuran karena kelemahannya sendri, seperti angkuh dan sifat iri hati (Endraswara, 2011:132). Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Tokoh dalam melodrama adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti dalam tragedi). 4. Drama Eksperimental Penanaman drama eksperimental disebabkan oleh kenyataan bahwa drama tersebut merupakan hasil eksperimen pengarangnya dan belum memasyarakat. Biasanya drama jenis ini adalah drama nonkonvensional yang

menyimpang dari kaidah-kaidah umum struktur lakon, baik dalam struktur tematik maupun dalam hal struktur kebahasaan (Endraswara 2011:136). 2.2.3.2 Jenis Drama Ditinjau dari Aspek Konteks dan Tempat Pentas 1. Drama Pendidikan Istilah drama pendidikan disebut juga drama ajaran atau drama didaktis. Pada abad pertengahan, lakon menunjukkan pelaku-pelaku yang dipergunakan untuk melambangkan kebaikan atau keburukan, kematian, kegembiraan, persahabatan, permusuhan, dan sebagainya. Pelaku-pelaku drama dijadikan cermin bagi penonton dengan maksud untuk mendidik (Endraswara 2011:139). 2. Closed Drama Drama jenis ini hanya indah untuk dibaca. Para sastrawan yang tidak berpengalaman mementaskan drama biasanya menulis closed drama yang tidak mempunyai kemungkinan pentas atau kemungkinan pentasnya kecil. Para penulis drama biasanya menulis drama yang tidak hanya memperhatikan struktur atau keindahan bahasa, akan tetapi yang terpenting adalah kemungkinannya untuk dipentaskan (Endraswara, 2011:139). 3. Drama Teatrikal Menurut kodratnya seharusnya semua naskah drama dapat dipentaskan. Akan tetapi dalam closed drama, kemungkinan untuk dipentaskan itu kecil karena struktur lakon dan cakapannya yang tidak

mendukung pementasan. Dalam drama teatrikal mungkin nilai literernya tidak tinggi, tetapi kemungkinan untuk dapat dipentaskan sangat tinggi. Drama teatrikal memang menciptakan untuk dipentaskn (Endraswara 2011:140). 2.2.4 Konflik Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Peristiwa dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Ada peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Sebaliknya, karena terjadi konflik, peristiwa-peristiwa lain pun dapat bermunculan, misalnya yang sebagai akibatnya. Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita, dapat berupa peristiwa fisik ataupun batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik, ada interaksi

antara seorang tokoh cerita dengan sesuatu yang di luar dirinya: tokoh lain atau lingkungan. Peristiwa batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin, hati, seorang tokoh. Kedua bentuk peristiwa tersebut saling berkaitan, saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain. Bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian, dapat pula dibedakan ke dalam dua kategori yaitu konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal (Nurgiyantoro, 2010: 125). 2.2.4.1 Wujud Konflik dalam Naskah Drama Sayuti (2000: 42-43) membagi konflik menjadi tiga jenis. Pertama, konflik dalam diri seorang (tokoh). Konflik ini sering disebut juga dengan psychological conflict atau konflik kejiwaan. Konflik jenis ini biasanya terjadi berupa perjuangan seorang tokoh dalam melawan dirinya sendiri, sehingga dapat mengatasi dan menentukan apa yang akan dilakukannya. Kedua, konflik antara orang-orang atau seseorang dan masyarakat. Konflik jenis ini sering disebut dengan istilah social conflict atau konflik sosial. Konflik seperti ini biasanya terjadi antara tokoh dengan lingkungan sekitarnya. Konflik ini timbul dari sikap individu terhadap lingkungan sosial mengenai berbagai masalah yang terjadi pada masyarakat. Ketiga, konflik antara manusia dan alam. Konflik seperti ini sering disebut sebagai physical or element conflict atau konflik alamiah. Konflik jenis ini biasanya terjadi ketika tokoh tidak dapat menguasai dan atau memanfaatkan serta membudayakan alam sekitar sebagaimana mestinya. Apabila hubungan manusia dengan alamnya tidak serasi maka akan terjadi diharmoni yang dapat menyebabkan terjadinya konflik itu.

Ketiga jenis konflik di atas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok jenis konflik yaitu konflik ekternal dan konflik internal. Konflik eksternal (external conflict) adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konflik eksternal mencakup dua kategori konflik yaitu konflik antar manusia sosial (social conflict) dan konflik antar manusia dan alam (physical or element conflict). Konflik internal (internal conflict) adalah konflik yang terjadi dalam hati atau jiwa seorang tokoh cerita. Konflik seperti ini biasanya dialami oleh manusia dengan dirinya sendiri. Jenis konflik yang masuk dalam konflik internal yaitu konflik dalam diri seorang tokoh (psychological conflict). Konflik seperti di atas dapat terjadi secara bersamaan karena erat hubungannya dengan manusia yang disebut tokoh dalam karya sastra (Nurgiyantoro, 2010: 124). Salah satu hal yang merupakan bagian dari kehidupan manusia bahkan kadang menjadi penentu alur hidup seseorang adalah konflik. Konflik adalah sesuatu yang menjadikan hidup yang kita jalani menjadi lebih sempurna dengan segala lika liku problematika yang bisa ditimbulkannya. Dia menjadikan hidup lebih berwarna. seseorang pasti akan merasa hampa jika selama hidupnya hanya merasakan kebahagiaan. Begitu pun sebaliknya, seseorang lainnya pun akan merasa bosan jika terus menerus menderita.

