I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. bermakana. Peranansektor ini dalam menyerap tenaga kerja tetap menjadi yang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

Analisis Perkembangan Industri

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan yang penting dalam pembangunan ekonomi adalah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

terhadap impor dalam kelompok perdagangan nonmigas yang meningkat menandakan bahwa peranan migas di dalam ekspor total nasional semakin kecil.

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

Kinerja Ekspor Non-migas Awal 2011: Memberikan Sinyal Positif yang Berlanjut untuk Mencapai Target 2011

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan sektor ini dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian untuk periode 2003-2010 sebesar 42,75%, meskipun kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional pada tahun 2012 hanya sekitar 14,4% (Badan Pusat Statistik, 2013). Kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan devisa negara tergolong cukup besar, terutama subsektor perkebunan. Sektor pertanian Indonesia pada neraca perdagangan periode 2006-2008 menunjukkan nilai yang positif (surplus). Menurut data BPS (2009), pada tahun 2006 neraca perdagangan sektor pertanian mengalami surplus sebesar 8,9 juta US$. Nilai ini meningkat pada tahun 2007 menjadi 13,3 juta US$ dan tahun 2008 sebesar 12,4 juta US$. Surplus yang terjadi pada neraca perdagangan sektor pertanian dikarenakan nilai ekspor komoditas pertanian yang cenderung mengalami peningkatan, yaitu dari sebesar 4,6 milyar US$ pada tahun 2008 menjadi 5,6 milyar US$ pada tahun 2012. Besaran nilai ekspor sektor pertanian periode 2008-2012 diperlihatkan

2 pada Tabel 1. Peningkatan nilai ekspor ini mengindikasi perbaikan yang terjadi di bidang pertanian terhadap ekspor nonmigas. Pada Tabel 1 terlihat kontribusi ekspor sektor pertanian terhadap ekspor nonmigas selama periode 2008-2012 berkisar antara 3-4%. Tabel 1. Kontribusi Ekspor Sektor Pertanian terhadap Ekspor Nonmigas Tahun 2008-2012 (Juta US$) Tahun Ekspor Ekspor Kontribusi Ekspor Pertanian Pertanian NonMigas terhadap Ekspor Nonmigas 2008 4.584,6 107.894,2 4,25% 2009 4.352,8 97.491,7 4,46% 2010 5.001,9 129.739,5 3,85% 2011 5.165,8 162.019,6 3,19% 2012 5.569,2 153.042,8 3,64% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan, 2013 Kontribusi ekspor sektor pertanian terhadap ekspor nonmigas tergolong cukup besar, maka diharapkan pengembangan sektor pertanian dapat menjadi pendorong pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan pengembangan komoditas unggulan pertanian. Dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014 terdapat 39 komoditas pertanian yang ingin dipacu produksinya. Jumlah tersebut terdapat 14 komoditas yang termasuk pengembangannya bukan untuk pemenuhan kebutuhan pangan tetapi lebih kepada substitusi impor, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri, serta pengembangan ekspor. Karet merupakan salah satu komoditas unggulan yang menjadi target pengembangan karena memiliki potensi pasar yang cukup luas, terutama di pasar ekspor.

3 Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983 (Basri, 2002). Bahkan sejak tahun 1988, sumber utama perolehan devisa Indonesia bertumpu pada penerimaan ekspor nonmigas (Dumairy, 1996). Seiring perkembangannya, ekspor memiliki peranan yang penting dalam perekonomian nasional, terlebih sejak digulirkannya perundingan WTO menuju perdagangan dunia tanpa hambatan. Perekonomian Indonesia saat terjadinya krisis moneter yang menimbulkan guncangan sosial dan politik dapat terselamatkan salah satunya oleh kinerja ekspor pertanian (Basri, 2002). Tabel 2. Kontribusi Ekspor Karet dan Barang dari Karet terhadap Ekspor Nonmigas Tahun 2008-2012 (Juta US$) Tahun Ekspor Ekspor Karet Persentase Ekspor Karet & Brg dari NonMigas & Barang dari Karet Karet Terhadap Ekspor Non Migas 2008 107.894,2 7.637,3 7,08% 2009 97.491,7 4.912,8 5,04% 2010 129.739,5 9.373,3 7,22% 2011 162.019,6 14.352,2 8,86% 2012 153.042,8 10.475,2 6,84% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan, 2013 Kinerja ekspor pertanian Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik, khususnya hasil perkebunan. Salah satu ekspor komoditas yang menjadi andalan Indonesia adalah komoditas karet dan barang dari karet, selain CPO yang tetap menjadi primadona ekspor Indonesia. Kontribusi nilai ekspor karet dan barang dari karet Indonesia terhadap ekspor nonmigas diperlihatkan pada Tabel 2. Persentase ekspor karet dan barang dari karet Indonesia terhadap ekspor non migas cenderung meningkat, walaupun pada tahun 2009 dan tahun 2012 mengalami penurunan yaitu 2,04% pada tahun 2008 ke tahun 2009 dan 2,02% pada tahun 2011 ke tahun 2012 (Badan Pusat Statistik, 2013).

