BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Volume/Arus Lalu Lintas Karena ada berbagai jenis kendaraan dijalan, maka untuk perhitungan kapasitas perlu adanya satuan standart, sehingga semua kendaraan harus dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (EMP) MKJI membagi EMP berdasar jumlah arus lalu lintas dan type jalan, seperti daftar berikut: Tabel 2.1. Ekivalensi mobil penumpang untuk jalan perkotaan tak terbagi Tipe jalan : jalan tak terbagi Arus lalu lintas 2 arah HV EMP MC Lebar jalur lalu lintas Wc 6 meter > 6 meter Dua lajur tak terbagi (2/2 UD) 0 1800 1.3 1.2 0.5 0.35 0.4 0.25 Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) 0 1800 1.3 1.2 0.4 0.25 Tabel 2.3 Emp untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah Tipe Jalan Arus lalu lintas per lajur Emp (kend/jam) HV MC 2 lajur 1 arah, terbagi (2/1 D) 0 1.3 0.4 4 lajur terbagi 1050 1.2 0.25 I- 1
3 lajur 1 arah, terbagi (3/1 D) 6 lajur terbagi 2.2 Kapasitas Jalan Perkotaan 0 1.3 0.4 1100 1.2 0.25 manual kapasitas Jalan Indonesia 1997 mendefenisikan kapasitas sebagai arus maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu, yang dirumuskan untuk menghitung kapasitas jalan perkotaan, adalah sbb : C = Co x FCw x FCsp x FCfs x FCcs Dimana : Co = kapasitas dasar (smp/jam) FCsp = faktor peny.pemisah arah FCw FCsf = faktor penyesuaian lebar jalur = faktor peny. hambatan samping FCcs = faktor peny. ukuran kota 2.2.1 Kapasitas Dasar (Co) Kapasitas dasar jalan, menurut standart geometrik jalan perkotaan, merupakan volume maksimum per jam yang dapat lewat suatu potongan lajur jalan ( untuk jalan multi lajur) atau suatu potongan jalan ( untuk jalan 2 lajur) pada kondisi jalan dan lalu lintas ideal. Kondisi ideal terjadi bila lebar laju tidak kurang dari 3.5 m, kebebasan lateral tidak kurang dari 1.75m, standart geometrik baik; hanya kendaraan ringan yang I- 2
menggunakan jalan dan tidak ada batas kecepatan, sehingga pada perhitungannya hrus memperhatikan faktor-faktor penyesuaian di lapangan. Kapaitas dasar, didalam MKJI 1997, tergantung pada type jalan dan jumlah lajur seperti table berikut : Tabel 2.3 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan Tipe jalan Empat lajur terbagi / jalan satu arah Empat lajur tak terbagi Kapasitas dasar (smp/jam) 1650 1500 Catatan Per lajur Per lajur Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah 2.2.2 Penyesuaian Lebar Jalur Lebar badan jalan sangat mempengaruhi banyaknya lalu lintas yang dapat dilewatkan, sehingga perlu adanya penyesuaian terhadap lebar ideal, seperti table berikut : Empat lajur terbagi / jalan satu arah Tabel 2.10 Penyesuaian Lebar Jalur Tipe jalan Lebar jalur efektif (Wc) (m) FCw Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 1,04 4,00 1,08 Empat lajur tak terbagi Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 0,91 1,05 I- 3
4,00 1,09 Total dua arah 5 6 7 Dua lajur tak terbagi 8 9 10 11 2.2.3 Penyesuaian Hambatan Samping 0,56 0,87 1,14 1,25 1,29 1,34 Pada masing-masing type jalan, faktor ini tergantung pada lebar bahu atau kerb efektif serta kelas hambatan samping. Lebar efektif bahu/kerb adalah lebar bebas dari segala halangan yang dapat mengganggu fungsinya (contoh : PK5, pot bunga, pohon dsb). Untuk kelas hambatan samping, MKJI 1997, membagi terdapt beberapa kategori menurut besar bobot kejadian/200m/jam. Kejadian yang masuk sebagai hambatan samping adalah pejalan kaki, kendaraan berhenti dan parkir, kendaraan yang keluar dan masuk lahan di sisi jalan, serta arus kendaraan yang bergerak lambat. Tabel 2.5 kelas hambatan samping sesuai dengan bobot dan kondisi berikut : Kelas hambatan Kode Jumlah berbobot Kondisi Khusus samping kejadian/200 m/jam (dua sisi) VL < 100 Daerah pemukiman, jalan dengan jalan samping L 100 229 Daerah pemukiman, beberapa I- 4
