PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
6. PEMBAHASAN UMUM 6.1 Kondisi Vegetasi Habitat Komunitas Burung di Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat dan Penggunaannya

4. METODE PENELITIAN

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

BAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

I. PENDAHULUAN. adanya berbagai nama. Di Indonesia bagian timur kelelawar disebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR SK.159/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG RESTORASI EKOSISTEM DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

BAB I PENDAHULUAN. rapat dan menutup areal yang cukup luas. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA, BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan hutan dalam. pemenuhan bahan pangan langsung dari dalam hutan seperti berburu hewan,

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

Co-evolusi dan Co-adaptasi sistem sosial dan ekosistem. Co-evolusi, berubah secara bersama Co-adaptasi, saling menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Macan tutul (Panthera pardus) adalah satwa yang mempunyai daya adaptasi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hutan mangrove desa Margasari memiliki luas 700 ha dengan ketebalan hutan

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai salah satu habitat alami bagi satwa liar. Habitat alami di

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2012, di Kampus. Universitas Lampung (Unila) Bandar Lampung (Gambar 3).

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai makluk hidup mulai dari bakteri, cendawan, lumut dan berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mereka berukuran kecil, mereka telah menghuni setiap jenis habitat dan jumlah

I. PENDAHALUAN. dan kehutanan. Dalam bidang kehutanan, luas kawasan hutannya mencapai. (Badan Pusat Statistik Lampung, 2008).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

I. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 50. Pengantar Ekologi dan Biosfer. Suhu Suhu lingkungan. dalam pesebaran. membeku pada suhu dibawah 0 0 C,dan protein.

Selama menjelajah Nusantara, ia telah menempuh jarak lebih dari km dan berhasil mengumpulkan spesimen fauna meliputi 8.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

I. PENDAHULUAN. Universitas Lampung (Unila) yang dikenal dengan sebutan Kampus Hijau (Green

Transkripsi:

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunitas burung merupakan salah satu komponen biotik ekosistem yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian alam. Peran tersebut dapat tercermin dari posisi tropik yang ditempatinya. Sebagai contoh, beberapa burung pemakan nektar dan buah berperan dalam proses penyerbukan bunga dan penyebaran biji. Hubungan antara burung pemakan buah dengan tumbuhan buah pakannya membentuk pola interaksi yang saling menguntungkan. Tumbuhan buah mendapat keuntungan dari interaksi dengan burung pemakan buah, yaitu biji-bijinya dapat disebar jauh dari tempat hidup dirinya. Hal ini terutama pada tumbuhan yang mempunyai berat buah maupun biji yang tidak dapat disebarkan oleh angin. Selain itu, proses perkecambahan bijinya akan lebih cepat tumbuh karena kulit dan daging buah dihancurkan burung pada saat ingesti (penanganan di paruh), dan digesti (pencernaan) di tembolok, ventrikulus serta usus. Proses tersebut juga menyebabkan kulit ari dari biji akan terbuka, air lebih mudah masuk kedalam biji, dan dorman biji berakhir. Burung pemakan buah mendapat keuntungan dari interaksi dengan tumbuhan buah, karena buah umumnya banyak tersedia dan mudah dimakan dibandingkan jika harus berburu makanan lain seperti serangga. Hal ini terutama terjadi, jika ketersediaan buah berlimpah di tumbuhan tempat aktivitas hariannya. Dengan demikian, nutrisi dari buah yang meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral lainnya cukup tersedia untuk kebutuhan burung. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh burung dari penggunaan tumbuhan buah pakan. Akan tetapi ini sangat tergantung pada struktur morfologi paruh dan perilaku makan burung itu sendiri. Kumpulan tempat-tempat tumbuhan pakan yang dapat digunakan burung pemakan buah sering disebut patch sumberdaya makanan. Patch sumberdaya makanan terkumpul dalam habitat yang didefinisikan sebagai tipe komunitas tumbuhan berbeda. Habitat lebih luas dari satu daerah jelajah individu-individu burung dalam satu kelompok yang menempati tempat yang sama, sedangkan 1

