BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Melihat sejarah panjang gempa bumi di Indonesia, wilayah Jakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maupun tidak langsung mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beban mati, beban hidup dan beban gempa yang bekerja pada struktur bangunan. tak terpisahkan dari gedung (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen struktur yang harus diperhatikan. penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkantoran, sekolah, atau rumah sakit. Dalam hal ini saya akan mencoba. beberapa hal yang harus diperhatikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Desain struktur merupakan salali satu bagian dari proses perencanan

BAB II STUDI PUSTAKA

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

PERANCANGAN STRUKTUR KANTOR INDOSAT SEMARANG. Oleh : LIDIA CORRY RUMAPEA NPM. :

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB II DASAR-DASAR DESAIN BETON BERTULANG. Beton merupakan suatu material yang menyerupai batu yang diperoleh dengan

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

B A B I I TINJAUAN PUSTAKA. getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point).

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

STUDI DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG TAHAN GEMPA UNTUK BENTANG PANJANG DENGAN PROGRAM KOMPUTER

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG KAMPUS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PARKIR SUNTER PARK VIEW APARTMENT DENGAN METODE ANALISIS STATIK EKUIVALEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk bangunan strukturalnya, a, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Perencanaan Pembangunan Apartment 20 Lantai ini harus memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DAN METODE PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

LENTUR PADA BALOK PERSEGI ANALISIS

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA. 1. SNI , Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk. Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC ABSTRAK

PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA (RUSUNAWA) DI JEPARA

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

PERENCANAAN GEDUNG HOTEL 4 LANTAI & 1 BASEMENT DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL DI WILAYAH GEMPA 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN BEBAN GEMPA PADA BANGUNAN GEDUNG BERDASARKAN STANDAR GEMPA INDONESIA YANG BARU 1

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi struktur bangunan tersebut. Berdasarkan Tata Cara Pembebanan untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1727-1989 pasal 1 dicantumkan bahwa pembebanan pada komponen struktur yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. beban mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu, 2. beban hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air, 6

7 3. beban gempa ialah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa statik ekuivalen, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu, 4. beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih tekanan udara. 2.2. Perencanaan Terhadap Beban Lateral Gempa Menurut Tata Cara Perencanaan Struktur Ketahanan Gempa untuk bangunan gedung SNI 03-1726-2002 Lampiran A.4.2 disebutkan struktur gedung dapat digolongkan ke dalam struktur gedung beraturan, bila memenuhi pasal 4.2.1, akan tetapi apabila tidak maka kita menghadapi struktur gedung tidak beraturan. Perencanaan struktur gedung tidak beraturan terhadap beban lateral gempa harus dianalisis secara dinamik dengan metode Analisis Ragam. Metode ini berupa respon gempa dinamik yang merupakan superposisi dari respon dinamik sejumlah ragamnya yang berpartisipasi. 2.2.1. Daktilitas struktur gedung Wilayah gempa yang selalu berbeda-beda menentukan pentingnya daktilitas, untuk memastikan jenis struktur yang akan digunakan. Semakin rendah nilai daktilitas yang dipilih harus direncanakan dengan beban gempa yang semakin besar, tetapi semakin sederhana (ringan) pendetailan yang diperlukan

8 dalam hubungan-hubungan antar unsur dari struktur tersebut (SNI 03-1726-2002 Lampiran A.4.3.4). Kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pascaelastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekuatan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan, berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk bangunan gedung SNI 03-1726-2002 pasal 3.12 disebut dengan daktilitas. Menurut SNI 03-1726-2002 pasal 3.13 yang dimaksud dengan faktor daktilitas gedung adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan m dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama y di dalam struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana. 2.2.2. Tingkat daktilitas struktur gedung Tata Cara Perencanaan Struktur Ketahanan Gempa untuk bangunan gedung SNI 03-1726-2002, memberikan penjelasan mengenai tingkat daktilitas adalah sebagai berikut: 1. daktail penuh adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung, di mana strukturnya mampu mengalami simpangan pasca-elastik pada saat mencapai kondisi diambang keruntuhan yang paling besar, yaitu dengan mencapai nilai faktor daktilitas sebesar 5,3 (SNI 03-1726-2002 pasal 3.14),

