II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

Sub Kompetensi. Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil.

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 6. DINAMIKA HIDROSFERLATIHAN SOAL 6.1. tetap

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

KATA PENGANTAR BAB I

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Universitas Gadjah Mada

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota

Analisis Potensi Air A I R

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

HUBUNGAN TIMBAL BALIK ILMU HIDROGEOLOGI DENGAN BERBAGAI BIDANG DISIPLIN ILMU. Hydrogeologist: Rusli HAR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (PPM) DOSEN

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

Analisis Dampak Kawasan Resapan Terhadap Kebutuhan Air Bagi Masyarakat Di Kota Surakarta Oleh : Bhian Rangga JR K Prodi Geografi FKIP UNS

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

BAB III LANDASAN TEORI

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

HIDROSFER & PENCEMARAN AIR

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

Pengaruh Pencemaran Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Dangkal Di TPA Mojosongo Surakarta 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. siklus hidrologi. Siklus air adalah rangkaian peristiwa yang terjadi pada air

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah sebutan untuk senyawa yang memiliki rumus kimia H 2 O. Air. Conference on Water and the Environment)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

KONDISI UMUM BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. batuan, bahan rombakan, tanah, atau campuran material tersebut yang bergerak ke

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air mulai dari air jatuh ke permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh kembali ke bumi sangat penting dalam hidrologi. Rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air tersebut disebut siklus hidrologi. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi di laut atau badan-badan air lainnya. Uap air tersebut akan terbawa oleh angin melintasi daratan yang bergunung maupun datar, dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian dari uap air tersebut akan turun menjadi hujan (Asdak, 2002). Gambar 2.1 Siklus Hidrologi Sebagian air yang jatuh (hujan) menguap sebelum tiba di permukaan bumi, yakni ketika sedang jatuh atau setelah ditahan dan melekat pada tumbuhtumbuhan. Bagian air hujan yang ditahan dan melekat di permukaan daun dan cabang disebut air intersepsi, dan peristiwa penahanan air tersebut disebut peristiwa intersepsi. Air hujan yang sampai di permukaan tanah adalah air hujan yang jatuh langsung, air hujan yang setelah tertahan oleh daun atau cabang pohon kemudian jatuh ke permukaan tanah yang disebut lolosan tajuk, dan air hujan jatuh di permukaan daun, cabang dan batang kemudian mengalir melalui batang ke bawah disebut aliran batang. Bagian dari air tersebut yang sampai ke

permukaan tanah yang disebut persediaan air permukaan, akan mengalir di permukaan atau masuk ke dalam tanah. Air yang mengalir di permukaan tanah disebut aliran permukaan. Sedangkan peristiwa masuknya air ke dalam tanah disebut infiltrasi. Aliran permukaan akan terkumpul di dalam danau dan reservoir atau sungai dan kemudian masuk ke laut. Dalam proses bergeraknya aliran permukaan dapat terjadi erosi. Air yang masuk ke dalam tanah akan kembali ke udara dengan penguapan langsung dari permukaan tanah atau melalui transpirasi oleh tetumbuhan atau menguap dari permukaan sungai setelah air tersebut sampai ke dalam sungai melalui aliran air bawah tanah (Arsyad, 2000). 2.2 Air Tanah Semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah, jadi seakan akan merupakan kebalikan dari air permukaan. Maka kita kadang-kadang menjumpai istilah air di bawah permukaan dan air bawah tanah, yang dapat dianggap perbedaan. Dalam hal ini kelengasan yang terdapat di dalam bagian teratas tanah (tonik) juga termasuk dalam pengertian tersebut. Lapisan di dalam bumi yang dengan mudah dapat membawa atau menghantar air disebut lapisan pembawa air, pengantar air atau akifer. Yang biasanya dapat merupakan penghantar yang baik ialah lapisan pasir dan kerikil. Model aliran air tanah, akan dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitatif melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah (discharge zone).

Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zona ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitatif, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan ataupun parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran air tanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone). Dalam perjalananya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akifer yang di atasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah lapisan penutup dan air tanah yang berada di atasnya. Perubahan tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya. Air tanah bebas memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai air tanah dangkal (padahal dangkal atau dalam itu sangat relatif). Air tanah tertekan/ air tanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis (artesian well). Pola pergerakan air tanah tertekan yang menghasilkan gradient potensial, mengakibatkan adanya istilah artesis positif, yaitu kejadian dimana potensial air tanah ini berada di atas permukaan tanah sehingga air tanah akan mengalir vertikal secara alami menuju kesetimbangan garis potensial khayal ini. Istilah artesis nol dimaksudkan untuk kejadian dimana garis potensial khayal ini sama dengan permukaan tanah sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah. Sedangkan artesis negative adalah untuk kejadian dimana garis potensial khayal ini di bawah permukaan tanah sehingga muka air tanah akan berada di bawah permukaan tanah.

