Pendugaan Parameter Genetik Bobot Hidup Itik Alabio dan Mojosari pada Periode Starter

dokumen-dokumen yang mirip
PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

Beberapa Kriteria Analisis Penduga Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 12 Minggu dalam Seleksi Ayam Kampung

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

Pendugaan heritabilitas rill (realized heritability) dan kemajuan genetik produksi telur itik mojosari

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

ESTIMATION OF GENETIC PARAMETERS, GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION ON MADURA CATTLE. Karnaen Faculty of Animal Husbandry University of Padjadjaran

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR

PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN PUYUH PEJANTAN BERDASARKAN BOBOT BADAN KETURUNANNYA PADA PUYUH (Coturnix coturnix japonica)

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat)

II. SEJARAH PEMBENTUKAN AYAM KUB-1

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

SKRIPSI OLEH : RINALDI

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

Keterkaitan Kejadian dan Lamanya Rontok Bulu terhadap Produksi Telur Itik Hasil Persilangan Peking dengan Alabio

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

OPTIMALISASI TEKNOLOGI BUDIDAYA TERNAK AYAM LOKAL PENGHASIL DAGING DAN TELUR

BAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

Pendugaan Nilai Heritabilitas Bobot Lahir dan Bobot Sapih Domba Garut Tipe Laga

KELENTURAN FENOTIPIK SIFAT-SIFAT REPRODUKSI ITIK MOJOSARI, TEGAL, DAN PERSILANGAN TEGAL-MOJOSARI SEBAGAI RESPON TERHADAP AFLATOKSIN DALAM RANSUM

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

KOMPARASI ESTIMASI PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI BALI BERDASARKAN SELEKSI DIMENSI TUBUHNYA WARMADEWI, D.A DAN IGN BIDURA

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

Pengukuran Sifat Kuantitatif...Fachri Bachrul Ichsan.

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

BAB I PENDAHULUAN I.1.

MATERI DAN METODE 1. Lokasi dan Materi Penelitian 2. Penelitian Tahap Pertama

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

Dudi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam ABSTRACT

ITIK MOJOMASTER-1 AGRINAK

NILAI HERITABILITAS DAN KORELASI GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN DARI SILANGAN AYAM LOKAL DENGAN AYAM BANGKOK

RESPON PERTUMBUHAN ANAK ITIK JANTAN TERHADAP BERBAGAI BENTUK FISIK RANSUM (GROWTH RESPONSE OF MALE DUCK RESULTING FROM DIFFERENT SHAPE OF RATIONS)

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

L. HARDI PRASETYO : Siralegi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak ilik usahanya dengan orientasi skala komersial. HARDJOSWORO et al. (2002) meny

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

ISBN: Seminar Nasional Peternakan-Unsyiah 2014

W. P. Prayogo, E. Suprijatna, dan E. Kurnianto*

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

HERITABILITAS KECEPATAN LARI DAN TINGGI BADAN ANAK KUDA PACU UMUR 2 TAHUN DENGAN METODE KORELASI DALAM KELAS (INTRACLAS CORELATION)

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

Hamdan * Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Medan 20155

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

Transkripsi:

