PENGARUH SISTEM PERTANAMAN SISIPAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG Bunyamin Z dan M. Aqil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika tumbuh serta pengaruh berbagai waktu penyisipan sebelum panen pada berbagai varietas guna mendapatkan laju pertumbuhan yang optimal. Penelitian lapangan dilaksanakan di Kebun Percontohan (Exfarm) Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin pada bulan Mei hingga November 2005. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 2 faktor perlakuan. Petak utama adalah Varietas Jagung (V), yaitu Lamuru (V1), Pioner (V2), Sukmaraga (V3). Anak Petak adalah Waktu Penyisipan (S), yaitu Saat Panen (S0), 1 Minggu Sebelum Panen (S1), 2 Minggu Sebelum Panen (S2), dan 3 Minggu Sebelum Panen (S3), sehingga didapatkan 12 kombinasi perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Lamuru memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Waktu penyisipan saat panen efektif untuk mendapatkan cahaya yang optimal pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Terdapat interaksi antara varietas Lamuru dan waktu penyisipan saat panen terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kata Kunci : Sistem pertanaman sisipan, pertumbuhan, jagung. PENDAHULUAN Tanaman jagung (Zea mays. L) saat ini menjadi salah satu komoditas yang strategis. Kebutuhan jagung domestik berkisar 11.074.442 ton, angka ini masih lebih besar dibandingkan dengan produksi nasional yang hanya mencapai 10.886.442 ton dengan produkivitas 3,24 ton ha -1. Impor jagung Indonesia mencapai 188 ribu ton sedangkan ekspornya hanya 11 ribu ton. Terjadinya impor dan ekspor pada tahun yang sama disebabkan tidak meratanya waktu panen (Anonim, 2004). Sistem pertanaman sisipan merupakan sistem pertanaman yang dapat memberi pengaruh positif dan negatif terhadap tanaman yang diusahakan. Pengaruh positif yang dapat diperoleh yaitu intensitas penggunaan lahan/produktivitas lahan meningkat dengan bertambahnya jumlah populasi, mencegah terjadinya erosi dan kehilangan unsur hara, dan meningkatkan pendapatan petani, sedangkan pengaruh negatif yang ditimbulkan adalah dapat terjadi interaksi intra-spesies maupun inter-spesies. Penggunaan varietas unggul terutama varietas yang dapat menekan seminimal mungkin pengaruh akibat interaksi intra-spesies maupun inter-spesies merupakan langkah intensifikasi untuk tetap mempertahankan serta meningkatkan produksi tanaman jagung dengan model penanaman sisipan terutama varietas yang dapat mengoptimalkan penggunaan cahaya. Berdasarkan informasi tersebut diatas maka diperlukan suatu kajian yang lebih mendalam mengenai dinamika pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) pada sistem pertanaman sisipan. 254
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu penyisipan yang efektif sebelum panen untuk mendapatkan cahaya yang optimal untuk pertumbuhan tanaman jagung, menentukan varietas yang dapat menyesuaikan laju pertumbuhan dengan intensitas cahaya terhadap berbagai waktu penyisipan. BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian yang dipilih untuk penelitian yaitu di Kebun Percobaan (Experimental Farm) Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar. Kegiatan penelitian ini berlangsung pada bulan Mei November 2005. