BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 3.1. Tahapan proses penelitian

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Studi Experimental Pengaruh Fraksi Massa dan Orientasi Serat Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Berbahan Serat Nanas

PENGARUH PENAMBAHAN PROSENTASE FRAKSI VOLUME HOLLOW GLASS MICROSPHERE KOMPOSIT HIBRIDA SANDWICH TERHADAP KARAKTERISTIK TARIK DAN BENDING

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil pengujian serat tunggal ASTM D

BAB IV. (3) Lenght 208 μm (3) Lenght μm. (4) Lenght 196 μm (4) Lenght μm. Gambar 4.1. Foto optik pengukuran serat sisal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

Kekuatan tarik komposit lamina berbasis anyaman serat karung plastik bekas (woven bag)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

Pengujian Impak (Hentakan) Pengujian Metalografi Pengujian Korosi Parameter pada Lambung Kapal...

PENGARUH FRAKSI VOLUME SERAT KAYU GELAM(MELALEUCE LEUCANDENDRA) KEKUATAN TARIK DAN IMPAK KOMPOSIT BERMATRIK POLYESTER

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 4.1 Grafik dari hasil pengujian tarik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 3, Juli 2013 PENGARUH PANJANG SERAT TERHADAP KEKUATAN TARIK KOMPOSIT BERPENGUAT SERAT IJUK DENGAN MATRIK EPOXY

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

PEMBUATAN POLIMER KOMPOSIT RAMAH LINGKUNGAN UNTUK APLIKASI INDUSTRI OTOMOTIF DAN ELEKTRONIK

PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME, TEMPERATUR CURING DAN POST-CURING TERHADAP KARAKTERISTIK TEKAN KOMPOSIT EPOXY - HOLLOW GLASS MICROSPHERES IM30K

PENGARUH KEKUATAN BENDING DAN TARIK BAHAN KOMPOSIT BERPENGUAT SEKAM PADI DENGAN MATRIK UREA FORMALDEHIDE

I. PENDAHULUAN. otomotif saja, namun sekarang sudah merambah ke bidang-bidang lain seperti

Jurusan Teknik Mesin, Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono 167, Malang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

III. METODOLOGI PENELITIAN. 1. Pemilihan panjang serat rami di Laboratorium Material Teknik Jurusan

I. PENDAHULUAN. mempunyai sifat lebih baik dari material penyusunnya. Komposit terdiri dari penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks).

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

III.METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di empat tempat, yaitu sebagai berikut : Laboratorium Material Universitas Lampung.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

Laporan Praktikum. Laboratorium Teknik Material III. Modul B Teori Laminat Klasik. oleh :

PENGARUH KONSENTRASI SERAT RAMI TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL KOMPOSIT POLIESTER SERAT ALAM SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. alami dan harga serat alam pun lebih murah dibandingkan serat sintetis. Selain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK SERTA STRUKTUR MIKRO KOMPOSIT RESIN YANG DIPERKUAT SERAT DAUN PANDAN ALAS (Pandanus dubius)

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) (c) (d) Gambar 4.1 Tampak Visual Hasil Rheomix Formula : (a) 1, (b) 2, (c) 3, (d) 4

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

DAFTAR ISI. Hal i ii iii iv vi vii ix

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu sebagai berikut :

UNIVERSITAS DIPONEGORO. PENGARUH LARUTAN C 7 H 18 O 3 Si TERHADAP KEKUATAN TARIK SERAT DAUN KELAPA, KOMPATIBILITAS DAN KEKUATAN BENDING KOMPOSIT

UJI TARIK BAHAN KULIT IMITASI

PRESENTASI TUGAS AKHIR PENGARUH SIFAT MEKANIK TERHADAP PENAMBAHAN BUBBLE GLASS, CHOPPED STRAND MAT DAN WOVEN ROVING PADA KOMPOSIT BENTUK POROS

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

PENELITIAN AWAL TENTANG PENGGUNAAN CONSOL FIBER STEEL SEBAGAI CAMPURAN PADA BALOK BETON BERTULANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui isi unsur kandungan

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS

PENGARUH KOMPOSISI RESIN POLIYESTER TERHADAP KEKUATAN BENDING KOMPOSIT YANG DIPERKUAT SERAT BAMBU APUS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISTIK KOMPOSIT SERAT KULIT POHON WARU (HIBISCUS TILIACEUS) BERDASARKAN JENIS RESIN SINTETIS TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN PATAHAN KOMPOSIT