PRASETYO dan SUSANTI: Pendugaan parameter genetik bobot badan itik Alabio dan Mojosari pada periode starter Pendugaan Parameter Genetik Bobot Hidup Itik Alabio dan Mojosari pada Periode Starter L. HARDI PRASETYO dan TRIANA SUSANTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Diterima dewan redaksi 28 Juni 2007) ABSTRACT PRASETYO, L.H. and T. SUSANTI. 2007. Estimation of genetic parameters for body weight of Alabio and Mojosari ducks at starter period. JITV 12(3): 212-217. A selection program is one of many important tools in livestock breeding in improving the quality of breeding stock. The choice of an effective selection method requires some information on the value of genetic parameters for some economically important traits, such as heritabilities and genetic correlation coefiicients. This experiment used 25 drakes and 100 ducks of each Alabio and Mojosari ducks, mated at random 1 drake to 4 ducks. A number of ducklings were obtained from each mating in each population, and their body weights were observed from hatching to 8 weeks old. Results showed that the heritability estimation for body weight to 8 weeks old were generally low either in Alabio or in Mojosari, ranging between 0.061 to 0.227. The highest heritability estimation was obtained for 6-week body weight 0.151 for Alabio and 0.227 for Mojosari ducks. The estimates of genetic correlation among body weights varied widely but generally high. It is concluded that 6-week body weight can be considered as a selection criterion depending on the selection objective in the local Indonesian ducks. Key Words: Heritability, Genetic Correlation, Ducks ABSTRAK PRASETYO L.H. dan T. SUSANTI. 2007. Pendugaan parameter genetik bobot badan itik Alabio dan Mojosari pada periode starter. JITV 12(3): 212-217. Proses seleksi merupakan salah satu alat pemuliaan yang penting dan sering dipakai dalam memperbaiki kualitas bibit ternak. Pemilihan metoda seleksi yang tepat agar memberikan hasil yang efektif memerlukan informasi tentang parameter genetik beberapa sifat penting dari ternak yang bersangkutan, di antaranya adalah nilai heritabilitas dan korelasi genetik. Penelitian ini menggunakan sejumlah 25 ekor jantan dan 100 ekor betina untuk masing-masing itik Alabio dan Mojosari yang dikawinkan secara acak antara 1 jantan dan 4 betina. Sejumlah anak-anak itik jantan dan betina dari setiap perkawinan pada masing-masing populasi itik diamati pertumbuhannya dari menetas sampai umur 8 minggu. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai heritabilitas bobot hidup sampai umur 8 minggu umumnya rendah baik pada itik Alabio maupun Mojosari, yang berkisar antara 0,061 0,227. Nilai heritabilitas tertinggi diperoleh pada bobot hidup 6 minggu yaitu 0,151 pada Alabio dan 0,227 pada Mojosari. Sementara itu, untuk nilai korelasi genetik antar bobot hidup diperoleh nilai yang sangat beragam tetapi umumnya cukup tinggi. Oleh karena itu, bobot hidup umur 6 minggu layak untuk dipertimbangkan sebagai salah satu kriteria seleksi tergantung dari tujuan seleksinya pada itik lokal Indonesia. Kata Kunci: Heritabilitas, Korelasi Genetik, Itik PENDAHULUAN Pendugaan parameter genetik merupakan suatu langkah penting yang diperlukan dalam menyusun suatu program pemuliaan ternak agar program yang dilakukan akan efektif dan memberikan hasil yang memuaskan. Khususnya dalam suatu program seleksi untuk memperbaiki suatu sifat, pada umumnya proses seleksi memerlukan waktu yang relatif lama dan biaya yang tidak sedikit, dan sekali dimulai harus berlanjut terus sampai komposisi gen yang diinginkan terfiksasi dalam populasi seleksi. Oleh karena itu, pemilihan metoda seleksi yang paling tepat dan efektif adalah sangat penting. Nilai heritabilitas beberapa sifat kuantitatif dengan nilai ekonomis penting merupakan salah satu parameter genetik yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penyusunan suatu program pemuliaan ternak. Jika suatu sifat kuantitatif mempunyai nilai heritabilitas sedang sampai tinggi maka sifat tersebut dapat digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi dalam suatu program pemuliaan yang disesuaikan dengan tujuan seleksinya. Sebaliknya jika sifat tersebut mempunyai nilai heritabilitas yang rendah maka perlu dicari metoda pemuliaan lain jika ingin memperbaiki sifat tersebut. Di samping itu, nilai koefisien korelasi genetik di antara beberapa sifat penting juga merupakan parameter genetik yang perlu mendapat perhatian dalam 212

