DAFTAR ISI. SAMBUTAN... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN...

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaks

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Angka harapan hidup (jumlah rata-rata tahun. Jumlah infrastruktur kesehatan per Persentase jumlah desa di suatu kabupaten

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN...

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2016 Kepala Pusat Data dan Informasi. Helmiati, SH, M.Si

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB IV GAMBARAN UMUM

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

TIPOLOGI WILAYAH PROVINSI MALUKU UTARA HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2016 Kepala Pusat Data dan Informasi. Helmiati, SH, M.Si

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

DAFTAR ISI RPJMD KABUPATEN PONOROGO TAHUN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Keadaan Geografis Dan Topografi

Riyan Zulmaniar Vinahari Badan Pusat Statistik Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta Indonesia Abstrak

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

Katalog BPS :

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PELAYANAN DASAR PUBLIK

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TERTINGGAL KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto

Identifikasi Desa Dalam Kawasan Hutan

BAB IV ANALISIS KERAGAAN 22 KABUPATEN TERTINGGAL. Kajian mengenai karakteristik kondisi masing-masing wilayah diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PETUNJUK PELAKSANAAN (JUKLAK) IDENTIFIKASI MASALAH-MASALAH KETERTINGGALAN KABUPATEN DAERAH TERTINGGAL

Peraturan Daerah RPJMD Kabupaten Pulang Pisau Kata Pengantar Bupati Kabupaten Pulang Pisau

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Katalog : pareparekota.bps.go.id

IKU Pemerintah Provinsi Jambi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

DAFTAR ISI. BAB IV Analisis isu-isu srategis Permasalahan Pembangunan Isu Strategis... 77

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Daftar Isi DAFTAR ISI... I DAFTAR GAMBAR... IIII DAFTAR TABEL... IV

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Tipologi Kecamatan Tertinggal di Kabupaten Lombok Tengah

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

BAB IV ANALISA DATA SEKUNDER DAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA PROPINSI SUMATERA BARAT

Lampiran Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor : 18 Tahun 2015 Tanggal : 18 Mei 2015 Tentang : Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2016 DAFTAR ISI

TIPOLOGI WILAYAH BALI HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Transkripsi:

DAFTAR ISI SAMBUTAN... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 4 1.3 Ruang Lingkup... 4 1.4 Tim Penyusun... 4 BAB II METODOLOGI... 5 2.1 Tinjauan Pustaka... 5 2.2 Kriteria Daerah Tertinggal... 6 2.3 Metodologi Penulisan... 9 2.3.1 Pengumpulan Data... 9 2.3.2 Metodologi Pengolahan dan Penyajian... 11 2.3.3 Pengolahan dan Penyajian Data Spasial... 14 BAB III PERKEMBANGAN KABUPATEN TERTINGGAL... 16 3.1 Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 17 3.1.1 Perekonomian Masyarakat... 20 3.1.2 Sumber Daya Manusia... 21 iii

3.1.2.1 Angka Harapan Hidup dan Rata-rata lama Sekolah... 21 3.1.2.2 Angka Melek Huruf... 23 3.1.3 Infrastruktur... 24 3.1.3.1 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Aspal /Beton dan Diperkeras... 24 3.1.3.2 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Tanah dan Lainnya... 26 3.1.3.3 Jumlah Keluarga Pengguna Listrik dan Telepon... 27 3.1.3.4 Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih... 29 3.1.3.5 Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen... 34 3.1.3.6 Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk... 35 3.1.3.7 Jumlah Dokter dan SD-SMP Per 1000 Penduduk... 39 3.1.4 Kelembagaan atau Keuangan Lokal (Celah Fiskal)... 41 3.1.5 Aksesibilitas... 42 3.1.5.1 Rata-rata Jarak dari Kantor Desa ke Kabupaten... 42 3.1.5.2 Rata-rata Jarak dari Kantor Desa ke Pelayanan Pendidikan... 43 iv

3.1.5.3 Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km... 45 3.1.6 Karakteristik Daerah... 54 3.1.6.1 Persentase Jumlah Desa Rawan Gempa Bumi dan Tanah Longsor... 54 3.1.6.2 Persentase Jumlah Desa Rawan Banjir dan Bencana Lain... 55 3.1.6.3 Persentase Jumlah Desa yang Berada di Kawasan Lindung dan Berlahan Kritis... 57 3.1.6.4 Persentase Jumlah Desa Rawan Konflik... 58 3.2 Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 60 3.2.1 Perekonomian Masyarakat... 64 3.2.2 Sumber Daya Manusia... 66 3.2.2.1 Angka Harapan Hidup dan Rata-rata lama Sekolah... 66 3.2.2.2 Angka Melek Huruf... 68 3.2.3 Infrastruktur Pulau Papua... 69 3.2.3.1 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Aspal/Beton dan Diperkeras... 69 3.2.3.2 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Tanah dan Lainnya... 71 3.2.3.3 Jumlah Rumah Tangga Pengguna Listrik dan Telepon... 73 v

3.2.3.4 Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih... 75 3.2.3.5 Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen... 82 3.2.3.6 Jumlah Prasarana Kesehatan Per1000 Penduduk... 83 3.2.3.7 Jumlah Dokter dan SD-SMP Per 1000 Penduduk... 89 3.2.4 Kelembagaan atau Keuangan Lokal (Celah Fiskal)... 91 3.2.5 Aksesibilitas... 92 3.2.5.1 Rata-rata Jarak dari Kantor Desa ke Kabupaten... 92 3.2.5.2 Rata-rata Jarak Kantor Desa ke Pelayanan Pendidikan... 94 3.2.6 Karakteristik Daerah... 107 3.2.6.1 Persentase Desa Rawan Gempa Bumi dan Tanah Longsor... 107 3.2.6.2 Persentase Jumlah Desa Rawan Banjir dan Bencana Lain... 109 3.2.6.3 Persentase Desa Kawasan Lindung dan Berlahan Kritis... 111 3.2.6.4 Persentase Jumlah Desa Rawan Konfik... 113 BAB IV KESIMPULAN... 115 DAFTAR PUSTAKA... 107 vi

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Penetapan Kabupaten Tertinggal Kriteria dan Sub Indikator.. 10 Tabel 2.2. Kategori Perkembangan Sub Indikator... 12 Tabel 3.1. Persebaran Daerah Tertinggal di Indonesia Tahun 2015... 16 Tabel 3.2. Persebaran Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 18 Tabel 3.3. Persentase Penduduk Miskin dan Konsumsi Per Kapita di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 20 Tabel 3.4. Angka Harapan Hidup dan Rata-rata lama Sekolah di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 22 Tabel 3.5. Angka Melek Huruf di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 23 Tabel 3.6. Presentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Aspal/Beton dan Diperkeras di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 25 Tabel 3.7. Presentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Tanah dan Lainnya di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 26 Tabel 3.8. Jumlah Keluarga Pengguna Listrik dan Telepon di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 28 Tabel 3.9. Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Air Kemasan dan PDAM) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 29 Tabel 3.10. Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Sumur dan Sungai/Danau/Kolam) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 31 vii

Tabel 3.11. Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Sumber Air Lainnya dan Pompa Air) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 32 Tabel 3.12. Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Mata Air dan Air Hujan) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 33 Tabel 3.13. Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 35 Tabel 3.14. Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Rumah Sakit dan Rumah Sakit Bersalin) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 36 Tabel 3.15. Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Poliklinik dan Puskesmas) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 37 Tabel 3.16. Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Puskesmas Pembantu) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 39 Tabel 3.17. Jumlah Dokter dan SD-SMP Per1000 Penduduk di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 40 Tabel 3.18. Celah Fiskal di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 41 Tabel 3.19. Rata-rata Jarak Dari Kantor Desa ke Kabupaten di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 42 Tabel 3.20. Rata-rata Jarak dari Kantor Desa ke Pelayanan Pendidikan (SD dan SMP) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 44 Tabel 3.21. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Rumah Sakit dan Rumah Sakit bersalin) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 45 viii

Tabel 3.22. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Puskesmas dan Puskesmas Pembatu) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 47 Tabel 3.23. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Poliklinik) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 49 Tabel 3.24. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Tempat Praktek Dokter dan Tempat Praktek Bidan) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 50 Tabel 3.25. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Poskesdes dan Polindes) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 51 Tabel 3.26. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Apotek dan Toko Khusus Obat) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 53 Tabel 3.27. Persentase Jumlah Desa Rawan Gempa Bumi dan Tanah Longsor di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 54 Tabel 3.28. Persentase Jumlah Desa Rawan Banjir dan Bencana Lain di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 56 Tabel 3.29. Persentase Jumlah Desa yang Berada di Kawasan Lindung dan Berlahan Kritis di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 57 Tabel 3.30. Persentase Jumlah Desa Rawan Konflik di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku... 59 Tabel 3.31. Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 61 Tabel 3.32. Persentase Penduduk Miskin dan Konsumsi Per Kapita di Kabupaten Tertinggal di PulauPapua... 65 ix

Tabel 3.33. Angka Harapan Hidup dan Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 66 Tabel 3.34. Angka Melek Huruf di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 68 Tabel 3.35. Presentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Aspal/Beton dan Diperkeras di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 69 Tabel 3.36. Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Tanah dan Lainnya di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 71 Tabel 3.37. Jumlah Rumah Tangga Pengguna Listrik dan Telepon di Kabupaten Tertingga di Pulau Papua... 73 Tabel 3.38. Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Air Kemasan, PDAM, Sumur dan Sungai/Danau/Kolam) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 75 Tabel 3.39. Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Sumur dan Sungai/Danau/Kolam) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 77 Tabel 3.40. Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Sumber Air Lainnya dan dan Pompa Air) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 78 Tabel 3.41. Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Mata Air dan Air Hujan) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 80 Tabel 3.42. Jumlah Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 82 x

Tabel 3.43. Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Rumah Sakit dan Rumah Sakit Bersalin) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 83 Tabel 3.44. Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Poliklinik, Puskesmas) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 85 Tabel 3.45. Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Puskesmas Pembantu) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 87 Tabel 3.46. Jumlah Dokter dan SD-SMP Per 1000 Penduduk di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 89 Tabel 3.47. Celah Fiskal di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 91 Tabel 3.48. Jarak dari Kantor Desa ke Kabupaten di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 92 Tabel 3.49. Jarak Kantor Desa ke Pelayanan Pendidikan Dasar (SD-SMP) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 94 Tabel 3.50. Jumlah Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan >5 Km (Rumah Sakit dan Rumah Sakit bersalin) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 96 Tabel 3.51. Jumlah Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan >5 Km (Puskesmas dan Puskesmas Pembatu) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 98 Tabel 3.52. Jumlah Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km... 100 Tabel 3.53. Jumlah Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Tempat Praktek Dokter dan Tempat Praktek Bidan) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 101 xi

Tabel 3.54. Jumlah Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Poskesdes dan Polindes) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 103 Tabel 3.55. Jumlah Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Apotek dan Toko Khusus Obat) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 105 Tabel 3.56. Persentase Desa Rawan Gempa Bumi dan Tanah Longsor di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 107 Tabel 3.55. Persentase Jumlah Desa Rawan Banjir dan Bencana Lain di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 109 Tabel 3.58. Persentase Desa Kawasan Lindung dan Berlahan Kritis di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 111 Tabel 3.59. Persentase Desa Rawan Konflik di Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua... 113 xii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Tahap Pengolahan dan Penyajian Data Spasial Perkembangan Kabupaten Tertinggal 15 Gambar 3.1. Peta Persebaran Kabupaten Tertinggal Pulau Maluku 19 Gambar 3.2. Peta Persebaran Kabupaten Tertinggal Pulau Papua...63 xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesenjangan antar wilayah ditunjukkan oleh masih tingginya disparitas kualitas sumberdaya manusia antar wilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antar daerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antar wilayah. Daerah-daerah dengan pencapaian pembangunan yang rendah dikategorikan sebagai daerah tertinggal dan diperhitungkan memiliki indeks kemajuan pembangunan ekonomi dan sumberdaya manusia di bawah rata-rata indeks nasional. Persoalan daerah tertinggal dalam penanganannya bersifat lintas sektor, maka untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata diperlukan percepatan pembangunan dengan didukung peran aktif dan kerjasama secara terpadu dari seluruh sektor terkait. Ketertinggalan suatu daerah dapat disebabkan karena berbagai macam faktor seperti geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kebijakan pembangunan. Umumnya daerah tertinggal memang berupa daerah yang memiliki kendala geografis karena sulitnya dijangkau oleh jaringan transportasi maupun media komunikasi. Beberapa dari daerah tertinggal juga terhambat pembangunannya karena rendahnya sumber daya baik manusia maupun alam. Rendahnya potensi sumberdaya alam mengakibatkan masyarakat sulit mendapatkan mata pencaharian yang memadai. Rendahnya sumberdaya manusia mengakibatkan sulitnya masyarakat memanfaatkan potensi yang ada sehingga pengolahan tidak dilakukan dengan baik atau justru malah dimanfaatkan oleh pihak- 1

pihak tertentu. Suatu daerah dapat menjadi tertinggal karena faktor kebijakan yang justru menghambat kesempatan pemanfaatan potensi daerah untuk pengembangannya. Keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah, kesalahan prioritas penanganan dan strategi atau pendekatan, tidak diakomodasikannya kelembagaan masyarakat dalam perencanaan mengakibatkan penanganan daerah tertinggal salah sasaran atau tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal di Indonesia 2015-2019 disebutkan terdapat 122 Daerah Tertinggal. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015, ditetapkan 122 kabupaten tertinggal yang harus ditangani. Penetapan ini merupakan hasil perhitungan pada RPJMN tahun 2010-2014 ditangani sebanyak 183 kabupaten tertinggal, melalui upaya percepatan dapat terentaskan sebanyak 70 kabupaten tertinggal, namun pada tahun 2013 terdapat 9 Daerah Otonom Baru (DOB) pemekaran yang masuk dalam daftar daerah tertinggal, sehingga secara keseluruhan menjadi 122 kabupaten tertinggal. Berdasarkan Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 1 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2014, penetapan daerah tertinggal berdasarkan pada 6 (enam) kriteria yaitu 1. Perekonomian Masyarakat, Sumberdaya Manusia, Infrastruktur (sarana dan prasarana), Celah Fiskal, Aksesibilitas dan Karakteristik Daerah. Keenam indikator tersebut terdiri dari 27 sub indikator. 2

