PELEPASAN KATION BASA PADA BAHAN PIROKLASTIK GUNUNG MERAPI

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu Vulkanik Pada Tanah Oxisols

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data hasil analisis laboratorium parameter kalium tukar dari tiap titik sampel. Kontrol I II III

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

V1 (II) V3 (II) V5(III) V0(IV) V4(III) V2 (I)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

Pelindian Unsur Kalium (K) dan Natrium (Na) Sanjaya et. al

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

JERAPAN Na +, NH 4 +, DAN Fe 3+ PADA TANAH-TANAH YANG DIDOMINASI MINERAL LIAT SMEKTIT. Rasional

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Campuran Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kubis Bunga (Brassica oleracea L.)

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

Dampak Ketebalan Abu Vulkanik Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sifat Biologi Tanah Di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

Gambar 3. Lahan Hutan di Kawasan Hulu DAS Padang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini tidak berarti bahwa setiap

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

Letusan Gunung Sinabung Tingkatkan Kesuburan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI-13 Aplikasi Pupuk

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan *Coressponding Author :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

1 PELEPASAN KATION BASA PADA BAHAN PIROKLASTIK GUNUNG MERAPI Novalia Kusumarini *, Sri Rahayu Utami, Zaenal Kusuma Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya * penulis korespondensi: novakusuma8@gmail.com Abstract Mount Merapi is most active volcano and periodically erupted. The erupted materials are soil parent materials which rich of base cations that useful for plant growth. Leaching process was used as alternative approach to study base cations released. Leaching experiment used artificial rain water. The effort to reduce base cations leached and also increase base cations relesed was using chicken manure, leucana litters, and Arachis pintoi that used as cover crop as the treatment of experiment. The leaching experiment simulated 4 years rainfall intensity. After incubation for 96 days (4 years rainfall simulation), addition of chicken maure and leucana litters decreased base cations leached in Mount Merapi pyroclastic materials, except for K+ by 16%. Planting Arachis pintoi decrease base cations leached in Mount Merapi pyroclastic materials by 13% but did not increase base cations released. Key words: pyroclastic, leaching, base cations Pendahuluan Gunung Merapi merupakan gunung yang teraktif di Indonesia. Berdasarkan penelitian Suriadikarta et al. (2011), abu vulkan Merapi pada letusan tahun 2010 memialiki kandungan P 2O 5 rendah sampai tinggi, KTK dan MgO rendah, CaO tinggi, SO 3 bervariasi mulai 2 hingga 160 ppm, serta kandungan logam berat cukup rendah. Pelapukan material piroklastik merupakan proses geokimia yang penting untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Proses pelapukan dipengaruhi keadaan iklim, yaitu suhu, tekanan, dan kelembaban, serta komposisi mineral. Proses pelapukan dapat dipercepat dengan menambahkan bahan organik dan akar tanaman. Namun, kajian tentang pelapukan hasil letusan Gunung Merapi. Oleh sebab itu dilakukan penelitan yang bertujuan untuk mengetahui laju pelepasan dan upaya untuk mempercepat pelepasan kation basa dengan pendekatan pencucian menggunakan air hujan buatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mempelajari laju pelepasan kation basa, dan (2) mempelajari pengaruh bahan organik pengaruh tanaman penutup tanah terhadap laju pelepasan kation basa. Metode Penelitian Material piroklastik Gunung Merapi diambil di wilayah selatan kaki gunung Merapi. Material piroklastik kemudian diayak dengan ayakan 2 mm untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam. Kotoran ayam dikering-udarakan kemudian diayak dengan ayakan 2 mm. Seresah daun lamtoro juga dikering-udarakan kemudian dihancurkan dengan mesin grinding untuk mendapatkan ukuran yang lebih halus. Kandungan kation basa total pada bahan organik disajikan dalam Tabel 1. Air hujan buatan dibuat dengan mencampurkan aquades dengan unsur yang terkandung di dalam air hujan yang dikumpulkan di desa Sumbersari, Ketawanggede, Malang (Tabel 2). Material piroklastik dan bahan organik dicampur sesuai dengan perlakuan dan kemudian dimasukkan ke dalam pot plastik. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan, yaitu kontrol, material