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

PEMANFAATAN PARTIKEL TEMPURUNG KEMIRI SEBAGAI BAHAN PENGUAT PADA KOMPOSIT RESIN POLIESTER

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SERAT KARBON ANTARA METODE MANUAL LAY- UP DAN VACUUM INFUSION DENGAN PENGGUNAAN FRAKSI BERAT SERAT 60%

Analisis Serat Pelepah Batang Pisang Kepok Material Fiber Komposit Matriks Recycled Polypropylene (RPP) Terhadap Sifat Mekanik dan SEM

PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME, TEMPERATUR DAN WAKTU POST-CURING TERHADAP KARAKTERISTIK TARIK KOMPOSIT POLYESTER PARTIKEL HOLLOW GLASS MICROSPHERES

Kata kunci : Serat batang pisang, Epoxy, Hand lay-up, perbahan temperatur.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JMPM: Jurnal Material dan Proses Manufaktur - Vol.1, No.1, 31-34, Juni 2017

PENGARUH ARAH SERAT GELAS DAN BAHAN MATRIKS TERHADAP KEKUATAN KOMPOSIT AIRFOIL PROFILE FAN BLADES

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Spesifikasi batang baja mutu tinggi tanpa pelapis untuk beton prategang

BAB III METODE PENELITIAN

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam

BAB IV DATA DAN ANALISA

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT SERAT KULIT JAGUNG DENGAN MATRIKS EPOKSI. Eldo Jones Surbakti, Perdinan Sinuhaji,Tua Raja Simbolon

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik

BAB II STUDI PUSTAKA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro

Sifat Sifat Material

TUGAS AKHIR. PENGARUH JENIS ELEKTRODA PADA HASIL PENGELASAN PELAT BAJA St 32 DENGAN KAMPUH V TUNGGAL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN TARIKNYA

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempermudah penyebaran fiber kawat secara merata kedalam adukan beton. Dari

KAJIAN KONSTRUKSI FIBERGLASS SEBAGAI LAMINASI PADA LAMBUNG KAPAL BOAT SESUAI STANDAR A

ABSTRAK KARAKTERISTIK CACAT KOMPOSIT EPOXY BERPENGUAT HYBRID ANYAMAN SERAT KARBON DAN SERAT BASALT PADA PERMESINAN DRILLING

ANALISIS PENGARUH VARIASI FRAKSI VOLUME TERHADAP KEKUATAN TARIK BAHAN KOMPOSIT POLIESTER DENGAN FILLER ALAMI SERABUT KELAPA MERAH

Impact Toughness Test. Sigit Ngalambang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

Gambar 4.1. Hasil pengamatan struktur mikro.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kekuatan Tarik Komposit Partikel Tempurung Kelapa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lama. Dengan banyaknya gedung gedung yang dibangun maka sangat

Transkripsi:

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Mekanik 4.1.1. Kekuatan Logam Sampel logam yang diambil dari potongan pipa standar API 5L Grade B yang telah diuji dan dilakukan perbandingan data dengan spesifikasi yang terdapat di standard API 5L (Specification for line pipe) dan data yang terdapat di sertifikat material yang dikeluarkan oleh pabrik. Tabel 4.1. Perbandingan propertis sampel uji tarik logam Pengujian Spesifikasi Data Hasil Uji API 5L [28] Sertifikat Sampel L1 1. Tensile strength, MPa 414 415 415 2. Yield strength, MPa 241 290 301 3. Komposisi kimia Carbon, maks., % Manganese, maks., % Phosphorus, maks., % Sulfur, maks., % Titanium, maks., % 0,28 1,20 0,030 0,030 0,040 0,21 1,15 0,030 0,030 0,040 Dari data diatas pada Tabel 4.1, hasil pengujian sampel L1 telah sesuai dengan standar API 5L dan sertifikat material dengan nilai-nilai yang sesuai dengan propertis yang ditetapkan secara teoritis. Perbandingan ini juga digunakan untuk melihat apakah mesin uji telah menghasilkan nilai yang sesuai sehingga layak untuk digunakan. Pengujian dilakukan mengacu pada standar ASTM E-8 (Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic Materials) dengan menggunakan mesin uji tarik GOTECH. Pada Gbr.4.1 menunjukkan sampel baja karbon L1 mencapai titik luluh pada detik ke 9 sebelum perpatahan terjadi pada detik ke 15. 32