Dengan adanya 6 indikator dan 27 sub indikator tersebut, perlu disusun data dan informasi untuk mengetahui perkembangan setiap kabupaten tertinggal di Indonesia. Penyusunan Data dan Informasi Perkembangan Kabupaten Tertinggal dilakukan untuk melihat perkembangannya pada jangka waktu tahun 2011 hingga tahun 2014. Pada Data dan Informasi Perkembangan Kabupaten Tertinggal dapat menjelaskan Kebijakan Pemerintah mengenai Pembangunan Daerah Tertinggal yang telah terealisasi. Dengan begitu, Data dan Informasi Perkembangan Kabupaten Tertinggal dijadikan dasar untuk mengembangkan dan membangun daerah tertinggal menjadi lebih maju. Dalam mewujudkan percepatan pembangunan daerah tertinggal diperlukan partisipasi dari berbagai lintas pelaku pembangunan, baik dari unsur pemerintah, swasta maupun masyarakat. Tersedianya data dan informasi yang mencakup pemahaman terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi daerah tertinggal, rumusan isu-isu strategis yang berkaitan dengan aspek ketertinggalan daerah, serta strategi pembangunan yang komprehensif dengan memperhatikan sinergi kebijakan dan kegiatan antar sektor, antar daerah, maupun antara pusat-daerah serta kontribusi pihak swasta dapat membantu upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal. Dalam rangka melakukan kegiatan Penyusunan Data dan Informasi Perkembangan Kabupaten Tertinggal, Tim Penyusun mengumpulkan data mengenai 122 kabupaten tertinggal selama dua periode terakhir yaitu data tahun 2011 dan 2014. Data yang dikumpulkan adalah indikator ketertinggalan meliputi Perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, infrastruktur/sarana prasarana, kemampuan keuangan daerah/keuangan lokal, aksesibilitas dan 3

karakteristik daerah. Data-data tersebut diolah kemudian dianalisis untuk dijadikan Buku Data dan Informasi Perkembangan Daerah Tertinggal. 1.2 Tujuan Tersusunnya database dalam periode jangka tertentu tentang pembangunan dan perkembangan daerah tertinggal. 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup pembahasan penyusunan data dan informasi perkembangan kabupaten tertinggal meliputi aspek perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, infrastruktur/sarana prasarana, keuangan lokal, aksesibilitas dan karakteristik daerah yang terdapat pada kabupaten tertinggal di Pulau Maluku dan Pulau Papua. 1.4 Tim Penyusun Tim Penyusunan Buku Data dan Informasi Perkembangan Kabupaten Tertinggal terdiri dari: 1. Pengarah Ir. Anto Pribadi, MM., MM.Si; 2. Penanggung Jawab Ir. Elly Sarikit, MM; 3. Tim Penyusun - Anton Tri Susilo, BE, SE; - Esti Afriyani, S.Sos; - Heriadi, S.Kom; - Anita Dwi Puspitasari, S.Si; - Rudi Ruhyadi, S.Kom; - Wahyu Anggoro, S.H; - Dina Rosmalia Listya Utami, S.Si; - Ta miruddin Sya bana, S.Kom.i. 4

BAB II METODOLOGI 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005, daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Faktor penyebab suatu wilayah menjadi tertinggal pada umumnya dicirikan dengan letak geografisnya relatif terpencil dan sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi, wilayah-p\ilayah yang miskin sumber daya alam, masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang relatif rendah, terbatasnya sarana dan prasarana seperi komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan dan pelayanan lainya, seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial, kebijakan yang tidak tepat sepeti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal. Selanjutnya, wilayah tertinggal dalam kerangka penataan ruang nasional didefenisikan sebagai wilayah budidaya yang secara ekonomi tertinggal dari rata-rata nasional, baik akibat kondisi geografis, maupun kondisi sosial beserta infrastrukturnya. Pengertian yang lebih umum menyebutkan bahwa wilayah tertinggal merupakan wilayah pedesaan yang mempunyai masalah khusus atau keterbatasan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan keterbatasan aksesibilitasnya ke pusat-pusat pemukiman lainnya. Hal inilah yang menyebabkan kemiskinan serta kondisinya relatif tertinggal dari pedesaan lainnya 5

dalam mengikuti dan memanfaatkan hasil pembangunan nasional dan daerah. 2.2 Kriteria Daerah Tertinggal Berdasarkan Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 1 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2014, penetapan daerah tertinggal berdasarkan pada 6 (enam) kriteria yaitu (kemendesa.go.id): Perekonomian masyarakat; Sumberdaya manusia; Saran dan Prasarana (infrastruktur); Kemampuan keuangan lokal (celah fiskal); Aksesibilitas; Karakteristik daerah. Adapun 6 kriteria diatas terdiri dari 27 sub indikator sebagai berikut: 1. Perekonomian Masyarakat a. Persentase Penduduk Miskin Rasio penduduk miskin suatu kabupaten terhadap jumlah total penduduk kabupaten. Data yang menunjang adalah data jumlah penduduk, jumlah keluarga/rumah tangga, penduduk miskin, keluarga prasejahtera dan sejahtera 1. b. Konsumsi (Pengeluaran) Per Kapita Pengeluaran rata-rata per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan baik yang berasal dari pembelian, pemberian maupun produksi sendiri dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga dalam rumah tangga tersebut. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu yang lalu, sedangkan untuk bukan 6

makanan dihitung selama sebulan dan 12 bulan yang lalu. Baik konsumsi makanan maupun bukan makanan selanjutnya dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata sebulan. Angkaangka konsumsi/pengeluaran rata-rata per kapita yang disajikan dalam publikasi ini diperoleh dari hasil bagi jumlah konsumsi seluruh rumah tangga (baik mengkonsumsi makanan maupun tidak) terhadap jumlah penduduk. 2. Sumber Daya Manusia (SDM) a. Angka Harapan Hidup adalah jumlah rata-rata tahun penduduk suatu kabupaten diharapkan hidup. Menurut BPS, AHH (e0) merupakan rata-rata jumlah tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu. b. Rata-rata Lama Sekolah adalah jumlah tahun belajar penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal (tidak termasuk tahun yang mengulang). Untuk menghitung Rata-rata Lama Sekolah dibutuhkan informasi: a. Partisipasi sekolah; b. Jenjang dan jenis pendidikan yang pernah/sedang diduduki; c. Ijasah tertinggi yang dimiliki; d. Tingkat/kelas tertinggi yang pernah/sedang diduduki. c. Angka melek huruf adalah proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang mempunyai kemampuan membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya, tanpa harus mengerti apa yang di baca/ditulisnya terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas. 3. Infrastruktur a. Persentase desa dengan jenis permukaan utama terluas aspal/beton. b. Persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas diperkeras. 7

c. Persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas tanah. d. Persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas lainnya. e. Persentase rumah tangga pengguna listrik. f. Persentase rumah tangga pengguna telepon. g. Penggunaan sumber air bersih. h. Persentase desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permanen. i. Jumlah prasarana kesehatan/1000 penduduk. j. Jumlah dokter umum dan dokter gigi/1000 penduduk. k. Jumlah SD-SMP/ 1000 penduduk. 4. Kapasitas Daerah / Keuangan Lokal Celah Fiskal, yaitu Selisih Penerimaan Keuangan Daerah dengan Belanja Pegawai. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah atau lebih tepatnya berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 17 ayat (1). Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan. 5. Aksesibilitas a. Rata-rata jarak dari desa ke kantor desa; b. Rata-rata jarak dari desa ke pelayanan kesehatan 5 > km; c. Rata-rata jarak dari desa ke pelayanan pendidikan. 6. Karakteristik Daerah a. Persentase jumlah desa yang rawan gempa bumi; b. Persentase jumlah desa yang rawan tanah longsor; c. Persentase jumlah desa yang rawan banjir; d. Persentase jumlah desa yang rawan bencana lain; 8

e. Persentase jumlah desa yang berada di Kawasan Lindung; Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumberdaya buatan. f. Persentase jumlah desa yang berlahan kritis; Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif atau lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis bisa juga dikatakan lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat rendah. g. Persentase jumlah desa yang terjadi konflik 1 tahun terakhir. 2.3 Metodologi Penulisan 2.3.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penyusunan data dan informasi perkembangan kabupaten tertinggal terdiri dari: Potensi Desa Tahun 2011 dan 2014; Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota Tahun 2011 dan 2014; Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2011 dan 2014; Data Penerimaan dan Belanja Pegawai Tahun 2011 dan 2014. Gambaran umum wilayah diperoleh dari berbagai sumber literatur baik buku maupun internet, untuk 6 (enam) indikator dan 27 sub indikator sumber data yang digunakan dijelaskan dalam tabel berikut. 9

Tabel 2.1. Penetapan Kabupaten Tertinggal Kriteria dan Sub Indikator KRITERIA NO SUB INDIKATOR SUMBER DATA Perekonomian 1 Persentase Penduduk Miskin Potensi Desa (BPS) Masyarakat 2 Konsumsi Per Kapita Potensi Desa (BPS) 3 Angka Harapan Hidup IPM (BPS) Sumber Daya 4 Rata-Rata Lama Sekolah IPM (BPS) Manusia 5 Angka Melek Huruf IPM (BPS) 6 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Aspal/Beton Potensi Desa (BPS) 7 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Diperkeras Potensi Desa (BPS) 8 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Tanah Potensi Desa (BPS) 9 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Lainnya Potensi Desa (BPS) Infrastruktur 10 Jumlah Keluarga Pengguna Listrik (Listrik PLN+Non PLN) Potensi Desa (BPS) 11 Jumlah Keluarga Pengguna Telepon Potensi Desa (BPS) 12 Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih Potensi Desa (BPS) 13 Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen Potensi Desa (BPS) 14 Jumlah Prasarana Kesehatan/1000 Penduduk Potensi Desa (BPS) 15 Jumlah Dokter/1000 penduduk (Dokter Umum dan Dokter Gigi) Potensi Desa (BPS) 16 Jumlah SD-SMP/1000 penduduk Potensi Desa (BPS) Keuangan Lokal 17 Celah Fiskal (Selisih Penerimaan dengan Belanja DJPK Kementerian Pegawai) Keuangan RI 18 Rata-rata jarak dari kantor desa ke Kabupaten Potensi Desa (BPS) Rata-rata jarak dari kantor desa ke pelayanan 19 Aksesibilitas pendidikan Potensi Desa (BPS) 20 Jumlah desa dengan akses pelayanan kesehatan >5 Km Potensi Desa (BPS) Karakteristik daerah 21 Persentase Jumlah Desa Rawan Gempa Bumi Potensi Desa (BPS) 22 Persentase Jumlah Desa Rawan Tanah Longsor Potensi Desa (BPS) 23 Persentase Jumlah Desa Rawan Banjir Potensi Desa (BPS) 24 Persentase Jumlah Desa Rawan Bencana Lain Potensi Desa (BPS) 25 Persentase Jumlah Desa yang Berada di Kawasan Lindung Potensi Desa (BPS) 26 Persentase Jumlah Desa yang Berlahan Kritis Potensi Desa (BPS) 10

