BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendiks makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis) (Smeltzer, 2002). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 1999). Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks terinflamasi, dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan endoskopis. Namun adanya perlengketan multipel, posisi retroperitoneal dari apendkis, atau robek perlu dilakukan prosedur pembukaan (tradisional) (Doenges,2000). Apendisitis penyebab paling umum inflamasi yang paling akut pada kuadraan bawah kanan dari rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Kira-kira 7% 6
dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka, pria lebih sering dari pada wanita, dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 sampai 30 tahun. Apendisitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian inferior sekum. Penyebab paling umum dari apendiks adalah peradangan dimulai oleh obstruksi dari fekalit ( suatu sumbatan masalah seperti batu yang berbentuk dari feses), yang akhirnya merusak suplai darah dan merobek mukosa yang menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman 1989). Komplikasi utama berhubungan dengan apendisitis adalah peritonitis, yang dapat terjadi bila apendiks ruptur. Apendektomi (pembuangan apendiks) adalah satu-satunya tindakan (Smeltzer, 2002). B. Antomi dan fisiologi saluran pencernaan 1. Anatomi a. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi oleh usus besar,bagian-bagian usus halus : 7
1. Deodenum Disebut juga usus 12 jari panjangnya kurang lebih 25 cm, berbentuk seperti sepatu kuda melengkung pada lingkungan ini terdapat pancreas. 2. Jejenum dan ileum Mempunyai panjang sekitar 6 cm, dua perlima atas adalah (jejenum) dengan panjang 2-3 cm dan ileum dengan panjang 4-5 cm. Lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantara lipatan pertonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. b. Usus besar 1. Seikum Dibawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut umbel cacing panjangnya 6 cm. 2. Kolon asenden Panajngnya 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. 3. Apendiks (usus halus) Bagian dari usus besar muncul seperti corong dari akhir seikum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. 8
4. Kolon transfersum Panajangnya 38 cm membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden berada dibawah abdomen sebelah kanan terdapat flektura hepatica dan sebelah kiri terdapat flektura lienalis. 5. Kolon desendens Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri, membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri bersambung dengan kolon sigmoid. 6. Kolon sigmoid Merupakan lanjutan dari desenden terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuknya menyerupai huruf S ujung bawahnya berhubungan dengan rectum. 7. Rektum Tertetak di bwah kolon sigmoid yang menghubungkan instestinum manyor dengan anus. Terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis. 8. Anus Bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udura luar) terletak didasar pelvis dindingnya diperkuat oleh 3 spinter yaitu : spinter Ani Interus bekerja tidak menurut kehendak, 9
spinter levatop dan bekerja juga tidak menurut kehendak, ani eksternals bekerja menurut kehendak. Gambar 1 : sekum Sumber : www.gambaranatomi.com 2. Fisiologi Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imonoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh 10
karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. C. Etiologi Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadi penyakit ini. Diantaranya obstruksi yg terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hipeplasia, jaringan limofid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yg paling sering menyebabkan obtruksi lumen apendiks adalah vekali dan hiperplasia jaringan Limofid. (Irga, 2007) D. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid,fekalit,benda asing,striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut maktin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. 11
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabakan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dingin peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga meninmbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supraktif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh tu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tau perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. (Price, 2005) E. Manifestasi Klinik Apendiktomi merupakan pengangkatan apendiks yang terinflamasi (Doenges, 2000). Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari: Mual, muntah dan nyeri yang hebat di 12
perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau disekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setalah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8 0 Celsius. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagaian perut. Pada orang tua dan dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah,nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok (SjamsulHidajat, 2005). F. Penatalaksanan Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. G. Komplikasi Komplikasi utama apendisitis adalah sepsis yang dapat berkembang menjadi : perforasi, peritonitis, abses. Perforasi secara 13