individu-individu kelompok lain menempati habitat yang berbeda, namun sebaran patch sumberdaya dalam habitat dapat berbeda (Huntingford 1984). Beberapa tumbuhan dalam patch sumberdaya makanan dimanfaatkan oleh burung sebagai pakan atau perlindungan. Semakin kecil (200 m 2 ) patch sumberdaya tumbuhan pakan, maka dapat berpengaruh langsung terhadap taktik perilaku makan secara individu. Kelimpahan buah matang di patch akan mempengaruhi kehadiran burung pemakan buah. Ketersediaan buah di habitat yang ditempati merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung pemakan buah tersebut (Jordano 1992, 2000), sehingga lahan pertanian bahkan daerah pemukiman penduduk dapat menjadi habitat penting, apabila di daerah tersebut ketersediaan makanan (buah) berlimpah. Seleksi makanan dalam pencarian pakan oleh burung merupakan strategi dalam mengoptimalkan perolehan makanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Burung semakin selektif memilih jenis makanan, maka alokasi waktu untuk mencari makanan tersebut akan semakin lama. Oleh karena itu, kemungkinan pada burung pemakan buah yang terspesialisasi (kisaran jenis makanan buahnya yang sempit) harus menghabiskan waktu lebih lama di tumbuhan buah pakan, karena tidak mempunyai pilihan untuk diversifikasi ke makanan lainnya (Wheelwright 1991). Sedangkan burung generalis (kisaran makanan buahnya yang luas baik jenis maupun ukurannya) mempunyai kesempatan yang banyak untuk memilih alternatif makanan jenis lain. Dengan demikian, aspek penting dari perilaku makan burung adalah lamanya waktu yang digunakan burung berada di dalam kanopi tumbuhan pakan. Sebagai suatu unit fungsional dalam ekosistem, burung berperan dan berinteraksi baik secara individu, populasi maupun pada tingkat komunitas terhadap fauna lain, flora, lingkungan fisik dan manusia. Sebagai contoh, bentuk interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan buah ditemukan di kawasan hutan dan semak (Herrera 1989). Penelitian mengenai interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan buah, telah banyak dikaji dan dipublikasikan khususnya penyebaran biji oleh burung-burung di Eropa (Herrera 1998; Jordano 1995, 2000). Di Asia khususnya di Asia Tenggara, penyebaran biji oleh burung belum menjadi topik yang 2

banyak diteliti, dan hanya beberapa agen penyebar biji seperti Julang dan Rangkong, itupun statusnya sebagai pelengkap dari beberapa penelitian saja (Corlett 1998b, 2002; Leighton 1982; Suryadi 1994). Disisi lain, penyebaran biji merupakan suatu proses kunci yang sangat penting dalam dinamika vegetasi alami. Peran penyebar biji sangat penting untuk regenerasi dan memulihan vegetasi yang telah mengalami perubahan, baik karena pengaruh alam sendiri maupun dampak kegiatan pemanfaatan oleh manusia. Hubungan antara keberadaan burung pemakan buah dan penyebar biji pada habitat tropika merupakan topik khusus yang menarik untuk dikaji. Hal ini, karena pada beberapa abad terakhir telah banyak pengaruh manusia dalam menurunkan keanekaan hayati termasuk avifauna dan tumbuhan buah di dalamnya. Pada beberapa tahun terakhir, hutan banyak mengalami kerusakan akibat penebangan liar, perubahan tata guna lahan hutan, aktivitas perladangan dan kebakaran di Indonesia. Akibat kerusakan tersebut, hutan berubah menjadi lahan terbuka dan semak belukar. Burung yang kehidupannya sangat tergantung pada ketersediaan buah sebagai makanan utama, mungkin menjadi rentan (vulnerable) bahkan punah secara lokal. Hilangnya agen penyebar biji tumbuhan mungkin sebagai akibat kerusakan hutan dalam jangka panjang. Regenerasi dan pemulihan vegetasi yang telah mengalami kerusakan sangat membutuhkan bantuan agen penyebaran biji-bijian. Di dalam endozoochori, keberhasilan penyebaran biji ditentukan melalui tiga proses secara subtantif yaitu produksi buah, penyebaran biji oleh binatang, dan daya kecambah biji-biji yang disebar (Fukui 1995). Penyebaran biji tersebut dapat dilakukan oleh burung pemakan buah. Sebagai contoh, spesies tumbuhan semak di hutan sekunder di Hong Kong sebagian besar (80%) biji tumbuhan disebarkan oleh burung (Corlett 1996). Data tersebut menunjukkan ada preferensi burung terhadap pakan buah tertentu secara positif sangat mempengaruhi regenerasi komunitas tumbuh-tumbuhan di lokasi tersebut (Herrera et al. 1994). Salah satu kelompok burung yang lebih teradaptasi dengan kondisi di vegetasi yang terdegradasi adalah Pycnonotidae, Dicaeidae, dan Zosteropidae. Spesies-spesies 3