KRITERIA NO SUB INDIKATOR SUMBER DATA Persentase Jumlah Desa yang Terjadi Konflik 27 Potensi Desa (BPS) dalam 1 Tahun Terakhir Sumber : kemendesa.go.id 2.3.2 Metodologi Pengolahan dan Penyajian Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel dan SPSS, kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif untuk meggambarkan keadaan data secara umum. Analisis deskriptif membantu menyederhanakan data dalam jumlah besar dengan cara yang logis. Data diringkas sehingga lebih sederhana dan lebih mudah diinterpretasikan. Pada analisis deskriptif ini terdapat informasi yang bisa diperoleh dari data yang digunakan seperti: 1. Mean (rata-rata) merupakan ukuran rata-rata yang merupakan penjumlahan dari seluruh nilai dibagi jumlah datanya. 2. Median merupakan suatu nilai di mana setengah dari data berada di bawah nilai tersebut dan setengahnya lagi berada atas nilai tersebut setelah nilai itu disusun berurut. Dengan kata lain, median membagi data menjadi dua bagian. 3. Modus merupakan salah satu ukuran rata-rata yang menunjukkan skor atau nilai data yang memiliki frekuensi terbanyak pada suatu distribusi. Modus biasanya digunakan untuk data nominal. 4. Variansi merupakan ukuran variasi yang menunjukkan seberapa jauh data tersebar dari mean (rata-ratanya). Semakin bervariasi data tersebut maka semakin jauh data tersebut tersebar di sekitar meannya. 5. Maksimum merupakan yang paling besar/tinggi dari data. 6. Minimum merupakan nilai yang paling rendah/kecil dari data. 11

Untuk hasil olahan terhadap indikator dan sub indikator akan terbatas pada nilai mean (rata-rata), variansi, nilai maksimum dan nilai minimum. Data yang diperoleh untuk pembuatan buku Data dan Informasi Perkembangan Kabupaten Tertinggal meliputi 6 indikator dan 27 sub indikator yang disajikan dari hasil olahan secara statistik deskriptif. Dalam penyajian data dan informasi ini, hal penting yang harus diperhatikan adalah status berkembang atau menurun dari setiap sub indikator, berikut disajikan tabel rumusan berkembang atau menurunnya setiap sub indikator. Tabel 2.2. Kategori Perkembangan Sub Indikator KRITERIA NO SUB INDIKATOR STATUS Perekonomian 1 Persentase Penduduk Miskin - Masyarakat 2 Konsumsi Per Kapita + 3 Angka Harapan Hidup + Sumber Daya 4 Rata-Rata Lama Sekolah + Manusia 5 Angka Melek Huruf + 6 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Aspal/Beton + 7 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Diperkeras + 8 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Tanah - Infrastruktur 9 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Lainnya - 10 Jumlah Keluarga Pengguna Listrik (Listrik PLN+Non PLN) + 11 Jumlah Keluarga Pengguna Telepon + 12 Persentase Rumah Tangga Pengguna Air Bersih + 13 Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen _ 14 Jumlah Prasarana Kesehatan/1000 Penduduk + 15 Jumlah Dokter/1000 penduduk (Dokter Umum + 12

KRITERIA NO SUB INDIKATOR STATUS dan Dokter Gigi) 16 Jumlah SD-SMP/1000 penduduk + Keuangan Lokal 17 Celah Fiskal (Selisih Penerimaan dengan Belanja Pegawai) + 18 Rata-rata jarak dari kantor desa ke Kabupaten - Rata-rata jarak dari kantor desa ke pelayanan 19 Aksesibilitas pendidikan - 20 Jumlah desa dengan akses pelayanan kesehatan > 5 Km - 21 Persentase Jumlah Desa Rawan Gempa Bumi - 22 Persentase Jumlah Desa Rawan Tanah Longsor - 23 Persentase Jumlah Desa Rawan Banjir - 24 Persentase Jumlah Desa Rawan Bencana Lain - Karakteristik Daerah Persentase Jumlah Desa yang Berada di 25 - Kawasan Lindung 26 Persentase Jumlah Desa yang Berlahan Kritis - 27 Persentase Jumlah Desa yang Terjadi Konflik dalam 1 Tahun Terakhir - Sumber : Data IKU (Indeks Kriteria Utama) Dari tabel diatas, setiap sub indikator dikategorikan berkembang bila menunjukkan nilai sesuai dengan nilai kolom status. sebagai contoh sub indikator persentase penduduk miskin dikategorikan berkembang apabila datanya menunjukkan nilai negatif (-), bila data bermuatan positif (+) maka mengalami penyusutan. Sub indikator konsumsi per kapita dikategorikan berkembang bila datanya bernilai positif (+) bila data bermuatan negatif (-) berarti tidak berkembang. Buku Data dan Informasi Perkembangan Kabupaten Tertinggal dibagi menjadi 3 (tiga) jilid buku yaitu buku 1 (satu) berisi data dan informasi Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Buku 2 (dua) memuat data dan informasi Pulau Sulawesi dan Nusa Tenggara. Buku 3 (tiga) berisi data dan informasi Pulau Maluku dan Papua. 13

2.3.3 Pengolahan dan Penyajian Data Spasial Data perkembangan kabupaten tertinggal disajikan secara spasial dalam bentuk peta. Peta adalah gambaran sebagian atau seluruh muka bumi baik yang terletak di atas maupun di bawah permukaan dan disajikan pada bidang datar pada skala dan proyeksi tertentu (secara matematis). Karena dibatasi oleh skala dan proyeksi maka peta tidak akan pernah selengkap dan sedetail aslinya (bumi), karena itu diperlukan penyederhanaan dan pemilihan unsur yang akan ditampilkan pada peta. Data spasial secara sederhana dapat diartikan sebagai data yang memiliki referensi keruangan (geografi). Setiap bagian dari data tersebut selain memberikan gambaran tentang suatu fenomena, juga selalu dapat memberikan informasi mengenai lokasi dan juga persebaran dari fenomena tersebut dalam suatu ruang (wilayah). Apabila dikaitkan dengan cara penyajian data, maka peta merupakan bentuk/cara penyajian data spasial yang paling tepat. Tahap pengolahan dan penyajian data spasial perkembangan kabupaten tertinggal dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut : 14

Perkembangan Kabupaten Tertinggal 122 Kabupaten Tertinggal 2 Periode Podes 2011 & 2014 Perekonomian Masyarakat SDM Infrastruktur Keuangan Lokal Aksesibilitas Karakteristik Daerah 2 Sub Indikator 3 Sub Indikator 10 Sub Indikator 1 Sub Indikator 3 Sub Indikator 7 Sub Indikator Input Data Atribut Grafik Per Sub Layout Software ArcGIS Output Peta Sub Indikator Gambar 2.1. Tahap Pengolahan dan Penyajian Data Spasial Perkembangan Kabupaten Tertinggal Penyusunan peta tematik memerlukan peta dasar yang digunakan sebagai dasar untuk menempatkan simbol dari tema yang dipetakan. Peta dasar berisi informasi yang diambil dari peta topografi/rupabumi. Peta topografi yang dijadikan dasar diterbitkan oleh BIG (Badan Informasi Geospasial). Peta dasar yang digunakan adalah Peta dengan skala 1:250.000 yang diterbitkan tahun 2013. Peta yang digunakan sudah dalam bentuk shapefile yang dapat langsung ditampilkan. 15

BAB III PERKEMBANGAN KABUPATEN TERTINGGAL Dalam penyusunan buku terkait Data dan Informasi Perkembangan Kabupaten Tertinggal dibagi menjadi 7 pulau yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Nusa Tenggara, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Maluku dan Pulau Papua. Pada wilayah akan disajikan data dan informasi serta analisis terkait dengan indikator daerah tertinggal. Berikut persebaran daerah tertinggal di Indonesia berdasarkan pulau disajikan pada Tabel 3.1. berikut: Tabel 3.1. Persebaran Daerah Tertinggal di Indonesia Tahun 2015 No Wilayah Jumlah Daerah Tertinggal (Kab) % 1 Sumatera 13 10,65 2 Jawa 6 4,92 3 Kalimantan 12 9,84 4 Nusa Tenggara 26 21,31 5 Sulawesi 18 14,75 6 Maluku 14 11,48 7 Papua 33 27,05 Jumlah 122 100,00 Sumber: RPJMN 2015-2019 Dari tabel diatas, terlihat bahwa jumlah daerah tertinggal terbanyak berada pada Pulau Papua yaitu sebanyak 33 kabupaten atau 27,05% dari jumlah daerah tertinggal di Indonesia. Sedang wilayah dengan jumlah daerah tertinggal paling sedikit terdapat pada Wilayah Jawa, yaitu hanya terdapat 6 kabupaten atau 4,92% dari jumlah daerah tertinggal di Indonesia. 16

3.1 Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Maluku atau yang dikenal secara internasional sebagai Moluccas dan Molukken adalah provinsi tertua yang ada di Indonesia. Provinsi Maluku dan Maluku Utara membentuk suatu gugusan kepulauan yang terbesar di Indonesia dikenal dengan Kepulauan Maluku dengan lebih dari 4.000 pulau baik pulau besar maupun kecil. Menurut letak astronomis maka wilayah provinsi Maluku terletak diantara 2 0 30'-9 0 Lintang Selatan dan 124 0-136 0 Bujur Timur. Maluku terletak di Indonesia Bagian Timur. Berbatasan langsung dengan Maluku Utara dan Papua Barat di sebelah utara, Laut Maluku, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara di sebelah barat, Laut Banda, Timor Leste, dan Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan serta Laut Aru dan Papua di sebelah timur. Luas Wilayah 46.914,03 Km 2. Jumlah penduduk 1.800.043 Jiwa. Daerah tertinggal di Pulau Maluku terdiri dari 14 Kabupaten diantaranya: Kab. Halmahera Barat, Kab. Halmahera Selatan, Kab. Halmahera Timur, Kab. Kepulauan Sula, Kab. Pulau Morotai, Kab. Pulau Taliabu, Kab. Buru, Kab. Buru Selatan, Kab. Kepulauan Aru, Kab. Maluku Barat Daya, Kab. Maluku Tengah, Kab. Maluku Tenggara Barat, Kab. Seram Bagian Barat. Dalam persebaran daerah tertinggal, terdapat 14 Kabupaten tertinggal yang tersebar di beberapa provinsi, Maluku menjadi provinsi dengan jumlah terbanyak yaitu 8 kabupaten tertinggal yang setara dengan 57,14% dari seluruh daerah tertinggal di Pulau Maluku. Sedangkan Provisi Maluku Utara memiliki 6 kabupaten tertinggal setara dengan 42,86%. Berikut tabel data persebaran kabupaten tertinggal di Maluku. 17

NO Tabel 3.2. Persebaran Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku KODE KABUPATEN KABUPATEN PROVINSI JUMLAH % 1 8104 Buru Maluku 2 8109 Buru Selatan Maluku 3 8105 Kepulauan Aru Maluku 4 8108 Maluku Barat Daya Maluku 5 8103 Maluku Tengah Maluku 6 8101 Maluku Tenggara Barat Maluku 7 8106 Seram Bagian Barat Maluku 8 8107 Seram Bagian Timur Maluku 9 8201 Halmahera Barat Maluku Utara 10 8204 Halmahera Selatan Maluku Utara 11 8206 Halmahera Timur Maluku Utara 12 8203 Kepulauan Sula Maluku Utara 13 8207 Pulau Morotai Maluku Utara 14 8208 Pulau Taliabu Maluku Utara 8 57,14 6 42,86 Jumlah 14 100,00 Sumber: Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. 18

19

3.1.1 Perekonomian Masyarakat Kriteria perekonomian masyarakat dalam penentuan ketertinggalan suatu daerah terdiri dari sub indikator persentase penduduk miskin dan konsumsi per kapita. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan jumlah keluarga miskin dan konsumsi per kapita didaerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.3. berikut: Tabel 3.3. Persentase Penduduk Miskin dan Konsumsi Per Kapita di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Penduduk Miskin (%) Konsumsi Per Kapita (Rp) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 13,30 9,78-26,47% 594,09 601,37 1,23% 2 Halmahera Selatan 9,51 6,04-36,49% 602,30 611,91 1,60% 3 Halmahera Timur 19,30 16,43-14,87% 599,26 607,40 1,36% 4 Kepulauan Sula 8,98 9,16 2,00% 596,01 603,81 1,31% 5 Pulau Morotai 10,59 9,18-13,31% 578,62 587,29 1,50% 6 Pulau Taliabu ND 0 - ND 570,58-7 Buru 24,82 18,51-25,42% 610,63 617,56 1,13% 8 Buru Selatan 21,82 17,05-21,86% 624,79 632,97 1,31% 9 Kepulauan Aru 34,96 27,34-21,80% 603,24 607,65 0,73% 10 Maluku Barat Daya 39,22 29,25-25,42% 582,17 590,54 1,44% 11 Maluku Tengah 28,41 22,15-22,03% 615,09 624,30 1,50% 12 Maluku Tenggara Barat 33,93 29,75-12,32% 596,95 606,50 1,60% 13 Seram Bagian Barat 30,08 24,63-18,12% 601,01 608,75 1,29% 14 Seram Bagian Timur 31,44 24,63-21,66% 590,83 599,09 1,40% Rata-rata 23,57 18,76-19,83% 599,61 607,62 1,34% Sumber : BPS, Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2010 dan 2013. Sumber : Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 dan 2014 diolah. Berdasarkan data yang terkumpul dan analisis yang dilakukan terlihat bahwa persentase keluarga miskin di Pulau Maluku perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Halmahera Selatan dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin sebesar 36,49%, sedangkan Kabupaten yang mengalami pertambahan jumlah penduduk miskin terbesar berada di 20