9 2. daktail parsial adalah seluruh tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilias diantara untuk struktur gedung yang elastik penuh sebesar 1,0 dan untuk struktur gedung yang daktail penuh sebesar 5,3 (SNI 03-1726-2002 pasal 3.15), 3. elastik penuh adalah suatu tingkat daktilitas struktur gedung dengan nilai faktor daktilitas sebesar 1,0. 2.2.3. Penentuan tingkat daktilitas Dalam perencanaan gedung yang memperhitungkan beban gempa dilakukan penentuan tingkat daktilitas, yaitu berdasarkan pembagian wilayah gempa dari posisi gedung yang direncanakan serta jenis struktur yang akan digunakan. Tipe wilayah gempa yang terdapat di Indonesia terdiri dari 6 wilayah gempa dan diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: 1. wilayah gempa 1 dan 2 masuk daerah resiko gempa rendah, 2. wilayah gempa 3 dan 4 masuk daerah resiko gempa menengah, 3. wilayah gempa 5 dan 6 masuk daerah resiko gempa tinggi. Pembagian wilayah gempa dapat membantu menentukan perencanaan gedung dalam menentukan faktor daktilitas yang sesuai. Tidak hanya wilayah gempa tetapi jenis struktur yang digunakan juga menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan. Wilayah Yogyakarta termasuk wilayah gempa 3 dengan resiko gempa menengah sehingga direncanakan dengan menggunakan daktilitas parsial.

10 2.3. Jenis Sistem Struktur Gedung Dasar sistem struktur beton bertulang penahan beban gempa yang tercantum dalam Tata Cara Perencanaan Struktur Ketahanan Gempa untuk bangunan gedung SNI 03-1726-2002 Tabel 3 terdiri sebagai berikut: 1. sistem dinding penumpu, yaitu suatu sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing, 2. sistem rangka gedung, yaitu suatu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing, 3. sistem rangka pemikul momen (SRPM), yaitu suatu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur, 4. sistem ganda (dual system), yaitu suatu tipe sistem struktur yang memiliki tiga ciri dasar. Pertama, rangka ruang lengkap berupa sistem rangka pemikul momen yang penting berfungsi memikul seluruh beban gravitasi. Kedua, pemikul beban lateral dilakukan oleh dinding struktur atau rangka bresing dan sistem rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral. Ketiga, kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara

11 bersama-sama seluruh beban dasar geser nominal V dengan memperhatikan interaksi atau sistem ganda, 5. sistem struktur gedung kolom kantilever, yaitu sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral, 6. sistem interaksi dinding geser dengan rangka, 7. subsistem tunggal, yaitu subsistem struktur bidang yang membentuk struktur gedung secara keseluruhan. Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Ketahanan Gempa untuk bangunan gedung SNI 03-1726-2002 pada Gambar 1, Yogyakarta terletak di lokasi wilayah gempa 3. Pada perencanaan gedung dalam menganalisis beban gempa digunakan sistem struktur berupa sistem rangka pemikul momen. Yogyakarta yang merupakan wilayah gempa 3, sehingga sistem rangka pemikul momen dapat didisain sebagai Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (Purwono, 2005). Jenis rangka portal yang digunakan dalam perencanaan beton bertulang adalah rangka terbuka (open frame) dimana seluruh beban gravitasi dipikul oleh rangka-rangka portal kaku seperti balok, kolom, dan pelat; sedangkan beban lateral dipikul oleh rangka pemikul momen. Bagian lain dari bangunan, seperti dinding dan tangga, dianggap sebagai beban serta tidak memiliki daya dukung terhadap struktur.

12 2.4. Balok Balok adalah komponen struktur yang bertugas meneruskan beban yang disangga sendiri maupun dari pelat kepada kolom penyangga. Balok menahan gaya-gaya yang bekerja dalam arah transversal terhadap sumbunya yang mengakibatkan terjadinya lenturan (Dipohusodo, 1994). Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menetapkan perilaku penampang adalah sebagai berikut: 1. distribusi regangan dianggap linier. Asumsi ini berdasarkan hipotesis Bernoulli yaitu penampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar dan tegak lurus terhadap sumbu netral setelah mengalami lentur, 2. regangan pada baja dan beton disekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh pada baja, 3. beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil, yaitu sekitar 10% dari kekuatan tekannya. Akibatnya bagian beton yang mengalami tarik pada penampang diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain, juga tulangan tarik yang ada dianggap memikul gaya tarik tersebut. Pada perencanaan balok dibuat sedemikian rupa sehingga keruntuhan yang terjadi secara simultan, yaitu lelehnya tulangan tarik sebelum terjadinya kehancuran beton yang tertekan. Akan tetapi, karena alasan-alasan tertentu balok yang direncanakan tidak sesuai. Berdasarkan jenis keruntuhan yang dialami, balok dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok sebagai berikut: 1. penampang balanced. Tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan,

13 2. penampang over-reinforced. Keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Kondisi ini terjadi apabila tulangan tarik belum mencapai titik leleh, sedangkan pada beton telah mencapai regangan maksimum, 3. penampang under-reinforced. Keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan baja. Kondisi penampang yang demikian dapat terjadi apabila tulangan tarik telah mencapai titik lelehnya, sedangkan pada beton belum mencapai regangan maksimum. c = 0,003 c b under-reinforced f s = f y < b h As b d balanced over-reinforced f s < f y > b s > Gambar 2.1. Distribusi Regangan Penampang Balok f E y s f E y s s < f E y s 2.5. Kolom Kolom adalah elemen vertikal yang memikul sistem lantai struktural. Elemen ini merupakan elemen yang mengalami tekan dan pada umumnya disertai dengan momen lentur. Kolom merupakan unsur terpenting dalam peninjauan keamanan struktur. Jika sistem struktur mempunyai elemen tekan yang horizontal, elemen ini disebut balok kolom (Nawy, 1990).