dari familia tersebut mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi pada berbagai tipe vegetasi, serta sangat toleransi terhadap berbagai perubahan vegetasi. Burung tersebut, selain memakan madu, nektar dan buah, juga memakan jenis insekta yang berada di tumbuhan buah tersebut. Sebagai buktinya, burung Pycnonotidae, Dicaeidae, dan Zosteropidae dapat dijumpai dengan mudah di berbagai tipe vegetasi seperti hutan sekunder, semak belukar, lahan pertanian, bahkan di lingkungan pedesaan dan perkotaan. Vegetasi semak di hutan sekunder maupun di kawasan pertanian banyak ditumbuhi oleh tumbuhan yang ukuran buahnya sesuai dengan besar bukaan paruh burung, sehingga sering dimanfaatkan sebagai pakannya. Salah satu tempat yang banyak ditumbuhi tumbuhan semak adalah kawasan Panaruban Ciater Subang. Pada kawasan tersebut, terdapat kebun teh yang telah menjadi semak belukar dan banyak dijumpai tumbuhan semak seperti Clidemia hirta, Melastoma affine dan Polygonum chinensis. Di hutan sekundernya banyak ditumbuhi tumbuhan semak seperti Breynia microphylla, Clidemia hirta, Debregeasia longifolia, Lantana camara, Melastoma affine dan Sambucus javanicus (Nurwatha et al. 2004). Menurut hasil penelitian Bhat & Kumar (2001), Corlett (2002) dan Sody (1989) beberapa spesies tumbuhan semak disebarkan oleh burung pemakan buah di daerah subtropik seperti Ficus spp., Lantana camara, dan Solanum spp. Adanya potensi ini memberikan peran positif pada proses suksesi tumbuhan di alam, karena penyebaran biji merupakan proses dinamis, yang dimulai dari biji yang disebar jauh dari tumbuhan induknya kemudian tumbuh ditempat yang cocok (Herrera & Jordano 1981; Pijl 1992). Berdasarkan uraian diatas, tampak betapa pentingnya kehadiran burung pemakan buah di habitatnya, terutama untuk penyebaran biji-bijian dalam proses suksesi vegetasi setelah mengalami gangguan. Mengingat pentingnya penelitian ini untuk menjadi model upaya reboisasi vegetasi secara alami bagi habitat yang telah mengalami gangguan, seperti kebakaran hutan atau penghutanan kembali kawasan pertanian yang tidak produktif. Sementara, penelitian secara komprehensif mengenai 4

interaksi komunitas burung pemakan buah dengan tumbuhan buah masih sangat jarang khususnya di Indonesia. 1.2 Kerangka Pemikiran Di alam, komunitas burung berhubungan erat dengan komponen habitat lain yang menyusunnya diantaranya komposisi dan struktur vegetasi. Perubahan vegetasi sejalan dengan waktu suksesi juga akan mempengaruhi komunitas burung baik dalam keanekaan, kelimpahan, dan penyebaran. Komunitas burung yang berubah terutama pada burung yang menduduki tingkat tropik 1 dan 2, diantaranya burung frugivora, nektarivora dan insektivora. Komposisi burung frugivora sangat dipengaruhi oleh perubahan vegetasi karena ketersediaan makanan dan karakteristik dari makanannya. Hal ini karena terkait erat dengan morfologi sistem pencernaan digesti maupun ingesti burung pemakan buah. Interaksi antara burung pemakan buah dan karakteristik buah serta ketersediaannya membentuk perilaku makan yang spesifik. Keberhasilan peran komunitas burung pemakan buah dalam penyebaran biji sangat ditentukan oleh karakteristik morfologi burung, karakteristik buah, ketersediaan buah dan perilaku makan dari burungnya. Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran suatu pendekatan kajian ekologi komunitas burung pemakan buah mengenai ekologi makan dan penyebaran biji tumbuhan terlihat pada Gambar 1. 5

