1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional pada saat ini sudah memasuki era industrialisasi yang menuntut produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja yang baik merupakan landasan kuat bagi tenaga kerja maupun perusahaan dalam pelaksanaan utama pembangunan nasional (Rivai, 2014). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indoenesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materi maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undangundang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Tanpa adanya tenaga kerja tidak mungkin perusahaan itu akan beroperasi dan berpartisipasi dalam pembangunan. Setiap pekerjaan selalu mengandung potensi bahaya dalam bentuk kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja yang tidak diinginkan dan hal yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda serta kerugian terhadap proses (Purwodarsono, 2012). Menurut Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2015, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Sedangkan penyakit akibat kerja (Occupational Diseases) sering disebut dengan penyakit yang timbul karena hubungan kerja. 1
2 Berdasarkan data dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam penelitian Simanjuntak dan Rendy (2012), selama tahun 2005 hingga 2007 menunjukkan bahwa setiap tahun rata-rata terjadi 85.000 kasus kecelakaan kerja, yang mengakibatkan rata-rata 1.700 pekerja meninggal dunia, sementara yang mengalami cacat permanen rata-rata sekitar 7.000 pekerja. Pada tahun 2008 tercatat angka kecelakaan kerja yang terjadi 58.600 kasus, dan data terakhir yang didapat pada tahun 2009 tercatat 54.398 kasus kecelakaan kerja. Ditambah lagi data dari Jamsostek dalam penelitian Suyono dan Erwin (2013), menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kasus kecelakaan kerja selama 4 tahun terakhir yaitu antara tahun 2007 hingga tahun 2010. Tahun 2010 menunjukkan jumlah kasus kecelakaan kerja mencapai 98.711 kejadian. Sebanyak 6.647 (6,73%) tenaga kerja mengalami kecacatan dan sebanyak 2.191 (2,22%) tenaga kerja meninggal dunia. Sedangkan tahun 2007, sedikitnya terjadi 66.809 kasus kecelakaan kerja. Penyumbang terbesar dari kecelakaan kerja berasal dari kegiatan konstruksi yang mencapai 30% dari angka kecelakaan. Sedangkan untuk jumlah kasus penyakit akibat kerja berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2015) yaitu pada tahun 2011 tercatat 57.929 kasus, tahun 2012 tercatat 60.322 kasus, tahun 2013 tercatat 97.144, dan tahun 2014 terjadi 40.694 kasus. Tingginya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja disinyalir akibat kurangnya pemahaman pemilik perusahaan akan pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Terjadinya kecelakaan kerja tentu akan menjadi masalah besar bagi kelangsungan perusahaan. Kecelakaan kerja secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe condistions) (Riyadina,2007). Maka dari itu K3 merupakan
3 salah satu aspek perlindungan ketenagakerjaan dan merupakan hak dasar dari setiap tenaga kerja. Akibat kurangnya pemahaman mengenai K3 maka kecelakaan kerja merupakan risiko tinggi yang ada dalam setiap aktivitas pekerjaan. Hal ini terutama pada pekerjaan yang membutuhkan aktivitas fisik lebih banyak daripada aktivitas pemikiran. Risiko tersebut bisa berupa kecelakaan ringan hingga pada kecelakaan berat yang akhirnya menimbulkan korban jiwa. Untuk menangulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya risiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka diperlukan adanya jaminan sosial. Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam melindungi tenaga kerja dari kecelakaan kerja maka perusahaan wajib mengikutsertakan tenaga kerja dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek beserta peraturan pelaksanaannya, setiap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja berhak untuk memperoleh jaminan kecelakaan kerja. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja (KEPMENAKER NO. 609/MEN/2012). Manfaat dari program tersebut akan diberikan oleh tenaga kerja yang telah menjadi peserta dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang sebelumnya merupakan PT. Jamsostek (Persero).