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran, tugalan kayu, dan sprayer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Jagung varietas Lamuru, Pioner, Sukmaraga, pupuk Urea, TSP, KCl, pupuk kandang ayam dan pestisida untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 2 faktor perlakuan. Petak utama adalah Varietas Jagung (V), yaitu Lamuru (v 1 ), Pioner (v 2 ), Sukmaraga (v 3 ). Anak Petak adalah waktu Penyisipan (S), yaitu Saat Panen (s 0 ), 1 Minggu Sebelum Panen (s 1 ), 2 Minggu Sebelum Panen (s 2 ), dan 3 Minggu Sebelum Panen (s 3 ), sehingga didapatkan 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut : v 1 s 0 v 2 s 0 v 3 s 0 v 1 s 1 v 2 s 1 v 3 s 1 v 1 s 2 v 2 s 2 v 3 s 2 v 1 s 3 v 2 s 3 v 3 s 3 Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 36 unit petak percobaan. Ukuran petak : 3 m 4 m = 12 m 2 = 120.000 cm. Jarak Tanam : 100 cm 25 cm = 2.500cm 2 Jumlah Populasi : 120.000/2.500 = 48/petak Jumlah Sampel : 48 10% = 5 tanaman sample/petak Komponen pengamatan meliputi aspek pertumbuhan (tinggi tanaman dan umur berbunga tanaman)dan komponen hasil (bobot tongkol dan bobot biji per ha) HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 menunjukkan bahwa penanaman 3 minggu sebelum panen (s 3 ) menghasilkan rata-rata tanaman jagung tertinggi pada umur 2, 4 dan 6 MST dan berbeda nyata dengan waktu penyisipan saat panen (s 0 ), 2 minggu (s 2 ) dan 3 minggu sebelum panen (s 3 ). Sedangkan penanaman 1 minggu sebelum panen menghasilkan rata-rata tanaman jagung tertinggi pada umur 10 dan 12 MST tetapi tidak berbeda dengan waktu penyisipan 2 dan 3 minggu sebelum panen. 255
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) jagung pada umur 2 10 MST Waktu Penyisipan (Minggu sebelum panen) Umur Varietas 2 MST Lamuru (v 1 ) 26,15 33,18 32,13 47,23 Pioner (v 2 ) 23,07 41,77 39,31 46,92 Sukmaraga (v 3 ) 27,00 30,30 34,02 4 Rata-rata 25,41 c 35,09 b 35,15 b 45,61 a NP BNT 0,05 8,1492 4 MST Lamuru (v 1 ) 55,48 56,58 55,53 70,63 Pioner (v 2 ) 41,80 60,39 58,07 65,65 Sukmaraga (v 3 ) 52,03 55,33 59,05 67,70 Rata-rata 49,77 b 57,44 b 57,55 b 67,99 a NP BNT 0,05 8,4386 6 MST Lamuru (v 1 ) 100,42 101,73 100,68 115,78 Pioner (v 2 ) 80,85 99,38 97,12 104,70 Sukmaraga (v 3 ) 92,98 96,78 100,00 108,32 Rata-rata 91,42 b 99,30 b 99,27 b 109,60 a NP BNT 0,05 8,3819 NP BNT 0,05 8 MST Lamuru (v 1 ) 119,82 a x 120,80 a y 120,08 a x 138,52 a x 19,8496 Pioner (v 2 ) 108,18 c x 154,70 a x 130,48 b x 123,17 b x Sukmaraga (v 3 ) 101,74 b x 143,89 a xy 131,76 a x 128,71 a x NP BNT 0,05 29,1939 10 MST Lamuru (v 1 ) 150,50 185,00 167,83 159,42 Pioner (v 2 ) 123,10 165,50 157,33 143,75 Sukmaraga (v 3 ) 127,83 175,92 149,92 167,33 Rata-rata 133,81 c 175,47 a 158,36 ab 156,83 b NP BNT 0,05 17,4630 12 MST Lamuru (v 1 ) 172,27 176,58 172,53 190,97 Pioner (v 2 ) 153,70 173,89 176,00 168,69 Sukmaraga (v 3 ) 149,99 192,14 180,01 176,96 Rata-rata 158,65 b 180,87 a 176,18 a 178,87 a NP BNT 0,05 11,4152 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT α=0,05 256
Umur Berbunga 50% Tabel 2. Rata-rata umur tanaman jagung saat berbunga 50% (hari) Perlakuan Waktu Penyisipan (Minggu Sebelum Panen) Lamuru (v 1 ) 55,33 81,33 76,00 67,33 Pioner (v 2 ) 5 77,33 69,33 60,33 Sukmaraga (v 3 ) 56,33 76,33 69,33 62,00 Rata-rata 55,11 a 78,33 d 71,56 c 63,22 b NP BNT 0,05 2,2023 Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT α=0,05 Tabel 2 menunjukkan bahwa penanaman saat panen menghasilkan rata-rata umur berbunga 50% tercepat (55,11 hari) dan berbeda nyata dengan waktu penyisipan 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu sebelum panen. Umur berbunga 50% yang lebih cepat (55,11 hari) dicapai oleh tanaman jagung yang disisipkan pada saat panen dibandingkan tanaman yang disisipkan 1, 2 dan 3 minggu sebelum panen disebabkan oleh cahaya yang leluasa masuk ke dalam pertanaman jagung yang ditanam (disisipkan) pada saat panen