Struktur Komunitas Serangga Nokturnal Areal Pertanian Padi Organik pada Musim Penghujan di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

dokumen-dokumen yang mirip
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang Korespondensi: 2)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. serangga yang ada di perkebunan jeruk manis semi organik dan anorganik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

ABSTRACT. PENDAHULUAN Apel merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi secara ekonomi dan. Jurnal Biotropika Vol. 1 No.

BAB V PEMBAHASAN. diidentifikasi dengan cara membandingkan ciri-ciri dan dengan menggunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

BAB III METODE PENELITIAN. langsung dari lokasi pengamatan. Parameter yang diukur dalam penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

Alamat korespondensi * :

BAB III METODOLOGI PENELITAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, yang. sensus atau dengan menggunakan sampel (Nazir,1999).

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DI BERBAGAI TIPE LAHAN SKRIPSI OLEH : ANNA SARI SIREGAR AGROEKOTEKNOLOGI

Diversitas Arthropoda Tanah Di Area Restorasi Ranu Pani Kabupaten Lumajang

Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS BIODIVERSITAS SERANGGA DI HUTAN KOTA MALABAR SEBAGAI URBAN ECOSYSTEM SERVICES KOTA MALANG PADA MUSIM PANCAROBA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN PANTAI SEKITAR MERAK BANTEN DAN PANTAI PENET LAMPUNG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA FASE VEGETATIF DAN GENERATIF TANAMAN KEDELAI (Glycine max) DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH:

Efek Refugia pada Populasi Herbivora di Sawah Padi Merah Organik Desa Sengguruh, Kepanjen, Malang

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERKEBUNAN APEL SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK DESA PONCOKUSUMO KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. satu keaneragaman hayati tersebut adalah keanekaragaman spesies serangga.

Keragaman Serangga Musuh Alami Kutu Sisik Lepidosaphes beckii Pada Jeruk Keprok Dan Jeruk Manis

KEANEKARAGAMAN SERANGGA DAN LABA-LABA PADA PERTANAMAN PADI ORGANIK DAN KONVENSIONAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 84 Pada

Struktur Komunitas Vertebrata dan Invertebrata Air pada Petak Sawah Organik di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi sekarang, pemanfaatan pestisida, herbisida dan pupuk kimia sangat umum digunakan dalam usaha

INDEKS KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA PADA PERTANAMAN PADI (Oryza Sativa L.) DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH :

BAB VI PEMBAHASAN. Pencuplikan sampel dilakukan pada tanggal Juli 2014 di empat lokasi

BAB III GANGGUAN OLEH SERANGGA HAMA

BAB III METODOLOGI PENELITAN

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis Serangga Di Berbagai Tipe Lahan Sawah

Sumani*, Zaidatun Nusroh**, Supriyadi* Soil Department Agriculture Faculty- Sebelas Maret University

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

SEBARAN POHON PAKAN ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii. Lesson,1827.) MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berbeda terdapat 6 familiy dan 9 spesies yakni Family Pyralidae spesies

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI GUDANG BERAS

Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di lahan pertanaman kakao milik masyarakat di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT)

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

BAB III METODE PENELITIAN

KEANEKARAGAMAN JENIS SERANGGA DIURNAL PADA TANAMAN PENUTUP TANAH

DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA PERTANAMAN PADI

Komposisi Serangga Kanopi Pohon Apel di Desa Poncokusumo Kabupaten Malang

SKRIPSI. Oleh Okky Ekawati H

BAB IV METODE PENELITIAN

JURNAL WIWIT SATRIA NIM:

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

Keanekaragaman Serangga di Ekosistem Mangrove

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan kegiatan

IDENTIFIKASI SERANGGA YANG TERPERANGKAP PADA KANTONGSEMAR(Nepenthes spp.) Di KAWASAN KAMPUS UIN SUSKA RIAU

Diversity of Herbivore Arthropods Visitor on Red Paddy Variant in Organic Paddy Field of Sengguruh Village, Kepanjen

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga

Keanekaragaman Komunitas Arthropoda Kanopi yang Berpotensi Polinator pada Tanaman Apel (Malus Sylvestris Mill.) di Lahan Apel Desa Bumiaji

IDENTIFIKASI FAMILI SERANGGA DAN DOMINANSINYA PADA TANAMAN TEBU TOLERAN KEKERINGAN DI PG DJATIROTO

BAB I PENDAHULUAN. flora dan fauna yang sangat tinggi (mega biodiversity). Hal ini disebabkan karena

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

PENINGKATAN KERAGAMAN TUMBUHAN BERBUNGA SEBAGAI DAYA TARIK PREDATOR HAMA PADI SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif.

