BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

Erosi. Rekayasa Hidrologi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

MENENTUKAN LAJU EROSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

III. METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS TINGKAT EROSI TANAH DI KECAMATAN PUHPELEM KABUPATEN WONOGIRI

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

: Curah hujan rata-rata (mm) : Curah hujan pada masing-masing stasiun (mm) : Banyaknya stasiun hujan

Tipe struktur. Tabel Lampiran 2. Kode permeabilitas profil tanah

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk melakukan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

ANALISA UMUR KOLAM DETENSI AKIBAT SEDIMENTASI (Studi Kasus Kolan Detensi Ario Kemuning Palembang )

(sumber : stasiun Ngandong dan stasiun Pucanganom)

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA

BAB III LANDASAN TEORI

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan dan analisa data diperoleh beberapa kesimpulan dan saran adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada

BAB III Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENANGANAN MASALAH EROSI DAN SEDIMENTASI DI KAWASAN KELURAHAN PERKAMIL

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan manfaat yang dirasakan secara tidak langsung (intangible). Selain itu,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BESAR EROSI TANAH DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI PROPINSI JAWA TENGAH

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

3.2. PENGENDALIAN DEBIT

PERUBAHAN KONDISI TATAGUNA LAHAN TERHADAP VOLUME SEDIMENTASI PADA EMBUNG BIMOKU DI LASIANA KOTA KUPANG. Wilhelmus Bunganaen *)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi utama, yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan sebagai matriks

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

ANALISIS EROSI DAN KONSERVASI TANAH DI KECAMATAN NGADIROJO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

PERENCANAAN KONSERVASI SUB DAS CIMUNTUR KABUPATEN CIAMIS. Ajeng Aprilia Romdhon, Kunto Dwi Utomo, Suharyanto *), Hari Nugroho *)

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

6/14/2013 .PENDAHULUAN KANDUNGAN HARA DAN TINGKAT EROSI PADA LAHAN MIRING BERSOLUM DANGKAL METODE

Teknik Konservasi Waduk

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

Lampiran 1 Analisis hubungan debit aliran dengan tinggi muka air di Sub DAS Melamon

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

PENGEMBANGAN MODEL PREDIKSI EROSI LAHAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KEJADIAN HUJAN TUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dahulu dihitung faktor-faktor bahaya erosi yang terjadi di Sub DAS Bekala.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Pengertian Geografi. Armin K. Lobeck mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang

BAB III Hasil Percobaan dan Pembahasan. VI = = = 11 m

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

190. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.2, Maret 2013 ISSN No

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan faktor aliran atau limpasan permukaan (Run Off). Metode MUSLE sudah memperhitungkan baik erosi maupun pergerakan sedimen pada DAS berdasarkan kejadian hujan tunggal (single event) (wiliams, 1975 ; Simon and Sentruk, 1992 dalam Suripin, 2002 : 84), dengan persamaannya adalah sebagai berikut : SY = R K LS CP... (3.1) Dimana : R = a ( )ᵇ........ (3.2) Keterangan : SY = Jumlah tanah yang tererosi (ton/tahun) R = Aliran permukaan (runoff) K = Faktor erodibilitas tanah LS = Faktor kemiringan lereng CP = Faktor penggunaan lahan dan pengolahan tanah = Volume aliran permukaan ( ) = Aliran puncak ( /s) a = 11.8 (konstan) b = 0.56 (konstan) B. Run Off (R) Limpasan permukaan (Surface Run Off/Direct Run Off) adalah limpasan yang selalu mengalir melalui permukaan tanah (sebelum dan sesudah mencapai saluran). Run off adalah suatu proses dimana hujan tidak mampu ditahan oleh tanah sehingga air hujan akan membawa serta butiran tanah dan menyebabkan 16

17 pendangkalan di sungai. Pada saat hujan, sungai yang telah mengalami pendangkalan akan meluap sehingga menyebabkan banjir. Dalam menentukan faktor run off data-data yang diperlukan terlebih dahulu adalah sebagai berikut : 1. Time of concentration (Tc) Besarnya nilai Tc (waktu konsentrasi) bisa diketahui setelah nilai L (panjang sungai) dan S (Slope) diketahui terlebih dahulu, kemudian besarnya nilai Tc bisa diketahui dengan rumus (Kumar, 2015): = 0.01947...... (3.3) Dimana : = Waktu konsentrasi (menit) L = Panjang aliran utama (meter) S = Slope ( H/L), H yaitu perbedaan elevasi antara titik terjauh dan outlet DTA. 2. Aliran puncak (peak flow) Besarnya nilai (aliran puncak) bisa diketahui setelah mendapat nilai (basin lag) dengan rumus (Kumar, 2015): =.... (3.4) Dimana : = Peak flow ( /s) A = Luas ( ) D = Kedalaman hujan atau tinggi hujan (mm/th) = 0.67 (h), dimana adalah waktu konsentrasi (h) 3. Volume Aliran Permukaan Besarnya nilai (volume aliran permukaan) bisa diketahui setelah tinggi hujan dan luas DAS (A) di satu sub kawasan diketahui terlebih dahulu, kemudian besarnya nilai bisa diketahui dengan rumus : = D A CP...... (3.5) Dimana : = Volume aliran permukaan ( ) D = Kedalaman hujan atau tinggi hujan (mm/th) A = Luas ( )