JITV Vol. 12 No.3 Th. 2007 menyusun suatu program seleksi karena perubahan pada suatu sifat akan dapat ikut merubah sifat lain ke arah positif maupun negatif jika terbukti adanya keterkaitan genetis di antara sifat-sifat tersebut. Dengan adanya perkembangan pasar yang mulai membutuhkan produk daging itik maka perlu dipikirkan kemungkinan pengembangan galur itik pedaging menggunakan itik lokal yang telah ada. Berbagai populasi itik lokal yang ada di Indonesia pada umumnya merupakan jenis itik petelur yang telah beradaptasi dengan baik pada lingkungan kondisi pemeliharaan di pedesaan, dengan postur tubuh yang ramping. Di lain pihak ciri khas bagi galur itik pedaging, seperti halnya dengan galur unggas pedaging yang lain, adalah adanya pertambahan bobot hidup yang cepat pada awal pertumbuhan. Suatu program pemuliaan untuk membentuk suatu galur itik pedaging telah dirintis oleh Balai Penelitian Ternak dengan menggunakan itik Alabio atau Mojosari sebagai sumberdaya genetik lokal yang potensial. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot hidup itik Alabio, itik Mojosari maupun persilangan di antaranya pada umur 8 minggu dapat mencapai 1437 g (SUSANTI et al. 1998). Selama ini itik tersebut lebih dikenal sebagai itik petelur, namun perlu dijajagi potensi genetisnya untuk dipakai sebagai materi genetik dalam pengembangan galur itik pedaging. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi apakah itik Alabio atau Mojosari berpotensi untuk digunakan sebagai materi genetik bagi pembentukan galur itik pedaging, dinilai dari nilai heritabilitas dan korelasi genetik bobot hidup. MATERI DAN METODE Kegiatan penelitian dilakukan di kandang percobaan Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor, dengan menggunakan 25 ekor itik jantan dan 100 ekor itik betina masing-masing pada itik Alabio dan itik Mojosari. Perkawinan dengan inseminasi buatan antara 1 jantan dan 4 betina dilakukan secara acak untuk menghasilkan sejumlah anak itik jantan dan betina dari setiap perkawinan, dengan struktur populasi yang terdiri dari saudara sekandung (full-sibs) dan saudara tiri (halfsibs). Induk itik dipelihara dalam kandang batere individu sehingga anak-anaknya mudah diidentifikasi dari indukinduk yang mana, dan diberi ransum baku yang mengandung 18% protein dan energi metabolis sebesar 2800 Kkal/kg. Anak-anak itik dipelihara dalam kandang indukan berkelompok dengan fasilitas pemanas sampai umur 4-5 minggu dan diberi ransum yang mengandung 20% protein dan 3100 Kkal/kg energi metabolis. Setelah umur 5 minggu anak itik dipindah ke kandang lantai sampai umur 8 minggu. Air minum tersedia secara bebas terus menerus. Penimbangan bobot hidup dilakukan setiap minggu dari umur 1 sampai umur 8 minggu. Perbedaan bobot hidup antara itik Alabio dan Mojosari serta antara jantan dan betina dianalisa menggunakan Sidik Ragam dengan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial, dengan model sebagai berikut: Y ij = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk Keterangan: Y ij = nilai pengamatan bobot hidup µ = nilai rataan umum α i = pengaruh populasi itik ke-i β j = pengaruh jenis kelamin ke-j (αβ) ij = pengaruh interaksi populasi itik dan jenis kelamin ε ijk = galat percobaan Perhitungan nilai heritabilitas dan korelasi genetik dilakukan menggunakan Animal Model dengan metoda Restricted Maximum Likelihood (REML), pada program VCE 4.2 (GROENEVELD, 1998). Model umumnya adalah sebagai berikut : Y = Xb + Zu + e Keterangan: Y = vektor pengamatan (nx1) b = vektor pengaruh jenis kelamin sebagai pengaruh tetap (px1) u = vektor pengaruh ternak sebagai pengaruh acak (px1) e = vektor pengaruh residu (nx1) X = desain matriks yang berhubungan dengan pengaruh tetap (nxp) Z = desain matriks yang berhubungan dengan pengaruh acak (nxp) HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh populasi dan jenis kelamin itik Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan bobot hidup itik jantan dan itik betina berbeda nyata kecuali pada bobot hidup umur 1 minggu. Itik jantan secara konsisten lebih berat baik pada itik Alabio maupun itik Mojosari, seperti diharapkan berlaku umum bagi kebanyakan ternak unggas. Hal ini disebabkan ternak jantan cenderung mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat. Bobot hidup itik jantan dan itik betina pada itik Alabio adalah berturut-turut 1376,1 dan 1185,5 g, sedangkan pada itik Mojosari berturut-turut adalah 1384,9 dan 1188,9 g. Kurva pertumbuhan kedua populasi dapat dilihat pada Gambar 1. 213