4 Program JKK dari BPJS Ketenagakerjaan merupakan bentuk perlindungan ekonomis dan perlindungan sosial. Dikatakan demikian karena program tersebut memberikan perlindungan dalam bentuk santunan berupa uang atas berkurangnya penghasilan dan perlindungan dalam bentuk pelayanan perawatan atau pengobatan pada saat seorang pekerja tertimpa risiko-risiko tertentu. Sehingga tabungan yang telah dikumpulkan pada saat bekerja di perusahaan tersebut tidak akan habis hanya karena kecelakaan kerja yang dialaminya saat itu. Setiap bulan risiko kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja selalu ada. Berdasarkan data dalam penelitian Kemalasari & Supriyanto (2013), rasio klaim JKK di kantor cabang dengan posisi tertinggi adalah Kantor Cabang Mojokerto 27.19%, Banyuwangi 18.87%, Bali I (Denpasar) 10.35%, Mojokerto 27.19%, Sidoarjo 6.55% dan Malang 5.21%. Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar sejak mulai beroperasi yaitu bulan Juli 2015 hingga Maret 2016, klaim JKK berdasarkan jenis kasus yaitu sebanyak 710 kasus kecelakaan kerja sedangkan kasus penyakit akibat kerja tercatat 0 kasus atau dapat dikatakan tidak ada yang menderita penyakit akibat kerja pada peserta BPJS ketenagakerjaan cabang Denpasar. Dengan tidak adanya kasus penyakit akibat kerja yang dialami oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar membuat peneliti hanya berfokus pada kecelakaan kerja saja. Besarnya angka kejadian kecelakaan kerja pada peserta BPJS Ketenagakerjaan di Bali bukan semata-mata hanya disebabkan oleh tenaga kerja saja melainkan adanya beberapa faktor penyebab kecelakaan kerja seperti ketidakserasian diantara tanaga kerja (host), pekerjaan (agent), serta lingkungan kerja (environment) dalam segitiga epidemiologi. Untuk mengetahui epidemiologi kecelakaan kerja yang di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar, penulis ingin melakukan penelitian
5 mengenai distribusi terjadinya kecelakaan kerja dengan menggunakan segitiga epidemiologi agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan dari distribusi itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan kerja dapat dicegah dan kejadian serupa tidak berulang kembali. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, diketahui bahwa tingginya rasio klaim JKK di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar disebabkan oleh tingginya kasus kecelakaan kerja yang dialami oleh peserta BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian perlu adanya penelitian untuk mengetahui bagaimana epidemiologi kecelakaan kerja yang terjadi pada peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar yang mengajukan klaim Bulan April-Mei 2016. 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah epidemiologi kecelakaan kerja yang terjadi pada peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar yang mengajukan klaim Bulan April-Mei 2016? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui epidemiologi kecelakaan kerja pada peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar yang mengajukan klaim Bulan April-Mei 2016. 1.4.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui distribusi terjadinya kecelakaan kerja berdasarkan tenaga kerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar yang mengajukan klaim Bulan April-Mei 2016.
6 2. Untuk mengetahui distribusi terjadinya kecelakaan kerja berdasarkan faktor pekerjaan pada peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar yang mengajukan klaim Bulan April-Mei 2016. 3. Untuk mengetahui distribusi terjadinya kecelakaan kerja berdasarkan faktor lingkungan kerja pada peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar yang mengajukan klaim Bulan April-Mei 2016. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah di bidang epidemiologi kecelakaan kerja. 1.5.2 Manfaat praktis 1. Bagi Peserta BPJS Ketenagakerjaan Memberikan informasi mengenai hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan penerapan dan pengembangan bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja. 2. Bagi Institusi BPJS Ketenagakerjaan Cabang Denpasar Memberikan informasi dan rekomendasi mengenai hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai acuan pengembangan informasi terkait kecelakaan kerja. 3. Bagi Peneliti Meningkatkan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja khususnya tentang kecelakaan kerja. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah di Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya kecelakaan kerja.