*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Departemen Pendidikan Politeknik Kesehatan Manado

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR ANAK DAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Kata Kunci : Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Stunting, Anak Usia Bulan

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

STUDI DETERMINAN KEJADIAN STUNTED PADA ANAK BALITA PENGUNJUNG POSYANDU WILAYAH KERJA DINKES KOTAPALEMBANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations International

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

Stevanny Keo, Rahel Rara Woda, Woro Indri Padmosiwi. Kata kunci: Riwayat pemberian ASI Eksklusif, panjang badan lahir, stunting

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa balita merupakan periode penting dalam proses. tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

Endah Retnani Wismaningsih Oktovina Rizky Indrasari Rully Andriani Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan case control retrospektif atau studi kasus - kontrol retrospektif

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci : Pengetahuan,Pekerjaan,Pendidikan,Pemberian ASI Eksklusif

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010).

HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN PERAN BIDAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COLOMADU 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. stunting pada balita ini dilaksanakan dari bulan Oktober - November 2016 di

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOLAANG KECAMATAN LANGOWAN TIMUR

HUBUNGAN BBLR DAN ASI EKSLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING DI PUSKESMAS LIMA PULUH PEKANBARU

Kata Kunci : Pola Asuh Ibu, Status Gizi Anak Balita

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO STUNTING PADA BALITA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG II, KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

Priyono et al. Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita Usia Bulan...

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

Faktor Resiko Terjadinya Stunting Pada Anak TK Di Wilayah Kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe Propinsi Sulawesi Utara

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Key word: motorik development, nutrition status, children age 1-3 years old. Kata Kunci: Perkembangan Motorik, Status Gizi, Anak usia 1-3 tahun

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang kekurangan gizi dengan indeks BB/U kecil dari -2 SD dan kelebihan gizi yang

HUBUNGAN USIA, PARITAS DAN PEKERJAAN IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN RIWAYAT ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 7-36 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS GONDOKUSUMAN I TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI

Volume 3 / Nomor 2 / November 2016 ISSN : HUBUNGAN PEKERJAAN IBU MENYUSUI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO

Jurnal Darul Azhar Vol 5, No.1 Februari 2018 Juli 2018 : 17-22

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 7 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kahuripan Kota Tasikmalaya 2015)

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Status Gizi pada Anak Usia Bawah Dua Tahun yang Diberi Susu Formula Di Daerah Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir 2015

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU BERSALIN TERHADAP METODE PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

METODE DAN POLA WAKTU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO GROWTH FALTERING PADA BAYI USIA 2-6 BULAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

Kata Kunci: Pendidikan, Pekerjaan, Dukungan Suami dan Keluarga, ASI Eksklusif.

ANALISIS DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

Keywords: Anemia, Social Economy

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI BATITA UMUR 1-3 TAHUN DI DESA MOPUSI KECAMATAN BOLAANG MONGONDOW INDUK SULAWESI UTARA 2014

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU TERHADAP ASI EKSKLUSIF DI RSKIA X KOTA BANDUNG

HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI DESA KANIGORO, SAPTOSARI, GUNUNG KIDUL

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 4-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan salah satu indikator masalah gizi yang menjadi fokus

Jumlah dan Teknik Pemilihan Sampel

FREKUENSI KUNJUNGAN POSYANDU DAN RIWAYAT KENAIKAN BERAT BADAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 3 5 TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Linda Yunitasari 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda dari orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Gizi merupakan

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA PENDERITA GIZI BURUK DI KABUPATEN BENGKULU SELATAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

OLEH : DARIUS HARTANTO

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Septiani, Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dini Dengan Status Gizi Bayi 0-11 Bulan Di Puskesmas Bangko Rokan Hilir

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOSARI I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Aridiyah et al, Faktor yang Mempengaruhi Stunting pada Balita di Pedesaan dan Perkotaan...