14 Kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1. distribusi tegangan linier diseluruh tebal kolom, 2. tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja (ini berarti regangan pada baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya), 3. regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan) adalah 0,003, 4. kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan. Berdasarkan besarnya regangan pada tulangan baja yang tertarik (gambar 2.2.), penampang kolom dapat dibagi menjadi dua kondisi awal keruntuhan, yaitu: 1. keruntuhan tarik, yang diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik, 2. keruntuhan tekan, yang diawali dengan hancurnya beton yang tertekan. Kondisi balanced terjadi apabila keruntuhan diawali dengan lelehnya tulangan yang tertarik sekaligus juga hancurnya beton yang tertekan (Nawy, 1990). s tul desak tidak leleh, s < f y/f s kegagalan tarik, c < c b, f s = f y y = 0,002 kegagalan balance, c = c b, f s = f y c b d f y/f s kegagalan desak, c > c b, f s < f y d c = 0,003 b h Gambar 2.2. Diagram Regangan untuk Kegagalan Eksentrisitas Beban Kolom

15 Berdasarkan prinsip Desain Kapasitas kolom harus diberi cukup kekuatan, sehingga kolom-kolom tidak leleh lebih dahulu sebelum balok. Goyangan lateral memungkinkan terjadinya sendi plastis di ujung-ujung kolom akan menyebabkan kerusakan berat, karena itu harus dihindarkan. Oleh sebab itu, kolom-kolom selalu didesain 20% lebih kuat dari balok-balok di suatu hubungan balok kolom (HBK). Kuat lentur kolom dihitung dari beban aksial terfaktor, konsisten dengan arah beban lateral, yang memberikan kuat lentur paling rendah (Rahmat Purwono, 2005). 2.6. Pelat Pelat adalah komponen struktur yang merupakan sebuah bidang datar yang lebar dengan permukaan atas dan bawahnya sejajar (Dipohusodo, 1996). Pelat lantai sangat dipengaruhi oleh momen lentur dan gaya geser yang terjadi. Sisi tarik pada pelat terlentur ditahan oleh tulangan baja, sedangkan gaya geser pada pelat lantai ditahan oleh beton yang menyusun pelat lantai itu sendiri. Lentur pada pelat lantai dapat dibedakan menjadi dua yaitu lentur satu arah, jika perbandingan bentang panjang dan bentang pendek lebih besar dari 2, serta lentur dua arah, jika perbandingan bentang panjang dan bentang pendek lebih kecil sama dengan 2. Untuk pelat satu bentang dapat dipandang sebagai struktur statis tertentu, penyelesaiannya dapat digunakan tiga buah persamaan kesetimbangan. Untuk pelat dua bentang atau lebih/pelat menerus (statis tak tertentu), penyelesaiannya menggunakan persamaan kesetimbangan dengan satu persamaan perubahan bentuk.

16 2.7. Pondasi Pondasi adalah komponen struktur pendukung bangunan yang terbawah, dan telapak pondasi berfungsi sebagai elemen terakhir yang meneruskan beban ke tanah. Telapak pondasi harus memenuhi persyaratan untuk mampu dengan aman menebar beban yang diteruskan sedemikian rupa sehingga kapasitas atau daya dukung tanah tidak dilampaui. Dasar pondasi harus diletakkan di atas tanah kuat pada kedalaman cukup tertentu, bebas dari lumpur, humus, dan pengaruh perubahan cuaca (Dipohusodo, 1994). Bowles (1991) menyatakan bahwa pilar-pilar yang dibor (bored pile) bisa dipakai pada hampir semua kasus yang memerlukan pondasi-pondasi tiang pancang. Pilar-pilar yang dibor memiliki kelebihan-kelebihan seperti yang tercantum di bawah ini: 1. eliminasi sungkup tiang pancang (pile caps) seperti pantek-pantek penyambung (dowels) bisa dipasang dalam beton basah pada tempat yang diperlukan dalam rencana, meskipun pusat pilar agak tidak ditempatkan segaris sebagai sambungan langsung untuk kolom, 2. memerlukan lebih sedikit pilar yang dibor yang berdiameter besar, 3. meniadakan cukup banyak getaran (vibrasi) dan suara gaduh yang biasanya merupakan akibat dari pendorongan tiang pancang,