2 piroklastik dicampur kotoran ayam, material piroklastik dicampur seresah lamtoro, material piroklastik ditanami Arachis pintoi, material piroklastik dicampur kotoran ayam dan ditanami Arachis pintoi, material piroklastik dicampur seresah lamtoroditanami Arachis pintoi. Tabel 1. Kandungan kation basa total bahan organik Intensitas curah hujan yang digunakan adalah 2440 ml/ th untuk material piroklastik Gunung Merapi.. Bahan organik, baik kotoran ayam, dan seresah lamtoro yang diberikan dengan dosis 20 t ha -1. Dalam penelitian ini mensimulasikan 4 tahun keadaan curah hujan di lapang. Pemberian air hujan buatan dilakukan sebanyak 12 kali untuk setiap satu tahun simulasi dengan interval penyiraman setiap 2 hari. Hasil pencucian setiap 1 tahun simulasi dikumpulkan dan dianalisis kandungan basa dapat ditukar dengan metode NH 4OAc ph 7. Hasil dan Pembahasan Potensi kation basa material piroklastik Kandungan silika material piroklastik Merapi pada letusan periode tahun 2010-2011 adalah 63,90% (Lasino et al., 2011). Dengan demikian, material piroklastik tersebut memiliki sifat kemasaman intermedier. Selain ditentukan kadar silika, sifat kemasaman batuan juga ditentukan oleh mineral kelam (mineral kaya akan Fe dan Mg). Semakin sedikit mineral kelam, maka sifat batuan semakin masam (Hardjowigeno, 1993). Kandungan Fe dan Mg material piroklastik Merapi adalah 0,61% dan 1,78% (Lasino et al., 2011). Berdasarkan kandungan kation basa total, dapat disimpulkan bahwa potensi kation basa pada material piroklastik Gunung Merapi relatif tinggi. Gambar 1 menyajikan data kandungan kation basa total pada material piroklastik. Tabel 2. Beberapa kandungan kimia air hujan

3 Gambar 1. Kandungan kation basa, Fe2O3 dan SiO2 material piroklastik Gunung Merapi Pencucian kation basa Kation basa tercuci ditunjukkan oleh kandungan kation basa yang terkandung di dalam leachate. Pencucian kation basa terjadi karena air gravitasi membawa kation basa tersedia dalam material piroklastik. Pencucian kation basa pada berbagai perlakuan menunjukkan perbedaan sangat nyata selama empat tahun simulasi, kecuali pada unsur Na +. Kandungan kalium pada air tercuci paling rendah diantara kation basa yang lain. Rendahnya kandungan dari K + ini sesuai dengan sifat K+ yang memang kurang reaktif dengan valensi satu bila dibandingkan dengan unsur dari kelompok alkali tanah yang mempunyai muatan dua (valensi dua). Pola pencucian selama 4 tahun simulasi dengan air hujan disajikan dalam Gambar 2. Setelah 4 tahun simulasi, Kalsium tercuci tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol (K), yaitu 332,13 mg, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan penambahan seresah lamtoro dan ditanam Arachis pintoi (M5), yaitu 148,53 mg. Magnesium tercuci tertinggi juga terdapat pada perlakuan kontrol, yaitu 166,76 mg dan terendah juga terdapat pada perlakuan M5, yaitu 91,91 mg. Secara umum, perlakuan kontrol mencuci Ca 2+ dan Mg 2+ lebih tinggi dibandingkan perlakuan penambahan bahan organik. Penanaman Arachis pintoi pada material piroklastik tanpa bahan organik mengurangi pencucian Ca 2+ dan Mg 2+ Mg 2+ tertinggi hingga 40,5% dan 44,88%. Berbeda dengan Ca 2+ dan Mg 2+, kandungan K+ tercuci tertinggi justru terdapat pada perlakuan bahan organik. Kandungan K+ tercuci pada kontrol lebih rendah dibandingkan perlakuan bahan organik. Namun, pada perlakuan penanaman Arachis pintoi, perlakuan kontrol mencuci Na + lebih tinggi dibandingkan bahan organik. Pelapukan material piroklastik Menduga pelapukan yang terjadi pada material piroklastik dilakukan dengan menghitung kation basa yang terlepas dari material piroklastik. Kation basa terlepas diestimasikan berdasarkan jumlah kation basa tercuci dan kation basa yang tertinggal setelah percobaan pencucian. Apabila jumlah kation basa yang terlepas lebih rendah dibandingkan kation basa dapat ditukar yang diukur sebelum masa inkubasi berarti belum terjadi pelapukan lebih lanjut dari material piroklastik. Estimasi kation basa terlepas pada material piroklastik Tabel 3 menyajikan data tentang estimasi kation basa terlepas pada material piroklastik Merapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan Ca dan Mg terlepas pada perlakuan kontrol justru lebih tinggi dibandingkan perlakuan bahan organik. Hal ini tidak sesuai dengan penjelasan oleh Hardjowigeno (1993) yang menyatakan bahwa bahan organik dapat mempercepat pelapukan. Perlakuan penanaman tanaman penutup tanah justru memiliki total Ca dan Mg terlepas lebih rendah dibandingkan tanpa penutup tanah. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Berner et al. (2005). Menurut

