PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

dokumen-dokumen yang mirip
PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

PERLAKUAN DISKRIMINASI TERHADAP ETNIS ROHINGYA OLEH MYANMAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KASUS PENGUSIRAN PENCARI SUAKA DI AUSTRALIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

HAK VETO DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA DALAM KAITAN DENGAN PRINSIP PERSAMAAN KEDAULATAN

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PEDOMAN PENGADUAN (KELUHAN) INDIVIDU BERDASARKAN PERSETUJUAN INTERNASIONAL

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

KATA PENGANTAR. Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus, oleh karena

A. DASAR HUKUM JERMAN DALAM MENYUSUN KEBIJAKAN MENGENAI PENGUNGSI

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK YANG MENJADI TENAGA KERJA MIGRAN INDONESIA DI NEGARA LAIN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

MAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI)

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982

KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI PELANGGARAN HAM BERAT TERHADAP PENDUDUK SIPIL DI REPUBLIK AFRIKA TENGAH DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H.

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

IMPLEMENTASI SURAT IZIN PRAKTIK TERHADAP DOKTER DALAM MELAKUKAN PRAKTIK KESEHATAN DI RS. BHAKTI RAHAYU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181 TAHUN 1998 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

KONTROVERSI LANDASAN PENGHAPUSAN PIDANA MATI DALAM RUU KUHP NASIONAL. oleh

KULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di dalam hukum internasional modern. 1. merupakan isu global yang berdampingan dengan HAM.

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL (STUDI KASUS NIKARAGUA AMERIKA SERIKAT)

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

ANALISIS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) TERHADAP KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 006/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 25 April 2006

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PENGUNGSI (REFUGEE) DALAM HUKUM INTERNASIONAL FITRIANI / D

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

PELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR

II. TINJAUAN PUSTAKA

HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH INTERNASIONAL STATUS MATA KULIAH KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2 PRASYARAT : SEMESTER SAJIAN : SEMESTER 7

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG

HUKUMAN MATI TERKAIT KEJAHATAN NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

PERBANDINGAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Transkripsi:

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi Arsika, SH., LLM Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The refusal policy against the coming of the Syrian refugees to some European countries that actually State Parties to the Convention relating to the Status of Refugees 1951 has raised controversy. This article aims to discuss the responsibility of UNHCR to protect Syrian refugees in European countries and to analyze the legal consequences for European countries that have ratified the Convention relating to the Status of Refugees 1951 but unwilling to receive Syrian refugees. This writing concludes that the responsibilities of UNHCR is reflected from the reports to be submitted to the General Council and Economic and Social Council of the United Nations. It has also concluded that the legal consequences for the European countries in concern may be sanctions imposed by the European Court of Human Rights. Key words: Syrian refugees, European, UNHCR. ABSTRAK Kebijakan penolakan kehadiran pengungsi Suriah ke sejumlah negara Eropa yang sesungguhnya negara pihak dari Konvensi tentang Pengungsi 1951 ternyata menyulut kontroversi. Artikel ini bertujuan untuk membahas pertanggungjawaban UNHCR dalam melindungi pengungsi Suriah di negara-negara Eropa dan menganalisis konsekuensi hukum bagi negara-negara Eropa yang telah meratifikasi konvensi tersebut namun justru tidak menerima pengungsi Suriah. Tulisan ini menyimpulkan 1

bahwa pertanggungjawaban UNHCR dilakukan dalam bentuk laporan di hadapan Majelis Umum dan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa. Selain itu, artikel ini juga menyimpulkan bahwa konsekuensi hukum bagi negara-negara Eropa tersebut dapat berupa sanksi yang diputuskan oleh European Court of Human Rights. Kata Kunci: Pengungsi Suriah, Eropa, UNHCR I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2014, Eropa menjadi tujuan utama pengungsi Suriah dalam rangka mencari perlindungan. Menurut Komisi Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations High Commision for Refugees/UNHCR), setidaknya lebih dari 4 juta pengungsi Suriah sudah berada di negara-negara Eropa pada tahun 2015. Hal tersebut menyebabkan jumlah pengungsi di Eropa melebihi batas kuota yang ditetapkan oleh masing-masing negara tiap tahunnya. 1 Hampir seluruh negara di Eropa telah meratifikasi Convention relating to the Status of Refugees 1951 (selanjutnya disebut Konvensi tentang Status Pengungsi 1951) yang berakibat negara tersebut harus menerima pengungsi di negaranya. Realitas mengenai banyaknya pengungsi Suriah di Eropa justru ternyata menyebabkan beberapa negara Eropa menolak pengungsi Suriah di negaranya yang tentu bertentangan dengan Konvensi tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas Konvensi tentang Status Pengungsi 1951 serta tanggung jawab United Nations High Commission for Refugees (UNHCR) sebagai lembaga tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam membantu dan memberikan perlindungan bagi pengungsi Suriah di negara-negara Eropa. 1.2. Tujuan Artikel ini bertujuan untuk menganalisis tanggung jawab UNHCR dalam melindungi pengungsi Suriah dan menganalisis konsekuensi hukum negara-negara Eropa 1 F. Sugeng Istanto, 1994, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta, h. 12. 2