kend. Umum dsb M 300 499 Daerah industry, beberapa toko di sisi jalan H 500 899 Daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi Sangat tinggi VH > 900 Daerah komersial dengan aktivitas pasar disamping jalan Dari tabel diatas, maka dapat ditentukan faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping seperti dua tabel berikut : Tabel 2.6 Penyesuaian pengaruh hambatan samping dan lebar bahu jalan Tipe jalan 4/2 D 4/2 UD 2/2 UD atau jalan satu arah Kelas hambatan samping Sangat Sangat Sangat Lebar bahu efektif (Ws) 0,5 1,0 1,5 2,0 0,88 0,84 0,87 0,80 0,89 0,82 0,73 0,88 0,91 0,86 0,86 0,79 0,85 1,03 1,03 0,91 Tabel 2.7 Penyesuaian pengaruh hambatan samping dan Jarak Kereb-Penghalang I- 5
Tipe jalan 4/2 D 4/2 UD 2/2 UD atau jalan satu arah Kelas hambatan samping Sangat Sangat Sangat 2.2.4 Penyesuaian pemisahan Arah Lebar bahu efektif (Ws) 0,5 1,0 1,5 2,0 0,91 0,86 0,81 0,84 0,77 0,86 0,78 0,68 0,89 0,85 0,87 0,81 0,88 0,81 0,72 0,88 0,85 0,91 0,84 0,77 0,88 0,82 Faktor ini diterapkan khusus untuk jalan yang tidak terbagi. Di Indonesia biasanya komposisi lalu lintas bervariasi seperti table MKJI 1997 berikut : Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah Pemisah arah (SP) % - % 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 FCsp Dua lajur (2/2) 0,91 0,88 Empat lajur (4/2) 7 5 2.2.5 penyesuian Ukuran kota Faktor ini merefleksikan populasi pengemudi, yang jumlahnya akan berpengaruh terhadap perilakunya dalam berlalu lintas. MKJI 1997 menyatakan dalam tabel berikut : Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota I- 6
Ukuran kota (juta penduduk) < 0,1 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 > 3,0 Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0,86 1,04 2.3 Derajat Kejenuhan Derajat Kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. DS = Q C Dimana, Q C = Arus lalu-lintas (smp/jam) = Kapasitas (smp/jam) 2.4 Tingkat pelayanan Jalan Penilaian kinerja ruas biasanya tidak hanya berupa kapasitas, tetapi juga penilaian tingkat pelayanan jalan yang tampil dalam bentuk nilai V/C dari ruas tersebut. Tingkat pelayanan yang menjadi acuan untuk evaluasi adalah sebagaimana tabel berikut : Tabel 2.10 Kondisi pada tingkat pelayanan (LOS) diklasifikasikan atas berikut ini : Tingkat Karakteristik Batas V/C I- 7
Pelayanan A a. kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi b. pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkannya tanpa tundaan/hambatan 0,00 0,20 a. arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas, B b. pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatannya a. arus lalu lintas stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan mulai dikendalikan C b. pengemudi memiliki keterbatasan dalam memilih kecepatan arus mendekati tidak stabil,kecepatan masih dapat D dikendalikan dan V/C masih dapat ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus, a.volume lalu lintas mendekati/berada pada kapasitasnya E b.arus lalu lintas tidak stabil dan kecepatan terkadang terhenti a. arus yang dipaksakan atau macet F b. kecepatan rendah dengan volume dibawah kapasitas c. antrian panjang dan terjadi hambatan yang besar Sumber : US-HCM, 1994 0,21-0,44 0,45 0,74 0,75 0,84 0,85 > 2.5 Kecepatan Kecepataan merupakan tingkat pergerakan suatu kendaraan dalam aliran lalu lintas yang dinyatakan sebagai hasil pembagian jarak dengan waktu tertentu, biasanya dalam satuan mil setiap jam atau kilometer setiap jam. I- 8