4 Berner et al. (2005) akar tanaman dapat meningkatkan pelapukan mineral. Pada percobaan ini tidak diukur serapan kation basa oleh tanaman sehingga dimungkinkan bahwa Ca 2+ banyak yang terserap oleh tanaman sehingga ketersediaanya dalam tanah menjadi lebih rendah. Jumlah Mg 2+ terlepas lebih rendah daripada Ca 2+ terlepas dengan rasio rata-rata mencapai 2,20. Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang terbentuk dari material piroklastik masih dapat terus berkembang karena umurnya juga masih sangat muda. Rerata K + terlepas pada perlakuan penambahan bahan organik lebih tinggi daripada kontrol. Rerata peningkatan pelepasan K+ karena penambahan kotoran ayam dan seresah lamtoro berturut-turut adalah 59,7% dan 48,9%. Hal ini membuktikan bahwa menambahkan bahan organik dapat mempercepat pelapukan mineral. Pada perlakuan penanaman tanaman penutup tanah, penambahan bahan organik menghasilkan pelepasan K+ lebih tinggi dibandingkan tanpa bahan organik. Pelepasan K+ dengan tanaman penutup tanah lebih rendah dibandingkan tanpa tanaman penutup tanah, kecuali pada perlakuan penambahan seresah lamtoro. Hal ini membuktikan bahwa akar tanaman dapat mempercepat pelapukan kation. Sifat pelarutan Na + sama dengan kation basa yang lain. Rerata konsentrasi Na + terlepas tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan seresah lamtoro, yaitu sebesar 3,1% dibandingkan kontrol. Pelepasan Na + pada perlakuan dengan tanaman penutup tanah lebih rendah dibandingkan tanpa tanaman penutup tanah meskipun jumlahnya tidak signifikan. Hal ini diduga disebabkan karena tanaman menyerap Na + untuk metabolisme tubuhnya meskipun dalam jumlah kecil. Gambar 2. Pola pencucian kation basa pada bahan piroklastik dari Gn. Merapi.