Kabupaten Kepulauan Sula sebesar 2,00%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase penduduk miskin di Pulau Maluku berkurang pada tahun 2014 sebesar 19,83%, dibandingkan tahun 2011. Analisis terhadap sub indikator konsumsi per kapita menunjukkan bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Halmahera Selatan dan Maluku Tenggara Barat dengan bertambahnya nilai konsumsi per kapita sebesar 1,60%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Kepulauan Aru dengan bertambahnya konsumsi per kapita sebesar 0,73%. Jika dilihat nilai rata-rata konsumsi per kapita di Pulau Maluku pada tahun 2014 bertambah sebesar 1,34%, dibanding tahun 2011. 3.1.2 Sumber Daya Manusia 3.1.2.1 Angka Harapan Hidup dan Rata-rata lama Sekolah Berdasarkan data yang terkumpul dan analisis yang dilakukan terlihat bahwa sumber daya manusia di Pulau Maluku angka harapan hidup yang mengalami perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula dimana angka harapan hidup bertambah sebesar 1,55% dibandingkan dengan tahun 2011, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat sebesar 0,48%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase angka harapan hidup di Pulau Maluku bertambah sebesar 0,98%. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan angka harapan hidup dan rata-rata lama sekolah di kabupaten tertinggal disajikan pada Tabel 3.4. berikut: 21

Tabel 3.4. Angka Harapan Hidup dan Rata-rata lama Sekolah di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Anka Harapan Hidup (Th) Rata-rata Lama Sekolah (Th) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 64,38 65,23 1,32% 8,09 8,03-0,74% 2 Halmahera Selatan 65,47 66,30 1,27% 8,63 7,70-10,78% 3 Halmahera Timur 65,32 66,28 1,47% 7,23 7,85 8,58% 4 Kepulauan Sula 65,00 66,01 1,55% 7,99 8,58 7,38% 5 Pulau Morotai 65,23 66,07 1,29% 6,15 7,41 20,49% 6 Pulau Taliabu ND 64,74 - ND 7,66-7 Buru 68,05 68,98 1,37% 7,02 7,95 13,25% 8 Buru Selatan 67,35 67,85 0,74% 6,29 7,34 16,69% 9 Kepulauan Aru 67,73 68,24 0,75% 7,52 8,31 10,51% 10 Maluku Barat Daya 64,14 64,59 0,70% 7,99 8,11 1,50% 11 Maluku Tengah 65,75 66,09 0,52% 8,34 8,9 6,71% 12 Maluku Tenggara Barat 64,28 64,62 0,53% 8,54 8,99 5,27% 13 Seram Bagian Barat 66,56 66,88 0,48% 8,23 8,74 6,20% 14 Seram Bagian Timur 65,86 66,35 0,74% 7,62 7,95 4,33% Rata-rata 65,78 66,42 0,98% 7,66 8,14 6,88% Sumber : Indeks Pembangunan Manusia tahun 2011 dan 2014 diolah. Hasil analisis terhadap rata-rata lama sekolah di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku menunjukkan bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Pulau Morotai sebesar 20,49%, dan Kabupaten Seram Bagian Timur menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil dalam rata-rata lama sekolah penduduk yaitu sebesar 4,33%. Nilai rata-rata lama sekolah penduduk di kabupaten tertinggal di Pulau Kalimantan tahun 2014 bertambah sebesar 6,88%, dibandingkan dengan tahun 2011. 22

3.1.2.2 Angka Melek Huruf Berdasarkan data yang terkumpul dan analisis yang dilakukan terlihat pada sub indikator angka melek huruf di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku mengalami perkembangan terbesar di Kabupaten Halmahera Barat yaitu sebesar 1,88%. Kabupaten Buru menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil dengan bertambahnya angka melek huruf sebesar 0,03%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase angka melek huruf di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 0,53% dibandingkan dengan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase angka melek huruf di kabupaten tertinggal disajikan pada Tabel 3.5. berikut ini: Tabel 3.5. Angka Melek Huruf di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Angka Melek Huruf (%) 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 95,71 97,51 1,88% 2 Halmahera Selatan 95,83 96,27 0,46% 3 Halmahera Timur 95,72 97,26 1,61% 4 Kepulauan Sula 97,38 97,48 0,10% 5 Pulau Morotai 93,89 95,45 1,66% 6 Pulau Taliabu ND 94,55-7 Buru 92,84 92,87 0,03% 8 Buru Selatan 89,74 89,80 0,07% 9 Kepulauan Aru 99,05 99,16 0,11% 10 Maluku Barat Daya 98,13 98,60 0,48% 11 Maluku Tengah 99,09 99,15 0,06% 12 Maluku Tenggara Barat 99,63 99,94 0,31% 13 Seram Bagian Barat 98,28 98,33 0,05% 14 Seram Bagian Timur 98,14 98,21 0,07% Rata-rata 96,42 96,93 0,53% Sumber: BPS, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2010 dan 2013. 23

3.1.3 Infrastruktur 3.1.3.1 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Aspal /Beton dan Diperkeras Berdasarkan data yang terkumpul dan analisis yang dilakukan terhadap sub indikator persentase desa dengan jenis permukaan terluas aspal/beton di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Pulau Morotai yaitu sebesar 31,82%. Sedangkan Kabupaten Buru menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil dengan bertambahnya permukaan terluas aspal/beton sebesar 5,39%. Dilihat dari nilai rata-rata persentase desa dengan jenis permukaan terluas aspal/beton di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 7,61%, dibandingkan dengan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase desa dengan jenis permukaan terluas aspal/beton dan diperkeras di daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.6. di bawah ini: 24

Tabel 3.6. Presentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Aspal/Beton dan Diperkeras di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Aspal/Beton (%) Diperkeras (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 70,75 62,35-8,40% 6,12 8,24 2,11% 2 Halmahera Selatan 15,23 22,66 7,42% 7,03 10,14 3,10% 3 Halmahera Timur 42,86 51,92 9,07% 27,27 26,92-0,35% 4 Kepulauan Sula 24,06 33,33 9,27% 6,77 6,41-0,36% 5 Pulau Morotai 25,00 56,82 31,82% 39,06 6,82-32,24% 6 Pulau Taliabu ND 5,63 - ND 5,63-7 Buru 52,44 57,83 5,39% 20,73 15,66-5,07% 8 Buru Selatan 10,91 17,28 6,37% 21,82 23,46 1,64% 9 Kepulauan Aru 5,04 4,20-0,84% 0,00 33,00 33,00% 10 Maluku Barat Daya 24,79 22,22-2,56% 17,09 5,13-11,97% 11 Maluku Tengah 71,59 78,42 6,83% 19,89 28,57 8,69% 12 Maluku Tenggara Barat 31,08 43,04 11,96% 36,49 16,46-20,03% 13 Seram Bagian Barat 48,91 61,96 13,04% 21,74 3,26-18,48% 14 Seram Bagian Timur 16,08 25,63 9,54% 29,37 20,00-9,37% Rata-rata 33,75 41,36 7,61% 19,49 15,70-3,79% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Jika dikaji lebih lanjut, bahwa perkembangan terbesar dengan bertambahnya permukaan terluas diperkeras terjadi di Kabupaten Kepulauan Aru yaitu 33,00%, sedangkan Kabupaten Halmahera Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil dengan bertambahnya permukaan terluas diperkeras 2,11%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase desa dengan jenis permukaan terluas diperkeras di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 3,79%, dibandingkan dengan tahun 2011. 25

3.1.3.2 Persentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Tanah dan Lainnya Tabel 3.7. Presentase Desa dengan Jenis Permukaan Utama Terluas Tanah dan Lainnya di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Terluas Tanah (%) Lainnya (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 12,24 23,53 11,28% 0,00 0,00-0,39% 2 Halmahera Selatan 35,94 41,22 5,28% 0,39 10,16 10,16% 3 Halmahera Timur 20,78 14,42-6,36% 0,00 0,00-0,75% 4 Kepulauan Sula 49,62 44,87-4,75% 0,75 2,56 2,56% 5 Pulau Morotai 9,38 23,86 14,49% 0,00 2,27 2,27% 6 Pulau Taliabu ND 69,01 - ND 2,82-7 Buru 19,51 20,48 0,97% 0,00 3,61 3,61% 8 Buru Selatan 41,82 50,62 8,80% 14,55 1,23-13,31% 9 Kepulauan Aru 16,81 90,91 74,10% 0,84 4,20 3,36% 10 Maluku Barat Daya 41,88 55,56 13,68% 0,85 0,85 0,00% 11 Maluku Tengah 6,82 33,93 27,11% 0,57 1,05 0,48% 12 Maluku Tenggara Barat 10,81 17,72 6,91% 1,35 1,27-0,09% 13 Seram Bagian Barat 28,26 27,17-1,09% 0,00 0,00 0,00% 14 Seram Bagian Timur 52,45 51,25-1,20% 0,00 1,88 1,88% Rata-rata 26,64 38,12 11,48% 1,48 2,24 0,75% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Dari Tabel 3.7. di atas terlihat bahwa analisis terhadap persentase desa dengan jenis permukaan terluas tanah di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku mengalami perkembangan terbesar di Kabupaten Halmahera Timur sebesar 6,36%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat yaitu sebesar 1,09%. Nilai rata-rata menunjukkan bahwa persentase desa dengan jenis permukaan terluas tanah di kabupaten tetinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 11,48%, dibandingkan dengan tahun 2011. 26

Hasil analisis yang dilakukan terhadap persentase desa dengan jenis permukaan terluas lainnya di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku menunjukkan bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Buru Selatan dengan kisaran angka 13,31%, Kabupaten Maluku Tenggara Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil permukaan terluas lainnya yaitu sebesar 0,09%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase desa dengan jenis permukaan terluas lainnya di kabupaten tertinggal Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 0,75%, dibandingkan dengan tahun 2011. 3.1.3.3 Jumlah Keluarga Pengguna Listrik dan Telepon Dari hasil analisis yang dilakukan terlihat bahwa jumlah keluarga pengguna listrik (PLN+Non PLN) di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku mengalami perkembangan terbesar yang terjadi di Kabupaten Buru Selatan yaitu sebesar 189,71%, sedangkan di Kabupaten Halmahera Barat terjadi perkembangan terkecil yaitu sebesar 8,36%. Nilai rata-rata persentas di jumlah keluarga pengguna listrik di kabupaten tertinggal Pulau Kalimantan tahun 2014 bertambah sebesar 24,36%, dibandingkan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase jumlah keluarga pengguna listrik dan telepon di daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.8. dibawah ini: 27

Tabel 3.8. Jumlah Keluarga Pengguna Listrik dan Telepon di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Listrik (PLN+Non PLN) Telepon 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 22,452 24,330 8,36% 179 27-84,92% 2 Halmahera Selatan 28,428 38,451 35,26% 159 0-100,00% 3 Halmahera Timur 15,204 16,642 9,46% 2 0-100,00% 4 Kepulauan Sula 20,983 15,423-26,50% 594 103-82,66% 5 Pulau Morotai 10,840 10,634-1,90% 1 0-100,00% 6 Pulau Taliabu ND 6,926 - ND 0-7 Buru 22,214 11,094-50,06% 962 883-8,21% 8 Buru Selatan 8,454 24,492 189,71% 0 0 0,00% 9 Kepulauan Aru 9,588 11,270 17,54% 1156 866-25,09% 10 Maluku Barat Daya 7,078 10,308 45,63% 0 0 0,00% 11 Maluku Tengah 71,691 84,977 18,53% 1768 717-59,45% 12 Maluku Tenggara Barat 13,011 17,083 31,30% 396 42-89,39% 13 Seram Bagian Barat 43,321 36,892-14,84% 105 0-100,00% 14 Seram Bagian Timur 12,468 19,218 54,14% 117 320 173,50% Rata-rata 21979,38 24678,00 24,36% 418,38 227,54-44,32% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. *) Telepon yang dimaksud adalah telepon kabel. Dari Tabel 3.8. di atas terlihat bahwa jumlah keluarga pengguna telepon di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku mengalami perkembangan terbesar di Kabupaten Seram Bagian Timur yaitu sebesar 173,50%, sedangkan kabupaten tertinggal lainnya di Pulau Maluku tidak mengalami perkembangan. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase jumlah keluarga pengguna telepon di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 44,32%, dibandingkan dengan tahun 2011. 28

