PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG MEKANISME PERAN SERTA SETIAP ORANG DALAM JARINGAN INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN KAWASAN HUTAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN WILAYAH MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERKEMBANGAN APLIKASI DATABASE PEMANTAUAN KARBON HUTAN

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK

SPESIFIKASI PENYAJIAN PETA RDTR

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara.

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENILAIAN KESESUAIAN DI BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

Penyusunan neraca spasial sumber daya alam - Bagian 3: Sumber daya lahan

2 4. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 1 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan InaGeoportal; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENATAAN BATAS KAWASAN HUTAN DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA KONSULTASI PENYUSUNAN PETA RENCANA TATA RUANG

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.62/Menhut-II/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR

MENGGAMBAR BATAS DESA PADA PETA

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

Lampiran A. Kriteria (Deskripsi) Kelas Tutupan Hutan Penggunaan Lahan

Isi Paparan. REL Tanah Papua Tahun dari Sektor Kehutanan 6/22/ Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Tampilan 3D DEM SRTM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik

LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkiraan Sementara Emisi CO 2. di Kalimantan Tengah

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/KEPMEN-KP/2018 TENTANG

BIG. Data Geospasial. Habitat Dasar. Laut Dangkal. Pengumpulan. Pengolahan. Pedoman Teknis.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

Adipandang YUDONO

PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

2016, No Tata Cara Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral dan Batubara; Mengingat : 1. Undang-

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dasar-dasar Pemetaan Pemahaman Peta

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

III. BAHAN DAN METODE

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KETELITIAN PETA DASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

OVERVIEW DAN LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

Transkripsi:

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN SKALA 1:250.000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung rencana aksi penurunan emisi gas rumah kaca (RAN GRK), maka diperlukan ketersediaan dan akses terhadap Informasi Geospasial Tematik terkait Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 yang akurat, terintegrasi, dan dapat dipertanggungjawabkan; b. bahwa dalam penyelenggaraan pemetaan biomassa permukaan skala 1:250.000 diperlukan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang menjadi acuan bagi pemangku kepentingan hingga menghasilkan Informasi Geospasial Tematik yang akurat dan berkualitas; c. bahwa sesuai ketentuan Pasal 57 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, Badan Informasi Geospasial melakukan pembinaan kepada penyelenggara Informasi Geospasial Tematik berupa penerbitan peraturan perundang-undangan, pedoman, standar, dan spesifikasi teknis serta sosialisasinya; d. bahwa...

-2- d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5502); 6. Peraturan

-3-6. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca; 7. Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2011 tentang Badan Informasi Geospasial 8. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 3 Tahun 2012 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Informasi Geospasial; 9. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2012 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan Geospasial sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 4 Tahun 2012 tentang Balai Pendidikan dan Pelatihan Geospasial; 10. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun 2012 tentang Balai Layanan Jasa dan Produk Geospasial sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 5 Tahun 2012 tentang Balai Layanan Jasa dan Produk Geospasial; MEMUTUSKAN:

-4- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN SKALA 1:250.000. Pasal 1 (1) Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 merupakan penyediaan data dan informasi geospasial tematik mengenai biomassa sebagai salah satu bentuk untuk mendukung RAN GRK. (2) Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 wajib mengacu pada Informasi Geospasial Dasar. Pasal 2 (1) Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 disusun dengan memperhatikan: a. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan b. standar dan/atau spesifikasi teknis yang berlaku secara nasional dan/atau internasional. (2) Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan pendekatan tematik berbasis satuan penutup lahan dan ekosistem. Pasal 3...