yang meratifikasi Konvensi tentang Status Pengungsi 1951 tetapi menolak kehadiran pengungsi Suriah di wilayahnya. II. Isi Makalah 2.1. Metode Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang melihat suatu permasalahan hukum dari hukum internasional dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang timbul terkait pengungsi Suriah. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan khususnya berkaitan dengan instrument hukum internasional yang relevan. 2.2. Hasil dan Pembahasan 2.2.1. Tanggung jawab United Nations High Commission for Refugees dalam melindungi pengungsi Suriah yang menjadi korban Gerakan Negara Islam Irak dan Suriah Secara normatif, bentuk pertanggungjawaban UNHCR dapat berupa pertanggungjawaban kepada Majelis Umum PBB dan Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) PBB dalam hal pengelolaan dana, pengelolaaan administrasi pengungsi di suatu negara, serta pertanggungjawaban terhadap kegiatan tahunan UNHCR yang dilakukan dalam sebuah rapat tahunan PBB. Berdasarkan fungsinya, Majelis Umum mempertimbangkan dan menyetujui anggaran belanja PBB dan mengawasi seluruh urusan keuangan dan administrasi organisasi di PBB. Adapun bentuk pertanggungjawaban UNHCR kepada Dewan ECOSOC dapat berupa pertanggungjawaban yang berhubungan dengan hak asasi manusia (HAM) dari pengungsi Suriah. Pertanggungjawaban tersebut disampaikan dalam bentuk laporan tahunan. Pertanggungjawaban UNHCR kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa sesuai dengan yang tercantum di dalam Pasal 60 Charter of United Nations (Piagam PBB) yang menyatakan bahwa Majelis Umum dan Dewan ECOSOC bertanggung jawab atas terlaksananya pekerjaan-pekerjaan dari organisasi PBB. Setiap tahunnya, UNHCR akan menyampaikan pandangan-pandangannya di depan Majelis Umum PBB, Dewan ECOSOC dan badan-badan di bawah kedua organ tersebut. 3

Pertanggungjawaban UNHCR terhadap Dewan ECOSOC berupa laporanlaporan tetap tentang kegiatan UNHCR dalam menangani permasalahan yang timbul pada pengungsi Suriah di negara-negara Eropa. Laporan-laporan tersebut berguna sebagai dasar untuk mengambil langkah selanjutnya dalam menangani pengungsi Suriah yang berkaitan dengan penegakan HAM dan hak kebebasan yang dimiliki pengungsi Suriah. Dari laporanlaporan tersebut maka Dewan ECOSOC dapat memberikan penilaian tentang kinerja UNHCR dalam bentuk keterangan-keterangan yang dipertanggungjawabkan kepada Dewan Keamanan. 2.2.2. Konsekuensi hhukum negara-negara Eropa yang telah meratifikasi Konvensi tentang Pengungsi 1951 tetapi menolak pengungsi Suriah korban Gerakan Negara Islam Irak dan Suriah Konvensi tentang Status Pengungsi 1951 menganut asas non-refoulment yakni asas yang menyatakan bahwa pengungsi yang secara sah maupun tidak sah yang berada di negara peratifikasi konvensi tersebut tidak diperbolehkan untuk ditolak atau dikembalikan ke negara asalnya. Sepanjang penelusuran penulis, konvensi ini tidaklah menjelaskan konsekuensi hukum yang diterima negara yang menolak asas tersebut. Konvensi tentang Pengungsi 1951 hanya mengatur mengenai hak pengungsi atas akses ke pengadilan sebagaimana tertuang di dalam Pasal 16 ayat (1),(2) dan (3). Dengan demikian apabila pengungsi Suriah merasa Hak Asasi Manusianya (HAM)-nya tidak dihargai dan dihormati maka ia berhak untuk menuntut negara yang bersangkutan ke European Court of Human Rights (ECtHR) dengan mendalilkan pelanggaran atas European Convention of Human Rights (ECHR). Menurut prinsip hukum umum pengungsi harus diperlakukan manusiawi. Apabila suatu negara tidak menerapkan prinsip tersebut maka hal ini dapat menimbulkan pandangan buruk atas negara tersebut di hadapan dunia intenasional. Apabila suatu negara Eropa terbukti menolak pengungsi Suriah, maka negara tersebut dapat dijatuhi sanksi. Jenis sanksi yang diterima negara-negara Eropa yang menolak pengungsi Suriah dapat berupa protes dari negara di luar Eropa atau organisasi internasional. Selain itu, negara-negara tersebut juga dapat dikenakan pembayaran kompensasi berdasarkan putusan European Court of Human Rights (ECtHR). 4

III. Penutup Kesimpulan Ada dua kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis di atas, yaitu: 1. Pertanggungjawaban UNHCR dalam melindungi pengungsi Suriah dilakukan dihadapan Majelis Umum dan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB. Bentuk pertanggungjawaban berupa laporan kepada Majelis Umum dan Dewan Ekonomi dan Sosial PBB yang berisi laporan mengenai pengelolaan dana dan administrasi serta laporan yang berkaitan dengan HAM pengungsi Suriah. 2. Konsekuensi hukum bagi negara-negara Eropa yang meratifikasi Konvensi tentang Pengungsi 1951 namun menolak pengungsi Suriah dapat berupa pembayaran kompensasi berdasarkan putusan European Court of Human Rights apabila terdapat unsur pelanggaran HAM sebagaimana yang tertuang di dalam European Convention of Human Rights. DAFTAR PUSTAKA Buku Boer Mauna, 2009, Prinsip-Prinsip Pokok Hukum Internasional dalam Pengaturan Interaksi Antar Negara, Jakarta :Pusat Pendidikan dan Pelatihan Luar Negeri. F. Sugeng Istanto, 1994, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta. James Barros, 1975, PBB Dulu Kini dan Esok, Terjemahan D.H. Gulo, Bumi Aksara, Jakarta. Instrumen Hukum Internasional Convention relating to the Status of Refugees 1951 Charter of the United Nations 5