3.1.3.4 Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase jumlah Rumah Tangga pengguna air bersih (air kemasan dan PDAM) di daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.9. berikut ini: Tabel 3.9. Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Air Kemasan dan PDAM) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Jumlah Rumah Tangga Pengguna No Kabupaten Air Kemasan (%) PDAM (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 0,00 4,71 4,71% 14,29 12,35-1,93% 2 Halmahera Selatan 0,00 0,78 0,78% 8,59 7,81-0,78% 3 Halmahera Timur 0,00 0,96 0,96% 0,00 0,00 0,00% 4 Kepulauan Sula 0,00 0,00 0,00% 6,77 10,26 3,49% 5 Pulau Morotai 0,00 0,00 0,00% 14,06 17,05 2,98% 6 Pulau Taliabu ND 0,00 - ND 1,41-7 Buru 0,00 10,84 10,84% 3,66 1,20-2,45% 8 Buru Selatan 0,00 0,00 0,00% 0,00 1,23 1,23% 9 Kepulauan Aru 0,00 0,00 0,00% 2,52 1,68-0,84% 10 Maluku Barat Daya 0,00 0,00 0,00% 1,71 0,00-1,71% 11 Maluku Tengah 0,00 0,00 0,00% 6,82 11,05 4,23% 12 Maluku Tenggara Barat 0,00 0,00 0,00% 2,70 6,33 3,63% 13 Seram Bagian Barat 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00% 14 Seram Bagian Timur 0,70 1,25 0,55% 0,00 0,00 0,00% Rata-rata 0,05 1,43 1,37% 4,70 5,31 0,60% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Analisis yang dilakukan menunjukan bahwa, jumlah rumah tangga pengguna air bersih yang digambarkan melalui jumlah rumah tangga pengguna air kemasan di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku mengalami perkembangan sebesar 10,84% di Kabupaten Buru, sedangkan di Kabupaten Seram Bagian Timur terjadi perkembangan terkecil dengan bertambahnya jumlah keluarga pengguna air kemasan sebesar 0,55%. Jika dilihat dari nilai 29

rata-rata indikator persentase jumlah keluarga pengguna air kemasan di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku bertambah sebesar 1,37%. Data yang disajikan pada Tabel 3.9. menunjukan bahwa persentase jumlah rumah tangga pengguna PDAM di kabupaten tertinggal yang mengalami perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Maluku Tengah yaitu sebesar 4,23%, sedangkan yang mengalami perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Buru Selatan yaitu sebesar 1,23%. Namun jika dilihat dari nilai rata-rata persentase rumah tangga pengguna PDAM, di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku bertambah sebesar 0,60%. Analisis yang dilakukan menunjukan bahwa persentase jumlah rumah tangga pengguna sumur di kabupaten tertinggal mengalami perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Buru Selatan yaitu sebesar 6,78%, sedangkan perkembangan terkecil sebesar 0,85% terjadi di Kabupaten Maluku Barat Daya. Nilai rata-rata persentase jumlah rumah tangga pengguna sumur di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 4,66%. Untuk lebih jelas, hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3.10. berikut. 30

Tabel 3.10. Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Sumur dan Sungai/Danau/Kolam) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Jumlah Rumah Tangga Pengguna No Kabupaten Sumur (%) Sungai/Danau/Kolam (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 38,10 25,88-12,21% 2,04 1,18-0,86% 2 Halmahera Selatan 57,03 46,88-10,16% 10,16 12,11 1,95% 3 Halmahera Timur 79,22 78,85-0,37% 6,49 2,88-3,61% 4 Kepulauan Sula 67,67 57,69-9,98% 10,53 1,28-9,24% 5 Pulau Morotai 65,63 60,23-5,40% 9,38 2,27-7,10% 6 Pulau Taliabu ND 60,56 - ND 16,90-7 Buru 43,90 45,78 1,88% 4,88 8,43 3,56% 8 Buru Selatan 32,73 39,51 6,78% 12,73 9,88-2,85% 9 Kepulauan Aru 64,71 68,91 4,20% 0,84 0,00-0,84% 10 Maluku Barat Daya 47,01 47,86 0,85% 1,71 0,00-1,71% 11 Maluku Tengah 41,48 32,63-8,85% 2,84 3,68 0,84% 12 Maluku Tenggara Barat 64,86 51,90-12,97% 2,70 0,00-2,70% 13 Seram Bagian Barat 41,30 31,52-9,78% 6,52 3,26-3,26% 14 Seram Bagian Timur 60,84 56,25-4,59% 3,50 2,50-1,00% Rata-rata 54,19 49,53-4,66% 5,72 3,65-2,06% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Lebih lanjut hasil analisis terhadap data persentase jumlah rumah tangga pengguna air sungai/danau/kolam menunjukan bahwa, perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Buru yaitu sebesar 3,56%, sedangkan Kabupaten Maluku Tengah mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 0,84%. Jika dilihat nilai rata-rata persentase jumlah rumah tangga pengguna air sungai/danau/kolam di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 2,06%, dibandingkan dengan tahun 2011. 31

Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase jumlah rumah tangga pengguna sumber air lainnya dan pompa air di daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.11. berikut ini: Tabel 3.11. Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Sumber Air Lainnya dan Pompa Air) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Jumlah Rumah Tangga Pengguna No Kabupaten Sumber Air Lainnya (%) Pompa Air (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 0,00 0,00 0,00% 0,68 1,18 0,50% 2 Halmahera Selatan 0,00 0,00 0,00% 1,95 4,30 2,34% 3 Halmahera Timur 2,60 0,00-2,60% 0,00 0,96 0,96% 4 Kepulauan Sula 0,75 0,00-0,75% 1,50 2,56 1,06% 5 Pulau Morotai 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00% 6 Pulau Taliabu ND 0,00 - ND 1,41-7 Buru 3,66 0,00-3,66% 0,00 2,41 2,41% 8 Buru Selatan 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00% 9 Kepulauan Aru 0,00 0,00 0,00% 3,36 1,68-1,68% 10 Maluku Barat Daya 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00% 11 Maluku Tengah 0,57 0,00-0,57% 8,52 6,84-1,68% 12 Maluku Tenggara Barat 0,00 0,00 0,00% 0,00 0,00 0,00% 13 Seram Bagian Barat 0,00 0,00 0,00% 4,35 6,52 2,17% 14 Seram Bagian Timur 0,00 0,00 0,00% 1,40 1,88 0,48% Rata-rata 0,58 0,00-0,58% 1,67 2,18 0,50% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap data persentase jumlah rumah tangga pengguna sumber air lainnya, tidak mengalami perkembangan diseluruh kabupaten tertinggal di Pulau Maluku. Jika dilihat dari nilai ratarata persentase jumlah rumah tangga pengguna sumber air lainnya di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 0,58% dibandingkan dengan tahun 2011. 32

Dari hasil analisis persentase jumlah rumah tangga pengguna pompa air, terlihat bahwa perkembangan terbesar dengan bertambahnya jumlah keluarga pengguna pompa air terjadi di Kabupaten Buru sebesar 2,41%, sedangkan Kabupaten Seram Bagian Timur menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil sebesar 0,48%. Jika dilihat dari nilai ratarata persentase jumlah rumah tangga pengguna pompa air di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 0,50%, dibandingkan dengan 2011. Tabel 3.12. Persentase Jumlah Rumah Tangga Pengguna Air Bersih (Mata Air dan Air Hujan) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Jumlah Rumah Tangga Pengguna No Kabupaten Mata Air (%) Air Hujan (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 34,69 30,59-4,11% 10,20 8,24-1,97% 2 Halmahera Selatan 20,31 25,78 5,47% 1,95 1,95 0,00% 3 Halmahera Timur 11,69 11,54-0,15% 0,00 0,00 0,00% 4 Kepulauan Sula 12,78 20,51 7,73% 0,00 1,28 1,28% 5 Pulau Morotai 7,81 13,64 5,82% 3,13 1,14-1,99% 6 Pulau Taliabu ND 14,08 - ND 0,00-7 Buru 43,90 31,33-12,58% 0,00 0,00 0,00% 8 Buru Selatan 54,55 45,68-8,87% 0,00 0,00 0,00% 9 Kepulauan Aru 14,29 11,76-2,52% 14,29 12,61-1,68% 10 Maluku Barat Daya 39,32 43,59 4,27% 10,26 5,98-4,27% 11 Maluku Tengah 35,80 36,84 1,05% 3,98 3,68-0,29% 12 Maluku Tenggara Barat 29,73 35,44 5,71% 0,00 1,27 1,27% 13 Seram Bagian Barat 47,83 31,52-16,30% 0,00 0,00 0,00% 14 Seram Bagian Timur 31,47 35,63 4,16% 2,10 0,63-1,47% Rata-rata 29,55 28,76-0,79% 3,53 2,83-0,70% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. 33

Tabel 3.12. di atas, menunjukan bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula dengan nilai sebesar 7,73%, sedangkan Kabupaten Maluku Tengah adalah kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil sebesar 1,05%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase jumlah rumah tangga pengguna mata air di kabupaten tertinggal Pulau di Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 0,79%, dibandingkan dengan tahun 2011. Lebih lanjut pada Tabel 3.12. dan hasil analisis terhadap persentase jumlah rumah tangga pengguna air hujan menunjukan bahwa, Kabupaten Kepulauan Sula mengalami perkembangan sebesar 1,28%, sedangkan Kabupaten Maluku Tenggara Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil dengan bertambahnya jumlah rumah tangga pengguna air hujan sebesar 1,27%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase jumlah rumah tangga pengguna air hujan di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 0,70%. 3.1.3.5 Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen Data yang disajikan pada Tabel 3.13. dibawah menunjukan bahwa, persentase desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permanen, perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Pulau Morotai dengan berkurangnya jumlah pasar tanpa bangunan permanen sebesar 3,69%, sedangkan Kabupaten Buru Selatan menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil sebesar 0,52%. Nilai rata-rata persentase desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permanen di kabupaten tertinggal Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 1,29%, dibandingkan dengan tahun 2011. 34

Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase desa yang mempunyai pasar tanpa bangunan permanen di daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.13. dibawah ini: Tabel 3.13. Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Pasar tanpa Bangunan Permanen (%) 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 2,72 0,00-2,72% 2 Halmahera Selatan 3,13 2,34-0,78% 3 Halmahera Timur 2,60 0,96-1,64% 4 Kepulauan Sula 5,26 3,85-1,42% 5 Pulau Morotai 9,38 5,68-3,69% 6 Pulau Taliabu ND 12,68-7 Buru 9,76 8,43-1,32% 8 Buru Selatan 5,45 4,94-0,52% 9 Kepulauan Aru 3,36 1,68-1,68% 10 Maluku Barat Daya 3,42 0,00-3,42% 11 Maluku Tengah 3,98 5,26 1,29% 12 Maluku Tenggara Barat 2,70 1,27-1,44% 13 Seram Bagian Barat 14,13 14,13 0,00% 14 Seram Bagian Timur 0,00 0,63 0,63% Rata-rata 5,07 3,78-1,29% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. 3.1.3.6 Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk Berdasarkan data yang terkumpul dan analisis terhadap jumlah prasarana kesehatan per 1000 penduduk menunjukan bahwa penambahan terbesar jumlah rumah sakit di kabupaten tertinggal terjadi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yaitu sebesar 268,76%, sedangkan Kabupaten Pulau Morotai menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil dengan bertambahnya jumlah rumah sakit sebesar 26,20%. Jika dilihat dari nilai rata- 35

rata jumlah prasarana kesehatan (rumah sakit) per 1000 penduduk di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 43,97%, dibandingkan dengan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan jumlah prasarana kesehatan per 1000 penduduk (rumah sakit dan rumah sakit bersalin) di daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.14. berikut ini: Tabel 3.14. Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Rumah Sakit dan Rumah Sakit Bersalin) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk No Kabupaten Rumah Sakit (%) Rumah Sakit Bersalin (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 0,0085 0,0077-9,98% 0,0000 0,0000 2 Halmahera Selatan 0,0043 0,0123 184,88% 0,0000 0,0000 3 Halmahera Timur 0,0132 0,0130-1,52% 0,0000 0,0000 4 Kepulauan Sula 0,0065 0,0093 43,08% 0,0000 0,0000 5 Pulau Morotai 0,0374 0,0472 26,20% 0,0000 0,0000 6 Pulau Taliabu ND 0,0000 - ND 0,0000-7 Buru 0,0078 0,0078-0,26% 0,0000 0,0000 8 Buru Selatan 0,0140 0,0140-0,33% 0,0000 0,0000 9 Kepulauan Aru 0,0104 0,0099-4,58% 0,0104 0,0099-4,58% 10 Maluku Barat Daya 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 11 Maluku Tengah 0,0066 0,0096 44,64% 0,0022 0,0000-100,00% 12 Maluku Tenggara Barat 0,0091 0,0334 268,76% 0,0091 0,0084-7,81% 13 Seram Bagian Barat 0,0053 0,0049-7,55% 0,0000 0,0000 14 Seram Bagian Timur 0,0094 0,0080-15,65% 0,0000 0,0000 Rata-rata 1,02 1,36 43,97% 0,17 0,14-37,46% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. ket: : Data tidak dapat direpresentasikan. Analisis rumah sakit bersalin menunjukkan bahwa kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tidak mengalami perkembangan pada setiap progressnya, jika dilihat dari tahun 2011 dan 2014. Nilai rata-rata persentase 36