-5- Pasal 3 Penyelenggaraan Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 dilaksanakan berdasarkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Kepala ini. Pasal 4 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Cibinong pada tanggal 2 Februari 2015 KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, ttd. PRIYADI KARDONO Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, ttd. Gindo Sahat JHH

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN SKALA 1:250.000 NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA PEMETAAN BIOMASSA PERMUKAAN SKALA 1:250.000 UMUM Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 disusun dengan maksud memberikan acuan bagi pihak kementerian/lembaga pemerintah, perguruan tinggi, swasta dan lembaga swadaya masyarakat dalam pembuatan Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000. Tujuan penyusunan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria dimaksudkan untuk memberikan keseragaman dalam norma, standar, prosedur dan kriteria membuat Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 dalam rangka implementasi kebijakan satu peta (one map policy). Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 dilaksanakan oleh kementerian/lembaga yang berkepentingan dalam RAN GRK. Badan Informasi Geospasial (BIG) menjalankan fungsi koordinasi, supervisi, verifikasi, dan validasi terhadap hasil penyelenggaraan pemetaan dalam pelibatan pihak lainnya. Pendekatan yang digunakan dalam Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pemetaan Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 menggunakan pendekatan tematik berbasis satuan penutup lahan dan eksosistem. Pendekatan tematik dengan unit pemetaan ekosistem berbasis analisis informasi yang secara eksplisit tersaji pada citra dan/atau peta dasar, memungkinkan untuk membuat prediksi jumlah karbon yang ada di suatu eksosistem. Perhitungan biomassa pada satu unit pemetaan biomassa mempunyai keunggulan karena merupakan perpaduan antara metode teristris dan penginderaan jauh. Satuan unit pemetaan ekosistem pada skala 1:250.000 nantinya dapat diturunkan pada skala yang lebih besar dengan pembeda satuan pemetaannya (unit mapping). Semakin besar skala turunannya akan memberikan kerincian kelasnya. 1. NORMA

-2-1. NORMA Norma Pemetaan Biomassa merupakan aturan, ukuran atau kaidah yang digunakan sebagai panduan dan tolok ukur dalam pembuatan peta biomassa. Norma pemetaan biomassa adalah sebagai berikut: 1) Pemetaan Biomassa adalah pemetaan biomassa permukaan (aboveground biomass) hutan dan non hutan; 2) Skala yang digunakan pada norma, standar, prosedur dan kriteria Pemetaan Biomassa Permukaan adalah skala 1:250.000; 3) Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan; 4) Peta penutup lahan yang digunakan adalah peta penutup lahan terbaru yang dikeluarkan oleh kementerian yang membidangi urusan kehutanan;; 5) Kelas penutup lahan dari kementerian yang membidangi urusan kehutanan dikonversi berdasarkan klasifikasi penutup lahan Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), yang terdiri dari penutup lahan berupa hutan, lahan pertanian, padang rumput, lahan basah, permukiman dan lahan lainnya; 6) Sistem klasifikasi ekosistem adalah zona benih yang merupakan perpaduan antara faktor edafis dan klimatis. Peta zona benih diperoleh dari kementerian yang membidangi urusan kehutanan. Kelas ekosistem dapat dikoreksi menggunakan Peta Sistem Lahan yang bersumber dari BIG; 7) Satuan pemetaan biomassa skala 1:250.000 adalah hasil dari tumpangsusun antara penutup lahan IPCC dan ekosistem; 8) Penyusunan Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 harus disertai dengan validasi lapangan untuk mengkoreksi satuan pemetaan biomassa; 9) Survei lapangan dilakukan untuk mendapatkan data biomassa; 10) Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 harus memuat riwayat data dan harus dapat diakses oleh pengguna yang memerlukan; 11) Pemutakhiran Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 dapat dilakukan secara periodik dalam jangka waktu tertentu dan/atau secara non-periodik berdasarkan skala prioritas atau kesepakatan bersama antara Kementerian Kehutanan atau permintaan langsung dari pemerintah daerah. 2. STANDAR