Gambar 1. Kerangka pemikiran pendekatan komunitas burung pemakan buah: ekologi makan dan penyebaran biji tumbuhan semak 6

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran, untuk memecahkan masalah dari berbagai kasus tersebut, perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif. Penelitian tersebut meliputi: 1) kondisi vegetasi tempat hidup burung, 2) keanekaan serta kelimpahan spesies burung pemakan buah di tiap tipe vegetasi terutama yang berperan dalam penyebaran biji, 3) karakteristik morfologi paruh maupun sistem pencernaan burung pemakan buah. Pengetahuan mengenai perilaku makan burung, jumlah biji yang disebarkan burung pada tiap aktivitas kunjungan serta jarak minimal burung menyebarkan biji setelah dimakan buah akan memberi gambaran potensi burung tersebut sebagai penyebar biji atau tidak. Penelitian hubungan antara karakteristik morfologi paruh, sistem pencernaan burung dengan ukuran buah sangat berkaitan erat dengan perilaku memilih buah oleh burung, sehingga memungkinkan kehadiran biji di feses burung tersebut. Kelimpahan biji utuh yang dikeluarkan bersama feses burung dapat menentukan kategori burung pemakan buah sebagai penyebar biji atau predator biji. Sedangkan persentase daya kecambah biji dari feses menunjukkan peran burung membantu suksesi dari tumbuhan tersebut. Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan utama dalam kegiatan penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah kondisi vegetasi di lokasi penelitian? b. Bagaimanakah keanekaan, kelimpahan dan distribusi burung pemakan buah di lokasi penelitian? c. Bagaimanakah karakteristik morfologi eksternal (morfometri) paruh dan saluran pencernaan burung pemakan buah? d. Bagaimanakah fenologi, ketersediaan dan karakteristik buah pakan burung pemakan buah? e. Bagaimanakah perilaku makan burung pemakan buah? f. Bagaimanakah interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan semak yang buahnya dimakan burung dalam penyebar bijinya untuk suksesi tumbuhan semak? 7

1.4 Hipotesis Berdasarkan permasalahan di atas, maka hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: 1. Ada perbedaan keanekaan, kelimpahan dan distribusi vegetasi di tiap tipe habitat. 2. Ada perbedaan keanekaan, kelimpahan dan distribusi burung pemakan buah pada tiap tipe vegetasi. 3. Ada perbedaan karakteristik morfologi paruh burung pemakan buah dibanding granivora dan insektivora, serta ada hubungan antara karakteristik saluran pencernaan burung pemakan buah dengan biji yang dikeluarkan bersama fesesnya. 4. Ada perbedaan fenologi waktu perkembangan bunga dan buah, kelimpahan buah, karakteristik buah diantara spesies tumbuhan semak buah pakan, dan terdapat warna buah tertentu yang disukai oleh burung pemakan buah. 5. Ada perbedaan perilaku makan pada sampel spesies burung pemakan buah (burung Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster dan Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier), dan jarak minimum biji disebarkan dari tumbuhan induk lebih dari 10 meter. 6. Ada korelasi antara besar bukaan paruh burung pemakan buah dengan ukuran maksimum buah pakannya, terdapat hubungan spesies burung pemakan buah dengan spesies tumbuhan buah pakannya, dan daya kecambah biji yang melalui pencernaan burung pemakan buah lebih tinggi daripada buah yang utuh atau buah yang dikupas. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang, kerangka pemikiran, permasalahan dan hipotesis yang diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan utama penelitian ini adalah mengungkapkan ekologi makan dari burung pemakan buah dan peran burung tersebut sebagai penyebar biji dalam membantu suksesi vegetasi semak di kebun teh dan hutan sekunder dengan penekanan pada: 8