jumlah prasarana kesehatan rumah sakit bersalin di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku berkurang sebesar 37,46%. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan jumlah prasarana kesehatan per 1000 penduduk poliklinik dan puskesmas di daerah tertinggal di Pulau Maluku disajikan pada Tabel 3.15. berikut: Tabel 3.15. Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Poliklinik dan Puskesmas) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk No Kabupaten Poliklinik (%) Puskesmas (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 0,0000 0,0077 0,0853 0,0998 17,02% 2 Halmahera Selatan 0,0086 0,0000-100,00% 0,1294 0,1229-5,04% 3 Halmahera Timur 0,0132 0,0261 96,96% 0,1854 0,2087 12,55% 4 Kepulauan Sula 0,0000 0,0186 0,0845 0,1023 21,07% 5 Pulau Morotai 0,0000 0,0315 0,0936 0,0945 0,96% 6 Pulau Taliabu ND 0,0000 - ND 0,1063-7 Buru 0,0078 0,0155 99,48% 0,0701 0,0777 10,82% 8 Buru Selatan 0,0281 0,0280-0,33% 0,1123 0,1819 61,96% 9 Kepulauan Aru 0,0000 0,0298 0,2079 0,2678 28,82% 10 Maluku Barat Daya 0,0000 0,0000 0,00% 0,1220 0,1558 27,67% 11 Maluku Tengah 0,0044 0,0072 62,72% 0,0704 0,0764 8,48% 12 Maluku Tenggara Barat 0,0091 0,0251 176,57% 0,0998 0,1338 34,10% 13 Seram Bagian Barat 0,0000 0,0049 0,0792 0,1025 29,43% 14 Seram Bagian Timur 0,0000 0,0000 0,00% 0,1321 0,1432 8,45% Rata-rata 0,55 1,49 41,93% 11,32 13,59 19,71% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. ket: : Data tidak dapat direpresentasikan. Berdasarkan data dan analisis jumlah poliklinik di kabupaten tertinggal seperti yang disajikan pada Tabel 3.15. diatas menggambarkan bahwa perkembangan terbesar jumlah poliklinik terjadi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat yaitu sebesar 176,57%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Maluku Tengah dengan perkembangan sebesar 37

62,72%. Nilai rata-rata persentase jumlah prasarana kesehatan poliklinik tahun 2014 bertambah sebesar 41,93%, dibandingkan dengan tahun 2011. Lebih lanjut dari hasil analisis yang dilakukan terhadap jumlah prasarana kesehatan puskesmas, terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Buru Selatan yaitu sebesar 61,96%, sedangkan Kabupaten Pulau Morotai menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu 0,96%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase prasarana kesehatan puskesmas kabupaten tertinggal di Pulau Maluku bertambah sebesar 19,71% selama 3 tahun terakhir. Disamping sub indikator yang telah diuraikan sebelumnya, jumlah prasarana kesehatan puskesmas pembantu per 1000 penduduk juga merupakan salah satu sub indikator yang digunakan dalam menentukan ketertinggalan suatu daerah. Pada Tabel 3.16. disajikan data mengenai pertambahan jumlah puskesmas pembantu di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Dari Tabel 3.16. terlihat bahwa jumlah prasarana kesehatan puskesmas pembantu di Kabupaten Halmahera Selatan mengalami perkembangan terbesar yaitu sebesar 158,98%, sedangkan Kabupaten Pulau Morotai menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 3,93%. Jika dilihat dari nilai rata-rata jumlah prasarana kesehatan puskesmas pembantu per 1000 penduduk di kabupaten tertinggal Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 54,29%, dibandingkan dengan tahun 2011. 38

Tabel 3.16. Jumlah Prasarana Kesehatan Per 1000 Penduduk (Puskesmas Pembantu) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Puskesmas Pembantu (%) 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 0,1621 0,1536-5,25% 2 Halmahera Selatan 0,0475 0,1229 158,98% 3 Halmahera Timur 0,1987 0,3261 64,13% 4 Kepulauan Sula 0,1560 0,2696 72,89% 5 Pulau Morotai 0,3182 0,3307 3,93% 6 Pulau Taliabu ND 0,3013-7 Buru 0,2569 0,2873 11,83% 8 Buru Selatan 0,1544 0,3918 153,70% 9 Kepulauan Aru 0,2079 0,1983-4,58% 10 Maluku Barat Daya 0,4610 0,7963 72,73% 11 Maluku Tengah 0,1673 0,2627 57,01% 12 Maluku Tenggara Barat 0,2358 0,2926 24,10% 13 Seram Bagian Barat 0,2059 0,2490 20,90% 14 Seram Bagian Timur 0,2358 0,4137 75,45% Rata-rata 21,60 31,50 54,29% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. 3.1.3.7 Jumlah Dokter dan SD-SMP Per 1000 Penduduk Hasil analisis data persentase jumlah dokter dan dokter gigi per 1000 penduduk, menunjukan bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Buru yaitu sebesar 59,59%, sedangkan Kabupaten Seram Bagian Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil dengan bertambahnya jumlah dokter yaitu sebesar 8,96%. Jika dilihat dari nilai ratarata persentase jumlah dokter dan dokter gigi per 1000 penduduk di kabupaten tertinggal Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 31,36%, dibanding dengan tahun 2011. 39

Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase jumlah dokter dan SD-SMP per 1000 penduduk di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku disajikan pada Tabel 3.17. berikut. Tabel 3.17. Jumlah Dokter dan SD-SMP Per1000 Penduduk di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Per 1000 Penduduk No Kabupaten Dokter Umum dan Dokter Gigi (%) SD-SMP (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 0,17 0,21 21,52% 0,00 1,94 2 Halmahera Selatan 0,15 0,23 51,94% 2,09 3,50 67,45% 3 Halmahera Timur 0,33 0,52 57,57% 1,82 1,01-44,45% 4 Kepulauan Sula 0,12 0,14 19,24% 2,02 1,37-32,21% 5 Pulau Morotai 0,24 0,33 35,90% 1,92 1,07-44,41% 6 Pulau Taliabu ND 0,12 - ND 0,85-7 Buru 0,19 0,31 59,59% 1,35 1,54 13,92% 8 Buru Selatan 0,14 0,20 39,54% 1,47 1,03-29,85% 9 Kepulauan Aru 0,42 0,28-33,21% 2,08 1,40-32,58% 10 Maluku Barat Daya 0,20 0,29 44,69% 2,09 1,61-23,33% 11 Maluku Tengah 0,13 0,20 45,82% 1,39 4,44 220,06% 12 Maluku Tenggara Barat 0,25 0,30 18,53% 1,44 1,39-3,90% 13 Seram Bagian Barat 0,15 0,16 8,96% 1,91 2,35 23,24% 14 Seram Bagian Timur 0,18 0,25 37,62% 2,09 1,86-10,77% Rata-rata 20,63 26,24 31,36% 166,77 188,63 8.60% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. ket: : Data tidak dapat direpresentasikan Dari Tabel 3.17. terlihat bahwa hasil analisis terhadap persentase jumlah SD-SMP per 1000 penduduk menunjukkan adanya perkembangan terbesar yang terjadi di Kabupaten Maluku Tengah yaitu sebesar 220,06%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Buru yaitu sebesar 13,92%. Nilai rata-rata persentase jumlah SD-SMP per 1000 penduduk di 40

kabupaten tertinggal di Pulau Maluku selama kurun waktu tahun 2011-2014 terjadi pertambahan sebesar 31,36%. 3.1.4 Kelembagaan atau Keuangan Lokal (Celah Fiskal) Secara rinci gambaran mengenai perkembangan jumlah celah fiskal di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tersajikan pada Tabel 3.18. berikut ini: Tabel 3.18. Celah Fiskal di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Celah Fiskal (%) 2011 (Rp) 2014 (Rp) Progress 1 Halmahera Barat 186,893 256,706 37,35 2 Halmahera Selatan 380,872 356,716-6,34 3 Halmahera Timur 297,851 463,148 55,50 4 Kepulauan Sula 318,485 300,094-5,77 5 Pulau Morotai 125,658 319,437 154,21 6 Pulau Taliabu ND 106,720-7 Buru 192,450 239,186 24,28 8 Buru Selatan 247,939 260,595 5,10 9 Kepulauan Aru 289,703 275,443-4,92 10 Maluku Barat Daya 227,094 337,065 48,43 11 Maluku Tengah 308,600 462,106 49,74 12 Maluku Tenggara Barat 231,706 395,027 70,49 13 Seram Bagian Barat 275,832 308,528 11,85 14 Seram Bagian Timur 275,832 342,228 24,07 Rata-rata 258.378,21 332.021,46 35,69 Sumber:www.djpk.kemenkeu.go.id Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap data jumlah celah fiskal di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Pulau Morotai yaitu sebesar 154,21%. Sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Buru Selatan yaitu dengan bertambahnya jumlah celah fikal sebesar 5,10%. Jika dilihat dari 41

nilai rata-rata jumlah celah fiskal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 35,69%, dibandingkan dengan tahun 2011. 3.1.5 Aksesibilitas 3.1.5.1 Rata-rata Jarak dari Kantor Desa ke Kabupaten Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase rata-rata jarak dari kantor desa ke kabupaten, di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tersajikan pada Tabel 3.19. dibawah ini: Tabel 3.19. Rata-rata Jarak Dari Kantor Desa ke Kabupaten di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Jarak dari Kantor Desa ke Kabupaten (km) 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 46,31 34,29-25,95% 2 Halmahera Selatan 113,85 39,39-65,40% 3 Halmahera Timur 91,49 56,06-38,73% 4 Kepulauan Sula 203,27 74,74-63,23% 5 Pulau Morotai 65,41 66,25 1,29% 6 Pulau Taliabu ND 82,11-7 Buru 58,94 70,24 19,18% 8 Buru Selatan 64,52 71,98 11,55% 9 Kepulauan Aru 96,18 176,67 83,68% 10 Maluku Barat Daya 245,81 49,83-79,73% 11 Maluku Tengah 115,68 104,11-10,00% 12 Maluku Tenggara Barat 157,90 73,80-53,26% 13 Seram Bagian Barat 76,24 63,37-16,88% 14 Seram Bagian Timur 224,25 36,44-83,75% Rata-rata 119,98 70,55-24,71% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Hasil analisis terhadap rata-rata jarak dari kantor desa ke kabupaten, menunjukan bahwa perkembangan terbesar dengan berkurangnya jarak dari kantor desa ke kabupaten terjadi di Kabupaten Seram Bagian Timur yaitu 42

sebesar 83,75%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Maluku Tengah yaitu sebesar 10,00%. Nilai rata-rata dari rata-rata jarak dari kantor desa ke kabupaten di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 24,71%, dibandingkan dengan tahun 2011. Kondisi ini menggambarkan adanya pembangunan jalan alternatif, yang menyebabkan semakin dekatnya jarak dari kantor desa ke kabupaten. 3.1.5.2 Rata-rata Jarak dari Kantor Desa ke Pelayanan Pendidikan Berdasarkan analisis yang dilakukan, terlihat bahwa perkembangan terbesar rata-rata jarak dari kantor desa ke pelayanan pendidikan (SD) terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula dan Maluku Tenggara Barat yaitu sebesar 100,00%. Sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat dengan berkurangnya jarak dari kantor desa ke SD sebesar 1,21%. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator rata-rata jarak dari kantor desa ke pelayanan pendidikan (SD) di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 21,08%, dibandingkan dengan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan rata-rata jarak dari kantor desa ke pelayanan pendidikan (SD dan SMP) daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.20. dibawah ini: 43