33 Gambar 4.1. Grafik hasil uji tarik sampel L1 4.1.2. Kekuatan Komposit Pengujian di lakukan terhadap komposit dengan variasi campuran epoksi dan variasi lapisan fiber glass. Pada pengujian ini arah beban yang diberikan dengan axial tensile stress dimana kekuatan yang diberikan akan lebih tinggi di banding dengan arah transverse tensile strength. Hasil pengujian kekuatan komposit ini dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan grafik pada Gbr.4.2. Tabel 4.2. Rangkuman hasil uji tarik komposit No. Sampel Batas Luluh Kuat Tarik Elongasi 1 80A20B 1,14 MPa 11,29 MPa 1,56% 2 60A40B 1,67 MPa 9,01 MPa 0,20% 3 80A20B3L 33,09 MPa 37,65 MPa 4,45% 4 80A20B6L 69,72 MPa 69,72 MPa 9,14% 5 60A40B3L 26,66 MPa 26,66 MPa 4,57% 6 60A40B6L 47,83 MPa 47,83 MPa 7,50%

34 Gambar 4.2. Grafik hasil uji tarik komposit Hasil yang didapat pada pengujian ini seperti pada Tabel 4.2 dan Gbr.4.2 menjelaskan bahwa nilai kuat tarik epoksi dengan pencampuran 80%GS561 & 20%GS154 (80A20B) sebesar 11,29 MPa memiliki kekuatan lebih tinggi sebesar 25% dari pencampuran 60%GS561 & 40%GS154 (60A40B) yang mempunyai nilai kuat tarik 9,01 MPa. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh serat aramid Kevlar yang terdapat pada GS-561 dapat meningkatkan kekuatan matriksnya [16]. Demikian juga bahwa pengaruh jumlah lapisan fiber glass BSB-330 dapat meningkatkan kekuatan komposit secara signifikan, dimana semakin banyak jumlah lapisan fiber maka kekuatan akan bertambah. Pada sampel 80A20B yang tanpa lapisan fiber BSB-330 nilai kuat tariknya sebesar 11,29 MPa, kemudian 3 layer fiber BSB-330 di berikan pada sampel 80A20B tersebut, maka nilai kuat tariknya menjadi 37,65 MPa (80A20B3L), dimana terdapat kenaikan sebesar 333% dari nilai awalnya. Dan diberikan lagi lapisan fiber menjadi 6 layer dan kenaikan sebesar 671% dari nilai awalnya menjadi 69,72 MPa (80A20B6L). Umumnya pada material komposit polimer bahwa nilai yang di capai pada tensile strength dan yield strength berada pada titik yang sama (Gbr.4.2), tidak seperti pada pengujian material logam yang memiliki daerah yield seperti Gbr.4.1.

35 Gambar 4.3. Bentuk patahan pada uji tarik komposit Bentuk patahan pada sampel pada Gbr.4.3 diatas menunjukkan adanya keseragaman pada ujung perpatahannya yang membentuk garis lurus dimana hal ini menunjukkan bahwa beban yang diterima oleh sampel didistribusikan ke semua area. Pada hal ini, perpatahan dapat terjadi pada seluruh daerah matriks, interface matriks/fiber atau daerah fiber [11].

36 4.1.3. Sifat Lentur Komposit Pengujian di lakukan dengan metode pembebanan pada tiga titik yang di tahan oleh dua penyangga untuk mendapatkan nilai kuat lentur (flexural) dan modulus elastisitas sesuai standar ASTM D-790. Tabel 4.3. Rangkuman hasil uji flexural komposit No. Sampel Kuat Flexural Modulus Elastisitas 1 80A20B 11,1 MPa 369 MPa 2 60A40B 30,3 MPa 1250 MPa 3 80A20B3L 30,1 MPa 1880 MPa 4 80A20B6L 28,3 MPa 2533 MPa 5 60A40B3L 46,6 MPa 1711 MPa 6 60A40B6L 40,8 MPa 2587 MPa Gambar 4.4. Grafik modulus elastisitas pada uji flexural komposit Pengaruh matrik dalam mendistribusikan beban sangat mempengaruhi kekuatan komposit. Pada grafik Gbr.4.4, modulus elastisitas yang merupakan ratio dalam batasan elastisitas dari nilai pembebanan dan regangan, menunjukkan dan membuktikan bahwa adanya lapisan fiber glass yang lebih banyak (6 layer) dapat memberikan nilai yang lebih tinggi (2533 Mpa dan 2587 Mpa).