5 Tabel 3. Estimasi kation basa terlepas pada material piroklastik Gunung Merapi Perlakuan Kation Basa Terlepas (mg) Telepas dari Kristal (mg) Ca Mg K Na Ca Mg K Na K 344,4 173 10,9 222,6 37,3 0 0 114,72 M1 306,1 135 27 196,2 0 0 0 88,40 M2 270,5 125,1 21,3 229,8 0 0 0 121,95 M3 313,3 116,7 10 221,8 6,28 0 0 113,98 M4 261,9 102,4 25,2 186,9 0 0 0 79,09 M5 169,3 97,87 28,3 213,6 0 0 0,11 105,79 Estimasi jangka waktu pelepasan kation basa total Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan kation basa total diperoleh dari perbandingan antara kation basa total dan estimasi kation basa terlepas dari kristal selama masa percobaan. Tabel 4 menunjukkan estimasi total waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan seluruh kandungan kation basa total. Rerata waktu terlama untuk melapuk sempurna dibutuhkan oleh Ca 2+, yaitu 3.725.966 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh potensi Ca total yang tinggi. Namun, beberapa kandungan Ca 2+ telah terlepas dari kristal, sedangkan K belum ada yang terlepas dari kristal. Hal ini menandakan bahwa laju pelepasan Ca lebih tinggi dibandingkan K. Unsur yang membutuhkan rerata waktu tercepat untuk melapuk seluruhnya adalah Na +, yaitu 347 tahun. Meskipun Na juga memiliki valensi satu namun kereaktifan Na lebih tinggi dibandingkan Mg dan K. Para ahli telah menjelaskan bahwa bahan organik dan akar tanaman dapat mempercepat pelapukan. Namun, secara umum hal tersebut belum terbukti pada penelitian ini karena selama empat tahun simulasi hujan belum dapat melapukkan unsur hara sehingga waktu pelepasan diestimasikan dengan membagi kandungan kation basa total dengan nilai tertinggi yang tidak masuk dalam nilai terndah terukur, yaitu 0,04. Tabel 4. Estimasi jangka waktu pelepasan kation basa pada material piroklastik Gunung Merapi Perlakuan Jangka waktu pelepasan Ca Mg (tahun) K Na K 5.975 1.95.3600 1.213.979 307 M1 5.578.571 1.953.600 1.213.979 398 M2 5.578.571 1.953.600 1.213.979 289 M3 35.532 1.953.600 1.213.979 309 M4 5.578.571 1.953.600 1.213.979 445 M5 5.578.571 1.953.600 441.447 333 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ca paling cepat tercuci. Namun karena kandungan Ca di dalam piroklastik mineral relatif lebih tinggi, maka membutuhkan waktu sangat lama untuk melepaskan seluruh Ca yang terkandung dalam material. Sebaliknya unsur K paling rendah kandungannya di dalam leachate, artinya lebih sulit tercuci dibandingkan kation lainnya. Penambahan bahan organik, baik kotoran ayam maupun

6 seresah lamtoro menurunkan pencucian kation basa sampai 16%, namun tidak meningkatkan pelepasan kation basa dari bahan piroklastik secara signifikan selama empat tahun simulasi hujan. Penanaman tanaman penutup tanah (Arachis pintoi) menurunkan pencucian kation ± 13%, namun tidak meningkatkan pelepasan kation basa dari bahan piroklastik. Ucapan Terima Kasih Data yang digunakan dalam publikasi ini merupakan bagian dari penelitian Studi Pelapukan Bahan Letusan Gunung Merapi dan Bromo sebagai Dasar Rekomendasi Reklamasi Lahan oleh S.R. Utami, dkk. Daftar Pustaka Berner, E.K. dan R.A. Berner. 2005. Plants and Minerals Weathering: Present and Past. Elsevier. Vol. 5, No. 6, hal. 169 189 Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Jakarta Lasino, B.S. dan D. Cahyadi. 2011. Pemanfaatan Pasir dan Debu Merapi Sebagai Bahan Konstruksi dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur dan Meningkatkan Nilai Guna Lahan Vulkanik. Dalam Prosiding PPI Standarisasi Tahun 2011. Yogyakarta. Suriadikarta, D.A., A. Abbas (id.), Sutono, D. Erfandi, E. Santoso, dan A. Kasno. 2011. Identifikasi Sifat Kimia Abu Vulkan, Tanah dan Air di Lokasi Dampak Letusan Gunung Merapi. Balai Penelitian Tanah. Bogor.