4 - Alat RT dari kayu - Barang kerajinan dari kayu - Pallet dan Hospel - Kayu Bahan Bangunan Kusen, daun pintu dan jendela Flooring KAYU KARET SAWN TIMBER Dowels/Moulding Laminated & Finger-joint Furniture (Solid Wood) Wood-working lainnya KARET ALAM CRUMB RUBBER SIR 3 CV SIR 10 SIR 20 Ban Roda 4 (empat) Ban Roda 2 (dua) KARET ALAM KONVENSIONAL (RSS, Crepe) Ban Sepeda Vulkanisir Sarung Tangan Karet Barang Teknik dari Karet LATEKS PEKAT DOT Benang Karet Kondom Alat Rumah Tangga dan Olahraga Alas Kaki dari Karet Gambar 1. Pohon Industri Karet

5 Ekspor karet dari Negara Indonesia sebagian besar masih berbentuk karet mentah atau setengah jadi. Masih sedikitnya organisasi atau industri di Indonesia yang bergerak di bidang pengolahan komoditas karet merupakan salah satu penyebabnya. Komoditas karet merupakan komoditas yang dapat diolah untuk berbagai macam barang dan bernilai ekonomi tinggi jika telah diolah lebih lanjut. Berbagai macam manfaat komoditas karet yang dapat dihasilkan jika dikelola lebih lanjut dapat dilihat dari pohon industri karet pada Gambar 1. Selain bertambahnya nilai guna, dengan adanya pengolahan komoditas karet menjadi barang jadi atau siap pakai, Negara Indonesia juga akan mendapatkan tambahan devisa negara yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Produksi karet diharapkan sebagian besar diserap untuk konsumsi dalam negeri yaitu dengan digunakan oleh industri-industri pengolahan karet dalam negeri yang juga diharapkan akan terus berkembang. Ketika sebagian besar hasil produksi karet telah dikonsumsi di dalam negeri, maka harga karet Indonesia tidak tergantung oleh harga karet dunia yang belakangan ini terus menerus menurun, sehingga karet Indonesia akan memiliki daya saing yang tinggi. Indonesia merupakan negara dengan luas areal perkebunan karet terbesar di dunia (Food and Agriculture Organization, 2010). Meskipun demikian, hal tersebut tidak menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor karet terbesar di dunia. Indonesia menduduki posisi kedua dalam hal produksi dan ekspor karet alam setelah Thailand (United Nation Comtrade, 2010). Pentingnya komoditas karet alam menyebabkan perlu penanganan yang tepat dalam pengembangan daya saing

6 ekspor sehingga komoditas ini kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu penopang perekonomian nasional. Dalam rangka menjalin hubungan dagang secara internasional, Indonesia turut serta dalam penerapan kebijakan-kebijakan dagang. Awal pelaksanaan pembangunan jangka panjang kedua banyak tantangan yang dihadapi oleh Indonesia. Tantangan tersebut antara lain keikutsertaan Indonesia dalam organisasi perdagangan dunia berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing WTO (World Trade Organization) (Sukarmi, 2002). Indonesia yang termasuk dalam anggota ASEAN membuka jalan perdagangannya dengan berpartisipasi dalam perjanjian perdagangan bebas dengan anggotaanggota ASEAN lain. Bentuk hubungan kerjasama ini dikenal dengan nama AFTA (ASEAN Free Trade Area). AFTA dibentuk pada KTT ASEAN IV di Singapura pada tahun 1992. Pembentukan ini didasarkan pada tujuan membentuk kawasan bebas perdagangan ASEAN dalam upaya meningkatkan daya saing ekonomi regional ASEAN. Kondisi globalisasi yang terjadi menyebabkan perlunya perhatian lebih terhadap daya saing produk domestik mengingat bahwa globalisasi menuntut adanya persaingan yang ketat. Konsep daya saing tidak saja dilihat dari keunggulan komparatif tetapi lebih didasarkan pada keunggulan kompetitif produk tersebut. Globalisasi membuat pasar antarnegara menjadi semakin luas. Negara yang memiliki keunggulan kompetitif cenderung semakin dapat memperkaya negaranya dan negara yang tidak siap dalam menghadapi persaingan di pasar