-3-2. STANDAR 2.1. Standar Umum 1) Penyusunan Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000 harus mengacu pada sistem referensi geospasial Indonesia yaitu sistem koordinat nasional; 2) Memenuhi standar ketelitian peta yaitu ketepatan, kerincian dan kelengkapan data dan/atau informasi georeferensi dan tematik; 3) Peta dasar yang digunakan adalah Peta Rupabumi Indonesia Skala 1:250.000; 4) Standar kecepatan dan keakuratan akuisisi data disesuaikan dengan kondisi waktu, kondisi medan, dan ketersediaan sumberdaya manusia dan teknologi yang ada; 5) Data yang relevan didapatkan dari sektoral, apabila tidak tersedia data spasial yang diperlukan maka pada saat validasi lapangan dilengkapi dengan survei lapangan dalam rangka memenuhi data primer dan/atau informasi tambahan yang diperlukan; 2.2. Standar Pengukuran Lapangan untuk Biomassa Pengukuran biomassa dibedakan menjadi 2 kategori yaitu hutan dan bukan hutan, dimana kelas tutupan lahan mengacu pada kelas tutupan lahan IPCC. Kelas tutupan lahan Kementerian Kehutanan yang terdiri dari 23 kelas dikonversi menjadi 6 kelas tutupan lahan yang bersumber dari IPCC. Standar pengukuran lapangan untuk tutupan lahan berupa hutan mengikuti SNI 7724 Tahun 2011 tentang Pengukuran dan penghitungan cadangan karbon -Pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest carbon accounting) pada kelas tutupan lahan hutan. Pengukuran biomassa bukan hutan yaitu lahan pertanian, padang rumput, lahan basah, pemukiman, dan lahan lainnya mengikuti pedoman pengukuran lapangan biomassa dalam buku A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and Agroforestry (MacDicken, 1997), dimana pengukuran dilakukan pada petak contoh berukuran 1 m x 1 m. 2.3. Standar Perhitungan

-4-2.3. Standar Perhitungan Biomassa Standar perhitungan biomassa untuk tutupan lahan berupa hutan mengikuti SNI 7725 tahun 2011 tentang penyusunan alometrik untuk penaksiran cadangan karbon hutan berdasar pengukuran lapangan (ground based forest carbon accounting). Pengukuran biomassa kelas tutupan lahan bukan hutan yaitu lahan pertanian, padang rumput, lahan basah, pemukiman, dan lahan lainnya mengikuti pedoman pengukuran lapangan biomassa dalam buku A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and Agroforestry (MacDicken, 1997). 2.4. Standar Peta Tutupan Lahan Standar Peta Tutupan Lahan berdasarkan pada SNI 7645 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Penutup Lahan. Kelas Penutup lahan diperoleh dari Kementerian Kehutanan dengan menggunakan data penutup lahan terbaru. Data penutup lahan yang ada dikonversi menjadi kelas penutup lahan berdasarkan IPCC (2006) yang terdiri dari 6 kelas penutup lahan. No. Kelas penutup Lahan KEMENHUT Kelas Penutup Lahan IPCC Id_IPCC 1 Hutan Lahan Kering Primer Hutan 1 2 Hutan Lahan Kering Sekunder 3 Hutan Rawa Primer 4 Hutan Rawa Sekunder 5 Hutan Mangrove Primer 6 Hutan Mangrove Sekunder 7 Hutan Tanaman 8 Pertanian Lahan Kering Campuran Lahan Pertanian 2 9 Pertanian Lahan Kering 10 Perkebunan 11 Transmigrasi Sawah 12 Padang Rumput Padang Rumput 3 13 Belukar 14 Rawa Lahan Basah 4 15 Belukar Rawa 16 Permukiman Permukiman 5 17 Tanah Kosong Lahan Lainnya 6 18 Tambak 19 Bandara 20 Pertambangan 2.5. Standar Peta