umum terjadi 24 jam setelah nyeri. Gejala nyeri antara lain demam suhu 37,5 0 C-38,5 0 C atau lebih tinggi, penampilan toksik, meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi ileus, demam, malaise, dan leokositosis (Smeltzer, 2002). H. Pengkajian Fokus Menurut doenges, 2000 pengkajian fokus dari pasien apendiktomi adalah sebagai berikut : 1. Aktifitas/istirahat : malaise 2. Sirkulasi : takikardi 3. Eliminasi : konstipasi, diare (kadang-kadang), distensi abdomen, nyeri tekan\lepas, penurunan/tidak ada bising usus. 4. Makanan/cairan : anoreksia, mual muntah 5. Nyeri/keamanan : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisir pada titik mc burney. 6. Keamanan : demam 7. Pernafasan : takipneu, pernafasan dangkal 14
8. Pemeriksaan penunjang Alat diagnostik paling menentukan untuk enteritis regional adalah pemeriksaan barium dari saluran gastrointestinal atas yang menunjukkan tanda garis klasik pada sinar-x dari ileum terminalis menunjukkan konstriksi segmen usus. Enema barium juga dapat menunjukkan adanya ulserasi dan coblestone serta adanya firusai dan fistula. Pemindaian CT dapat menunjukkan adanya penebalan dinding usus dan fistula saluran. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi biasanya dilakukan di awal, untuk menentukan apakah area rektosigmoid terinflamasi. Pemeriksaan feses juga dan mungkin positif untuk darah samar dan steatorea (kelebihan lemak dalam feses). Hitung darah lengkap dilakukan untuk mengkaji hematorit dan kader hemoglobin (yang biasanya menurun) sertab hitung sel darah putih (yang mungkit meningkat) laju sedimentasi biasanya akan meningkat. Kadar albumin dan protein mungkin menurun, menunujkan mal nutrisi (Smeltzer, 2002) 15
I. Pathways keperawatan Hiperplasis folikel limfoid, benda asing, cacing, tumor, atau neoplasma Obtruksi lumen apendik Menyumbat saluran mukosa Peningkatan tekanan intraluminal Apendisitis (tebal ) Penatalaksanaan PEMBEDAHAN ( SURGIKAL ) APENDIK PEMBEDAHAN anestesi luka atau pembedahan Regional anestesi General estesi Pendarahan terbuka Jaringan terbuka Resiko infeksi SAB(Sub arahnoi blok) EPIDORAL anesresi Pusat kesadaran Reflek batuk Pusat pernafasan terganggu Tidak efektifnya pola nafas Nyeri Akumulasi saluran pernafsan Tidak efektifnya bersihan jalan nafas 16
Sumber : Syamsuhidayat, 2004 J. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah (Doenges 2000). 2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer terhadap luka Post operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang membuat diagnosa atual (Doenges, 2000). 3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan skunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru (Ulric, 1990). 4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret disaluran pernafasan ditandai dengan reflek batuk menurun, pusat kesaadaran menurun (Doenges, 2000). K. Fokus Intervensi dan 1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan ususoleh inflamasi, adanya insisi bedah Tujuan : Nyeri dapat berkurang 17
KH : Nyeri hilang, skala 3, pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat intervensi : a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10) : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karateristik nyeri menunjukan terjadinya abses/peritonitis. b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler : Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang. c. Berikan aktivitas hiburan : meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping d. Kolaborasi pemberian analgetik : Menghilangkan dan mengurangi nyeri 2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakmampuan pertahanan primer. Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi KH : Tidak ditemukan tanda-tanda dan gejala infeksi Intervensi : a. Monitor tanda-tanda infeksi 18
: Dengan adanya infeksi atau terrjadinya sepsis, abses, Peritonitis b. Obserfasi tanda dan gejala infeksi : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik : Menurunkan resiko penyebaran bakteri d. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik :Mungkin diberikan secara profilatik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menunjukkan penyebaran dan pertumbuhan pada rongga abdomen e. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan : Dapat diperlukan untuk mengalirkan pus terlokisir 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan Skunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru Tujuan : Klien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif KH : Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal. Intervensi: a. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan 19
batelektasis b. Atur posisi klien semi fowler : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi c. Lakukan pengisapan lendir paru dan menurunkan upaya pernafasan : mencegah sekresi menyumbat jalan nafas d. Kolaborasi untuk pemberian o₂ Rasioinal : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya permukaan alveolar. 4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi saluran pernafasan Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih /Jelas KH : Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas Intervensi : a. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk : Batuk paling efektif pada pasien posisi duduk, tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada b. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas : Beberapa derajat spasma bronkus tejadi dengan 20
obstruksi Jalan nafas dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventinus c. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi atau ekspirasi : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditimbulkan pada penerimaan atau selama strress proses inflamasi akut pernafasan dapat merambat dan frekuensi ekspirasi menunjang inspirasi. d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi 21