Inventarisasi Serangga Pada Pohon Tembesu (Fragraea fragrans Roxb) INVENTARISASI SERANGGA PADA POHON TEMBESU (Fragraea fragrans Roxb)

BAB IV HASIL PENELITIAN. mempunyai luas wilayah kurang lebih 318 Km 2 atau Ha. Batas-batas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km 2 yang melintasi wilayah

J. Agroland 22 (2) : , Agustus 2015 ISSN : X E-ISSN :

KERAGAMAN LEPIDOPTERA PADA DUKUH DAN KEBUN KARET DI DESA MANDIANGIN KABUPATEN BANJAR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Interaksi Trofik Jenis Serangga di atas Permukaan Tanah dan Permukaan Tanah Beberapa Pertanaman Varietas Jagung (Zea mays Linn.)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam satu komunitas yang sering disebut dengan. banyak spesies tersebut (Anonimus, 2008).

BIOMA : JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 2(1):35-45, 2017

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

STUDI HUTAN KOTA SEBAGAI PENYEDIA JASA LINGKUNGAN PADA MUSIM HUJAN DI KOTA MALANG

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS

BAB III METODE PENELITIAN. Telaga Bromo terletak di perbatasan antara desa Kepek kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya melebihi 80% dari hewan yang ada di dunia (Grimaldi dan Engel,

Pengaruh Blok Refugia Terhadap Pola Kunjungan Serangga Polinator di Perkebunan Apel Poncokusumo, Malang

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura buah apel (Malus sylvestris (L.) Mill) merupakan

Transkripsi:

Struktur Komunitas Serangga Nokturnal Areal Pertanian Padi Organik pada Musim Penghujan di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Rudi Candra Aditama (1)., Nia Kurniawan (1). (1) Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang Alamat email : rudicandra3@gmail.com ABSTRAK Pertanian organik merupakan sistem pertanian berkelanjutan dengan menekankan pada kestabilan lingkungan. Indikator kestabilan pertanian organik tersebut dapat diketahui dari keragaman dan kelimpahan serangga salah satunya serangga nokturnal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui diversitas dan struktur komunitas serangga nokturnal pada areal pertanian padi organik di musim penghujan. Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dengan pengambilan sampel sebanyak enam kali dengan mengunakan metode Light Trap (LT) pada enam titik serta dilakukan pengukuran faktor abiotik. Data ditabulasi dalam Microsoft Excel. Struktur komunitas didapatkan dari indeks nilai penting (INP) dan indeks diversitas Shannon-Wienner. Serangga nokturnal di areal pertanian organik terdiri dari 1 ordo yang terbagi atas 42 famili dengan lima famili tertinggi berdasarkan indeks nilai penting (INP) yaitu Culicidae (23 %), Delphacidae (19 %), Pyralidae (13 %), Chrysomelidae (12 %), dan Formicidae (12 %). Diversitas serangga nokturnal yang diperoleh berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener menunjukkan nilai (H'=4,146). Komposisi peran ekologis serangga nokturnal yang ditemukan terdiri dari herbivora (122 %), predator (33 %), scavanger (23 %), dan parasitoid (22 %). Faktor abiotik memiliki nilai yang tidak berbeda jauh pada setiap lokasi pengambilan sampel dengan rata-rata suhu 22-24 o C, intensitas cahaya 4 lux, kelembaban udara 88 %, dan curah hujan kumulatif 2663 mm/tahun. Kata kunci : Komunitas, Light Trap (LT), Pertanian organik, Serangga nokturnal. ABSTRACT Organic farming was a system of sustainable agriculture with emphasis on the stability of the environment. Stability indicator of organic farming could be known from the diversity and abundance of insects especially the nocturnal insects. The research aims were to know the diversity and community structure of nocturnal insect on agricultural area of organic rice in the rainy season. This research was an explorative descriptive research and samplings were conducted as much as six times by using Light Trap (LT) method on six points as well as performed measurement of abiotic factors. Data were tabulated in Microsoft Excel. Community structure derived from the important value index (INP) and Shannon- Wienner diversity index. Nocturnal insects in organic agricultural area consists of 1 order which is divided into 42 families with the five highest Family taxa on important value index (INP) namely Culicidae (23 %), Delphacidae (19 %), Pyralidae (13 %), Chrysomelidae (12 %), and Formicidae (12 %). Diversity of nocturnal insects was obtained based on Shannon-Wiener diversity index demonstrates the value (H'=4,146). The composition of the ecological role of nocturnal insects were found composed by herbivores (122 %), predators (33 %), scavangers (23 %), and parasitoid (22 %). Abiotic factors including temperature, light intensity, humidity and rainfall were not significant different on each sampling location, with an average temperature of 22-24 C, the light intensity is 4 lux, humidity 88 %, and the cumulative rainfall 2663 mm/year. Key words : Community, Light Trap (LT), Organic farming, Insect Nocturnal PENDAHULUAN Sistem pertanian konvensional awalnya berhubungan dengan revolusi hijau terutama bertujuan meningkatkan produksi pangan secara dramatis, sehingga dapat mengatasi kekurangan pangan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan penggunaan produk teknologi yang digunakan tidak diimbangi dengan dampak yang diakibatkan. Praktek secara nyata revolusi hijau sangat tidak dianjurkan karena merupakan sistem pertanian monokultur, penggunaan pupuk dan Jurnal Biotropika Vol. 1 No. 4 213 186