BAB I PENDAHULUAN. dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita. World Health

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

1

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 7 MANADO

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BATITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KAWANGKOAN KABUPATEN MINAHASA Winny Rambitan *, R.B Purba **, Nova H. Kapantow * *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Departemen Pendidikan Politeknik Kesehatan Manado ABSTRAK Stunting merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan dengan adanya proses perubahan patologis dan pertumbuhan fisik. Faktor lingkungan, perilaku dan genetic, kondisi sosial ekonomi, kejadian BBLR, dan pemberian ASI merupakan factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting. Data Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi pendek secara nasional adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0% anak sangat pendek dan 19,2% anak pendek. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemberian ASI ekslusif sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak batita 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol (case control). Dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2014 di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa, dengan jumlah sampel 96 anak batita yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 48 anak batita pada kelompok kasus dan 48 anak batita pada kelompok kontrol. Hipotesis di uji dengan menggunakan uji chi-square dilanjutkan dengan uji fiser s exact, dikatakan signifikan apabila nilai p value < 0,05. hasil uji bivariat menunjukan batita yang tidak mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 43,7% dan batita yang mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 7,3%. Nilai p = 0,167 (p > 0,05) dengan nilai OR 2,057 yang berarti batita yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki resiko 2x lebih besar dari pada batita yang mendapat ASI eksklusif. Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan. Kata kunci : ASI eksklusif, Stunting, Anak Batita ABSTRACT Stunting is a condition of linier retardation of growth, which connected to the pathological process and physical growth which are related to the environmental factor, behavior and genetics, social economic conditions, low birth weight, and exclusive breast feeding as the factors which are related to the condition of stunting. The result of the Riskesdas 2013 data shows, prevalence of stunted in national are 37,2 % consisted of 18,0% severe stunted child and 19,2% stunted child. This research are conducted to analyse the status of exclusive breast feeding as the risk factor for stunting condition to occur on under three years old baby on the working area of puskesmas Kawangkoan in Minahasa Sub-province. This research uses analytic survey with case control research design. This research was held on May-July 2014 at the working area of Puskesmas Kawangkoan in Minahasa Sub-province with 96 samples of under three years old baby which divided into 2 groups of 48 three years old babies for the case group and 48 others for control group. Hypothesis was tested by using chi-square and continued with fiser s exact test, it was told significance when the p value shows < 0,05. The bivariate test result shows under three years old babies doesn t get breast feed with stunting nutrition status valued 47,3% and under three years old babies who gets breast feed with stunting nutrition status valued 7,3%. the value of p = 0,167 (p > 0,05) with OR value of 2,053. There is no realionship between the history of exclusive breast feeding activity with stunting on under three years old babies at the Puskesmas Kawangkoan working areas. Keywords : Exclusive breast feeding, Stunting, under three years old babies 1

Pendahuluan Stunting merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan dengan adanya proses perubahan patologis. Pertumbuhan fisik berhubungan dengan faktor lingkungan, perilaku dan genetik, Kondisi sosial ekonomi, pemberian ASI, dan kejadian BBLR merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting. Status gizi buruk berdampak terhadap menurunnya produksi zat anti bodi dalam tubuh. Penurunan zat anti bodi ini mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus dan mengganggu produksi beberapa enzim pencernaan makanan dan selanjutnya penyerapan zat-zat gizi yang penting menjadi terganggu, keadaan ini dapat memperburuk status gizi anak. Data Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi pendek secara nasional adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0% anak sangat pendek dan 19,2% anak pendek (Tando, 2012). Pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih jauh dari harapan. Berdasarkan hasil survey dari peneliti masih banyak ibu-ibu yang berada di Kecamatan Kawangkoan yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi dan hanya diganti dengan susu formula. Jika bayi mendapatkan makanan pendamping ASI terlalu dini (sebelum enam bulan) makan akan meningkatkan risiko penyakit diare dan infeksi lainnya. Selain itu juga akan menyebabkan jumlah ASI yang diterima bayi berkurang, padahal komposisi gizi ASI pada 6 bulan pertama sangat cocok untuk kebutuhan bayi, akibatnya pertumbuhan bayi akan terganggu (Sulistyoningsih, 2011). Data Riskesdas 2013 menunjukan kecenderungan proses mulai menyusu pada pada anak 0-23 bulan pada tahun 2010 dan 2013, dinilai bahwa proses menyusu kurang dari satu jam yaitu sebsesar 29,3% pada tahun 2010 meningkat menjadi 34,5% pada tahun 2013. Penelitian ini berujuan untuk menganalisis ASI ekslusif sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak batita di Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan studi kasus kontrol yang menggunakan pendekatan retrospektif. Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Kawangkoan kabupaten Minahasai pada bulan Mei Juli 2014. Populasi target penelitian adalah balita usia 12-36 bulan di kecamatan kawangkoan. Besar sampel minimal yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus besar sampel dengan tingkat kemaknaan d=0,01 sehingga diperoleh sampel minimal sebanyak 48 orang dengan perbandingan sampel antara kasus dan kontrol adalah 1:1. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik stratified propotional sampling berdasarkan kriteria inklusi yaitu anak usia 12-36 bulan, tinggal di wilayah kerja puskesmas Kawangkoan, hadir pada saat penelitian. Untuk indeks TB/U <-2 SD (kelompok kasus) dan z-score untuk indeks 2