Tabel 3.20. Rata-rata Jarak dari Kantor Desa ke Pelayanan Pendidikan (SD dan SMP) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Jarak dari Kantor Desa ke Pelayanan Pendidikan No Kabupaten SD (km) SMP (km) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 0,58 0,55-4,72% 3,83 2,95-23,01% 2 Halmahera Selatan 1,04 0,56-46,30% 9,81 8,93-8,98% 3 Halmahera Timur 8,63 0,88-89,77% 7,03 6,74-4,17% 4 Kepulauan Sula 31,00 0,00-100,00% 15,18 2,55-83,20% 5 Pulau Morotai 4,57 1,63-64,33% 11,04 6,71-39,21% 6 Pulau Taliabu ND 0,37 - ND 3,88-7 Buru 36,10 1,00-97,23% 8.89 9,09 2,24% 8 Buru Selatan 2,75 10,25 272,73% 18,29 8,71-52,39% 9 Kepulauan Aru 2,73 15,93 482,93% 16,84 20,79 23,46% 10 Maluku Barat Daya 57,11 25,50-55,35% 57,90 38,30-33,85% 11 Maluku Tengah 9,00 0,57-93,70% 13,40 13,17-1,69% 12 Maluku Tenggara Barat 1,00 0,00-100,00% 52,98 24,05-54,62% 13 Seram Bagian Barat 1,16 1,15-1,21% 5,17 8,92 72,67% 14 Seram Bagian Timur 1,22 3,31 170,98% 3,74 4,76 27,30% Rata-rata 12,07 4,72 21,08% 17,24 11,97-13,50% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Pada Tabel 3.20. dapat dilihat rata-rata jarak dari kantor desa ke pelayanan pendidikan (SMP) mengalami perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Kepulau Sula yaitu sebesar 83,20%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Maluku Tengah dengan adanya pengurangan jarak dari kantor desa ke SMP sebesar 1,69%. Nilai rata-rata sub indikator rata-rata jarak dari kantor desa ke pelayanan pendidikan (SMP) di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku berkurang sebesar 13,50%. 44

3.1.5.3 Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan (rumah sakit dan rumah sakit bersalin) > 5 Km daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.21. dibawah ini: Tabel 3.21. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Rumah Sakit dan Rumah Sakit bersalin) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km Rumah Sakit Rumah Sakit Bersalin 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 130 149 14,62% 147 168 14,29% 2 Halmahera Selatan 250 236-5,60% 256 256 0,00% 3 Halmahera Timur 74 99 33,78% 77 104 35,06% 4 Kepulauan Sula 124 69-44,35% 132 78-40,91% 5 Pulau Morotai 52 76 46,15% 59 80 35,59% 6 Pulau Taliabu ND 71 - ND 71-7 Buru 79 75-5,06% 82 80-2,44% 8 Buru Selatan 50 72 44,00% 55 79 43,64% 9 Kepulauan Aru 118 118 0,00% 118 117-0,85% 10 Maluku Barat Daya 117 117 0,00% 117 117 0,00% 11 Maluku Tengah 160 161 0,63% 169 180 6,51% 12 Maluku Tenggara Barat 69 72 4,35% 72 75 4,17% 13 Seram Bagian Barat 88 85-3,41% 92 90-2,17% 14 Seram Bagian Timur 140 153 9,29% 143 158 10,49% Rata-rata 112 114 7,26% 117 122 7,95% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan rumah sakit > 5 Km perkembangan terbesar dengan berkurangnya desa dengan rumah sakit > 5 Km terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar 44,35%, sedangkan Kabupaten Seram Bagian Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 3,41%. Jika dilihat dari nilai rata-rata 45

sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan rumah sakit > 5 Km di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 7,26%, selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir. Dari tabel di atas terlihat bahwa persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan rumah sakit bersalin > 5 Km mengalami perkembangan terbesar yang terjadi di Kabupaten Kepulaun Sula yaitu sebesar 40,91%, sedangkan Kabupaten Seram Bagian Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 2,17%. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan rumah sakit bersalin > 5 Km di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 7,95%, dibandingkan dengan tahun 2011. Tabel 3.22. dibawah ini menyajikan secara rinci data dan analisis perkembangan persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan > 5 Km (puskesmas dan puskesmas pembantu) di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku. 46

Tabel 3.22. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Puskesmas dan Puskesmas Pembatu) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km Puskesmas Puskesmas Pembatu 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 77 176 128,57% 73 78 6,85% 2 Halmahera Selatan 158 324 105,06% 225 174-22,67% 3 Halmahera Timur 36 80 122,22% 50 46-8,00% 4 Kepulauan Sula 94 65-30,85% 87 20-77,01% 5 Pulau Morotai 40 95 137,50% 24 34 41,67% 6 Pulau Taliabu ND 82 - ND 31-7 Buru 53 36-32,08% 26 18-30,77% 8 Buru Selatan 38 75 97,37% 27 33 22,22% 9 Kepulauan Aru 83 126 51,81% 88 64-27,27% 10 Maluku Barat Daya 96 120 25,00% 70 50-28,57% 11 Maluku Tengah 86 87 1,16% 46 28-39,13% 12 Maluku Tenggara Barat 56 41-26,79% 39 18-53,85% 13 Seram Bagian Barat 47 59 25,53% 24 19-20,83% 14 Seram Bagian Timur 88 140 59,09% 58 40-31,03% Rata-rata 73 110 51,05% 64 48-20,65% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa dengan akses pelayanan kesehatan Puskesmas > 5 Km terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Buru dimana jumlah desa dengan akses pelayanan kesehatan Puskesmas > 5 Km berkurang sebanyak 32,08%, sedangkan Kabupaten Maluku Tenggara Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 26,79%. Jika dilihat dari nilai rata-rata indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan puskesmas > 5 Km di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 51,05%, selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir, 47

kondisi ini menggambarkan jumlah desa dengan akses pelayanan kesehatan > 5 Km semakin banyak. Analisis yang dilakukan terhadap persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan puskesmas pembantu > 5 Km di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku menunjukkan bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar 77,01%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Halmahera Timur yaitu sebesar 8,00%. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan puskesmas pembantu > 5 Km di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 20,65%, dibanding dengan tahun 2011. Berdasarkan analisis yang dilakukan pada persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan poliklinik > 5 Km terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar 43,08%, sedangkan Kabupaten Kepulauan Aru menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 3,36%, Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan poliklinik > 5 Km di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 8,73%, selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan > 5 Km (poliklinik) di daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.23. dibawah ini: 48

Tabel 3.23. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Poliklinik) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Akses Ke Pelayanan Kesehatan Poliklinik 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 144 162 12,50% 2 Halmahera Selatan 237 256 8,02% 3 Halmahera Timur 70 92 31,43% 4 Kepulauan Sula 130 74-43,08% 5 Pulau Morotai 56 79 41,07% 6 Pulau Taliabu ND 71-7 Buru 80 76-5,00% 8 Buru Selatan 49 77 57,14% 9 Kepulauan Aru 119 115-3,36% 10 Maluku Barat Daya 116 117 0,86% 11 Maluku Tengah 166 173 4,22% 12 Maluku Tenggara Barat 69 71 2,90% 13 Seram Bagian Barat 92 88-4,35% 14 Seram Bagian Timur 143 159 11,19% Rata-rata 113 118 8,73% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Analisis dilakukan menunjukkan bahwa persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan tempat praktek dokter > 5 Km di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku mengalami perkembangan terbesar yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar 41,88%, sedangkan Kabupaten Seram Bagian Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 2,38%. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan tempat praktek dokter > 5 Km di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 12,22%, dibandingkan dengan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan > 5 Km (tempat praktek 49

dokter dan tempat praktek bidan) di daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.24. dibawah ini: Tabel 3.24. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Tempat Praktek Dokter dan Tempat Praktek Bidan) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km Tempat Praktek Dokter Tempat Praktek Bidan 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 109 122 11,93% 98 111 13,27% 2 Halmahera Selatan 238 239 0,42% 243 254 4,53% 3 Halmahera Timur 65 83 27,69% 62 89 43,55% 4 Kepulauan Sula 117 68-41,88% 124 64-48,39% 5 Pulau Morotai 39 79 102,56% 42 81 92,86% 6 Pulau Taliabu ND 71 - ND 69-7 Buru 73 78 6,85% 69 80 15,94% 8 Buru Selatan 54 71 31,48% 54 74 37,04% 9 Kepulauan Aru 116 117 0,86% 117 112-4,27% 10 Maluku Barat Daya 111 113 1,80% 116 117 0,86% 11 Maluku Tengah 137 144 5,11% 136 133-2,21% 12 Maluku Tenggara Barat 69 76 10,14% 69 72 4,35% 13 Seram Bagian Barat 84 82-2,38% 90 79-12,22% 14 Seram Bagian Timur 141 147 4,26% 140 147 5,00% Rata-rata 104,08 109,15 12,22% 104,62 108,69 11,56% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Analisis yang disajikan pada Tabel 3.24. di atas terlihat bahwa terjadi perkembangan terbesar di Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar 48,39%, sedangkan Kabupaten Maluku Tengah menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 2,21%. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan tempat praktek bidan > 5 Km di kabupaten tertinggal Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 11,56%, selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir. 50

Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan > 5 Km (poskesdes dan polindes) daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.25. berikut ini: Tabel 3.25. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Poskesdes dan Polindes) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km Poskesdes Polindes 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 138 91-34,06% 42 60 42,86% 2 Halmahera Selatan 256 256 0,00% 107 93-13,08% 3 Halmahera Timur 62 63 1,61% 50 63 26,00% 4 Kepulauan Sula 112 66-41,07% 131 77-41,22% 5 Pulau Morotai 64 54-15,63% 44 56 27,27% 6 Pulau Taliabu ND 67 - ND 70-7 Buru 44 35-20,45% 66 48-27,27% 8 Buru Selatan 53 75 41,51% 49 79 61,22% 9 Kepulauan Aru 108 82-24,07% 112 117 4,46% 10 Maluku Barat Daya 112 87-22,32% 109 107-1,83% 11 Maluku Tengah 125 106-15,20% 140 160 14,29% 12 Maluku Tenggara Barat 73 64-12,33% 64 66 3,13% 13 Seram Bagian Barat 68 52-23,53% 46 52 13,04% 14 Seram Bagian Timur 142 155 9,15% 143 157 9,79% Rata-rata 104,38 91,23-12,03% 84,85 87,31 9,13% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Analisis yang dilakukan terhadap persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan poskesdes > 5 Km di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku menunjukkan bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar 41,07%, sedangkan Kabupaten Maluku Tenggara Barat menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 12,53%. Jika dilihat dari nilai rata-rata indikator persentase jumlah desa dengan akses pelayanan kesehatan poskesedes > 5 Km di Pulau 51

Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 12,03%, dibandingkan dengan tahun 2011. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa dengan akses pelayanan kesehatan polindes > 5 Km terlihat bahwa perkembangan terbesar Kabupaten Kepulaun Sula yaitu sebesar 41,22 %, sedangkan Kabupaten Maluku Barat Daya menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 1,83%. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan polindes > 5 Km di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 9,13%, selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir. Dari analisis akses jarak pelayanan kesehatan apotek > 5 Km terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula sebesar 44,26%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabupaten Halmahera Selatan sebesar 3,72%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase akses pelayanan kesehatan apotek > 5 Km di Pulau Maluku bertambah pada tahun 2014 sebesar 3,90%, dibandingkan dengan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan > 5 Km (apotek dan toko khusus obat) daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.26. di bawah ini: 52

Tabel 3.26. Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km (Apotek dan Toko Khusus Obat) di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Persentase Desa dengan Akses Pelayanan Kesehatan > 5 Km Apotek Toko Khusu Obat 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 131 125-4,58% 139 165 18,71% 2 Halmahera Selatan 242 233-3,72% 244 239-2,05% 3 Halmahera Timur 61 75 22,95% 67 94 40,30% 4 Kepulauan Sula 122 68-44,26% 116 68-41,38% 5 Pulau Morotai 57 80 40,35% 58 87 50,00% 6 Pulau Taliabu ND 71 - ND 71-7 Buru 74 67-9,46% 78 75-3,85% 8 Buru Selatan 54 73 35,19% 50 71 42,00% 9 Kepulauan Aru 117 117 0,00% 117 116-0,85% 10 Maluku Barat Daya 111 114 2,70% 115 114-0,87% 11 Maluku Tengah 158 162 2,53% 139 152 9,35% 12 Maluku Tenggara Barat 69 76 10,14% 64 76 18,75% 13 Seram Bagian Barat 86 82-4,65% 81 81 0,00% 14 Seram Bagian Timur 141 146 3,55% 141 154 9,22% Rata-rata 109,46 109,08 3,90% 108,38 114,77 10,72% Sumber : Potensi Desa(Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Lebih lanjut dari analisis yang dilakukan terhadap persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan toko khusus obat > 5 Km di kabupaten tertinggal terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula yaitu sebesar 41,38%, sedangkan Kabupaten Kepulauan Aru menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 0,85%. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase desa dengan akses pelayanan kesehatan toko khusus obat > 5 Km di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar yaitu 10,72%, dibandingkan dengan tahun 2011. 53