pestisida sintetis yang berlebihan, serta kurang mengindahkan praktek konservasi sumberdaya alam [1]. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang dapat memberikan solusi terhadap masalah-masalah terkait adanya pertanian konvensional [2]. Pertanian organik diartikan sebagai usaha budidaya pertanian yang bersifat dinamis dan cepat tumbuh dari industri pangan global. Hal tersebut karena penggunaan bahan-bahan alami, baik terhadap tanah maupun tanaman yang dapat mempengaruhi kesehatan [3]. Areal pertanian tersebut merupakan habitat yang sangat penting bagi hewan terutama serangga. Serangga merupakan ordo penting dalam kelas Arthropoda, hal tersebut karena serangga di ekosistem digunakan sebagai indikator keseimbangan dan kesehatan suatu ekosistem [4]. Dewasa ini perusakan dan gangguan oleh hama berlangsung secara terus menerus baik oleh serangga diurnal dan nokturnal, terutama serangga nokturnal yang merupakan serangga aktif pada malam hari dan belum dipelajari secara sistematis. Kestabilan pertanian dapat diketahui melalui adanya keragaman dan kelimpahan serangga salah satunya serangga nokturnal. Kestabilan tersebut dapat dilakukan dengan cara pendayagunaan teknik budidaya yang tepat guna. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian mengenai kestabilan ekosistem yang ada pada pertanian organik sehingga dapat diambil langkah yang tepat agar kestabilan ekosistem pertanian organik tersebut tetap terjaga khususnya serangga nokturnal yang bersifat menguntungkan. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan selama bulan September 212 Juni 213. Lokasi pengambilan sampel bertempat di Desa Sumber Ngepoh, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Gambar 1. Areal pertanian organik Sumber Ngepoh Pengambilan Sampel Serangga Nokturnal. Penelitian bersifat deskriptif eksploratif, pengambilan sampel serangga nokturnal dilakukan malam hari dengan parameter yang diamati adalah pengukuran suhu, intensitas cahaya, curah hujan dan kelembaban udara. Hasil pengamatan akan berupa deskripsi variasi kondisi habitat serangga selama pengamatan areal pertanian organik. Metode pengambilan sampel yang digunakan merupakan metode Light Trap. Penangkapan dengan menggunakan metode Light Trap pada nampan dengan diberikan perlakuan air, deterjen dan bahan pengawet (natrium benzoat) lalu serangga yang tertangkap dipindah ke dalam botol killing jar dengan komposisi larutan alkohol 7 % sebanyak 2 ml. Light Trap merupakan metode non-kimia yang digunakan dalam pengendalian hama serangga. Metode tersebut secara luas telah digunakan untuk mengendalikan hama pertanian di negara berkembang [5]. Analisis Data. Hasil pengamatan diversitas serangga akan diperoleh data kelimpahan, ditabulasi dan dikompilasi menggunakan Microsoft Excel untuk setiap lokasi selama enam kali pengamatan. Selanjutnya data tersebut digunakan untuk menentukan Frekuensi (F) dan Indeks nilai penting (INP), Indeks diversitas Shannon-Wiener (H) [6]. Kelimpahan (K) ditentukan dengan menghitung jumlah total individu dari suatu taksa yang ditemukan disetiap lokasi penelitian. Kelimpahan relatif (KR) suatu spesies merupakan kelimpahan dari suatu spesies dibagi dengan jumlah kelimpahan dari semua spesies dalam suatu komunitas [7]. Frekuensi Relatif (FR) merupakan frekuensi dari suatu spesies dibagi dengan jumlah frekuensi dari semua spesies dalam komunitas [7]. INP merupakan indeks hasil penjumlahan kelimpahan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR). INP menggambarkan besarnya penguasaan yang diberikan oleh suatu spesies terhadap komunitasnya [7]. Data kelimpahan serangga digunakan untuk menentukan nilai indeks keragaman Shannon-Wiener [8]. HASIL DAN PEMBAHASAN Serangga nokturnal yang ditemukan di areal pertanian organik terdiri dari 1 ordo yang terbagi atas 42 famili. Ordo tersebut antara lain : Diptera, Homoptera, Coleoptera, Hymenoptera, Lepidoptera, Orthoptera, Diplura, Isoptera, Jurnal Biotropika Vol. 1 No. 4 213 187