TB/U -2 SD s/d +2SD (kelompok kontrol). Pemilihan kontrol dilakukan dengan matching terhadap kelompok umur dan jenis kelamin. Kontrol dipilih berdasarkan asal desa yang sama atau berdekatan dengan kelompok kasus. Selanjutnya, pemilihan kontrol disamakan dengan umur (±3 bulan) dan jenis kelamin masing-masing individu pada kelompok kasus. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ASI eksklusif yang dikategorikan ASI eksklusif dan non-asi eksklusif. Variebel bebas tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan ibu sampel menggunakan formulir penelitian. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi stunting pada anak usia 12-36 bulan. Status gizi stunting diperoleh melalui pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan kapasitas 200 cm dan tingkat ketelitian 0,1 cm, selanjutnya dilakukan perhitungan z-score tinggi badan menurut umur (TB/U) menggunakan tabel antropometri SK kemenkes 2010. Data yang dikumpulkan pertama kali adalah data tinggi badan balita usia 12-36 bulan. Selanjutnya setelah dipilih sampel untuk kelompok kasus dan kontrol berdasarkan z-score tinggi badan menurut umur (TB/U), dilakukan pengumpulan data identitas subjek, panjang untuk masingmasing sampel. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel dan besar risiko (OR) antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan. Analisis bivariat menggunakan uji Pearson Chi-Square dilanjutkan dengan menggunakan uji Fisher Exact karena syarat uji chi-square tidak terpenuhi. Hasil Penelitian Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 96 anak balita yang terdiri dari 48 anak stunting dan 48 anak normal. Adapun diskripsi pekerjaan ayah dan ibu ditampilkan pada table 1 dan tabel 2. Tabel.1 Distribusi Umum Kasus Kontrol n % n % Pekerjaan Tidak Ayah bekerja/ IRT 2 4,2 3 6,3 Sekolah 0 0 0 0 Jasa(Ojek /Supir)/ 10 20,8 12 25,0 Bangunan PNS/TNI / 5 10,4 4 8,3 POLRI Pegawai Swasta 3 6,3 7 14,6 Dagang/ Wiraswas 23 47,9 21 43,8 ta Lainnya 5 10,4 1 2,1 3

Tabel. 2 Distribusi Umum Kasus Kontrol n % n % Pekerjaan Tidak Ibu bekerja/ 37 77,1 35 2,9 IRT Sekolah 0 0 1 2,1 Jasa(Ojek /Supir) / Banguna 0 0 0 0 n PNS/TNI /POLRI 1 2,1 2 4,2 Pegawai Swasta 5 10,4 3 6,3 Dagang/ Wiraswas 5 10,4 6 12,5 ta Lainnya 0 0 1 2,1 Tabel 3. menunjukkan bahwa sebanyak 30 batita pada kelompok kasus berjenis kelamin laki-laki atau 62,5% sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 28 batita atau 58,3%, yang berjenis kelamin perempuan pada kelompok kasus sebanyak 18 batita atau 37,5% dan pada kelompok kontrol sebanyak 20 batita atau 41,7%. Batita yang berumur 12 24 bulan pada kelompok kasus sebanyak 19 batita atau 39,6% dan pada kelompok kontrol sebanyak 24 batita atau 50%, batita yang berumur berumur 25 36 bulan pada kelompok kasus sebanyak 29 batita atau 60,4% dan pada kelompok kontrol sebanyak 24 batita atau 50% Tabel.3 Distribusi umum Kasus Kontrol n % n % Jenis kelamin Umur Laki laki 30 62,5 28 58,3 Perempuan 18 37,5 20 41,7 12 24 bulan 19 39,6 24 50,0 25 36 bulan 29 60,4 24 50,0 Tabel 4 menunjukkan bahwa batita yang tidak mendapat ASI ekslusif yaitu 41 anak atau 85,4% pada kelompok kasus sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 36 batita atau 75,0 %, dan batita yang mendapa ASI eksklusif pada kelompok kasus sebanyak 7 batita atau 14,6 % dan pada kelompok kontrol sebanyak 12 batita atau 25,0 %. Tabel 4. Status Kasus Kontrol Pemberian ASI eksklusif n % n % Tidak mendapat ASI 41 85,4 36 75,0 eksklusif Mendapat ASI 7 eksklusif 14,6 12 25,0 Tabel 5 menunjukkan bahwa batita yang tidak mendapat ASI eksklusif sebesar 80,2% dan batita yang mendapat ASI eksklusif sebesar 19,8%. Batita yang tidak mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 53,2% dan batita yang mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 36,8%. Hasil 4