37 Gambar 4.5. Sampel setelah uji flexural komposit Sampel 60A40B (tidak ada lapisan fiber glass) pada Gbr.4.5 mengalami perpatahan pada saat uji flexural, hal ini membuktikan bahwa lapisan fiber glass sangat di butuhkan pada aplikasi pelapisan sebagai antisipasi jika terjadi pembebanan yang membutuhkan ketahanan terhadap kelenturan. 4.1.4. Sifat Ketangguhan Komposit Pengujian dilakukan untuk mendapatkan nilai ketangguhan dengan menggunakan mesin impak Charpy berdasarkan standard ISO-179 dan bentuk spesimen tanpa notch (un-notch) dengan posisi edgewise. Nilai impak Charpy di

38 dapatkan berdasarkan jumlah energy yang di serap oleh spesimen dalam kj di bagi dengan luasan spesimen dalam m2, pengukuran sampel dilakukan dengan menggunakan micrometer caliper. Tabel 4.4. Rangkuman hasil uji impak komposit No. Sampel Impact Charpy Tipe Kerusakan 1 80A20B 2,20 ± 0,56 kj/m2 Patah 2 60A40B 3,76 ± 0,86 kj/m2 Patah 3 80A20B3L 9,46 ± 1,05 kj/m2 Patah 4 80A20B6L - Tidak patah 5 60A40B3L 23,00 ± 5,45 kj/m2 Patah 6 60A40B6L - Tidak patah Gambar 4.6. Grafik uji impak komposit Pada sampel dengan 6 layer fiber BSB-330 (80A20B6L & 60A40B6L) tidak mengalami perpatahan, hal ini menunjukkan bahwa bahan fiber BSB-330 dapat meningkatkan performa komposit tahan terhadap beban impak. Dalam aplikasi pelapisan pipa ketahanan impak sangat dibutuhkan supaya bahan tidak mudah retak akibat benturan dari benda lain yang ada disekitarnya.

39 Gambar 4.7. Bentuk patahan uji impak komposit Energi yang di serap oleh sampel dalam pengujian impak dapat mengakibatkan kerusakan, dimana kerusakan itu di bagi dalam berbagai tipe, antara lain tension, compression, bucking, shear, multiple shear dan shear followed by tensile frature. Dan bentuk kerusakan yang dialami oleh sampel di bagi dalam beberapa tipe, antara lain complete break (C), hinge break (H), partial break (P) dan non-break (N) [11]. Pada sampel Gbr.4.7 dengan kode 80A20B dan 60A40B (sampel yang tidak di perkuat dengan fiber glass) mengalami complete break, sedangkan sampel 80A20B3L dan 60A40B3L (keduanya diperkuat dengan 3 layer fiber glass) hanya mengalami partial break (P). Hal ini membuktikan bahwa lapisan fiber glass mampu memberikan ketangguhan pada material komposit dalam menghadapi beban impak. Dan penambahan 6 layer fiber glass pada sampel 80A20B6L dan 60A40B6L semakin menambah ketangguhan komposit hingga tidak mengalami perpatahan.

40 4.1.5. Kekuatan Laminat Komposit Hasil yang di peroleh pada Tabel 4.5 merupakan nilai kekuatan laminat komposit yaitu material logam yang telah dilapisi oleh komposit polimer. Dapat di lihat terdapat kenaikan kekuatan pada laminat komposit di bandingkan dengan kekuatan logam tanpa lapisan (sampel L1). Nilai pada tabel ditampilkan dalam satuan Newton untuk melihat besar beban yang diterima dalam pengujian. Tabel 4.5. Rangkuman hasil uji tarik pada laminat komposit No. Sampel Beban Yield Beban Tensile Elongasi 1 L1 29852 N 41082 N 28,00% 2 L1+80A20B3L 34575 N 48202 N 33,33% 3 L1+80A20B6L 46169 N 52216 N 35,56% 4 L1+60A40B3L 33542 N 46620 N 28,89% 5 L1+60A40B6L 42921 N 49787 N 37,78% Gambar 4.8. Grafik uji tarik laminat komposit Persentase kenaikan nilai kekuatan tiap sampel laminat komposit dengan logam tanpa lapisan dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.