7 global akan semakin terpuruk (Oktaviani dan Novianti, 2009). World Economic Forum (WEF) yang merupakan sebuah lembaga pemeringkat daya saing ternama mendefinisikan daya saing sebagai himpunan kelembagaan, kebijakan, dan faktorfaktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara (Daryanto, 2009). Laporan Daya Saing Global atau Global Competitiveness Report yang merupakan laporan tahunan dari WEF membahas mengenai masalah kemampuan negaranegara untuk menyediakan kemakmuran tingkat tinggi bagi warga negaranya. Tabel 3 memperlihatkan perbandingan peringkat keunggulan kompetitif beberapa negara pada periode 2010-2011 dan perbandingan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan pada tabel tersebut terlihat bahwa pada periode 2010-2011, Indonesia berada pada peringkat 44 dari 139 negara yang disurvei, meningkat 10 peringkat dari periode sebelumnya. Tabel 3. Ranking Global Competitiveness Indeks (GCI) No Negara 1 Indonesia 2 Thailand 3 Singapore 4 Vietnam 5 Malaysia 6 India 7 China 8 Philippines Sumber: Schwab, 2011 GCI 2010- GCI 2009- GCI 2008- GCI 2007-2011 Rank 2010 Rank 2009 Rank 2008 Rank 44 54 55 54 38 36 34 28 3 3 5 7 59 75 70 68 26 24 21 21 51 49 50 48 27 29 30 34 85 87 71 71

8 Peningkatan terhadap posisi daya saing global Indonesia dipengaruhi oleh berbagai indikator. Pendorong utama dalam peningkatan ini adalah perbaikan pada pilar makroekonomi. WEF mencatat perbaikan Indonesia terhadap kondisi makroekonominya relatif baik, yang mana hal ini ditunjukkan oleh peningkatan peringkat daya saing pada indikator tersebut sebanyak 17 peringkat sejak terjadinya krisis moneter (Schwab, 2011). B. Perumusan Masalah Hubungan Struktur Pasar Karet dengan Daya Saing Karet Pertumbuhan produksi karet alam Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari tumbuhnya produksi karet dari 1,63 juta ton pada tahun 2002 menjadi 2,77 juta ton pada 2010 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). Angka ini merupakan angka produksi terbesar ke dua dunia setelah Thailand (Food and Agriculture Organization, 2010). Jumlah produksi yang demikian besar kemudian dihadapkan pada kondisi penetrasi pasar di mana Indonesia harus bersaing dengan negara-negara produsen lain, serta adanya fluktuasi harga. Harga karet alam pada perdagangan internasional cenderung berjalan fluktuatif, hal ini merupakan salah satu ciri yang berkelanjutan. Fluktuasi harga tersebut akan berdampak pada arus perdagangan karet alam dan upaya pengembangan ekspor karet alam Indonesia dalam rangka meningkatkan devisa negara yang memiliki konsekuensi pada perubahan lingkungan ekonomi atau kebijakan perdagangan yang secara signifikan mempengaruhi distribusi pendapatan.