PRASETYO dan SUSANTI: Pendugaan parameter genetik bobot badan itik Alabio dan Mojosari pada periode starter 1600 1400 Bobot Badan (g) 1200 1000 800 600 400 200 0 Alabio jantan Alabio betina Mojosari jantan Mojosari betina 1 2 3 4 5 6 7 8 Umur (minggu) Gambar 1. Kurva pertumbuhan itik Alabio dan itik Mojosari Pengaruh populasi itik dapat dilihat pada Tabel 1, di mana itik Alabio secara konsisten lebih berat dari itik Mojosari sampai dengan umur 6 minggu, dari gabungan bobot hidup itik jantan dan betina. Secara visual memang terlihat bahwa itik Alabio dewasa senantiasa cenderung lebih besar dari itik Mojosari. Hal ini mungkin disebabkan oleh cara pemeliharaan masyarakat di daerah pengembangan masing-masing populasi itik. Itik Alabio secara tradisi selain dimanfaatkan sebagai produsen telur juga dijual sebagai itik potong, sehingga mendekati ke arah itik dual purpose dengan postur tubuh yang agak rebah dan tidak berdiri tegak seperti itik Mojosari. Namun dengan pemeliharaan yang intensif dan dengan kebutuhan nutrisi terpenuhi bobot hidup pada umur 7 dan 8 minggu, kedua populasi itik bisa sama yaitu 1257,3 g untuk itik Alabio dan 1250,6 g untuk itik Mojosari. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh SUSANTI et al. (1998) bahwa pada umur 8 minggu tidak ada perbedaan bobot hidup antara itik Alabio dan itik Mojosari baik pada jantan maupun betina. Nilai-nilai dugaan parameter genetis Hasil pendugaan nilai-nilai heritabilitas, korelasi fenotipik dan korelasi genotipik adalah seperti terlihat pada Tabel 2 untuk itik Alabio dan pada Tabel 3 untuk itik Mojosari. Secara umum dapat dilihat bahwa nilai dugaan heritabilitas cenderung rendah untuk bobot hidup itik sampai umur 8 minggu, pada kedua populasi itik. Hal ini sesuai dengan yang secara umum dijadikan pegangan bahwa nilai heritabilitas kurang dari 0,25 tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh gen-gen secara aditif dalam mengekspresikan bobot hidup pada kedua populasi itik relatif rendah jika dibandingkan dengan pengaruh gen-gen secara nonaditif. Nilai dugaan heritabilitas mempunyai kisaran yang agak lebar, yang terendah 0,061 untuk bobot hidup 1 minggu dan tertinggi 0,151 pada bobot hidup 6 minggu pada itik Alabio. Begitu juga pada itik Mojosari, nilai terendah adalah 0,081 untuk bobot hidup 8 minggu dan tertinggi 0,227 untuk bobot hidup 6 minggu juga. Kenyataan bahwa nilai dugaan tertinggi adalah hanya sebesar 0,227, dan hampir sama dengan yang diperoleh beberapa peneliti. SHANIN dan SALEH (1997) yang disitasi oleh WEZYK (1999) memperoleh nilai heritabilitas 0,28, 0,25, 0,24 dan 0,21 untuk bobot hidup itik Peking umur 2, 4, 6 dan 8 minggu berturut-turut. LE et al. (1998) memperoleh nilai heritabilitas sebesar 0,104 untuk bobot hidup 8 minggu pada itik di Vietnam. LARZUL et al. (1999) memperoleh 0,62 sebagai penduga nilai heritabilitas bobot hidup angsa umur 8 minggu. Sebagaimana diketahui bahwa nilai heritabilitas sangat bervariasi dan sangat tergantung pada spesies ternak, cara pemeliharaan dan tujuan pemeliharaan dari kelompok ternak yang bersangkutan. Untuk ternak-ternak unggas yang memang sudah beberapa generasi dipelihara sebagai ternak potong akan mempunyai nilai heritabilitas bobot hidup yang cenderung lebih tinggi. Kenyataannya selama ini bahwa itik-itik yang dipakai dalam penelitian ini memang lebih ditujukan untuk dipelihara sebagai penghasil telur, dan hal ini ditunjukkan oleh nilai dugaan heritabilitas bobot hidup yang cenderung rendah. Namun demikian, seperti 214