-5-2.5. Standar Peta Ekosistem Peta ekosistem menjadi dasar unit analisis dalam pemetaan biomassa permukaan. Peta ekosistem adalah peta yang memiliki unsur edaphis dan klimatis. Peta ekosistem yang dimaksud dalam Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria ini merupakan Peta Zona Benih Tanaman Hutan yang penyusunannya mengacu pada Peraturan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.6/V-SET/ 2010 jo. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Nomor: P.3 /V-SET/ 2012. Peta ekosistem disajikan dengan simbol angka dan terdapat keterangan dalam legenda yang menjelaskan tentang simbol yang digunakan. Perpaduan simbol angka dapat menunjukkan keterangan mengenai satuan ekosistem. Kelas ekosistem berdasarkan petunjuk teknis Nomor: P6/V-SET/2010. No. Zona Benih Kelas Ekosistem Simbol Angka 1. Zona Benih Hujan Dataran Rendah Hujan Dataran Rendah 101 2. Zona Benih Hujan Sub Pegunungan Hujan Sub Pegunungan 102 3. Zona Benih Hujan Pegunungan Hujan Pegunungan 103 4. Zona Benih Sub Alpine Sub Alpine 104 5. Zona Benih Alpine Alpine 105 6. Zona Benih Pantai Pantai 106 7. Zona Benih Mangrove Mangrove 107 8. Zona Benih Rawa Rawa 108 9. Zona Benih Gambut Gambut 109 10. Zona Benih Kerangas Kerangas 110 11. Zona Benih Musim Dataran Rendah Musim Dataran Rendah 111 12. Zona Benih Musim Pegunungan Musim Pegunungan 112 13. Zona Benih Savana Savana 113 14. Zona Benih Ultrabasa Ultrabasa 114 15. Zona Benih Batu Kapur Batu Kapur 115 2.6. Standar Proses Tumpangsusun Ekosistem dan Penutup Lahan Proses tumpangsusun antara Peta Ekosistem dan Peta Penutup Lahan menghasilkan satuan pemetaan Biomassa. Pada proses tumpangsusun peta ini akan menghasilkan poligon-poligon baru dengan ukuran yang lebih kecil. Standar ukuran terkecil yang digunakan adalah 6,25 Ha. Apabila luasan poligon kurang dari angka 6,25 Ha, poligon akan disatukan (merge) dengan poligon yang memiliki kesamaan fisik lebih banyak dengan poligon kecil tersebut. 2.7. Standar Pemetaan

-6-2.7. Standar Pemetaan Biomassa Pemetaan Biomassa Permukaan berdasarkan Peta Ekosistem Skala 1:250.000 yang dikoreksi dengan Peta Sistem Lahan Skala 1: 250.000. Nilai biomassa pada satuan pemetaan biomassa disajikan dengan simbol warna. Simbol warna yang digunakan adalah gradasi warna hijau. Pembagian kelas nilai biomassa berdasarkan uraian berikut. No Nilai RGB Kelas Interval ton/ha 1. Sangat Rendah < 200 2. Rendah 200 - <400 3. Sedang 400 - <600 4. Tinggi 600 - <800 5. Sangat Tinggi 800 2.8. Standar Visualisasi

-7-2.8. Standar Visualisasi Data Visualisasi data merupakan penyajian peta yang mengikuti kaidah kartografi. Obyek tematik dan peta dasar disajikan menggunakan simbol, warna, jenis dan ukuran huruf sesuai aturan pembuatan layout peta dasar rupabumi. Skala dan proyeksi sudah ditentukan sesuai dengan keperluannya. Visualisasi data yang harus ada dalam pembuatan layout Peta Biomassa Permukaan harus memenuhi kaidah kartografi, meliputi: 1) Tema Peta Merupakan inti dari tema yang disajikan dalam peta, dalam hal ini adalah Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000. 2) Judul Peta Mencerminkan isi sekaligus tipe peta. Penulisan judul biasanya di bagian atas tengah, atas kanan, atau bawah. 3) Skala Peta Skala adalah perbandingan jarak antara dua titik sembarang di peta dengan jarak horizontal kedua titik tersebut di permukaan bumi (dengan satuan ukuran yang sama), dan perbandingan antara jari-jari globe dengan jari-jari bumi. Skala ditulis di bawah judul peta, di luar garis tepi, atau di bawah legenda. Semakin detail isi peta, maka semakin besar skala peta. Skala peta digambarkan dalam bentuk grafis dan numerik/angka. 4) Orientasi/ tanda arah Orientasi peta diperlukan untuk mempermudah penggunaan peta. Umumnya arah utara ditunjukkan oleh tanda panah ke atas peta. Letaknya dapat menyesuaikan. 5) Koordinat/ grid Sistem koordinat yang biasa dipergunakan adalah sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) dan sistem koordinat geografis yang menunjukkan suatu titik di bumi berdasarkan garis lintang dan bujur. 6) Legenda Legenda adalah keterangan dari simbol-simbol yang merupakan kunci untuk memahami peta. Legenda standar mengikuti peta Rupabumi Indonesia. 7) Simbol Peta Simbol peta merupakan tanda atau gambar yang mewakili kenampakan yang ada di permukaan bumi yang terdapat pada peta. Jenis-jenis simbol peta antara lain: a. Simbol titik

