BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dimana satu orang atau lebih (principal) terlibat dengan orang lain (agent) untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam publikasi United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. setiap anggaran tahunan jumlahnya semestinya relatif besar. publik. Beberapa proyek fisik menghasilkan output berupa bangunan yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH UNDP (United Nations Development Programme) melalui Human Development Report tahun 1996 tentang Konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process of enlarging people s choices atau suatu proses yang meningkatkan aspek kehidupan masyarakat. Aspek terpenting kehidupan ini dilihat dari usia yang panjang dan hidup sehat, tingkat pendidikan yang memadai serta standar hidup layak. Secara spesifik, UNDP menetapkan empat elemen utama dalam pembangunan manusia, yaitu produktivitas (productivity), pemerataan (equity), kesinambungan (sustainability) dan pemberdayaan (empowerment). Pencapaian tujuan pembangunan manusia bukanlah hal yang baru bagi Indonesia dan selalu ada penekanan pada pemenuhan tujuan tersebut, yaitu pemenuhan pendidikan universal, peningkatan kesehatan serta pemberantasan kemiskinan. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Titik berat pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya sudah menganut konsep IPM yang dipublikasi oleh UNDP di atas, yakni konsep pembangunan manusia seutuhnya yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun spiritual. 1

2 Strategi pembangunan suatu negara harus mampu meningkatkan sumber daya manusia secara berkelanjutan. Namun, kenyataannya pembangunan nasional secara menyeluruh tidak dapat dilakukan hanya dengan pengelolaan kewenangan dari pemerintah pusat. Oleh sebab itu, berkaitan dengan pemerataan pembangunan nasional, khususnya dalam hal meningkatkan sumber dana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pembangunan manusia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang ini merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah. Misi utama kedua undang-undang tersebut adalah desentralisasi fiskal yang diharapkan menghasilkan 2 (dua) manfaat, yaitu peningkatan partisipasi masyarakat, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan (Adisasmita, 2011) dalam (Darmada, Dewa Kadek, 2015). Dengan kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menciptakan pendapatan daerahnya serta melakukan alokasi untuk prioritas pembangunan di daerahnya secara mandiri dan diharapkan dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan potensi dan aspirasi lokal untuk mengembangkan wilayah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat diharapkan juga turut berperan menjadi subjek pembangunan, bukan hanya menjadi objek pembangunan,

3 sehingga dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan suatu daerah dan juga kemajuan nasional. Dalam pembangunan ekonomi daerah, proses majunya pertumbuhan pertumbuhan suatu daerah sering ditunjukkan dengan tingkat pertambahan PDRB dan APBD. Pembangunan daerah dengan APBD merupakan salah satu bentuk campur tangan pemerintah daerah dalam memajukan daerahnya. Maryani (2010) dalam Priambodo, Anugrah (2015) menjelaskan bahwa pemerintah menggunakan APBD untuk membiayai pembangunan di sektor-sektor terkait pembangunan manusia. Lebih spesifiknya, pemerintah daerah harus bisa mengalokasikan belanja daerah melalui pengeluaran pembangunan di sektor-sektor pendukung untuk meningkatkan IPM. Pada skala nasional, besaran nilai APBN, baik pendapatan negara dan hibah, serta belanja negara memiliki tren yang meningkat setiap tahunnya. Kenaikan anggaran tersebut merupakan indikator tumbuhnya perekonomian Indonesia secara garis besar. Peningkatan anggaran pemerinah tidak hanya terjadi pada pemerintah pusat melalui APBN-nya, namun juga pada pemerintah daerah melalui APBD-nya. Kenaikan anggaran pada APBD tingkat kabupaten di Indonesia bukan hanya menjadi indikator kemajuan perekonomian daerah, namun juga indikator bahwa kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sudah semakin baik Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat

4 kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan asas desentralisasi, pembiayaan penyelenggaraan pembangunan Pemerintah Daerah dilakukan atas beban APBD. Pengeluaran pembiayaan untuk penyelenggaraan ini digunakan untuk belanja operasi, belanja modal dan belanja tak terduga. Pengalokasian belanja pada masing-masing jenis belanja diprioritaskan untuk urusan wajib. Urusan wajib yang dimaksud adalah belanja yang diproritaskan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. Pemerintah mengalokasikan dana untuk peningkatan pelayanan tersebut dalam bentuk alokasi belanja daerah yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Menurut Priambodo, Anugrah (2015) Belanja Daerah mempunyai pengaruh terhadap pembangunan manusia terlihat dalam mengalokasikan dana yang diperoleh dari penerimaan pajak yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur/ prasarana (misalnya pembangunan jalan, bendungan, dan lainnya), penyediaan layanan umum seperti kesehatan dan pendidikan, serta dana hibah dan bantuan sosial kepada berbagai pihak. Pembangunan infrastruktur akan mempekerjakan banyak tenaga kerja, yang diberikan pendapatan sebagian dari padanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang kemudian akan diikuti oleh kenaikan tingkat konsumsi. Peningkatan konsumsi masyarakat akan

5 mendorong peningkatan produksi, dan dampak multiple effect ini akan semakin meningkat dan berkelanjutan, maka hasilnya dapat dilihat kemudian adalah pengangguran dapat diatasi, kemiskinan diturunkan, dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Sumber-sumber keuangan utama daerah yang digunakan untuk membiayai belanja daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berupa pendapatan pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Apabila melihat keberadaan PAD di Povinsi se-indonesia yang masih belum merata antara provinsi yang satu dengan provinsi yang lain, hal tersebut disebabkan karena PAD yang tinggi selama ini diperoleh oleh provinsi yang potensi daerahnya sangat besar didominasi oleh adanya tempat pariwisata. Akan tetapi hal tersebut tidak mengurangi upaya pemerintah provinsi dalam meningkatkan kualitas layanan publik dan meminimalisasi terjadinya perilaku oportunistik dalam penyusunan anggaran daerah. Adanya ketimpangan PAD antara satu provinsi dengan provinsi yang lain di Indonesia, maka melalui Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 terdapat sumber lainnya yang dapat digunakan dalam pembangunan daerah yaitu dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH), serta lain-lain pendapatan yang sah. Dana perimbangan diberikan oleh pemerintah pusat dalam rangka menutupi kesenjangan fiskal daerah yang

6 disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah daerah dalam membiayai penyelenggaraan pembangunan dengan PAD nya. Penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor terhadap Indeks Pembangunan Manusia ini telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu, diantaranya yaitu: Ardiansyah, dkk (2014), Priambodo, Anugrah (2015) serta Pratowo, Nur Isa (2012). Penelitian ini mereplikasi dari penelitian diatas. Dalam penelitian tersebut dibahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia), yaitu PAD, DAU dan DAK. Peneliti menambahkan variabel belanja daerah dari penelitian Pratowo, Nur Isa (2012) dan Priambodo, Anugrah (2015) dikarenakan penelitian sebelumnya belanja daerah berpangaruh positif terhadap Indeks Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul PENGARUH BELANJA DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini rumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Apakah Belanja Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia

7 2. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia? 3. Apakah Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia? 4. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh belanja daerah terhadap Indeks 2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Indeks 3. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks 4. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks D. MANFAAT PENELITIAN Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

8 1. Bagi Pemerintah Provinsi Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi informasi dan sebagai bahan pertimbangan mengenai pengaruh faktor-faktor pembangunan manusia sehingga para pejabat daerah lebih bijak dalam pengambilan kebijakan untuk kemajuan daerahnya. 2. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti dan dapat lebih mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks 3. Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan para pembaca maupun sebagai salah satu bahan referensi atau bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya dan sebagai penambah wacana keilmuan. E. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini berisi tentang teori agency, indeks pembangunan manusia, belanja daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, pendapatan asli daerah, penelitian terdahulu, kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini terdiri dari jenis penelitian, populasi dan sampel, data dan alat analisis. BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab ini berisi gambaran umum penelitian, analisis data dan hasil pembahasan penelitian. BAB V KESIMPULAN Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang kesimpulan, ketebatasan penelitian dan saran.