BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. satu tindak kriminal yang semakin marak terjadi adalah persetubuhan, ironisnya

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dalam masyarakat. Kekerasan itu dapat berupa kekerasan fisik. sebagai pelampiasan nafsu seks.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

JURNAL PERTIMBANGAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SLEMAN)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB I PENDAHULUAN. martabat serta hak-hak asasi yang harus dijunjung tinggi. 1 Hak-hak asasi yang

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. memutus perkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1 Sebagai masa depan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. maupun dewasa bahkan orangtua sekalipun masih memandang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI UU TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan

I. PENDAHULUAN. bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan aset dan sebagai bagian dari generasi bangsa. Anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hakhak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindakan kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. 1 Negara memberikan perlindungan terhadap anak sesuai dengan aturan yang sudah tercantum dalam konstitusi. Orang tua, keluarga dan masyarakat bertanggungjawab untuk menjaga dan memelihara anak sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggungjawab menyediakan fasilitas dan aksesbilitas bagi anak terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara 1 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Citra Umbara, Bandung, hlm. 45.

2 optimal dan terarah. Konstitusi juga berisi penjelasan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 berisi ketentuan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam kenyataannya anak-anak sering menderita berbagai jenis pelanggaran, diantaranya adalah persetubuhan sebagai akibat dari keadaan ekonomi, politik, dan lingkungan sosial mereka. Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, penyelenggaraan perlindungan anak berdasarkan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsipprinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: non diskriminasi, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan, penghargaan terhadap pendapat anak, dan kepentingan yang terbaik bagi anak. Asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif, badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama. Asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang

3 tua. Yang dimaksud dengan asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-hak anak untuk berpatisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam mengambil keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. Salah satu bentuk pelanggaran hak anak adalah adanya persetubuhan terhadap anak. Yang dimaksud dengan persetubuhan adalah peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota kemaluan laki-laki harus masuk kedalam anggota kemaluan perempuan, sehingga mengeluarkan air mani. 2 Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak telah mengatur ketentuan pidana yang tercantum dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Namun penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana kesusilaan terhadap anak masih jauh dari amanat pasal tersebut. Adanya fakta yang berkaitan dengan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dengan putusan perkara yang terjadi di Pengadilan Negeri Sleman atas perkara tindak pidana dengan kekerasan dan ancaman 2 Komentar dalam pasal 284 KUHP, KUHP Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, R.Soesilo, Politeia, Bogor, hlm.209.

4 kekerasan melakukan persetubuhan dengan anak, dengan register perkara Nomor: 08/Pid.Sus/2014/PN.Slmn. Terdakwa Agus Tri Susanto als Temon Bin Samsudi, dengan dakwaan Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan putusan pidana penjara selama 6 (enam tahun) dan Denda sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda itu tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang. Sehubungan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segalahambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara dipengadilan hakim tidak boleh mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan hukum. Hakim harus bersikap netral dengan tidak memihak pada salah satu pihak yang berperkara. Menurut Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Seorang hakim dalam menetapkan amar putusan harus berdasarkan suatu ketentuan yang

5 mengatur tentang perkara yang sedang disidangkan. Pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan anak didasarkan pada bukti-bukti, dan dasar hukum peraturan perundangundangan yang mengatur tentang ketentuan persetubuhan anak beserta sanksi yang dijatuhkan bagi pelakunya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna penyusunan skripsi dengan mengambil judul Pertimbangan Hukum oleh Hakim dalam Putusan terhadap Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan terhadap Anak (studi kasus di Pengadilan Negeri Sleman). B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah sebagaimana yang telah diuraikan, maka Rumusan Masalah penelitian ini adalah bagaimanakah pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak (studi kasus di Pengadilan Negeri Sleman)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan Rumusan Masalah, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tentang pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak (studi kasus di Pengadilan Negeri Sleman).