uji chi square menunjukan Nilai p = 0,167 (p > 0,05), dan hasil uji fiser s exact menunjukan nilai p = 0,205. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan, dengan nilai OR 2,057. Tabel 5. Pemberian ASI eksklusif Kasus Kontrol Total p Value n % n % n % Fiser s Chi square exact Nilai OR Tidak mendapat ASI eksklusif 41 43,7 36 36,5 77 80,2 Mendapat ASI eksklusif 7 7,3 12 12,5 19 19,8 0,167 0,205 2,057 Pembahasan Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur yang kurang dari minus dua standar deviasi ( < - 2 SD) dan sangat pendek di definisikan kurang dari minus tiga standar deviasi ( < - 3SD). Menurut WHO, batas non public health problem untuk masalah kependekan sebesar 20 persen (Kemenkes, 2010) dan masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30 39 persen dan serius bila prevalensi pendek 40 persen (Kemenkes, 2013). Prevalensi stunting di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan terdapat 48 anak batita usia 12-36 bulan (1-3 tahun) dengan status gizi stunting dan yang berstatus gizi normal 48 orang. Serupa dengan hasil penelitian Rahayu dan Sofianingsih (2011) dimana menunjukkan bahwa pada usia 6-12 bulan memiliki status stunting dan usia 3-4 tahun tetap mengalami stunting (3,2%) atau yang awalnya mengalami severe stunting tetap menderita severe stunting (1,2%). Dalam kategori pemberian ASI eksklusif, yang menjadi responden untuk diwawancarai adalah orang tua dari batita yang menjadi sampel penelitian. Hasil analisis univariat menunjukan pada kelompok kasus batita yang tidak mendapat ASI eksklusif sebanyak 41 batita (85,4%), dan pada kelompok kontrol 36 batita (75,0%), sedangkan pada kelompok kasus batita yang mendapat ASI eksklusif berjumlah 7 batita (14,6 %), dan pada kelompok control berjumlah 12 batita (25%). Organisasi Kesehatan Dunia dan UNICEF merekomendasikan tentang menyusui adalah sebagai berikut: inisiasi menyusui dalam satu jam pertama setelah 5

melahirkan; ASI eksklusif selama enam bulan pertama; dan dilanjutkan dengan menyusui selama dua tahun atau lebih, dengan tepat, bergizi cukup, umur yang sesuai, makanan pendamping ASI responsif dimulai pada bulan keenam. Menurut penelitian Kusuma (2013) di Kecamatan Semarang Timur menunjukkan bahwa pendidikan ibu tidak terbukti menjadi faktor risiko stunting Hal tersebut dikarenakan belum tentu responden dengan pendidikan tinggi mempunyai pengetahuan yang baik tentang ASI eksklusif yang dapat berpengaruh terhadap perilaku responden untuk memberikan ASI eksklusif. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa batita yang mendapat ASI eksklusif berstatus stunting sebesar 7,3% atau hanya 7 batita dan yang tidak mendapat ASI eksklusif berstatus stunting sebesar 43,7% atau sebanyak 42 batita, dengan nilai p > 0,05 yaitu p value 0,167 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan stunting pada anak batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan, dengan nilai OR 2,053 dapat dilihat bahwa bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif mempunyai kemungkinan risiko 2 kali untuk terjadi stunting. Serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Leny Sri Rahayu, dkk (2011) menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada usia 6-12 bulan dengan P value 0,269 (p > 0.05). Walaupun demikian dilihat dari nilai RR, bayi yang tidak diberi ASI eksklusif memiliki risiko 1,3 kali lebih besar untuk mengalami stunting pada usia 6-12 bulan dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif Berbeda dengan penelitian Arifin (2012), Irdasari (2012), dan Sukandar (2012), yang dilakukan di Kabupaten Puwakarta, dimana Hasil analisis hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian stunting diperoleh bahwa ada sebanyak 38 (76%) balita dengan ASI tidak eksklusif menderita stunting, sedangkan yang tidak menderita stunting sebanyak 76 (46%). Hasil uji statistik di peroleh p value = 0,0001, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan antara pemberian ASI dengan kejadian stunting. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,7 artinya bahwa balita dengan ASI tidak eksklusif mempunyai risiko 3,7 kali lebih besar terkena stunting dibanding balita dengan ASI eksklusif. Kesimpulan Nilai p= 0,167 (p >0,05) menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan. Nilai OR = 2,053 menunjukan batita yang tidak mendapat ASI eksklusif mempunyai kemungkinan 2 kali berisiko untuk terjadi stunting di bandingkan dengan batita yang mendapat ASI eksklusif. Saran 1. Diharapkan petugas kesehatan di Puskesmas untuk dapat membuat program pelayanan kesehatan dan promosi kehatan kepada ibu-ibu seperti 3