JITV Vol. 12 No.3 Th. 2007 Tabel 1. Rataan (+ SE) bobot hidup itik Alabio dan Mojosari (gram) sampai umur 8 minggu Umur (minggu) Itik Alabio (n) Itik Mojosari (n) 1 79,1 a ±1,0 (665) 88,4 b ± 2,7 (576) 2 191,9 a ± 2,3 (664) 179,1 b ± 2,4 (569) 3 319,5 a ± 5,9 (656) 299,3 b ± 4,2 (557) 4 447,5 a ± 5,4 (648) 445,8 a ±11,0 (538) 5 649,3 a ±14,0 (636) 614,8 b ± 8,5 (512) 6 866,2 a ± 9,2 (632) 824,5 b + 11,0 (504) 7 1078,1 a ± 9,5 (627) 1089,2 a ± 30,0 (500) 8 1257,3 a ± 23,0 (622) 1250,6 a ± 26,0 (500) Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan beda nyata pada taraf 5% dilaporkan oleh LIU et al. (2007) bahwa nilai heritabilitas dari bobot hidup umur 10 minggu pada entog yang merupakan jenis pedaging adalah 0,24 pada jantan dan 0,31 pada betina, dan ini tidak berbeda jauh dengan pada itik Peking dan Mojosari. Teori genetika kuantitatif menyatakan bahwa nilai heritabilitas suatu sifat menggambarkan daya pewarisan sifat tersebut dari generasi ke generasi, sehingga suatu sifat dengan nilai heritabilitas tinggi sering dipakai sebagai kriteria seleksi, sesuai tujuan seleksi, dengan sangat efektif. Hal ini secara jelas dapat terlihat dari rumus untuk menduga kemajuan seleksi (FALCONER, 1981) yang mungkin diperoleh berdasar sifat yang bersangkutan sebagai berikut: R = h 2 x S Keterangan: R = Besarnya respon seleksi S = Besarnya perbedaan antara rataan induk terseleksi dari rataan total populasi (diferensial seleksi). Semakin besar nilai heritabilitas akan makin besar pula kemungkinan diperolehnya respon seleksi dari generasi ke generasi, sehingga program seleksi disebut memberi hasil yang efektif. Dari nilai-nilai dugaan heritabilitas yang diperoleh tampaknya bahwa hanya bobot hidup umur 6 minggu yang masih bisa dijadikan sebagai kriteria seleksi jika ingin meningkatkan kecepatan pertumbuhan itik Alabio maupun itik Mojosari, juga bobot hidup umur 5 minggu pada itik Mojosari. Nilai-nilai dugaan heritabilitas yang diperoleh menunjukkan nilai galat baku (standard error) yang cukup rendah mengingat jumlah individu yang diamati cukup banyak. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai dugaan tersebut dapat dipercaya dengan tingkat akurasi yang tinggi. Nilai dugaan korelasi genotipik dan korelasi fenotipik juga memegang peranan penting dalam menyusun suatu program seleksi. Nilai-nilai dugaan yang diperoleh cukup tinggi antar bobot hidup berbagai umur, kecuali dengan bobot hidup umur 1 minggu yang secara konsisten agak lebih rendah. Hal ini sejalan dengan yang diperoleh KUHLERS dan McDANIEL (1996) pada ayam broiler yaitu korelasi genotipik sebesar 0,80 dan korelasi fenotipik sebesar 0,75. Nilai korelasi yang tinggi ini menunjukkan bahwa jika salah satu sifat digunakan sebagai kriteria seleksi maka sifat-sifat lain akan ikut berubah sejalan dengan perubahan sifat yang dipakai sebagai kriteria seleksi tersebut. Sementara itu, nilai korelasi dengan bobot hidup 1 minggu yang rendah mungkin disebabkan karena pada umur 1 minggu anak itik sangat rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan, dan pada umur-umur selanjutnya anak itik sudah lebih kuat sehingga bobot hidup juga lebih stabil. Nilai-nilai dugaan korelasi genotipik secara konsisten lebih tinggi dari nilai-nilai dugaan korelasi fenotipik. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa nilai korelasi fenotipik mengandung faktor-faktor terkorelasi yang disebabkan oleh faktor lingkungan anak itik pada berbagai umur. Dari tabel juga dapat dilihat bahwa beberapa nilai korelasi genotipik tidak dapat diperoleh nilai estimasinya. Hal ini disebabkan oleh program yang digunakan memerlukan beberapa asumsi dari data yang dipakai. Cukup banyak data yang dipakai namun ternyata masih belum bisa memenuhi semua asumsi yang diperlukan oleh program VCE tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi pelaksanaan penelitianpenelitian pendugaan parameter genetik di masa mendatang. Dari nilai-nilai dugaan heritabilitas maupun korelasi genetik dan fenotipik dapat terlihat bahwa bobot hidup umur 6 minggu layak untuk dipertimbangkan sebagai 215