6 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah wacana, wawasan, dan pengetahuan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya terkait dengan pentingnya perlindungan bagi anak. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Aparat Penegak Hukum Dengan adanya penelitian ini diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan amar putusan terkait tindak pidana persetubuhan anak yang ada. b. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan agar masyarakat terutama orang tua dapat memberikan pengawasan lebih terhadap anak-anaknya agar lebih berhati-hati dalam bergaul dan berteman, serta memberikan pendidikan seks usia dini terhadap anak dan memberikan dampak yang akan timbul apabila anak tersebut melakukan persetubuhan sebelum waktunya. E. Keaslian Penelitian Sepanjangpengetahuan peneliti bahwa permasalahan hukum yang akan diteliti ini belum pernah diteliti oleh orang lain, dan merupakan hasil karya asli peneliti, bukan hasil dari duplikasi ataupunplagiasi dari hasil

7 karya peneliti lain. Apabila ada penulisan hukum penelitian yang memiliki kesamaan topik yang akan diteliti, tentunya terdapat perbedaan dalam penelitian. Adapun skripsi yang memiliki judul serupa dengan penelitian ini, yaitu : 1. Wanto Nyepi Sitohang (07 05 09590) mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, dengan judul Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Pencabulan Anak Di Pengadilan Negeri Sleman (Khusus Korban dan Pelakunya adalah Anak). Rumusan masalah yaitu bagaimanakah pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pencabulan terhadap anak yang pelakunya adalah anak di wilayah Pengadilan Negeri Sleman? Penelitian tersebut bertujuanuntuk memperoleh data tentang pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara pencabulan terhadap anak yang pelakunya adalah anak; untuk mengetahui sejauhmana Hakim mempertimbangkan putusan tersebut sehingga tidak menjadi suatu nestapa bagi anak dikemudian hari. Hasil yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pencabulan anak yang pelakunya adalah anak, sanksi pidana yang diputus oleh Hakim, adanya perbedaan sanksi pidana yang diputuskan oleh Hakim disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti : latar belakang penyebab terjadinya tindak pidana pencabulan baik dari pelaku maupun korban, catatan tentang riwayat hidup pelaku maupun korban, latar belakang lingkungan pelaku maupun korban, pendekatan yang dilakukan pelaku kepada korban pasca terjadinya tindak pidana, dan

8 masa depan korban, dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dengan memperhatikan rasa keadilan yang ada dalam masyarakat, sehingga pidana yang dijatuhkan oleh Hakim kepada pelaku lebih ringan dan terdapat perbedaan sanksi pidana yang diputuskan oleh hakim.pidana yang berat mampu mencegah atau mengurangi terjadinya tindak pidana pencabulan atau dengan kata lain pidana yang berat yang dijatuhkan oleh Hakim kepada pelaku merupakan tindakan untuk menjerakan pelaku sekaligus agar laki-laki lain tidak melakukan kembali perbuatan yang sama (pencabulan). Penelitian tentunya berbeda dengan yang akan saya lakukan, perbedaan tersebut terletak pada rumusan masalah serta tujuan penelitian,yaitu bagaimanakah pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pencabulan terhadap anak yang pelakunya adalah anak di wilayah Pengadilan Negeri Sleman, dengan tujuan untuk memperoleh data tentang pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pencabulan terhadap anak yang pelakunya adalah anak, dan untuk mengetahu sejauhmana Hakim mempertimbangkan putusan tersebut sehingga tidak menjai suatu nestapa bagi anak dikemudian hari. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan terfokus pada pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan terhadap elaku tindak pidana persetubuhan anak di Pengadilan Negeri Sleman. 2. Jonswaris Sinaga (10 05 10437) mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, dengan judul Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anak Yang Melakukan Tindak

9 Pidana Persetubuhan Terhadap Anak. Rumusan masalah yaitu apa yangmenjadipertimbangan hakim menjatuhkan putusan terhadap anak yang melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak? Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui apa saja yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak yang melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Hasil penelitian tersebut bahwa pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak berbeda dengan kasus pelanggaran hukum oleh orang dewasa.indonesia sebagai negara pihak dalam konvensi hak-hak anak (Convention on The Rights of The Child) yang mengatur prinsip perlindungan terhadap anak memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak yang dihadapkan pada pengadilan,hakim anak harus dapat memperhatikan berbagai pertimbangan yang utama adalah faktor hukum harus dapat memberikan jaminan terhadap kedudukan hak-hak anak yang menjadi pelaku kejahatan, korban kejahatan, maupun sebagai saksi dari kejahatan-kejahatan untuk dilindungi denganpertimbangan hukum positif, dalam rangka menjamin tegaknnya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum bagi anak sebagai pelaku dan korban. Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yaitu Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak, dengan tujuan apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