18 CP = Faktor penggunaan dan pengolahan lahan 4. Limpasan Permukaan (Runoff) Setelah diketahui besarnya nilai dan nilai, bisa didapatkan nilai R dengan rumus : R = a ( )ᵇ......... (3.6) Dimana : R = Limpasan permukaan (runoff) = Volume aliran permukaan ( ) = Aliran puncak ( /s) a = 11.8 (konstan) b = 0.56 (konstan) C. Faktor Erodibilitas Tanah (K) Erodibilitas Tanah adalah tingkat kepekaan suatu jenis tanah terhadap erosi. Kepekaan tanah terhadap erosi (Erodibilitas) tanah didefinisikan sebagai mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan. Besarnya erodibilitas atau resistensi tanah juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, kandungan organik dan kimia tanah. Karakteristik tanah tersebut bersifat dinamis (selalu berubah) oleh karenanya karakteristik tanah dapat berubah seiring dengan perubahan waktu dan tata guna lahan atau sistem pertanaman, dengan demikian angka erodibilitas tanah juga akan berubah. Perubahan erodibilitas tanah yang signifikan berlangsung ketika terjadi hujan karena pada waktu tersebut partikel-partikel tanah mengalami perubahan orientasi dan karakteristik bahan kimia dan fisik tanah. Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat dibandingkan dengan tanah yang mempunyai erodibilitas rendah, dengan intensitas hujan yang sama. Jadi, sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah juga mempengaruhi besarnya erodibilitas tanah. Pengaruh usaha-usaha pengelolaan tanah sukar diukur, meskipun lebih penting dari sifat-sifat tanah seperti tersebut diatas.

19 Berikut adalah persamaan matematis yang menghubungkan karakteristik tanah dengan tingkat erodibilitas tanah seperti dibawah ini : K = { 2,713 (12 - O) + 3,25(S - 2) + 2,5 }..... (3.7) Dimana : K = Erodibilitas tanah OM = Persen unsur organic S = Kode klasifikasi struktur tanah (granular, massive, platy, dll) P = Permeabilitas tanah M = Prosentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) (100-% liat) Tabel 3.1. Nilai M Untuk Beberapa Kelas Tekstur Tanah Kelas Tekstur Tanah Nilai M Kelas Tekstur Tanah Nilai M Lempung Berat 210 Pasir 3035 Lempung Sedang 750 Pasir Geluhan 1245 Lempung Pasiran 1213 Geluh Berlempung 3770 Lempung Ringan 1685 Geluh Pasiran 4005 Geluh Lempung 2160 Geluh 4390 Pasir Lempung Debuan 2830 Geluh Debuan 6330 Geluh Lempungan 2830 Debu 8245 Sumber: RLKT DAS Citarum, 1987 (Asdak, 2002) Tabel 3.2. Faktor Erodibilitas Tanah No. Jenis Klasifikasi Tanah K 1. Latosol 0,31 2. Regasol 0,12 3. Lithosol 0,29 4. Gumosol 0,21 5. Hydromof abu-abu 0,20 Sumber: Hidrologi dan Pengolaan Daerah Aliran Sungai, 2014

20 D. Faktor Panjang Kemiringan Lereng (LS) Pada prakteknya, variabel L dan S dapat disatukan, karena erosi akan bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan tanah (lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya kemiringan tanah (lebih banyak limpasan yang menyebabkan lebih besarnya kedalaman aliran permukaan sehingga kecepatannya menjadi lebih tinggi). Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik sebagai berikut (Schwab et al.,1981) : L = (l / )...(3.8) Dimana : l = Panjang kemiringan lereng (meter) m = Angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang lereng dan kemiringan lereng dan dapat juga oleh karakteristik tanah, tipe vegetasi. Angka ekssponen tersebut bervariasi dari 0,3 untuk lereng yang panjang dengan kemiringan lereng kurang dari 0,5 % sampai 0,6 untuk lereng lebih pendek dengan kemiringan lereng lebih dari 10 %. Angka eksponen rata-rata yang umumnya dipakai adalah 0,5. Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai berikut: S = (0,43 + 0,30s + 0,04 ) / 6,61...(3.9) Dimana : s = Kemiringan lereng aktual (%) Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLE komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi faktor LS dan dihitung dengan rumus :