Kedalaman air tanah di suatu tempat berbeda dengan kedalaman air tanah di tempat lain hal ini dikarenakan tingkat infiltrasi yang terjadi pada suatu tempat berbeda-beda, terutama ditentukan oleh: 1) Faktor-faktor tekstur dan sturktur tanah, jenis mineral liat, stabilitas agregat, pemadatan tanah, kadar air tanah, kedalaman akifer, serta ketebalan dan komposisi lapisan penyusun profil tanah. 2) Faktor vegetasi yang meliputi sistem kanopi, batang, sistem perakaran, dan serasah. 3) Faktor lainnya yang meliputi dalamnya genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan jenuh, lereng, temperatur, serta perubahan musim tahunan (Haridjaja, et. al. 1990). 2.3 Perencanaan Tata Ruang Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang). Menurut istilah geografi umum, yang dimaksud dengan ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhtumbuhan, hewan dan manusia. Dalam istilah geografi regional, ruang dapat merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografi yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial atau pemerintahan yang terjadi pada sebagian permukaan bumi dan lapisan di bawahnya, serta lapisan udara di atasnya (Jayadinata, 1999). Berdasarkan UU No.24/1992, pengertian penataan ruang tidak terbatas pada dimensi perencanaan tata ruang saja, namun lebih dari itu termasuk dimensi pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang merupakan proses penyusunan rencana tata ruang, baik wilayah administratif (seperti provinsi, kabupaten dan kota), maupun untuk kawasan fungsional (seperti kawasan perkotaan dan pedesaan). Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan. Pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas

mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana tata ruangnya. Karakteristik penataan ruang terkait erat dengan ekosistem. Oleh karenanya penataan ruang menekankan pendekatan sistem yang tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi wilayah, dengan dilandasi oleh 4 (empat) prinsip pokok penataan ruang yakni: (a) holistik dan terpadu, (b) keseimbangan antar kawasan (misal antar kota-desa atau hulu-hilir), (c) keterpaduan penanganan secara lintas sektor dan lintas wilayah administratif, serta (d) pelibatan peran serta masyarakat mulai tahap perencanaa, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana tata ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/mahkluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/mahkluk hidup serta kelestarian lingkungan dan pembangunan yang keberlanjutan (development sustainability). Di dalam rencana tata ruang kawasan perkotaan diatur alokasi pemanfaatan ruang untuk berbagai penggunaan (perumahan, perkantoran, perdagangan, ruang terbuka hijau, industri, sempadan sungai, dsb) berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, keseimbangan, keserarasian, keterbukaan (transparasi) dan efisien, agar tercipta kualitas permukiman yang layak huni (livable environment). 2.4 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem berbasi komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografis yang mencakup pemasukan, manajemen data (penyiapan dan pemanggilan data), manipulasi dan analisis serta pengembangan produk percetakan (Aronoff,1989). Barus dan Wiradisastra (1999) mengemukakan bahwa SIG adalah suatu informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau koordinat geografis. Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan

kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Komponen utama SIG terbagi menjadi 3 (tiga), yakni sistem komputer (piranti keras dan lunak), data spasial dan pengguna, sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah ini. Sistem Komputer Hardware dan software untuk pemasukan, penyimpanan, Data Spasial pengolahan,, analisis dan Pengguna Gambar 2.2 Ilustrasi Komponen Utama SIG (Wikipedia, 2006) Perkembangan pemakaian SIG dan penginderaan jauh mulai marak sekitar tahun 1990, dimana kebanyakan instansi pemerintah sudah mulai memanfaatkan SIG sebagai sarana untuk pengelolaan data spasial mulai dari kegiatan yang bersifat pengumpulan (manajemen) data maupun pemanfaatan data untuk keperluan analisis simulasi (Barus dan Wiradisastra, 1999). Pemanfaatan data spasial semakin meningkat setelah adanya teknologi pemetaan digital dan pemanfaatannya pada SIG. Data spasial adalah data yang memiliki referensi ruang kebumian (georeference) dimana berbagai atribut terletak di dalam berbagai unit spasial (Wikipedia,2006). Menurut definisi lain, data spasial atau data geografis adalah suatu bentuk data keruangan dengan seperangkat ciri yang berbeda dengan bentuk data yang lain, sehingga dapat dipergunakan untuk memudahkan dalam pengenalan struktur dan bentuk data. Bentuk data spasial dapat dikonversikan ke bentuk data lain dengan konsekuensi tertentu yang harus diketahui sehingga diperoleh hasil yang optimum. Adapun data spasial harus mempunyai informasi yang terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu posisi geografis (referensi spasial), informasi atribut, waktu, dan hubungan spasial (Barus dan Wiradisastra, 1999). SIG merupakan alat