PRASETYO dan SUSANTI: Pendugaan parameter genetik bobot badan itik Alabio dan Mojosari pada periode starter Tabel 2. Nilai-nilai dugaan heritabilitas ± SE (diagonal), korelasi genetik (atas diagonal) dan korelasi fenotipik (bawah diagonal) dari bobot badan itik Alabio BB1 BB2 BB3 BB4 BB5 BB6 BB7 BB8 BB1 0,061± 0,034 0,777 0,558 0,375 0,419 0,548 0,495 0,469 BB2 0,735 0,139 ± 0,047 0,980 0,911 0,908 0,958 # # BB3 0,562 0,846 0,132 ± 0,044 # 0,964 # # # BB4 0,473 0,747 0,867 0,126 + 0,040 0,934 0,979 0,913 0,989 BB5 0,365 0,625 0,726 0,831 0,129 ±0,041 0,997 0,946 0,946 BB6 0,408 0,686 0,734 0,813 0,890 0,151 ± 0,046 0,989 # BB7 0,376 0,639 0,680 0,702 0,781 0,916 0,118 ±0,042 0,989 BB8 0,347 0,602 0,655 0,689 0,720 0,862 0,934 0,076 ± 0,036 BBi = bobot badan pada umur i minggu; # = nilai tidak dapat diestimasi Tabel 3. Nilai-nilai dugaan heritabilitas ± SE (diagonal), korelasi genetik (atas diagonal) dan korelasi fenotipik (bawah diagonal) dari bobot badan itik Mojosari BB1 BB2 BB3 BB4 BB5 BB6 BB7 BB8 BB1 0,176 ±0,070 # # # 0,961 0,842 0,939 # BB2 0,766 0,104 ± 0,000 # # 0,989 0,993 # # BB3 0,641 0,833 0,124 ± 0,053 0,940 0,889 0,862 0,897 # BB4 0,546 0,745 0,885 0,162 ± 0,063 0,957 0,980 0,960 # BB5 0,461 0,645 0,770 0,839 0,223 ± 0,077 # 0,977 0,954 BB6 0,403 0,597 0,707 0,748 0,883 0,227 ± 0,075 0,999 0,968 BB7 0,427 0,582 0,660 0,693 0,803 0,910 0,168 ± 0,062 0,952 BB8 0,370 0,535 0,599 0,628 0,719 0,824 0,906 0,081 ± 0,039 BBi = bobot badan pada umur i minggu; # = nilai tidak dapat diestimasi 216