3.1.6 Karakteristik Daerah 3.1.6.1 Persentase Jumlah Desa Rawan Gempa Bumi dan Tanah Longsor Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase jumlah desa rawan gempa bumi dan tanah longsor di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku disajikan pada Tabel 3.27. berikut ini: Tabel 3.27. Persentase Jumlah Desa Rawan Gempa Bumi dan Tanah Longsor di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Jumlah Desa Rawan No Kabupaten Gempa Bumi (%) Tanah Lonsor (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 0,68 41,18 40,50% 4,08 18,24 14,15% 2 Halmahera Selatan 11,72 10,16-1,56% 2,73 11,72 8,98% 3 Halmahera Timur 3,90 0,96-2,93% 0,00 20,19 20,19% 4 Kepulauan Sula 0,75 0,00-0,75% 2,26 23,08 20,82% 5 Pulau Morotai 7,81 12,50 4,69% 0,00 5,68 5,68% 6 Pulau Taliabu ND 8,45 - ND 35,21-7 Buru 1,22 0,00-1,22% 7,32 39,76 32,44% 8 Buru Selatan 3,64 0,00-3,64% 7,27 7,41 0,13% 9 Kepulauan Aru 0,00 5,04 5,04% 0,00 3,36 3,36% 10 Maluku Barat Daya 3,42 15,38 11,97% 2,56 10,26 7,69% 11 Maluku Tengah 0,00 4,21 4,21% 3,98 18,95 14,97% 12 Maluku Tenggara Barat 2,70 10,13 7,42% 2,70 7,59 4,89% 13 Seram Bagian Barat 4,35 0,00-4,35% 9,78 20,65 10,87% 14 Seram Bagian Timur 0,00 0,00 0,00% 1,40 17,50 16,10% Rata-rata 3,09 7,66 4,57% 3,39 15,72 12,33% Sumber : Potensi Desa(Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa rawan gempa bumi di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku, mengalami perkembangan terbesar yang terjadi di Kabupaten Seram Bagian Barat sebesar 4,35%, sedangkan perkembangan terkecil terjadi di Kabuapaten Kepulauan Sula sebesar 0,75%. Jika dilihat dari nilai rata-rata 54

sub indikator persentase jumlah desa rawan gempa bumi di kabuapaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 4,57%, dibandingkan dengan tahun 2011. Hasil analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa rawan tanah longsor menunjukkan tidak adanya perkembangan. Kondisi ini menggambarkan kabupaten tertinggal di Pulau Maluku mengalami kondisi yang memburuk, dengan bertambahnya jumlah desa yang rawan terhadap tanah longsor. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase jumlah desa rawan tanah longsor di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 secara keseluruhan menggambarkan kondisi yang kurang baik ditandai dengan bertambahnya jumlah desa yang rawan terhadap tanah longsor sebesar 12,33%. 3.1.6.2 Persentase Jumlah Desa Rawan Banjir dan Bencana Lain Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa rawan banjir di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Buru Selatan dengan berkurangnya jumlah desa rawan bencana banjir yaitu sebesar 14,41%, sedangkan Kabupaten Halmahera Barat menjadi kabupaten yang mengalami kondisi memburuk, dimana jumlah desa yang rawan terhadap banjir bertambah sebanyak 10,07%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase jumlah desa yang rawan banjir di kabupaten tertinggal di Pulau Kalimantan tahun 2014 bertambah sebesar 1,73%, dibandingkan dengan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase jumlah desa rawan banjir dan bencana lain daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.28. di bwah ini: 55

Tabel 3.28. Persentase Jumlah Desa Rawan Banjir dan Bencana Lain di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Jumlah Desa Rawan No Kabupaten Banjir (%) Bencana Lain (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 8,16 18,24 10,07% 2,72 18,24 15,51% 2 Halmahera Selatan 19,14 11,72-7,42% 29,30 17,19-12,11% 3 Halmahera Timur 12,99 20,19 7,21% 27,27 21,15-6,12% 4 Kepulauan Sula 15,79 23,08 7,29% 9,77 23,08 13,30% 5 Pulau Morotai 15.63 5,68-9,94% 25,00 12,50-12,50% 6 Pulau Taliabu ND 35,21 - ND 26,76-7 Buru 31,71 39,76 8,05% 14,63 9,64-5,00% 8 Buru Selatan 21,82 7,41-14,41% 21,82 6,17-15,65% 9 Kepulauan Aru 0,00 3,36 3,36% 5,88 12,61 6,72% 10 Maluku Barat Daya 7,69 10,26 2,56% 5,98 21,37 15,38% 11 Maluku Tengah 9,09 18,95 9,86% 8,52 9,47 0,95% 12 Maluku Tenggara Barat 5,41 7,59 2,19% 9,46 13,92 4,46% 13 Seram Bagian Barat 26,09 20,65-5,43% 15,22 10,87-4,35% 14 Seram Bagian Timur 8,39 17,50 9,11% 21,68 37,50 15,82% Rata-rata 13,99 15,72 1,73% 15,17 16,44 1,26% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Hasil lebih lanjut dari analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa rawan bencana lain di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku perkembangan terbesar dengan berkurangnya jumlah desa rawan bencana lain di Kabupaten Buru Selatan yaitu sebesar 15,65%, sedangkan Kabupaten menjadi kabupaten Maluku Barat Daya yang mengalami kondisi memburuk, yang ditunjukkan dengan bertambahnya jumlah desa yang rawan terhadap bencana lain sebesar 15,82%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase jumlah desa rawan banjir di kabupaten tertinggal di Pulau Kalimantan tahun 2014 bertambah sebesar 1,26%, selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir, kondisi ini menggambarkan semakin banyaknya jumlah desa yang rawan terhadap bencana lainnya. 56

3.1.6.3 Persentase Jumlah Desa yang Berada di Kawasan Lindung dan Berlahan Kritis Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase jumlah desa yang berada di kawasan lindung dan berlahan kritis daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.29. berikut ini: Tabel 3.29. Persentase Jumlah Desa yang Berada di Kawasan Lindung dan Berlahan Kritis di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku Jumlah Desa Rawan No Kabupaten Kawasan Lindung (%) Berlahan Kritis (%) 2011 2014 Progress 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 32,94 0,59-32,35% 2,04 38,82 36,78% 2 Halmahera Selatan 127,70 0,00-127,70% 0,78 75,78 75,00% 3 Halmahera Timur 22,12 0,00-22,12% 16,88 60,58 43,69% 4 Kepulauan Sula 41,03 0,00-41,03% 1,50 38,46 36,96% 5 Pulau Morotai 15,91 2,27-13,64% 0,00 28,41 28,41% 6 Pulau Taliabu ND 7,04 - ND 50,70-7 Buru 54,22 0,00-54,22% 2,44 55,42 52,98% 8 Buru Selatan 44,44 9,64-34,80% 0,00 59,26 59,26% 9 Kepulauan Aru 15,15 0,00-15,15% 2,52 64,71 62,18% 10 Maluku Barat Daya 8,55 0,00-8,55% 0,00 41,88 41,88% 11 Maluku Tengah 142,86 3,16-139,70% 2,84 41,05 38,21% 12 Maluku Tenggara Barat 3,80 0,00-3,80% 0,00 58,23 58,23% 13 Seram Bagian Barat 59,78 2,17-57,61% 0,00 55,43 55,43% 14 Seram Bagian Timur 0,00 0,00 0,00% 1,40 73,13 71,73% Rata-rata 43,73 1,37-42,36% 2,34 53,17 50,83% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa yang berada di kawasan lindung di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku mengalami perkembangan terbesar dengan berkurangnya jumlah desa yang berada dikawasan lindung di Kabupaten Maluku Tengah yaitu sebesar 139,70%, sedangkan Kabupaten Maluku Tenggara Barat menjadi kabupaten 57

yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 3,80%. Jika dilihat dari nilai rata-rata, terlihat bahwa persentase jumlah desa yang berada di kawasan lindung di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku tahun 2014 berkurang sebesar 42,36%, dibandingkan dengan tahun 2011. Hasil lebih lanjut dari analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa yang berlahan kritis mengalami kondisi yang memburuk dengan bertambahnya jumlah desa yang berlahan kritis di setiap kabupaten tertinggal di Pulau Maluku, Kabupaten Halmahera Selatan menjadi kabupaten yang mengalami pertambahan terbesar jumlah desa yang berlahan kritis yaitu sebesar 75,00%. Jika dilihat dari nilai rata-rata persentase jumlah desa yang berlahan kritis di Pulau Kalimantan tahun 2014 bertambah sebesar 50,83%, selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir. 3.1.6.4 Persentase Jumlah Desa Rawan Konflik Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap persentase jumlah desa rawan konflik di kabupaten tertinggal di Pulau Maluku terlihat bahwa perkembangan terbesar terjadi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan berkurangnya jumlah desa rawan konflik yaitu sebesar 9,97%, sedangkan Kabupaten Halmahera Timur menjadi kabupaten yang mengalami perkembangan terkecil yaitu sebesar 1,40%. Jika dilihat dari nilai rata-rata sub indikator persentase jumlah desa rawan konflik di Pulau Maluku tahun 2014 bertambah sebesar 1,67%, dibandingkan dengan tahun 2011. Secara rinci gambaran mengenai perkembangan persentase jumlah desa rawan konflik daerah tertinggal disajikan pada Tabel 3.30. di bawah ini: 58

Tabel 3.30. Persentase Jumlah Desa Rawan Konflik di Kabupaten Tertinggal di Pulau Maluku No Kabupaten Jumlah Desa Rawan Konflik (%) 2011 2014 Progress 1 Halmahera Barat 5,44 14,12 8,68% 2 Halmahera Selatan 9,38 15,23 5,86% 3 Halmahera Timur 9,09 7,69-1,40% 4 Kepulauan Sula 7,52 7,69 0,17% 5 Pulau Morotai 10,94 21,59 10,65% 6 Pulau Taliabu ND 4,23-7 Buru 10,98 16,87 5,89% 8 Buru Selatan 16,36 12,35-4,02% 9 Kepulauan Aru 14,29 18,49 4,20% 10 Maluku Barat Daya 7,69 8,55 0,85% 11 Maluku Tengah 13,07 20,53 7,46% 12 Maluku Tenggara Barat 17,57 7,59-9,97% 13 Seram Bagian Barat 16,30 16,30 0,00% 14 Seram Bagian Timur 9,79 3,13-6,67% Rata-rata 11,42 13,09 1,67% Sumber : Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. 59

3.2 Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini atau East New Guinea. Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat, namun sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi di mana bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua Barat. Papua memiliki luas 808.105 km 2 dan termasuk pulau terbesar kedua di dunia dan pulau terbesar pertama di Indonesia. Papua berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah utara, Samudera Hindia, Laut Arafuru, Teluk Carpentaria, Australia di sebelah selatan, di sebelah barat berbatasan dengan Kepulauan Maluku dan berbatasan dengan Papua Nugini di sebelah timur. Sebagian besar daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar ke-dua di dunia setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau Papua merupakan bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai Netherland New Guinea, Irian Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini dikenal sebagai Papua. Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah negara Papua New Guinea (Papua Nugini), yaitu bekas koloni Inggris. Populasi penduduk di antara kedua negara sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, namun kemudian dipisahkan oleh sebuah garis perbatasan. Dalam persebaran daerah tertinggal, terdapat 33 Kabupaten tertinggal yang tersebar di beberapa provinsi, Papua menjadi provinsi dengan jumlah terbanyak yaitu 26 kabupaten tertinggal yang setara dengan 78,79% dari seluruh daerah tertinggal di Pulau Papua. Sedangkan Provisi Papua Barat memiliki 7 kabupaten tertinggal setara dengan 21,21%. Berikut tabel data persebaran kabupaten tertinggal di Pulau Papua. 60

NO KODE KABUPATEN Tabel 3.31. Kabupaten Tertinggal di Pulau Papua KABUPATEN PROVINSI Jumlah % 1 9415 Asmat Papua 2 9409 Biak Numfor Papua 3 9413 Boven Digoel Papua 4 9434 Dogiyai Papua 5 9402 Jayawijaya Papua 6 9420 Keerom Papua 7 9408 Kepulauan Yapen Papua 8 9428 Mamberamo Raya Papua 9 9431 Mamberamo Tengah Papua 10 9401 Merauke Papua 11 9404 Nabire Papua 12 9410 Paniai Papua 13 9417 Pegunungan Bintang Papua 14 9433 Puncak Papua 15 9411 Puncak Jaya Papua 16 9419 Sarmi Papua 17 9427 Supiori Papua 18 9418 Tolikara Papua 19 9426 Waropen Papua 20 9416 Yahukimo Papua 21 9432 Yalimo Papua 22 9436 Deiyai Papua 23 9435 Intan Jaya Papua 24 9430 Lanny Jaya Papua 25 9414 Mappi Papua 26 9429 Nduga Papua 27 9110 Maybrat Papua Barat 28 9108 Raja Ampat Papua Barat 29 9107 Sorong Papua Barat 30 9106 Sorong Selatan Papua Barat 31 9109 Tambrauw Papua Barat 26 78.79 7 21.21 61

NO KODE KABUPATEN KABUPATEN PROVINSI Jumlah % 32 9104 Teluk Bintuni Papua Barat 33 9103 Teluk Wondama Papua Barat Rata-rata 33 100,00 Sumber: Potensi Desa (Podes) Tahun 2011 dan 2014 diolah. 62

63