-8- a. Simbol titik, dipergunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional, misalnya: ibukota Kabupaten, Provinsi dan Kecamatan; b. Simbol garis, dipergunakan untuk manyajikan data yang terkait dengan jarak, misal: jalan dan rel kereta; dan c. Simbol area, dipergunakan untuk mewakili suatu area tertentu misal: danau, permukiman, dan hutan. 8) Riwayat/ sumber peta Sumber peta berupa penjelasan tentang sumber data yang digunakan, berisi informasi tahun data diproduksi. 9) Inset peta Inset peta merupakan orientasi kedudukan peta terhadap posisi relatif di sekitarnya atau posisi relatif terhadap daerah administrasi yang lain. 10) Penyusun Peta Berisi informasi pembuat peta Biomassa, Baik individu, Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun instansi pemerintah dan non pemerintah. 3. PROSEDUR

-9-3. PROSEDUR Secara umum tahapan pekerjaan survei dan pemetaan biomassa tergambar dalam diagram alur berikut: Sistem Lahan Peta Zona Benih Proses Atribut Data Sistem Lahan Peta Penutup Lahan 1: 250.000 Peta Ekosistem Analisis Tumpangsusun Peta Dasar Kerja berupa: Peta tentatif dan Atribut Satuan Pemetaan Survei Lapangan Data Sekunder Rekapitulasi Data Sekunder dan Data Lapangan Pendugaan Biomassa Terestris Nilai Biomassa Per satuan Pemetaan Penggabungan data Nilai Biomassa dengan atribut Satuan Pemetaan Biomassa Peta Biomassa Skala 1: 250.000 3.1. Metode penentuan jumlah sampel Teknik sampling mengacu pada SNI 7725 Tahun 2011. Perhitungan jumlah minimal plot pengamatan untuk kegiatan pengambilan sampel menggunakan rumus Goodman, 1965 (in Congalton and Green, 1998) dalam Surati Jaya, 2010, sebagai berikut : n = B/4b 2 Dimana: B = nilai X 2 (1; 1- α /K), α =0.2 K = kategori satuan pemetaan b = kesalahan sampling 20% berdasarkan SNI 7725/ 2011 Dengan Pendekatan

-10- Dengan pendekatan rumus tersebut, diperoleh jumlah minimal plot pengamatan di setiap satuan pemetaan biomassa. Contoh penghitungan jumlah plot pengamatan dengan eror sampling sebesar 20%. Pembagian jumlah plot di tiap satuan pemetaan berdasarkan proporsional luasan masing-masing satuan pemetaan biomassa dengan menggunakan rumus sebagai berikut: N = (Luas satuan pemetaan / Luas total pemetaan)*jumlah Plot (n) Keterangan: N = Jumlah Plot sampel pada satuan pemetaan biomassa n = Jumlah minimal plot pengamatan 3.2. Pembuatan Peta Kerja Pembuatan peta kerja ditujukan untuk menjadi peta acuan dalam kegiatan survei lapangan berupa pengambilan petak contoh (plot sampel) dan pengukuran biomassa. Peta kerja diperoleh dari Peta Ekosistem, Peta penutup Lahan terbaru dan Peta Penutup Lahan Tahun Sebelumnya. Bahan dalam pembuatan peta kerja adalah: a) Peta ekosistem, b) Peta sistem lahan (Repprot). c) Peta penutup lahan tahun sebelumnya digunakan untuk melakukan koreksi pada peta penutup lahan terbaru apabila klasifikasi data pada penutup lahan terbaru berupa awan. d) Peta ekosistem menjadi acuan dasar dalam pembuatan satuan pemetaan biomassa. Satuan pemetaan biomassa digunakan sebagai dasar peletakan lokasi titik contoh yang akan diambil. Dalam kegiatan ini dilakukan: 1) Identifikasi geografis wilayah penelitian biomassa 2) Identifikasi kondisi tanah 3) Identifikasi kenampakan penutup lahan aktual 4) Identifikasi kondisi vegetasi pohon dan serasah Proses pembuatan peta kerja secara spasial adalah sebagai berikut: 1. Peta Ekosistem dimodifikasi dari Peta Zona Benih Kementerian Kehutanan. Atribut pada data zona benih ditambahkan dengan kolom ekosistem dan kolom Id_ekosistem. 2. Peta sistem lahan