JITV Vol. 12 No.3 Th. 2007 kriteria seleksi jika itik Alabio atau Mojosari akan digunakan sebagai materi genetik dalam pembentukan galur itik pedaging. Hal ini mengingat bahwa pada itik Peking kisaran nilai heritabilitas bobot hidup awal juga hanya antara 0,2 0,3. Namun demikian, perlu diingat bahwa peningkatan bobot hidup yang nyata kemungkinan dapat menurunkan kemampuan produksi telur dari itik yang bersangkutan karena kedua sifat tersebut berkorelasi negatif. Oleh karena itu, seleksi untuk peningkatan bobot hidup 6 minggu dapat dilakukan hanya pada pembentukan galur yang akan dijadikan bibit induk galur jantan (male line). KESIMPULAN Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai heritabilitas bobot hidup sampai umur 8 minggu relatif rendah baik pada itik Alabio maupun itik Mojosari. Akan tetapi, nilai yang diperoleh masih memberikan harapan untuk bobot hidup umur 6 minggu untuk digunakan sebagai kriteria seleksi jika itik-itik tersebut akan digunakan dalam proses pembentukan itik pedaging berdasarkan sumberdaya genetik itik lokal. Jika dilihat nilai korelasi genotipiknya dengan bobot hidup pada berbagai umur adalah cukup tinggi, maka seleksi terhadap bobot hidup umur 6 minggu akan mampu memperbaiki kecepatan pertumbuhan anak itik secara efektif, khususnya untuk itik Mojosari. Hal ini perlu mendapat perhatian dalam menggunakannya sebagai materi genetik dalam pengembangan galur itik pedaging. Sebagai alternatif lain, barangkali itik pedaging akan lebih efektif jika dilakukan melalui program persilangan. Akan tetapi, sebagai materi persilangan populasi itik Mojosari yang akan digunakan tetap harus mengalami proses seleksi agar dapat terbentuk galur murni yang homogen dan stabil sebagai bibit induk (parent stock). DAFTAR PUSTAKA FALCONER, D.S. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. 2nd edition. Longman Scientific and Technical, London. GROENEVELD, E. 1998. VCE 4 User s Guide and Reference Manual Version 1.1. Institute of Animal Husbandry and Animal Behaviour Mariensee, Germany. KUHLERS, D.L. and G.R. McDANIEL. 1996. Estimates of heritabilities and genetic correlations between tibial dyschondroplasia expression and body weight at two ages in broilers. J. Poult. Sci. 75: 959-961. LARZUL, C., R. ROUVIER, G. GUY and ROUSSELOT-PAILLEY. 1999. Estimation of genetic parameters for growth, carcass traits and hepatic steatosis in an overfed white plumage polish geese strain. Proceedings of 1st World Waterfowl Conference, Taichung, Taiwan, Republic of China. December 1-4, 1999. WPSA-Taiwan Branch, ROC. LE, T.T., X.T. DUONG, K. NIRASAWA, H. TAKAHASHI, T. FURUKAWA and Y. NAGAMINE. 1998. Genetic parameters of body weight from an exotic line of duck in Vietnam. Anim. Sci. & Technol. 69: 123-125. LIU, H.C., Y.H. HU, S.R. Lee, R. Rouvier, J.P. Poivey and C. Tai. 20007. Selection studies for memory duck in Taiwan.Proceedings of International Seminar on improveded Duck Production of small-scale Farmers in ASPAC, -FFFC- Taiwan. SUSANTI, T., L.H. PRASETYO, Y.C. RAHARJO dan W.K. SEJATI. 1998. Pertumbuhan galur persilangan timbal balik itik Alabio dan Mojosari. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor, 1-2 Desember 1998. Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 356-365. WEZYK, S. 1999. Current problems of waterfowl genetics and breeding. Proceedings of 1st World Waterfowl Conference, Taichung, Taiwan, Republic of China. December 1-4, 1999. WPSA-Taiwan Branch, ROC. 217