yang handal untuk menangani data spasial. Kemampuan untuk melakukan analisis spasial yang kompleks secara cepat mempunyai keuntungan kualitatif dan kuantitatif, dimana skenario-skenario perencanaan, model-model keputusan, deteksi perubahan dan tipe-tipe analisis lain dapat dikembangkan. Saat ini SIG telah banyak digunakan baik untuk perencanaan pembangunan, pemantauan potensi bencana alam, pengelolaan sumberdaya alam, maupun evaluasi perubahan penggunaan lahan. Pada penelitian ini aplikasi SIG digunakan untuk membuat permodelan kedalaman air tanah dan faktor-faktor yang mempengaruhimya secara spasial. 2.5. Permodelan Spasial Permodelan spasial merupakan suatu pendekatan yang mereformasi permodelan biasa dengan regresi yang selama ini berlangsung. Pada prinsipnya, yang membedakan permodelan biasa dengan permodelan spasial adalah adanya faktor jarak dan kesamaan fisik dari lokasi yang berdekatan. Dimana pada permodelan spasial, faktor-faktor yang berpengaruh tidak berasal dari daerah asal saja, namun juga dari daerah sekitarnya oleh faktor jarak dan kesamaan sifat fisik lokasi. Dalam model yang dibangun melibatkan variabel kualitatif, variabel kuantitatif, dan interaksi dari kedua variabel tersebut, sedangkan pada model regresi yang biasa digunakan hanya menggunakan variabel-variabel kualitatif. Rumus umum permodelan regresi linear dapat ditulis sebagai berikut:,,, Atau Keterangan:, Y i = Variabel Tujuan yaitu Kedalaman Air Tanah (KAT) untuk daerah ke-i = 1,2,...,376 kabupaten/kota a o = intercept / Rataan Umum KAT

a k = Kekuatan pengaruh aktivitas atau parameter koefisien variabel penjelas ke-k = 1, 2,...,376 terhadap KAT X i,j = Variabel Penjelas penentu ke-j untuk daerah ke-i Sedangkan rumus umum permodelan spasial dapat ditulis sebagai berikut:,,,,,,,, Atau,,,, Atau dengan mengintroduksikan matrik kontiguitas spasial,,,,, Keterangan:,, Y i = Variabel Tujuan yaitu Kedalaman Air Tanah (KAT) pada daerah ke-i (i 1, 2,,376 kabupaten/kota) a o = intercept / Rataan Umum KAT ak, bk, ck, = Parameter koefisien pengaruh KAT untuk daerah ke-k = 1,...,376 α, β, γ = Kekuatan pengaruh aktivitas terhadap KAT X i,1 = Variabel Penjelas penentu pertama KAT pada daerah ke-i (376 kabupaten/kota) X i,p = Variabel Penjelas penentu ke-p KAT pada daerah ke-i (376 kabupaten/kota)

Y j = Variabel Tujuan KAT pada daerah ke-j (376 kabupaten/kota) d i X i,1 = Pengaruh silang antara kategori kelompok pulau dengan variabel penjelas penentu pertama pada daerah ke-i (376 kabupaten/kota) d i X i,p = Pengaruh silang antara kategori kelompok pulau dengan variabel penjelas penentu ke-p pada daerah ke-i (376 kabupaten/kota) d i X j,1 = Pengaruh silang antara kategori kelompok pulau dengan variabel penjelas penentu pertama pada daerah ke-j (376 kabupaten/kota) d i X i,p = Pengaruh silang antara kategori kelompok pulau dengan variabel penjelas penentu ke-p pada daerah ke-i (376 kabupaten/kota) d i Y j = Pengaruh silang antara kategori kelompok pulau dengan variabel tujuan Kedalaman Tanah pada daerah ke-j (376 kabupaten/kota) W i,i 1 = elemen matrik kontiguitas spasial antar daerah ke-i dengan daerah ke-i