Odonata dan Hemiptera. Organisme dengan INP yang tinggi memiliki peranan dalam suatu komunitas akan membentuk dominansi antar jenis spesies. INP yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh kemampuan organisme dalam bereproduksi maupun menyesuaikan terhadap kondisi lingkungan [9]. Indeks nilai penting (INP) menggambarkan besarnya penguasaan yang diberikan oleh suatu spesies terhadap komunitasnya. INP (%) 1 8 6 4 2 Famili Gambar 2. Indeks nilai penting (INP) serangga pada areal pertanian organik Famili yang dominan (INP > 1 %) pada areal pertanian organik adalah Culicidae (23 %), Delphacidae (19 %), Pyralidae (13 %), Chrysomelidae (12 %), Formicidae (12 %). Dominasi dapat menunjukkan adanya superioritas jumlah dibandingkan dengan suatu peran spesies. Dominasi tersebut merupakan hasil dari proses penggusuran. Keberadaan suatu komunitas yang ditemukan lebih kecil dalam luas area dengan ukuran beberapa hektar memperlihatkan pola dominan apabila dibandingkan dengan pola kestabilan [1]. Kelimpahan serangga nokturnal yang ditemukan pada areal pertanian organik menunjukkan hasil yang tinggi. Kelimpahan tersebut menunjukkan keberadaan jumlah individu dalam suatu lokasi tertentu. Spesies terutama serangga nokturnal yang ditemukan pada indeks kelimpahan digolongkan melimpah jika dalam suatu komunitas tersebut menunjukkan jumlah yang besar. Distribusi individu serangga nokturnal yang beragam dan tinggi mampu menggambarkan kondisi areal pertanian organik yang berada di Sumber Ngepoh tersebut. INP (%) 14 12 1 8 6 4 2 Herbivora Predator Scavanger Parasitoid Peran Ekologis Gambar 3. Peran ekologis serangga nokturnal pada areal pertanian organik Serangga yang bersifat sebagai herbivora yang cenderung dapat merusak tanaman menunjukkan nilai 122 %, hal tersebut sangat berbeda jauh dengan predator yaitu 33 %, scavanger 23 %, sedangkan nilai terkecil berdasarkan fungsi ekologis yaitu parasitoid 22 %. Diversitas seranggga nokturnal yang diperoleh berdasarkan indeks Shanon-Wiener menunjukkan nilai (H'=4,146). Indeks Shanon- Wiener dengan kisaran tersebut menunjukkan bahwa kestabilan lingkungan pada komunitas areal pertanian organik memiliki kestabilan yang cenderung tinggi, sehingga dalam lingkungan tersebut terjadi interaksi antar spesies kompleks. Jumlah Serangga 35 3 25 2 15 1 5 3 25 2 15 1 5 Curah Hujan (mm/tahun) Pengambilan Sampel Curah Hujan Jumlah Serangga Gambar 4. Distribusi serangga nokturnal pada areal pertanian organik Serangga nokturnal menunjukkan jumlah tertinggi pada fase generatif hingga pemasakan atau sebelum fase panen dan mengalami penurunan kembali pada akhir desember (panen). Hal ini disebabkan keberadaan areal pertanian organik yang dapat menjadi habitat serangga nokturnal baik mencari makan hingga reproduksi. Serangga herbivora yang cenderung merusak tanaman menyerang tanaman padi berdasarkan stadia umur padi dibagi menjadi 4 macam yaitu fase Persemain, vegetatif, generatif atau reproduktif, pemasakan atau panen [11]. Serangga nokturnal yang ditemukan selama Jurnal Biotropika Vol. 1 No. 4 213 188