secara langsung menyebabkan pembungaan tanaman menjadi lebih cepat (Tabel 6) dan didukung oleh karena optimalnya proses pada awal pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang lebih cepat memungkinkannya untuk memasuki tahapan-tahapan perkembangan lebih lanjut. Lakitan (1996), menyatakan bahwa perubahan tunas apikal atau aksilar dari vegetatif menjadi tunas bunga merupakan hasil dari aktivitas hormonal yang berlangsung pada tanaman tersebut yang umumnya dirangsang oleh kondisi lingkungan tertentu misalnya suhu dan perubahan panjang hari (lama penyinaran). Kepekaan tanaman terhadap rangsangan faktor luar terus bertambah dengan bertambahnya umur tanaman. Tanaman jagung termasuk tanaman hari pendek yang pembungaannya digalakkan oleh panjang hari yang lebih pendek dari panjang hari maksimum kritis (dibawah 10 jam) dan biasanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan cahaya (Salisbury dan Ross, 1995; Gardner et al., 1991); Goldsworthy dan Fisher, 1992 dan Tadjang et al., 1992). 257
Bobot Tongkol Per Petak dan Per Hektar Tabel 3 menunjukkan bahwa penanaman saat panen menghasilkan rata-rata bobot tongkol tanaman jagung per petak (4,78 kg) dan per hektar (2,39 ton) terberat dan berbeda nyata dengan waktu penyisipan 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu sebelum panen. Tabel 3. Rata-rata bobot tongkol tanaman jagung per petak (kg) dan hektar (ton). Perlakuan Lamuru (v 1 ) Pioner (v 2 ) Sukmaraga (v 3 ) Rata-rata NP BNT (0,05) Waktu Penyisipan (Minggu Sebelum Panen) 4,67 (2,33) 4,33 (2,17) 5,33 () 4,78 a (2,39 a ) 0,6393 (0,3197) 3,00 c (1,67 c ) 4,00 (2,00) bc (1,83 bc ) 4,33 (2,17) 4,00 (2,00) 4,00 b (2,00 b ) Keterangan :- Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT α=0,05 - Angka angka yang berada dalam tanda kurung adalah hasil konversi ton per hektar dari kg per petak Bobot tongkol tanaman jagung yang lebih berat secara individu akan meningkatkan bobot tanaman jagung dalam satu petak (4,78 kg) sehingga hasil konversi kedalam luasan hektar (2,39 ton) akan lebih tinggi pula (Tabel 9). Intensitas cahaya yang kurang pada tanaman jagung yang ternaungi oleh tanaman-tanaman yang ditanam lebih awal (waktu sisip 1,2 dan 3 minggu sebelum panen) akan berpengaruh terhadap perkembangan tongkol. Menurut Edmades dan Daynard, 1979; Tollenar, 1977 dalam Fernando et al., (2000), menyatakan lingkungan yang kurang mendukung pada periode pembungaan dapat menyebabkan terhentinya perkembangan tongkol. Selanjutnya Tollenar, 1977 dalam Goldsworthy dan Fisher (1992), pertumbuhan tongkol dapat berhenti selama pembungaan kalau jumlah penyinaran yang diterima kecil. Bobot Biji Per Petak dan Per Hektar Tabel 3 menunjukkan bahwa penanaman saat panen menghasilkan rata-rata bobot biji tanaman jagung per petak (3,78 kg) dan per hektar (1,89 ton) terberat dan berbeda nyata dengan waktu penyisipan 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu sebelum panen. 258
Tabel 3. Rata-Rata bobot biji tanaman jagung per petak (kg) dan hektar (ton) Perlakuan Lamuru (v 1 ) Pioner (v 2 ) Sukmaraga (v 3 ) Keterangan Rata-rata NP BNT (0,05) Waktu Penyisipan (Minggu Sebelum Panen) 4,33 (2,17) 3,78 a (1,89) 0,5718 (0,2859) 2,00 (1,00) 2,44 b (1,22) 3,00 2,33 (1,17) b 3,00 3,00 b :- Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT α=0,05 - Angka angka yang berada dalam tanda kurung adalah hasil konversi ton per hektar dari kg per petak Bobot biji tanaman yang tinggi (696,67 g) dari tanaman jagung dengan waktu penyisipan saat panen (Tabel 10) akibat pengaruh intersepsi cahaya ke dalam tanaman yang lebih bebas tanpa