41 Tabel 4.6. Perbandingan uji tarik laminat komposit dengan logam tanpa lapisan No Sampel Beban Yield % Kenaikan Beban Tensile % Kenaikan 1 L1 29852 N 0% 41082 N 0% 2 L1+80A20B3L 34575 N + 15% 48202 N + 17% 3 L1+80A20B6L 46169 N + 54% 52216 N + 27% 4 L1+60A40B3L 33542 N + 12% 46620 N + 13% 5 L1+60A40B6L 42921 N + 43% 49787 N + 21% Gambar 4.9. Grafik Perbandingan uji tarik laminat komposit dengan logam tanpa pelapisan Nilai kekuatan tarik terjadi peningkatan secara signifikan pada sampel L180A20B6L dan L160A40B6L yang mempunyai lapisan fiber glass terbesar, yaitu 6 layer. Secara detail, dimana sampel logam L1 nilai kuat tarik gaya hanya 41082 N, namun ketika diberikan lapisan 80A20B3L (80%GS561 + 20%GS154 + 3 layer BSB330) maka kekuatannya naik sebesar 17% menjadi 48202 N. Dan naik lagi sebesar 27% menjadi 52216 N ketika logam diberi pelapisan 80A20B6L (80%GS561 + 20%GS154 + 6 layer BSB-330). Namun kekuatan yang di dapat lebih rendah ketika pencampurannya 60A40B3L (60%GS561 + 40%GS154 + 3 layer BSB330) yang kenaikan hanya 13%

42 menjadi 46620 N. Juga pada sampel 60A40B6L (60%GS561 + 40%GS154 + 6 layer BSB330) yang mengalami kenaikan hanya 21% menjadi 49787 N. Hal ini di pengaruhi oleh adanya peranan serat Aramid Kevlar pada GS-561 dimana kekuatan komposit akan semakin meningkat jika persentase GS-561 semakin tinggi. Gambar 4.10. Bentuk patahan uji tarik pada laminat komposit Bentuk patahan yang terjadi pada semua sampel secara umum kelihatan sama, dimana terjadi pada daerah patahan logam dan tidak menyebar pada semua bagian lapisan komposit polimer. Hal ini menunjukkan bahwa stress concentration pada satu titik akan menyebabkan patahan pada titik itu saja dan kekuatan pada semua area komposit polimer relatif sama sehingga tidak terjadi kerusakan secara menyeluruh.

43 4.1.6. Analisa Ikatan (Interface Matriks Fiber) Hasil yang di peroleh pada Tabel 4.7 pada uji rekatan/ikatan (bonding) menampilkan dua tipe kerusakan yaitu patahan pada daerah rekatan, dan patahan tidak terjadi pada daerah rekatan namun terjadi pada sampel berbahan epoksi. Nilai kekuatan yang didapat saat terjadi patahan pada daerah rekatan lebih tinggi dibanding dengan patahan pada epoksi yaitu 7,88 MPa berbanding 3,81 Mpa, artinya kekuatan rekatan antara epoksi dan fiber sangat baik demikian juga antara epoksi dengan logam. Tabel 4.7 Hasil uji rekatan (bonding) No. Sampel Tensile Elongasi Keterangan Strength 1 EpVSL1 7,88 MPa 0% Patah terjadi pada daerah bonding 2 EpVSFb 3,81 MPa 0% Patah tidak terjadi pada daerah rekatan namun pada epoksi Gambar 4.11. Grafik uji bonding epoksi vs logam dan epoksi vs lapisan fiber Hasil uji tarik pada epoksi versus logam mengalami perpatahan pada daerah rekatan (bonding) dan nilai kekuatannya mencapai 7,88 MPa saat terjadi perpatahan. Sedangkan pengujian pada epoksi versus lapisan fiber BSB-330, perpatahan terjadi tidak pada daerah rekatan, namun pada epoksi dan nilai kekuatannya mencapai 3,81 MPa.

44 Gambar 4.12. Patahan sampel pada pengujian bonding Dari hasil yang di dapat pada Tabel 4.7 dan bentuk patahan pada Gbr.4.12 mengisyaratkan bahwa rekatan antara epoksi dengan logam dan epoksi dengan fiber sangat baik sehingga bisa dianggap tidak menurunkan performa komposit dalam pembuatan laminat komposit.