-11- No 1 2. Peta sistem lahan (Repprot) diperoleh dari produk Peta Sistem Lahan yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial dan Kementerian Pertanian. Peta sistem lahan digunakan untuk koreksi peta ekosistem. 3. Peta penutup lahan yang digunakan adalah peta penutup lahan terbaru, jika terdapat klasifikasi penutup lahan berupa awan maka dilakukan koreksi dengan menggunakan peta penutup lahan tahun sebelumnya. Data penutup lahan dikonversi menjadi klasifikasi penutup lahan berdasarkan IPCC dengan cara penambahan satu kolom atribut tuplah_ipcc. Hasil konversi kemudian dilakukan labeling dengan Id_tuplah_IPCC. 4. Layer ekosistem ditumpangsusunkan dengan layer penutup lahan untuk memperoleh satuan pemetaan biomassa. 5. Atribut hasil overlay ditambah dengan lembar kerja baru dengan nama Id Satuan pemetaan biomassa (Id_SPB) yang terdiri dari 4 digit. Sebagai contoh pada Tabel 4. Kelas Ekosistem Hujan Dataran Rendah Id_ Kelas Ekosistem 101 Kelas penutup lahan KEMENHUT Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Tanaman Pertanian Lahan Kering Campuran Pertanian Lahan Kering Perkebunan Transmigrasi Sawah Kelas penutup lahan IPCC Id_IPC C Id_SPB Hutan 1 1011 Lahan Pertanian 2 1012 Keterangan: 1) 3 digit pertama melambangkan Id Ekosistem; dan 2) 1 digit terakhir melambangkan Id penutup lahan berdasarkan IPCC. Dst... 3.3. Pengolahan Data

-12-3.3. Pengolahan Data Biomassa Secara Spasial Nilai biomassa hasil survei lapangan disajikan secara spasial dengan cara menambahkan field baru pada atribut satuan pemetaan biomassa dengan nama Bio_ton_ha. Nilai biomassa merupakan rata-rata dalam satuan ton per hektar. 3.4. Penyajian Peta Biomassa Penyajian peta merupakan proses layout data nilai biomassa secara spasial. Peta biomassa dilengkapi dengan Buku Deskripsi Peta Biomassa Permukaan Skala 1:250.000, yang berisi penjelasan hal yang tidak dapat ditampikan dalam peta tetapi dianggap penting sebagai informasi. 4. KRITERIA Kriteria yang digunakan untuk pemetaan biomassa permukaan pada skala 1:250.000 adalah: 1. Nilai biomassa dalam peta biomassa permukaan skala 1:250.000 menggambarkan nilai biomassa per-ton per-hektar dalam satu unit mapping; No Kelas Interval ton/ha 1 Sangat rendah < 200 2 Rendah 200 - <4000 3 Sedang 400 - <600 4 Tinggi 600 - <800 5 Sangat tinggi 800 2. Unit

-13-2. Unit mapping yang digunakan merupakan kombinasi kelas penutup lahan dan kelas ekosistem; dan 3. Kriteria ini hanya berlaku untuk biomassa permukaan pada skala 1:250.000. KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, ttd. PRIYADI KARDONO Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Bagian Hukum, ttd. Gindo Sahat JHH