10 putusan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana peretubuhan anak. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan terfokus pada pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan terhadap elaku tindak pidana persetubuhan anak di Pengadilan Negeri Sleman. 3. Poltak Rogar Mulitua Harianja, mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, dengan judul Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Perkosaan (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Yogyakarta). Rumusan masalah yaitu apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perkosaan, sehingga pidananya lebih ringan dari ancaman yang terdapat dalam Pasal 285 KUHP? Apakah pidana yang berat mampu mencegah tindak pidana perkosaan? Tujuan penelitian tersebut untuk memperoleh data yang obyektif tentang apa yang menjadi dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta dalammenjatuhkan sanksi pidana sehingga pidananya lebih ringan dari ancaman yang terdapat pada Pasal 285 KUHP; untuk mengetahui apakah pidana yang berat mampu mencegah tindak pidana perkosaan. Hasil penelitian tersebut adalah pidana yang dijatuhkan oleh hakim kepada pelaku tindak pidana perkosaan lebih ringan dari ancaman seperti yang terdapat dalam Pasal 285 KUHP, hal ini disebabkan oleh ditemukannya hal-hal yang meringankan terdakwa sehingga terdapat perbedaan sanksi pidana yang dijatuhkan oleh hakim, disamping itu dasar hakim dalam pertimbangan hukum dengan memperhatikan rasa

11 keadilan yang ada di masyarakat. Pidana yang berat dianggap mampu mengurangi tindak pidana perkosaan yang dapat menjerakan pelaku. Penelitian ini tentunya juga berbeda dengan peneltian yang akan penulis lakukan, yaitu terletak pada dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidanaerhadap pelaku tindak pidana perkosaan, sehingga pidananya lebih ringan dari ancaman yang terdapat dalam Pasal 285 KUHP, dan apakahdengan dijatuhkannya pidana yang berat dapat mencegah tindak pidana perkosaan. Sedangkan penelitian yang akan saya lakukan terfokus pada pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan terhadap elaku tindak pidana persetubuhan anak di Pengadilan Negeri Sleman. F. Batasan Konsep Dalam kaitannya dengan obyek yang diteliti dengan judul Pertimbangan Hukum oleh Hakim dalam Putusan terhadap Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan Anak di Pengadilan Negeri Sleman, maka dapat diuraikan batasan konsep sebagai berikut : 1. Pertimbangan Hukum Pertimbangan hukum merupakan cara atau metode yang digunakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan kekuasaan kehakiman dan harus memegang asas hukum nullum delictum nulla poena sine praevia legi (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu) 3. 2. Hakim 3 Prof. Moeljatno, S.H, Tahun 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm 23.

12 Berdasarkan pada ketentuan umum Sesuai dengan kententuan umum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang dimaksud dengan hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. 3. Putusan Dalam ketentuan umum Pasal 1 butir 11 KUHAP, yang dimaksud dengan putusan hakim adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini 4. Pelaku Tindak Pidana Menurut ketentuan umum Pasal 1 butir 15 KUHAP, Pelaku Tindak Pidana atau Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang Pengadilan. 5. Persetubuhan Berdasarkan penjelasan dalam Pasal 284 KUHP, yang dimaksud dengan Persetubuhan ialah peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk kedalam anggota perempuan, sehingga mengeluarkan air mani.

13 6. Anak Anak berdasarkan ketentuan umum Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan atau berfokus pada norma hukum positif berupa peraturan perundang-undangan. 2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah berupa data sekunder yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan Hukum Primer berupa peraturan perundang-undangan. 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28 B ayat (2) mengenai hak-hak yang dimiliki oleh anak 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) khususnya Pasal 1 butir 8 tentang pengertian Hakim, Pasal 1 butir 11 tentang Putusan dan Pasal 1 butir 15 tentang Pelaku tindak pidana atau terdakwa.