Pemilihan kecepatan suatu kendaraan selain tergantung dari kemampuan pengemudi dan kendaraannya, juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain adalah 1. Sifat fisik jalan dan lingkungan wilayah sampingnya. 2. Keadaaan cuaca dan penerangan. 3. Adanya kendaraan lain. 4. Pembatasan kecepatan akibat peraturan-peraturan lalu lintas. 5. Pertimbangan ekonomi yang meliputi harga konstruksi jalan dan biaya operasi kendaraan. Kecepatan jarak rata-rata (space mean speed) adalah suatu istilah ilmu statistic yang banyak digunakan untuk menunjukan kecepatan rata-rata sejumlah kendaraan berdasarkan waktu perjalanan mereka paada suatu ruas jalan tertentu. Dari definisi tersebut laju kecepatan jarak rata-rata (space mean speed) secara praktis dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut : Sr = n L n i=1 t Dimana : Sr L t n : Kecepatan jarak rata-rata (km/jam) : Panjang ruas jalan (km) : waktu bergerak kendaraan ke I untuk menempuh jarak L (jam) : Jumlah kendaraan yang diamati. 2.5.1 Kecepatan Arus Bebas I- 9
Kecepatan arus bebas kendaraan menurut MKJI 1997 dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini. Keterangan : FV = (FV 0 + FV W ) FFV SF FFV CS FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan (km/jam) FV 0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam) FV = Penyesuaian lebar lajur lalu lintas efektif (km/jam) W FFV = Faktor penyesuaian kondisi hambatan samping SF FFV = Faktor penyesuaian ukuran kota. CS Untuk jalan tak terbagi, analisis kecepatan arus bebas dilakukan pada kedua arah lalu lintas. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu lintas, seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah. 2.5.1.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV 0 ) Kecepatan arus bebas dasar (FV 0 ) diperoleh dari Tabel 3.3 dengan variabel masukannya adalah tipe jalan. Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Dasar Kecepatan arus bebas dasar (FV 0 ) (km/jam) Tipe jalan Kend. Ringan (LV) Kend. Berat (HV) Sepeda motor (MC) Semua kend rata-rata (6/2) D 61 52 48 57 I- 10
(3/1) (4/2) D (2/1) (4/2 UD) (2/2 UD) 57 53 44 50 46 40 47 43 40 55 51 42 2.5.1.2 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalin (FV ) W Menurut MKJI 1997, penyesuaian jalur lalu lintas efektif merupakan penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat dari lebar jalur lalu lintas yang ada pada segmen suatu jalan. Variabel masukan yang digunakan adalah tipe jalan, dan lebar lajur lalu lintas efektif (W ). C Tabel 2.12 Penyesuaian Lebar Lalu Lintas Efektif Tipe jalan Empat lajur terbagi / jalan satu arah Empat lajur tak terbagi Dua lajur tak terbagi Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) (m) Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,5 3,75 4,00 Per lajur 5 6 7 8 9 10 11 FVw (km/jam) -4-2 0 2 4-4 -2 0 2 4-9,5-3 0 3 4 6 7 I- 11
2.5.1.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping (dengan bahu (FFV SF ) Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping merupakan faktor penyesuaian untuk kecepatan arus bebas dasar sebagai akibat adanya aktivitas samping segmen jalan, yang pada sample ini akibat adanya jarak antara kereb dan penghalang pada trotoar, mobil parkir, penyeberang jalan, dan simpang. Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan lebar bahu Tipe jalan Kelas hambatan samping (SFC) Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m) 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m Empat terbagi 4/2 D lajur Empat lajur tak terbagi 4/2 D Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah Sangat Sangat tinggi Sangat tinggi 0,89 0,84 0,87 0,80 0,82 0,73 1,03 0,88 1,03 0,91 0,86 0,86 0,79 1,03 1,03 0,85 1,04 1,03 1,04 1,03 0,91 Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan jarak kerb-penghalang Tipe jalan Kelas Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m) I- 12