9 Pada era perdagangan bebas, pengembangan komoditas karet menghadapi berbagai tantangan. Defisit jumlah penawaran karet alam dunia dengan jumlah permintaan karet dunia yang semakin meningkat setiap tahunnya mengakibatkan setiap negara berusaha meningkatkan jumlah produksinya. Selain itu, semakin terbukanya pasar mengakibatkan persaingan (kompetisi) yang terjadi terhadap ekspor komoditas karet alam menjadi semakin ketat. Kondisi pasar terbuka menyebabkan semakin minimnya kekuatan pengendalian pasar sehingga tidak ada yang dapat menghalangi masuknya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan. Sebagai gambaran, pertumbuhan ekspor karet alam oleh negara Vietnam yang semakin baik mempengaruhi jumlah penawaran karet alam global. Permintaan karet alam dunia yang sepenuhnya belum terpenuhi oleh penawaran karet alam oleh semua negara produsen mengakibatkan seluruh negara produsen karet alam berlomba-lomba meningkatan jumlah produksinya dengan berbagai cara. Hal tersebut pada akhinya akan mempengaruhi harga karet alam yang berlaku di pasar. Perubahan jumlah penawaran dan harga karet alam tersebut akan mempengaruhi pangsa pasar setiap negara. Pangsa pasar suatu negara akan memperlihatkan kekuatan negara tersebut dalam menguasai pasar. Setelah itu, komposisi pangsa pasar dari setiap negara akan membentuk struktur pasar karet. Struktur pasar karet yang terbentuk dari pangsa pasar negara-negara produsen karet secara otomatis menunjukan kekuatan bersaing (daya saing) suatu negara dengan negara lain. Pangsa pasar sendiri merupakan cerminan kekuatan atau penguasaan dari negara tersebut dalam mengisi pasar dengan produknya.

10 Rendahnya Produktivitas Pemanfaatan Sumber Daya Indonesia Terhadap Daya Saing Karet Indonesia Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya dan memiliki jumlah penduduk yang besar sebagai modal tenaga kerja. Kondisi tersebut menjadikan sektor pertanian Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang baik. Pertumbuhan yang baik tersebut mengakibatkan Indonesia bertumpu pada sektor pertanian sebagai pemasukan negara, disamping sektor industri. Salah satu sub sektor pertanian yang menjadi kontribusi utama dalam pemasukan negara adalah sub sektor perkebunan. Tanaman perkebunan merupakan pendukung utama sektor pertanian dalam menghasilkan devisa. Ekspor komoditas pertanian Indonesia yang utama adalah hasil-hasil perkebunan. Hasil-hasil perkebunan yang selama ini telah menjadi komoditas ekspor konvensional terdiri atas karet, kelapa sawit, teh, kopi, dan tembakau. Masih ada beberapa jenis tanaman perkebunan yang diekspor, namun porsinya relatif kecil. Dalam beberapa tahun terakhir ini, karet menjadi andalan ekspor Indonesia sebagai penghasil devisa. Tanaman karet (hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditas ekspor andalan. Indonesia bahkan pernah menjadi produsen karet alam nomor satu di dunia. Pengusahaan tanaman perkebunan di Indonesia termasuk tanaman karet berlangsung dualistis. Sebagian besar diselenggarakan oleh rakyat secara orang perorangan, dengan teknologi produksi dan manajemen usaha yang tradisional. Sebagian lagi dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan, baik milik

11 pemerintah maupun swasta, dengan teknologi produksi yang modern serta manajemen usaha yang profesional. Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa perkebunan karet Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dan tingkat pendidikan formal petani mengenai teknik budidaya maupun manajemen pertanian masih tergolong rendah, oleh karena itu teknik budidaya dan alat pertanian masih tradisional, modal yang kurang mengakibatkan penggunaan input tidak sesuai dengan semestinya yang berakibat produksi rendah, serta distribusi yang belum tertata dengan baik mengakibatkan biaya produksi lebih besar dari yang seharusnya. Pada kenyataannya Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, lahan tanam yang luas serta memiliki letak geografis yang cocok untuk usaha dibidang pertanian, termasuk untuk tanaman karet. Indonesia pun memiliki kelemahan seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan begitu sejauh mana keunggulan yang Indonesia miliki dapat menghasilkan komoditas karet alam yang memiliki daya saing dengan kenyataan bahwa Indonesia masih mengalami masalah dalam rendahnya produktivitas pemanfaatan sumberdaya yang ada. Berdasarkan uraian permasalahan, maka yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana struktur pasar agribisnis karet di pasar interasional? 2. Bagaimana daya saing (komparatif dan kompetitif) agribisnis karet Indonesia?

12 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis struktur pasar agribisnis karet alam di pasar interasional. 2. Menganalisis daya saing (komparatif dan kompetitif) agribisnis karet Indonesia. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain : 1. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, acuan serta informasi dalam menulis penelitian sejenis. 2. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan guna meningkatkan daya saing karet Indonesia dan mengetahui struktur pasar karet di pasar internasional. 3. Bagi pelaku (petani, perusahaan, dan usaha terkait), hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam mengetahui kelemahan dan keunggulan untuk menentukan suatu sikap atau strategi bisnis.