21 LS = (0,00138 + 0,00965S + 0,0138)... (3.10) Dimana : L = Panjang lereng (m) S = Kemiringan lereng (%) Rumus diatas diperoleh dari percobaan dengan menggunakan plot erosi pada lereng 3-18 %, sehingga kurang memadai untuk topografi dengan kemiringan lereng yang terjal. Harper, 1988 (dalam Asdak, 2002) menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan lereng lebih besar dari 20 %, pemakaian persamaan 3.10 akan diperoleh hasil yang over estimate. Untuk lahan berlereng terjal disarankan untuk menggunakan rumus berikut ini (Foster and Wischmeier, 1973 dalam Asdak, 2002) : LS = (l / 22 C(cosα [0,5(sinα + (sinα )2,25 ]...(3.11) Dimana : m = 0,5 untuk lereng 5 % atau lebih = 0,4 untuk lereng 3,5 4,9 % = 0,3 untuk lereng 3,5 % C = 34,71 α = Sudut lereng l = Panjang lereng (m) Faktor ini didekati menggunakan kemiringan lereng. Kriteria kelas lereng dan besarnya nilai LS dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 3.3. Faktor LS Berdasarkan Kemiringan Lereng No Kemiringan Lereng (%) Faktor LS 1 0-5 0,25 2 5-15 1,20 3 15-35 4,25 4 35-50 7,50 5 > 50 12,00 Sumber: RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah), Buku II, 1986

22 E. Faktor Tanaman Penutup Lahan dan Pengelolaan (C) Faktor tanaman penutup lahan dan pengelolaan (C) merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi, seresah dan kondisi permukaan tanah serta pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (tererosi). Faktor C yang merupakan salah satu parameter dalam rumus MUSLE saat ini telah dimodifikasi untuk dapat dimanfaatkan dalam menentukan besarnya erosi di daerah berhutan atau lahan dengan dominasi vegetasi berkayu. Sembilan parameter telah ditentukan sebagai faktor yang berpengaruh dalam menentukan besarnya erosi di daerah vegetasi berkayu tersebut. Kesembilan unsur tersebut adalah konsolidasi tanah, sisa-sisa tanaman, tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek sisa perakaran dari kegiatan pengelolaan lahan, faktor kontur, gulma, kekasaran permukaan tanah dan rumput-rumputan. Penentuan yang paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Berhubung berbagai lokasi tersebut mempunyai iklim yang berbeda-beda, dengan berbagai ragam cara bercocok tanam, maka menentukan faktor C guna diterapkan pada suatu lahan tertentu, diperlukan banyak data. Besarnya nilai C tidak selalu sama dalam waktu satu tahun (Asdak, 2002). Besar nilai C pada penelitian ini diambil dengan melakukan perhitungan prosentase luas dari tiap jenis pengelolaan tanaman. Nilai C yang diambil adalah nilai C rata-rata dari berbagi jenis pengelolaan tanaman dalam satu grid, dikaitkan dengan prosentase luasannya. Adapun bentuk matematis dari perhitungan nilai C rata-rata tiap grid adalah sebagai berikut : C grid I =. (3.12) Suatu grid yang memiliki tataguna lahan yang cenderung homogen, maka nilai C dari vegetasi yang dominan tersebut akan diambil sebagai nilai C rata-rata.

23 Tabel 3.4. Nilai C Untuk Jenis dan Pengelolaan Tanaman No. Jenis Tanaman/Tataguna Lahan Nilai C 1. Tanaman Rumput 0,290 2. Tanaman Kacang Jogo 1,161 3. Tanaman Gandum 0,242 4. Tanaman Ubi Kayu 0,363 5. Tanaman Kedelai 0,399 6. Tanaman Serai Wangi 0,434 7. Tanaman Padi Lahan Kering 0,560 8. Tanaman Padi Lahan Basah 0,010 9. Tanaman Jagung 0,637 10. Tanaman Jahe, Cabe 0,900 11. Tanaman Kentang Ditanam Searah Lereng 1,000 12. Tanaman Kentang Ditanam Searah Kontur 0,350 13. Pola Tanam Tumpang Gilir + Mulsa Jerami (6 ton/ha/th) 0,079 14. Pola Tanam Berurutan + Mulsa Sisa Tanam 0,347 15. Pola Tanam Berurutan 0,398 16. Pola Tanam Tumpang Gilir + Mulsa Sisa Tanam 0,357 17. Kebun Campuran 0,200 18. Ladang Berpindah 0,400 19. Tanah Kosong Diolah 1,000 20. Tanah Kosong Tidak Diolah 0,950 21. Hutan Tidak Terganggu 0,001 22. Semak Tidak Terganggu 0,010 23. Alang-Alang Permanen 0,020 24. Alang-Alang Dibakar 0,700 25. Sengon Disertai Semak 0,012 26. Sengon Tidak Disertai Semak dan Tanpa Seresah 1,000 27. Pohon Tanpa Semak 0,320 Sumber: Abdurachman, 1984 (dalam Asdak, 2002)