45 4.2. Pengamatan Metalografi 4.2.1. Analisa SEM Pada Campuran Komposit Struktur mikro komposit hasil fabrikasi di analisa menggunakan mikroskop Scanning Electron Microscope (SEM) dengan beberapa perbesaran. Sampel diberikan proses vakum dan di coating dengan Pd-Au yang dimaksudkan untuk membantu konduktifitas komposit sehingga seluruh permukaan dapat diamati secara merata. Gambar 4.13. SEM Epoksi 60A40B pembesaran 50x Struktur mikro pada Gbr.4.13 menunjukkan banyak pori atau rongga (cavity) di daerah batas butir/interface, hal ini mengakibatkan interface semakin lemah bila mengalami beban/gaya dan akan mudah patah. Sebaran fiber tidak merata terhadap seluruh area matriks sehingga terdapat kelompok-kelompok fasa. Interface yang tidak sempurna akan memberikan sifat material seperti yang dihasilkan pada Tabel 4.5.

46 Gambar 4.14. SEM Epoksi 80A20B pembesaran 500x Gambar 4.14 diatas menunjukkan orientasi fiber yang menyebar secara random pada matrik. Pada saat benda menerima beban dari salah satu arah maka fiber yang berlawanan arah akan bergerak bertahan sehingga tidak terjadi perubahan pada benda. Juga terdapat udara yang terperangkap (air trap) dan rongga akibat kurang sempurnannya infiltrasi pada saat pencampuran. Semakin besar rongga yang terjadi akan semakin besar potensi untuk terjadinya kegagalan [11]. Menurut Hull, untuk mengetahui akibat terjadinya defek, merekomendasikan untuk meneliti rongga dengan melakukan pengukuran area defek terlebih dahulu, namun terkadang kurang akurat karena rongga yang sangat kecil dan sulit di deteksi dan dengan mengukur berat jenis (density) sampel [11].

47 Gambar 4.15. SEM Epoksi 80A20B pembesaran 100x dan 500x Pada Gbr.4.15 diatas menunjukkan potongan permukaan fiber yang ada secara berkelompok pada satu area dan juga terdapat area yang tidak ditempati oleh fiber pada daerah matriks. Umumnya sering ditemukan pada komposit dengan komposisi fiber yang sedikit akan terdapat area yang tidak seragam dalam distribusi fiber. Gambar 4.16. SEM Epoksi 60A40B pembesaran 100x dan 500x Geometrik fiber pada Gbr.4.16 diatas berbentuk seperti anyaman (woven) lamina/lapisan dengan arah paralel. Pengaturan bentuk fiber yang berbentuk kontinyu dan putus-putus akan berpengaruh pada flexibilitas komposit. Dan terdapat rongga atau pori-pori pada area interface yang dapat menurunkan propertis komposit serta dapat menjadi inisiasi kegagalan pada saat beban di terima. Secara umum terjadinya rongga di akibatkan tidak sempurnanya proses pencampuran antara bahan-bahan pengisi komposit. Bahan-bahan pengisi komposit polimer pada produk StrongBack memiliki sifat yang berbeda dan harus diberi perlakuan yang special untuk menghindari kerusakan bahan. Misalnya seperti fiber glass StrongBack BSB-330 harus di simpan pada suhu dingin untuk menghindari kekakuan sehingga tidak dapat di pergunakan. Demikian juga epoksi Strongback GS-561 & Strongback GS-154, dimana pada saat pencampuran antara bahan A dan bahan B harus cepat di lakukan serta segera di lakukan pelapisan pada pipa, karena akan mengental dan mengeras jika di biarkan dalam beberapa menit saja.