2.2.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Konflik dalam Naskah Drama Menurut Chandra (1992:30) bahwa indikator adanya kehadiran konflik adalah terdapatnya unsur-unsur seperti (1) adanya ketegangan yang diekspresikan, (2) adanya sasaran/tujuan atau pemenuhan kebutuhan yang dilihat berbeda, yangdirasa berbeda, atau yang sesungguhnya bertentangan, (3) adanya saling ketergantungan. Konflik dalam diri seseorangakan menimbulkan frustasi, bila individu mendapat kekecewaan yang terus menerus dan kekecewaan ini bersifat emosional yang disebut juga frustasi emosional. 2.2.4.3 Dampak Adanya Konflik dalam Naskah Drama Dalam naskah drama ketika terjadinya sebuah konflik, akan ada bentuk reaksi dan frustasi dari diri seorang tokoh. Bentuk dan frustasi tersebut bermacam-macam tergantung dari watak dan otak manusianya. Bentuk-bentuk reaksi terbagi menjadi (1) agresi marah (angry aggression), (2) ketidakberdayaan (helplessness anxiety), (3) kemunduran (regression), (4) fiksasi, (5) penekanan. (Http://parraning.files.wordpress.com/2011/12/konflik-dan-frustasi.ppt) Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik merupakan pertentangan pemenuhan kebutuhan dalam diri manusia itu sendiri atau dengan orang lain atau kelompok

2.2.5 Psikologi Sastra Psikologi sastra adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperlihatkan perilaku yang beragam. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan jauh diperlukan psikologi. Lebih-lebih pada zaman sekarang kemajuan teknologi seperti sekarang ini, manusia mengalami konflik kejiwaan yang bermula dari sikap kejiwaan tertentu serta bermuara pula pada masalah kejiwaan. Menurut Ratna (2011:344) psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Artinya psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan psikologi sastra. Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan psikologi sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologi karena dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya tersebut. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lepas dari

kejiwaan masina-masing. Bahkan, psikologi sastra pun mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra. Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa. Sedangkan jika berupa puisi, tentu akan tampil melalui lariklarik dan pilihan kata yang khas. Disadari atau tidak, dunia penelitian psikologi sastra awal adalah teori Freud. Ia mengemukakan bahwa kesadaran merupakan sebagian kecil dari kehidupan mental sedangkan bagian besarnya adalah ketidaksadaran. Ketidaksadaran ini dapat menyublim ke dalam proses kreatif pengarang. Ketika pengarang menciptakan tokoh, kadang bermimpi seperti halnya realitas. Semakin jauh pengarang, juga sering gila sehingga yang diekspresikan seakan-akan lahir bukan dari kesadarannya. Freud membahas pembagian psikisme manusia: Id, (terletak di bagian taksadar) yang merupakan reservoir pulsi dan menjadi sumber energi psikis. Ego (terletak di antara alam sadar dan taksadar) yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan pulsi dan larangan superego. Superego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian taksadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan sempurna pulsi-pulsi tersebut yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orang tua. Freud membahas pembagian psikisme manusia: id, ego, dan superego.

Freud mengibaratkan id sebagai raja atau ratu, ego sebagai perdana menteri dan superego sebagai pendeta tertinggi. 1. Id merupakan energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar seperti misalnya kebutuhan makan, seks, menolak rasa sakit atau tidak nyaman. Menurut Freud, id berada di alam bawah sadar, tidak ada kontak dengan realitas. Cara kerja id berhubungan dengan prinsip kesenangan, yakni selalu mencari kenikmatan dan selalu menghindari ketidak nyamanan. Id berlaku seperti penguasa absolut, harus dihormati, manja, sewenang-wenang dan mementingkan diri sendiri, apa yang diinginkannya harus segera terlaksana. 2. Ego selaku perdana menteri yang diibaratkan memiliki tugas harus menyelesaikan segala pekerjaan yang berhubungan dengan realitas dan tanggap terhadap masyarakat. Ego terperangkap diantara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas. 3. Superego mengacu pada moralitas dalam kepribadian. Superego sama halnya dengan hati nurani yang mengenali nilai baik dan buruk (conscience). Sebagaimana id, superego tidak mempertimbangkan realitas karena tidak bergumul dengan hal-hal realistis, kecuali ketika implus seksual dan agresivitas id dapat terpuaskan dalam pertimbangan moral.

2.2.6 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir bertujuan untuk memberikan gambaran tentang jalan kerja dalam penelitian. Konflik Jenis Penelitian Pustaka NASKAH DRAMA Psikologi Sastra Sumber Data Naskah Drama Bapak Rumusan Masalah Analisis Wujud Konflik dalam Naskah Drama Bapak Penyebab Konflik dalam Naskah Drama Bapak Dampak adanya Konflik dalam Naskah Drama Bapak Simpulan Penelitian Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam naskah drama Bapak, peneliti melihat konflik-konflik apa saja yang terjadi dalam naskah drama tersebut melalui pendekatan psikologi sastra. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan mengambil sumber data yaitu naskah drama Bapak. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimanakah wujud konflik yang ada dalam naskah drama Bapak, penyebab konflik dalam naskah drama Bapak, dan

bagaimanakah dampak adanya konflik dalam naskah drama Bapak. Dari rumusan masalah tersebut kemudian di analisis. Setelah dianalisis, konflik dalam naskah drama Bapak tersebut akan ada hasil penelitian dan pembahasan. Setelah itu dari hasil penelitian dan pembahasan tersebut di berikan simpulan penelitian tentang konflik yang terjadi dalam naskah drama.