24 F. Faktor Tindakan Konservasi Praktis Oleh Manusia (P) Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman (C), sehingga dalam rumus MUSLE kedua variable tersebut dipisahkan. Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor-faktor penyebab sedimentasi yang lain diasumsikan tidak berubah. Nilai dasar P = 1 yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi. Dengan banyaknya variabel, maka tidaklah mudah memecahkannya dengan cara kuantitatif, kecuali jika terdapat banyak data. Rumus tersebut mempunyai dua buah kegunaan yaitu : 1. Meramalkan kehilangan tanah. Jika medannya diketahui, cara pengelolaannya diketahui, maka kehilangan tanahnya dapat diramalkan dari pola hujan tertentu yang tercurah selama waktu tertentu (biasanya diambil curah hujan tahunan). Kehilangan tersebut merupakan nilai yang diperkirakan (expected value), bukannya kehilangan yang bakal terjadi, dan tidak merupakan nilai kehilangan yang bakal terjadi, misalnya tahun berikutnya, karena intensitas curah hujannya tidak dapat ditentukan sebelum terjadi. 2. Memilih cara bertani. Dalam penggunaan rumus tersebut, nilai A dipilih sebesar nilai yang dipandang dapat diterima, karena menghentikan erosi sama sekali tidaklah mungkin. Beberapa faktor seperti R, K, dan S untuk medan tertentu tidak dapat segera diubah. Untuk faktor-faktor lainnya mungkin dapat dilakukan dengan memilih cara bertani, sedemikian rupa sehingga misalnya kalau C diberi nilai yang tinggi, maka P harus diperkecil. Seperti cara penentuan nilai C diatas, penentuan nilai P tiap grid juga diambil dengan melakukan perhitungan prosentase luasan dari tiap jenis konservasi tanah/pengendalian erosi. Nilai P yang diambil adalah nilai P ratarata atau nilai P yang dominan jika jenis konservasi tanah cenderung homogen dalam satu grid.

25 Tabel 3.5. Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah di Jawa No. Teknik Konservasi Tanah Nilai P 1. Teras Bangku : a) Baik 0,20 b) Jelek 0,35 2. Teras Bangku : Jagung - Ubi Kayu/Kedelai 0,06 3. Teras Bangku : Sorghum Sorghum 0,02 4. Teras Tradisional 0,40 5. Teras Gulud : Padi Jagung 0,01 6. Teras Gulud : Ketela Pohon 0,06 7. Teras Gulud : Jagung Kacang + Mulsa Sisa Tanaman 0,01 8. Teras Gulud : Kacang Kedelai 0,11 9. Tanaman Dalam Kontur : a) Kemiringan 0 8 % 0,50 b) Kemiringan 9 20 % 0,75 c) Kemiringan > 20 0,90 10. Tanaman Dalam Jalur Jalur : Jagung Kacang Tanah + Mulsa 0,05 11. Mulsa Limbah Jerami : a) 6 ton/ha/tahun 0,30 b) 3 ton/ha/tahun 0,50 c) 1 ton/ha/tahun 0,80 12. Tanaman Perkebunan : a) Disertai Penutup Tanah Rapat 0,10 b) Disertai Penutup Tanah Sedang 0,50 13. Padang Rumput : a) Baik 0,04 b) Jelek 0,40 Sumber: Abdurachman, 1984 (dalam Asdak, 2002)

26 G. Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP) Faktor CP didekati dengan penggunaan lahan, dan ditimbang terhadap luas tiap satuan medan. Kriteria penggunaan lahan dan besarnya nilai CP dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 3.6. Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP) No Penggunaan Lahan Faktor CP 1. Air Tawar 0 2. Belukar/Semak 0,30 3. Gedung 0 4. Hutan 0,03 5. Kebun 0,40 6. Pemukiman 0 7. Rawa 0 8. Rumput 0,07 9. Sawah Irigasi 0,05 10. Sawah Tadah Hujan 0,05 11. Tegalan 0,75 Sumber: RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah), Buku II, 1986 Dengan menggunakan analisis perhitungan diatas maka kriteria erosi dapat diketahui tingkat bahaya erosi yang terjadi didaerah studi. Tabel 3.7. Kriteria Erosi No Erosi (ton/ha/th) Kelas Kriteria 1. 0-20 I. Sangat Rendah Sangat Baik 2. 20-50 II. Rendah Baik 3. 50-250 III. Sedang Sedang 4. 250-1000 IV. Tinggi Jelek 5. > 1000 V. Sangat Tinggi Sangat Jelek Sumber: RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah), Buku II, 1986