48 4.2.2. Analisa SEM pada Perpatahan Matriks dan Fiber Permukaan perpatahan yang terjadi pada saat uji tarik pada daerah epoksi seperti pada Gbr.4.17 di analisa dengan pembesaran 100x. Inisiasi retak akibat beban yang di terima mengakibatkan garis-garis retak hingga terjadi perpatahan. Secara umum terjadinya inisiasi retak di akibatkan adanya rongga, pori atau cacat pada daerah interface sehingga terjadi stress concentration yang mengakibatkan interfacial debonding, matrix plastic deformation dan microcracking [11]. Gambar 4.17. SEM permukaan perpatahan epoksi dengan pembesaran 100x Pada hasil SEM Gbr.4.18 diatas menunjukkan arah fiber yang acak (random) dimana patahan-patahan yang terjadi pada fiber mengikuti arah beban di terima. Kehadiran fiber penguat pada matriks menunjukkan bahwa material tersebut mempunyai karakter yang sangat kuat dengan kekasaran yang merata pada semua permukaan. Sebaran fiber ini sangat berperan untuk memberikan perlawanan pada saat beban di terima. Pada pembesaran 500x pada Gbr.4.19 terlihat bahwa fiber sangat mirip seperti besi beton yang berfungsi sebagai penguat konstruksi pada campuran coran. Gambar 4.18. SEM permukaan perpatahan epoksi pembesaran 200x dan 500x

49 Permukaan perpatahan pada fiber glass seperti pada Gbr.4.19 menunjukkan ujung-ujung yang tajam yang menyatakan bahwa satuan fiber yang terlihat seperti besi beton masih di dukung oleh fiber-fiber yang yang kecil ukurannya. Perpatahan terjadi akibat kekuatan ikat pada fiber lebih rendah di banding dengan beban yang di terima, serta beban yang di terima menyebar pada seluruh area fiber [11]. Gambar 4.19. SEM permukaan perpatahan fiber pembesaran 100x dan 250x

50 4.3. Perbandingan Nilai Ekonomis dan Aplikasi Produk Untuk melihat nilai ekonomis penggunaan komposit pada penguatan pipa, berikut dilakukan perbandingan antara pekerjaan penggantian pipa dengan metode cut and reweld dengan pemakaian komposit. Diasumsikan bahwa pipa yang terkena korosi adalah pipa baja karbon ukuran 8 Sch.40 API 5L Gr.B, lokasi di darat, akses jalan masuk tersedia, jumlah titik pemotongan dan pengelasan masing-masing 2 titik. Tabel 4.8. Perbandingan biaya antara pekerjaan cut & reweld dan pemakaian komposit No. Kebutuhan Waktu dan biaya Cut & Reweld Pemakaian Komposit 1 Peralatan a. Mesin las Sewa per-hari $ 200 $ 200 - b. Hiab Crane Sewa per-hari $ 400 $ 400 - c. Mesin grinda Sewa per-hari $ 50 $ 50 $ 50 2 Tenaga kerja a. Welder 1 orang, sehari $ 100 $ 100 - b. Fitter 1 orang, sehari $ 50 $ 50 - c. Helper 2 orang, sehari $ 30 $ 60 $ 60 d. Mekanik 1 orang, sehari $ 50 $ 50 - e. Opr. crane 1 orang, sehari $ 60 $ 60 - f. NDT team 2 orang, sehari $ 60 $ 120 - g. Teknisi 2 orang, sehari $ 50 - $ 100 3 Material a. Pipa Pipa 8, 6m, Sch.40 $ 2500 - b. Kawat las Untuk pengelasan $ 300 - c. Batu gerinda Penghalusan pipa $ 50 $ 50 d. Argon Untuk pemotongan $ 100 - e. GS-561 Epoksi+curing - $ 1120 f. GS-154 Epoksi+curing - $ 428 g. BSB-330 Tape 4 x50 - $ 350 TOTAL $ 4040 $ 2158 Dari tabel diatas terlihat perbedaan biaya yang dikeluarkan sangat signifikan, dimana pemakaian komposit lebih hemat sekitar 50% di bandingkan dengan metode cut and reweld. Perbandingan ini diasumsikan jika pipa yang diganti di daerah

51 darat, jika penggantian didaerah sungai atau rawa, maka biaya yang di keluarkan tentu semakin besar karena akan memasukkan biaya rental crane barge untuk mengangkut peralatan, material dan tenaga kerja. Selain ongkos pekerjaan yang di hitung, terdapat keuntungan lain dalam pemakaian komposit penguat ini, yaitu bahwa selama pekerjaan tidak memerlukan mematikan aliran pipa sehingga produksi tetap bisa berjalan dan resiko mengenai keselamatan pekerja juga lebih kecil. Harga produk komposit Strongback pada Tabel 4.8 sesuai harga yang dikeluarkan pada tahun 2008 [33]. Gambar 4.20. Tahapan aplikasi pelapisan produk StrongBack yang berfungsi sebagai penguat pada pipa yang mengalami cacat