penyuluhan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif kepada bayi dan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi status gizi batita, dalam rangka memperbaiki status gizi batita khususnya stunting. 2. Diharapkan kepada masyarakat lebih khususu kepada ibu-ibu untuk lebih memperhatikan lagi asupan makanan kepada batita khususnya pemberian ASI eksklusif pada bayi agar dapat mengurangi kejadian stunting pada batita. 3. Diharapkan adanya penelitian lain dengan menggunakan variabel yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti hubungan genetik keluarga, tinggi badan orangtua, pemberian MP-ASI dini, riwayat penyakit infeksi, dan lain-lain yang dapat menjadi faktor penyebab stunting. Daftar Pustaka Anindita, P. 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, kecukupan protein dan Zink Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita usia 6-35 Bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang (Online). Vol.1, No. 2, Kesehatan Masyarakat. http://ejournals1.undit.ac.id/index.php /jkm. Diakses pada 25 april 2014. Anugraheni, H. S & Kartasurya, M. I. 2012. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 12 36 bulan di kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Universitas Diponegoro Semarang : Jurnal of Nutrition College (Online). Vol 1, No 1. www.ejournal-s1.undip.ac.id. Diakes pada 18 september 2014. Anshori, H. 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-24 Bulan (Studi Di Kecamatan Semarang Timur) (Online). 4 www.eprints.undip.ac.id. Diakses pada 25 april 2014. Arifin, D.Z., Irdasari. S.Y.,Sukandar, H. 2012. Analisi Sebaran dan Faktor Risiko Stunting pada Batita di Kabupaten Puwakarta. Epidemiologi Komunitas FKUP. Astari, L. D. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga, Pola Pengasuhan Dan Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Bulan. Media Gizi dan Keluarga. Jakarta (Online)., Vol. 29, No. 2. www.gizi_fema@ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 18 september 2014. Astarai, L. D., Nasoetion, A., Dwiriani, C.M. 2006. Hubungan konsumsi ASI dan MP-ASI serta kejadian stunting Anak usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor. Media Gizi dan Keluarga. Jakarta (Online). Vol. 30, N0.1, www.gizi_fema@ipb.ac.id. Diakses pada tanggal 18 september 2014. Kementerian Kesehatan R.I. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kusuma, K. E., 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun (Studi Di Kecamatan Semarang Timur). Journal of Nutrition College (Online). Vol.2 No.4. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jnc. Diakses pada 20 september 2014. Purnamasari, D. 2008. Analisis pemberian ASI tidak Eksklusif dan Susu Formula sebagai penyebab growth faltering (goncangan pertumbuhan) pada bayi. Jurnal Kesmas Indonesia (Online). Vol 01 No 02. www.jurnalkesmas.org. Diakses pada 20 september 2014. Rahayu, L. S., dan Sofyaningsih, M. 2011. Pengaruh BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Perubahan Status Stunting pada Balita di Kota dan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten (Online), http://journal.unsil.ac.id/jurnal/prosidi ng/9/9leni_19.pdf. Diakses pada 25 april 2014. Tando, N. M. 2012. Durasi Frekuensi Sakit Balita Dengan Terjadinya Stunting Pada Anak SD di Kecamatan

Malalayang Kota Manado. Vol.4 No.1. GIZIDO. Manado United Nations Children s Fund. 2012. Indonesia Commended for Strong Backing to Scale Up Nutrition, Reduce Child Malnutrition, (Online) http://www.unicef.org/indonesia/medi a_19963.html. United Nations Children s Fund. 2013. Breastfeeding : Impact on child survival and global situation (Online) http://www.unicef.org/nutrition/index _24824.html. Wiyogowati, C. 2012. Kejadian stunting pada anak berumur dibawah lima tahun (0-59 bulan) di Provinsi Papua Barat Analisis Data Riskesdas 2010 (Online). www.lontar.ui.ac.id. Diakses pada 20 september 2014. 5