14 3) Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2002 nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4235), khususnya Pasal 2, Pasal 3 tentang tujuan perlindungan anak, Pasal 81 tentang ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak. 4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 157) khususnya Pasal 1 ayat (5) tentang pengertian hakim, Pasal 8 ayat (2) tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat ringannya pidana. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa pendapat hukum para ahli, yang diperoleh dari literatur, hasil penelitian buku, artikel, wawancara, salinan putusan pengadilan, serta internet yang berkaitan atau membahas persoalan tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh anak. 3. Cara Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Cara ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, surat kabar, website, dan pendapat hukum yang berkaitan pengan permasalahan yang diteliti.

15 b. Wawancara Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, mengadakan wawancara langsung dengan hakim yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder dengan melakukan tanya jawab dengan Hakim Anak di Pengadilan Negeri Sleman yakni Bapak Ayun Kristiyanto, SH. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan baik terbuka maupun tertutup dengan salah satu Hakim di Pengadilan Negeri Sleman 4. Analisis Data Langkah-langkah dalam melakukan analisi adalah: 1) Deskripsi menguraikan isi maupun struktur hukum positif berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana persetubuhan anak. 2) Sistematisasi, penulis menggunakan sistematisasi secara vertikal dan horizontal. Sistematika secara vertikal yaitu memaparkan undang-undang yang lebih tinggi dengan undang-undang yang berada di bawahnya yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Sistematis secara horizontal dengan memaparkan peraturan perundang-undangan yang sejajar yakni Undang-Undang nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP, Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

16 Prinsip hukum yang digunakan yaitu secara subsumsi, hubungan hierarkis antara aturan hukum yang bersumber dari legislatif posteriori dengan yang priori. Antara sistematika vertikal dan sistematika horisontal tidak ada Pasal yang bertentangan, melainkan setiap Pasal melengkapi pengertian yang belum tercantum didalam Pasal sebelumnya. 3) Interpretasi hukum dilakukan secara gramatikal yakni mengartikan suatu terminologi hukum atau suatu bagian kalimat bahasa seharihari atau bahasa hukum. Interpretasi sistematis yakni dengan titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum dan interpretasi secara teleologis yakni undang-undang yang ditetapkan berdasarkan tujuan. 4) Menilai hukum positif, bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana persetubuhan yang mengandung beberapa penilaian yang menyangkut nilai keadilan, nilai sosial, dan kepastian hukum. 5) Menganalisis bahan hukum sekunder yang berupa pendapatpendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, dan hasil wawancara yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 6) Membandingkan bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dengan bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, internet tentang Pertimbangan Hukum Oleh Hakim Dalam Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan Anak.

17 5. Proses Berfikir Langkah terakhir dengan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu metode penyimpulan yang bertitik tolak dari preposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Metode penyimpulan yang bertolak dari preposisi umum berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana persetubuhan, kemudian ditarik kesimpulan secara khusus berupa pertimbangan hukum oleh hakim dalam putusan terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan anak. H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman dalam penyajian dan pokok pembahasan penulisan hukum ini, maka dipaparkan sistematika penulisan hukum, yaitu BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi latar belakang masalah yang menguraikan tentang dasar atau alasan penelitian ini dilakukan, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan konsep, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai: Peranan hakim dalam menjatuhkan putusan, meliputi; pengertian hakim, tugas dan wewenang hakim, hal-hal yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan.

18 Tinjauan umum tindak pidana persetubuhan anak, meliputi; pengertian anak, dalam sub bab ini menjelaskan pengertian anak berdasarkan yuridis formal yang pada umumnya mengartikan anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah. Faktor pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana persetubuhan anak, menguraikan tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana yakni memperhatikan sifat baik dan jahat dari terdakwa, selain itu dimasukkan juga hasil dari penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Badan Pemasyarakatan yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan suatu putusan dan putusan Pengadilan Negeri Sleman dalam tindak pidana persetubuhan anak, yaitu kasus posisi, dakwaan, pertimbangan hakim, putusan hakim, analisis kasus. BAB III : PENUTUP Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penulisan hukum ini. I. Daftar Pustaka Darwan Prinst,Tahun 2003, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Moelyatno, Tahun 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

19 R. Soesilo, Komentar dalam Pasal 284 KUHP, KUHP Serta Komentar- Komentar Lengkap Pasal demi Pasal