BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Tingkat gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). Menurut Almatsier (2002), status gizi merupakan gambaran keseimbangan antara kebutuhan tubuh akan zat gizi untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan fungsi normal tubuh dan untuk produksi energi dan intake zat gizi lainnya. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Namun disamping gizi baik atau gizi optimal terdapat juga gizi buruk. Gizi buruk merupakan masalah umum yang banyak dijumpai pada kebanyakan orang. Dampak dari gizi yang buruk berpengaruh besar bagi setiap kesehatan individu. Kejadian kurang gizi merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi rumah sakit dalam upaya penyembuhan pasien. Prevalensi kurang gizi di rumah sakit masih
cukup tinggi (30% - 50%). Asupan gizi di rumah sakit mempunyai hubungan erat dengan status gizi pasien selama perawatan, serta berpengaruh terhadap proses penyembuhan (Weta & Wirasamadi, 2009). Dukungan nutrisi sangat perlu dan merupakan bagian dari terapi yang berperan penting dalam kesembuhan pasien. Dukungan nutrisi yang optimal akan meningkatkan daya tahan tubuh pasien sehingga meningkatkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit. Hasil dari berbagai penelitian, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit cukup tinggi, tidak hanya di negara berkembang tapi juga negara maju. Di Belanda, prevalensi malnutrisi di rumah sakit 40%, Swedia 17%- 47%, Denmark 28%, dinegara lain seperti Amerika, Inggris angkanya antara 40%- 50% (Lipoeto, Megasari & Putra, 2006). Di negara berkembang seperti Jakarta, dari beberapa studi yang dilakukan (1995-1999) juga menunjukkan sekitar 20%-60% pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum dalam kondisi malnutrisi saat masuk perawatan, dan 69% pasien cendrung menurun status gizinya selama rawat inap di rumah sakit (Dinarto, 2002). Pada pasien rawat inap malnutrisi sudah dapat dideteksi sejak masa rawat 2 minggu atau bahkan kurang. Hal ini terbukti dari studi yang dilakukan di Amerika (2006), didapatkan 69% dari pasien rawat inap di rumah sakit, mengalami malnutrisi sejak 10 hari setelah dirawat (Snigh, 2006). Malnutrisi pada pasien bisa terjadi karena proses penyakit yang dideritanya yang bisa mempengaruhi asupan makanan, meningkatkan kebutuhan, merubah metabolisme dan bisa terjadi malabsorpsi serta karena tidak adekuatnya asupan kalori
makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Umumnya kedua hal ini secara bersama-sama menyebabkan malnutrisi pada pasien (Nur-Fatimah, 2002). Malnutrisi yang terjadi pada pasien di rumah sakit adalah hal yang dapat dihindari dan ditanggulangi, dengan pemberian dukungan nutrisi optimal dan tepat bagi pasien. Pada pasien tersebut sejak awal masuk rumah sakit hendaknya dilakukan penilaian status gizi dan status gizi ini terus dipantau. Hal ini ditujukan untuk mengidentifikasi individu-individu yang membutuhkan dukungan zat gizi segera, mencegah agar seseorang yang masih sehat tidak menderita permasalahan gizi, serta menghindari komplikasi lebih lanjut jika seseorang telah menderita masalah gizi (Lipoeto, Megasari & Putra, 2006). Banyak faktor yang mempengaruhi masalah kurang gizi di rumah sakit diantaranya adalah perkiraan kebutuhan gizi pasien yang tidak akurat, koordinasi yang kurang antar team kesehatan, seperti monitoring dan pencatatan berat badan dan tinggi badan yang tidak dilaksanakan, penggunaan parenteral nutrisi yang terlalu lama, asupan makanan yang kurang, sering memuasakan pasien untuk tujuan test diagnostik, terjadinya gangguan gastrointestinal (mual, tidak nafsu makan, kembung), tingkat beratnya penyakit dan status gizi awal masuk rumah sakit merupakan penyebab menurunnya keadaan gizi. Menurunnya keadaan gizi ini dapat dilihat dari penurunan berat badan. Pasien pasien yang rentan terhadap kejadian kurang gizi diantaranya adalah pasien yang berada pada ruang perawatan penyakit dalam, bedah, anak, geriatri, dan luka bakar. Asupan zat gizi yang adekuat bagi pasien yang dirawat inap di rumah sakit sangat diperlukan untuk membantu mempercepat proses
penyembuhan pasien, memperpendek lama hari rawat, mencegah timbulnya komplikasi, menurunkan mortalitas dan morbiditas, dan juga dapat menghemat biaya pengobatan bagi pasien (Weta & Wirasamadi, 2009). Khususnya pada pasien di ruang CVCU penilaian status gizi sangat penting untuk dilakukan. Tujuan diet penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, menurunkan berat badan bila terlalu gemuk, dan mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air (Almatsier, 2004). Hasil penelitian Weta & Wirasamadi, 2009 mengatakan bahwa secara umum (tanpa memandang jenis kelamin) terjadi penurunan rata rata berat badan dan IMT (Indeks Masa Tubuh) pada pasien rawat inap selama perawatan di rumah sakit karena rata rata asupan zat gizi yaitu energi, protein dan karbohidrat kecuali lemak berada di bawah kebutuhan. Begitu juga dengan hasil penelitian Lipoeto, Megasari & Putra, 2006 mengatakan bahwa sebagian besar pasien rawat inap dengan diagnosa responden yaitu penyakit jantung, diabetes melitus, gangguan ginjal, infeksi, neoplasma dan penyakit paru yang dirawat di rumah sakit mempunyai Indeks Massa Tubuh gizi kurang (56,67%), dan hanya 40% pasien dengan gizi normal serta 3,33% gizi lebih. Setelah 2 minggu perawatan jumlah pasien dengan gizi kurang meningkat menjadi 60%. Terdapat penurunan bermakna IMT pada awal masuk rumah sakit dan setelah 2 minggu perawatan. Terdapat penurunan berat badan yang bermakna pada awal masuk rumah sakit dan setelah 2 minggu perawatan. Sebagian besar pasien (73,33%)
mendapatkan makanan yang kurang dari jumlah kalori yang dibutuhkan sehingga asupan kalori juga tidak mencukupi kebutuhan kalori totalnya. Atas dasar tersebut peneliti tertarik untuk meneliti status gizi pada pasien yang dirawat inap di ruang CVCU karena penilaian status gizi sangat penting khususnya di ruang CVCU untuk mencegah timbulnya komplikasi, menurunkan mortalitas dan morbiditas. 1.2.Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi status gizi pasien di ruang CVCU RSUP H. Adam Malik Medan. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi status gizi pada pasien di ruang CVCU RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan berat badan ideal. b. Mengidentifikasi status gizi pada pasien di ruang CVCU RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan asupan makanan. 1.3.Pertanyaan penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah bagaimana status gizi pasien di ruang CVCU RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4.Manfaat penelitian Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan status gizi pasien di ruang CVCU. 2. Pasien Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi tentang pentingnya mengatur pola hidup sehat dengan mempertahankan status gizi yang baik untuk mencegah timbulnya gejala komplikasi. 3. Rumah sakit Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan bagi pihak rumah sakit tentang kepatuhan untuk melaksanakan diet yang diberikan bagi penderita yang rawat inap dan sebagai bahan masukan bagi pihak instalasi gizi Rumah Sakit mengenai komposisi zat gizi yang diberikan pihak rumah sakit kepada pasien yang berada di ruang CVCU di Rumah Sakit.