pengambilan sampel menunjukkan habitat sangat berpengaruh dalam mendukung keberadaan serangga nokturnal di areal pertanian organik tersebut. Fase produktif hingga pemasakan merupakan fase dimana jumlah makanan yang tersedia cenderung lebih sebagai sumber pangan sehingga keberadaan serangga nokturnal yang ditemukan mengalami titik puncak. Serangga mengalami penurunan jumlah ketika fase panen hal tersebut disebabkan kondisi areal pertanian yang semakin terbuka baik sebagai habitat tempat tinggal hingga kebutuhan jumlah nutrisi makanan yang semakin berkurang. Kondisi areal yang semakin terbuka memungkinkan jumlah serangga yang bersifat herbivora juga cenderung terlihat oleh musuh alami. Aktivitas keberadaan serangga di alam dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Serangga beraktivitas pada kondisi lingkungan yang optimal, sedangkan kondisi yang kurang optimal di alam menyebabkan aktivitas serangga menjadi rendah [12]. Keberadaan serangga nokturnal yang besifat herbivora diimbangi dengan jumlah musuh alami serangga nokturnal yaitu predator dan parasitoid yang menunjukkan titik puncak ketika kelompok herbivora mengalami jumlah tertinggi dalam sekali panen. Jumlah Individu 25 2 15 1 5 15-Sep 6-Okt 27-Okt 17-Nov 8-Des 29-Des Pengambilan Sampel Herbivora Predator Scavanger Parasitoid Gambar 5. Fluktuasi serangga nokturnal pada areal pertanian organik Jumlah serangga nokturnal yang ditemukan selama pengamatan menunjukkan famili Culicidae, memiliki nilai terbesar. Distribusi tersebut menunjukkan adanya hubungan antara kelompok herbivora dengan kelompok serangga predator dan parasitoid. Distribusi serangga herbivora tertinggi pada setiap pengambilan sampel yaitu famili Culicidae mengalami kenaikan pada setiap pengambilan sampel. Nyamuk atau kelompok Culicidae merupakan serangga perairan. Culicidae dianggap sebagai golongan yang dapat merugikan manusia dalam hal kesehatan [13]. Famili Culicidae terutama nyamuk dewasa dapat ditemukan dekat dengan air yang digunakan sebagai tempat hidup pada tahapan larva. Keberadaan nyamuk tersebut didukung pada areal pertanian organik di Desa Sumber Ngepoh yang terdapat sumber air tawa yang merupakan aliran irigasi terutama digunakan dalam mengairi pertanian sehingga menyebabkan melimpahnya jumlah Culicidae. Distribusi serangga predator yang merupakan musuh alami dari serangga herbivora pada setiap pengambilan sampel yaitu famili Formicidae mengalami kenaikan pada setiap pengambilan sampel. Kelompok predator tersebut sangat penting keberadaanya terhadap musuh alami serangga herbivora dalam lingkungan. Formicidae merupakan serangga eusosial, namun terdapat jenis yang parasitik atau hidup sebagai serangga yang bersifat parasit. Habitat Formicidae dapat ditemukan bersarang di dalam rongga-rongga pada suatu tanaman, lubang suatu kayu hingga di dalam tanah [14]. Keberadaan serangga nokturnal dalam alam dipengaruhi oleh keberadaan faktor abiotik atau unsur iklim sebagai komponen suatu ekosistem. Pengamatan yang diamati meliputi suhu, intensitas cahaya, kelembaban udara dan curah hujan. Karakteristik biologis dari serangga dipengaruhi terutama oleh suhu dan kelembaban relatif [15]. Intensitas cahaya juga mempengaruhi keberadaan serangga dalam alam. Cahaya yang diukur berasal dari penggunaan metode Light trap dalam menangkap serangga yang ada dalam areal pertanian organik, berbeda dengan kelompok serangga diurnal yang memanfaatkan cahaya matahari. Organ penglihatan serangga dipengaruhi oleh keberadaan intensitas cahaya disekitar. Cahaya tersebut masuk dalam mata faset yang dimiliki oleh suatu serangga dan diterima oleh reseptor [14]. Suhu rata-rata di lahan pertanian organik selama enam kali pengambilan sampel berkisar antara 22-24 o C. Suhu tersebut tergolong dalam kisaran suhu yang efektif bagi kehidupan dan aktivitas serangga dalam suatu lingkungan. Serangga mempunyai kisaran toleransi suhu udara tertentu dalam kelangsungan hidup. Suhu efektif serangga dalam perkembangan hidup adalah antara 15-45 o C, dengan kisaran suhu optimum yang digunakan untuk berkembang biak adalah suhu 25 o C [16]. Suhu dapat berpengaruh terhadap suatu ekosistem karena suhu merupakan komponen yang diperlukan organisme untuk berlangsungnya hidup. Jurnal Biotropika Vol. 1 No. 4 213 189