1. Menggambarkan kondisi komposisi dan struktur vegetasi semak di kebun teh dan hutan sekunder terkait dengan : a. Keanekaan dan kepadatan spesies tumbuhan semak serta semai. b. Diagram profil tipe vegetasi. c. Kondisi habitat burung di vegetasi. 2. Mengungkap komunitas burung yang terkait dengan: a. Keanekaan spesies. b. Pengelompokan guild. c. Kelimpahan dan distribusi. 3. Mengungkap karakteristik burung pemakan buah yang terkait dengan: a. Morfologi eksternal (morfometri paruh) burung pemakan buah. b. Morfologi sistem pencernaan burung pemakan buah. 4. Ketersediaan buah pakan burung pemakan buah yang terkait dengan: a. Fenologi lama perkembangan bunga dan buah. b. Kelimpahan buah. c. Karakteristik buah yang meliputi, warna buah, ukuran buah, ukuran biji, jumlah biji, dan kandungan nutrisi buah. 5. Perilaku makan burung pemakan buah yang terkait dengan: a. Perilaku makan harian yang meliputi: perilaku mencari dan memetik buah, perilaku menangani dan menelan buah serta perilaku setelah makan. b. Strategi mencari makan yang meliputi: jumlah kunjungan burung ke tumbuhan buah pakan, lama waktu kunjungan burung di tumbuhan buah pakan, alokasi waktu kunjungan untuk aktivitas makan, lama waktu aktivitas makan, laju makan dan jarak terbang setelah makan. 6. Interaksi antara burung dan tumbuhan buah yang terkait dengan: a. Hubungan besar bukaan paruh dengan ukuran diameter buah pakan. b. Komposisi biji dalam feses burung pemakan buah. c. Daya kecambah biji. 9

1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pembuktian secara empirik mengenai peranan burung dalam ekosistem, terutama fungsi ekologi dari burung pemakan buah yang dianggap sebagai penyebar biji dan membantu untuk suksesi vegetasi. Dengan demikian, 1) dapat memberikan informasi pentingnya keberadaan burung di alam, sehingga tidak hanya di pandang dari nilai nominal fisik burung tetapi juga nilai ekologinya, 2) dapat dijadikan informasi bahan pertimbangan bagi pengelola kawasan konservasi maupun perkebunan dalam menentukan strategi pengelolaan wilayahnya. 1.7 Status Penelitian Penelitian mengenai burung pemakan buah telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Eropa, Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Asia khususnya di Jepang. Namun demikian, khususnya untuk burung pemakan buah yang ada di Indonesia masih sangat terbatas pada spesies tertentu seperti Julang dan Rangkong. Beberapa penelitian burung pemakan buah di Indonesia masih berupa pelengkap dari penelitian burung secara umum dan sebagian besar dilakukan oleh peneliti Jepang, Eropa dan Amerika. Penelitian burung pemakan buah belum ada yang dilakukan secara komprehensif di Pulau Jawa sampai saat ini. Oleh karena itu penelitian ini sangat perlu dilakukan. Dari segi pendekatan atau metodologi, menggunakan analisis yang lebih luas mulai dari: 1) analisis vegetasi, 2) analisis komunitas burung, 3) analisis morfometrik eksternal (paruh) burung maupun internal (sistem pencernaan) burung, 4) analisis ketersediaan buah secara fenologi lama pembungaan dan buah, kelimpahan, karakteristik eksternal buah dan kandungan nutrisi, 5) analisis perilaku makan yang meliputi perilaku makan harian, strategi mencari makan dan jarak terbang setelah makan, dan 6) interaksi antara burung pemakan buah dan tumbuhan buah pakan. Hasil analisis disajikan dalam bentuk guild klaster, kriteria burung pemakan buah yang sangat baik untuk penyebaran biji dan interaksi komunitas burung dengan suksesi vegetasi. Selain itu, fenologi lama pembungaan dan buah tumbuhan semak 10

didapatkan informasi yang lebih lengkap pada tingkat spesies tumbuhan semak. Ada hubungan penyebaran tumbuhan dengan burung penyebar biji untuk membantu regenerasi dan suksesi dari tumbuhan semak, melalui perilaku makan, jarak minimum penyebaran biji, komposisi biji-biji dalam feses dan kemampuan biji berkecambah. 11