Empat terbagi 4/2 D lajur Empat lajur tak terbagi 4/2 D Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah hambatan samping (SFC) 0,5 m 1,0 m 1,5 m > 2,0 m Sangat Sangat tinggi Sangat tinggi 0,87 0,81 0,91 0,84 0,77 0,87 0,78 0,68 0,85 0,87 0,81 0,89 0,81 0,72 0,88 0,85 0,84 0,77 0,88 0,82 2.5.1.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Ukuran Kota (FFVcs) Menurut MKJI 1997, faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota merupakan faktor penyesuaian arus bebas dasar yang merupakan akibat dari banyak populasi penduduk suatu kota. Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Kecepatan Untuk Ukuran Kota Ukuran kota (juta penduduk) < 0,1 0,1 0,5 0,5 1,0 1,0 3,0 > 3,0 Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 1,03 I- 13
2.6 Kecepatan Operasional (FV LV ) dan Waktu Tempuh Kecepatan pada kondisi lalu-lintas yang sesungguhnya dengan kondisi jalan 2/2 UD dapat dilihat pada gambar grafik dibawah ini : Gambar 2.1 kecepatan operasional sebagai fungsi dari DS untuk jalan 2/2 UD Untuk menentukan kecepatan sesungguhnya dengan cara : 1. Masukan nilai derajat kejenuhan (DS) pada sumbu horizontal (X). 2. Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik tersebut sampai berpotongan dengan nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya (FV). 3. Buat garis horizontal sejajar dengan sumbu (X) sampai berpotongan dengan sumbu vertical (Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan lihat nilai kecepatan kendaraan ringan sesungguhnya untuk kondisi yang dianalisa. Dalam menghitung berapa lama waktu tempuh rata-rata dalam jam untuk kondisi yang diamati sebagai berikut : I- 14
Waktu tempuh rata rata TT = L V (jam) Dimana, L = Panjang segmen (km) V = Kecepatan rata-rata ruang (km/jam) (waktu tempuh rata-rata dalam detik dapat dihitung dengan TT x 3600) 2.7 Antrian Kendaraan Jalan dapat berubah kondisinya tergantung volume, kecepatan dan kerapatan seperti telah dinyatakan sebelumnya. Perubahan kondisi ini dapat terjadi karena keterkaitan antara empat elemen pembentuk arus atau dapat pula disebabkan oleh faktor luar yang megakibatkan arus lalu lintas harus berhenti secara tepat. Namun keduanya sama-sama berakibat pada kemacetan atau antrian yang panjang pada saat jumlah kendaraan yang datang meningkat. Analisis antrian dapat didekati dengan menggunakan teori shock wave ataupun teori antrian yang akan dijelaskan lebih lanjut. 2.8 Teori antrian Antrian tidak hanya terjadi pada suatu system transportasi, namun bisa pada banyak hal dalam kehidupan. Secara umum antrian timbul karena proses arus pergerakan orang/barang terpaksa terganggu akibat kegiatan pelayanan. I- 15