Beberapa organisme dapat melakukan suatu respon adaptif untuk mempertahankan hidupnya [1]. Kelembaban udara menunjukkan nilai ratarata 88 % selama enam kali pengambilan sampel. Penentuan unsur iklim terutama curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi Fisika Karangploso Kabupaten Malang Tahun 212. Curah hujan tersebut tidak terjadi secara rutin dalam setiap bulannya dan mulai terjadi pada bulan Oktober. Curah hujan kumulatif di Kecamatan Lawang rata-rata tertinggi pada bulan desember yaitu 2663 mm/tahun [17]. KESIMPULAN Serangga nokturnal di areal pertanian organik terdiri dari 1 ordo yang terbagi atas 42 famili dengan lima famili tertinggi berdasarkan indeks nilai penting (INP) yaitu Culicidae (23 %), Delphacidae (19 %), Pyralidae (13 %), Chrysomelidae (12 %), dan Formicidae (12 %). Diversitas serangga nokturnal yang diperoleh berdasarkan indeks diversitas Shannon-Wiener menunjukkan nilai (H'=4,146). Komposisi peran ekologis serangga nokturnal yang ditemukan terdiri dari herbivora (122 %), predator (33 %), scavanger (23 %), dan parasitoid (22 %). Faktor abiotik memiliki nilai yang tidak berbeda jauh pada setiap lokasi pengambilan sampel dengan rata-rata suhu 22-24 o C, intensitas cahaya 4 lux, kelembaban udara 88 %, dan curah hujan kumulatif 2663 mm/tahun. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikan jurnal ini dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini dilaksanakan dengan dukungan dana dari DPP-SPP Universitas Brawijaya, kepada para reviewer. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan rekan tim yang mendukung terselesaikannya naskah ini. Serta pihak laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya, Malang. [1] DAFTAR PUSTAKA Badgley, C., J. Moghtader., E. Quintero, E. Zakem, M.J. Chappell, K.A. Vazquez, A. Samulon, & I. Perfecto. 27. Organic agriculture and the global food supply. 22 : 86 18 [2] Wheeler, S.A. 28. What influences agricultural professionals' views towards organic agriculture. Ecological Economics. 65 : 145-154. [3] Pornpratansombat, P., B. Bauer., & H. Boland. 211. The Adoption Of Organic Rice Farming In Northeastern Thailand. Journal of Organic Systems. 6. [4] Suheriyanto, D. 28. Ekologi Serangga. Uin- Malang Press. Malang. [5] Gang & C, Sen. 212. Differences in the nocturnal flight activity of insect pests and beneficial predatory insects recorded by light traps: Possible use of a beneficialfriendly trapping strategy for controlling insect pests. 19 : 295-41 [6] Cox, G.W. 22. General Ecology. Laboratory Manual. 8th Ed. McGraw Hill. New York. [7] Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif : Metode Analisis Populasi dan Komunitas. Usaha Nasional. Surabaya. [8] Krebs, C.J. 21. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. 5th Edition. Benjamin Cummings. Menlo Park. California. [9] Hull, J. C. 28. Encyclopedy of Ecology. Elsevier B. V. Netherland [1] Leksono, A.S. 27. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Bayu Media. Malang. [11] Pathak, M.D., & Z.R. Khan. 1994. Insect pests of rice. International Rice Research Institute. Manila. [12] Michener, C.D. 2. The Bees of the World. The Johns Hopkins University Press. Baltimore [13] Rueda, L. M., 28. Global diversity of mosquitoes (Insecta: Diptera: Culicidae) in freshwater. Hydrobiologia. 595 : 477 487 [14] Borror, D.J., A.T. Charles, & F.J. Norman. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga, Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. [15] Yanik, E & L, Unlu. 21. The effects of different temperatures and relative humidity on the development, mortality and nymphal predation of Anthocoris minki. Phytoparasitica. 38 : 327-335 [16] Jumar. 2. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta. [17] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 212. Data Klimatologi. Stasiun Klimatologi Karangploso. Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika Vol. 1 No. 4 213 19