atau dengan hambatan yang relatif kecil (naungan) menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya intersepsi radiasi surya yang diterima tanaman jagung tersebut (42, 41 kal.cm -2.detik -1 ) seperti yang disajikan pada Tabel 13. Tanaman jagung mempunyai laju fotosintesis yang tinggi dan tidak jenuh cahaya untuk fotosintesis sekalipun dalam cahaya matahari penuh (Goldswothy dan Fisher, 1992), karena itu semakin tinggi intensitas penyinaran semakin tinggi laju produksi bahan kering dan daya hasil tanaman. Intensitas cahaya yang rendah akan mengurangi fotosintesis daun, bahan kering, jumlah biji, jumlah akar dan besar batang jagung. KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Varietas Lamuru memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung pada kondisi intensitas cahaya yang berbeda-beda. Waktu penyisipan yang efektif untuk mendapatkan cahaya yang optimal pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung adalah pada saat panen. Interaksi antara varietas Lamuru dan waktu penyisipan saat panen pada beberapa parameter merupakan interaksi yang ideal bagi laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. 259
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.. 2004. Data Tahunan Sub Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.. 2005. Pola Tanam. Warintek Bantul (warung informasi dan teknologi):: hhtp;//warintek.go.id. Dibangun dan dikelola oleh Kantor Pengolahan Data Elektronik. Pemerintah Kabupaten Bantul. Dahlan, M., Slamet. 1992. Pemuliaan Tanaman Jagung. dalam Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman I. (Penyunting : Kasno, Dahlan da Hasnan). Perhimpunan Pemuliaan Tanaman Indonesia, Komisariat Daerah Jawa Timur. Fernando H. A., S. A. Uhart, and M. I. Frugone. 1993. Intercepted Radiation at Flowering and Kernel Number In Maize: Shade Vesus Plant Density Effect. Crop Scl, 33: 482 485.., M. E. Otegui and C. Vega. 2000. Intercepted Radiation at Flowering and Kernel Number In Maize. Agron.J.92: 92 97. Fitter, A.H., and R. K. M Hay. 1998. Enviromental Physiology of Plant. Departement of Biologi, Universitas pf York. England (Terjemahan Sri Andini dan Purbayanti, 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Goldsworthy, P.R., dan N.M Fisher. 1992. The Physiology Of Tropical Field Crops (Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik, Terjemahan Tohari). Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Harjadi, S, S. 1991. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. Jumin, HB., 1994. Dasar-Dasar Agronomi. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Penerbit Rajagrafindo Persada, Jakarta. Mitchell, R. L. 1970. Crop Growth and Culture. Iowa State University Press. Nasir, A.A. 2001. Iklim dan Produksi Tanaman. Pelatihan Dosen-Dosen Perguruan Tinggi Se- Indonesia Bagian Timur dalam Bidang Agroklimatologi. Bogor. Rukmana R., 1997. Bertanam Jagung. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Saenong, S., 1975. Teknologi Benih Jagung. Hal 163-184 dalam Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Sitompul, S.M. dan Bambang Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press. Suprapto. 1996. Bertanam Jagung. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Sutidjo, D. 1986. Pengantar Sistem Produksi tanaman Agronomi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Tadjang, L. H., D. Lossen., S. Mandung., A. Yassi., A. D. Humaerah., an J.P. Manurung. 1992. Dasar-Dasar Klimatologi. Agroklimatologi. Jurusan Budidaya Tanaman. Fakultas Pertanian dan Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. 260