Menurut A.D.May antrian akan terbentuk ketika demand melebihi kapasitas dan periode waktu jalan jarak waktu kedatangan kurang dari waktu pelayanan (pada level mikroskopik) pada sebuah lokasi tertentu. Beberapa contoh antrian dalam system jalan raya adalah pada persimpangan, pintu tol, fasilitas parkir, penyempitan freeway, tempat kecelakaan, daerah pertemuan arus (merge area) dan di belakang kendaraan yang bergerak lambat. Selain itu masalah antrian banyak ditemui pada kajian tentang terminal. Dalam membicarakan system antrian ada beberapa karakteristik yang harus di tentukan yaitu : 1. Tingkat kedatangan (λ) Yaitu jumlah kendaraan/orang yang datang pada tempat pelayanan untuk di layani (orang/sat waktu) atau (kend/sat waktu). Tingkat kedatangan biasa berpola konstan (Deterministic) atau pola kedatangan poisson/ eksponensial (acak) 2. Tingkat Pelayanan (µ) Merupakan jumlah orang/kendaraan yang dapat dilayani pada tempat pelayanan persatuan waktu. Pola tingkat pelayanan sama dengan tingkat kedatangan. 3. Jumlah pintu pelayanan 4. Disiplin antrin atau Cara kita mengantri yaitu : FIFO (First in first out) atau FCFS(First come first serve) Pada disiplin antrian ini dapat dilakukan dengan single channel (satu pintu) ataupun multi channel (banyak pintu) tergantung pada I- 16
kebutuhan dan dengan asumsi bahwa setiap pintu mempunyai tingkat pelayanan yang sama. Contoh yang paling sering kita lihat adalah pada pintu tol. FILO (first in, last out) Dengan system ini yang terakhir datang aka dilayani lebih dahulu. Jenis ini biasanya pada tumpukan surat di kantor pos. FVFS ( first vacant first server) Bagi tempat pelayanan yang mempunyai tingkat pelayanan berbeda, maka disiplin antrian ini dapat dilakukan disiplin antrian yang umumnya ada pada system transportasi adalah FIFO. Bila dikaitkan dengan pola kedatangan dan pelayanan, biasanya suatu system antrian dinyatakan dengan 3 huruf seperti D/D/1, yang berarti pada suatu antrian mempunyai pola kedatangan deterministik, pola pelayanan deterministic dan 1 pintu pelayanan. Contoh lain adalah M/D/1, yang berarti kedatangan poission/distribusi eksponensial, pelayanan/keberangkatan deterministic dan terdapat 1 pintu pelayanan. Selanjutnya dalm melakukan analisis antrian perlu diketahui beberapa hal yaitu : 1. Komponen utama dalm analisis antrian Ada 2 komponen utama dalam analisis system antrian yaitu System dan Antrian. Hubungan keduanya di ilustrasikan sebagai berikut I- 17
λ Gate dengan µ tertentu Kendaraaan A B Gambar 2.3 Ilustrasi antrian C Dari gambar diatas dapat dijelaskan kendaraan yang datang dengan tingkat kedatangan γ akan masuk dalam antrian selama B dan akan dilayani dengan tingkat pelayanan µ atau waktu pelayanan C. dengan demikian waktu yang dipakai oleh kendaraan tersebut didalam system adalah total waktu yang digunakan didalam antrian dan didalam pelayanan (B+C).dari ilustrai tersebut, dapat diketahui bahwa nilai/ besarnya tingkat pelayanan dan tingkat kedatangan akan mempengaruhi terhadap terjadinyaa antrian. Dalam hal ini disebut sebagai intensitas lalu lintas atau ρ. Agar antriaan tidak semakin panjang terbentuk dengan bertambahnya waktu maka : ρ < 1 ataau λ/µ < 1 namun jika hal ini tidak terpenuhi atau terjadi antrian, maka ada dua kriteria penting yang dipertimbangkan yaitu : 1. Panjang antrian, merupakan kriteria yang dipertimbangkan oleh operator 2. Waktu antrian, merupakan kriteria yang dipertimbangkan oleh pengguna. Hasil-hasil dlam teori antrian dengan kasus pada tempat pelayanan tunggal, dengan kedatangan poisson, waktu pelayanan eksponensial negative dan disiplin FIFO dapat dirumuskan seperti dibawah ini : I- 18
a. Intensitas lalu lintas (ρ) ρ = λ µ b. Rata-rata waktu di dalam system (d) d = 1 (µ λ) = c. Rata-rata waktu di dalam antrian (w) w = λ (µ µ λ ) = d. Rata-rata jumlah kendaraan di dalam system (n) n = λ (µ λ) = e. Rata-rata jumlah kendaraan di dalam antrian (q) q = λ 2 (µ µ λ ) = I- 19