Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 8: UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

BAB VIII UJI KLINIS SEDIAAN OBAT

PENGEMBANGAN OBAT BARU

EVALUASI KHASIAT DAN KEAMANAN OBAT (UJI KLINIK)

KONTRIBUSI FARMAKOEPIDEMIOLOGI PADA PROSES PERSETUJUAN DAN PERKEMBANGAN OBAT DI MASA DATANG Dosen Pembimbing: dra. Lili Musnelina, M.

Sejarah perkembangan konsep penilaian pemakaian obat dalam kedokteran

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional:

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50)

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah

BADAN POM RI Ind P PEDOMAN PENILAIAN EFIKASI DAN KEAMANAN ANTIHIPERTENSI

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

Obat tradisional 11/1/2011

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UJI KLINIK OBAT HERBAL

TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Uji Toksisitas UJI TOKSISITAS AKUT. Macam Uji Toksisitas. Beda antara jenis uji toksisitas umum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

hayati ini dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan di kalangan masyarakat. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan salah satu

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA DAN PENILAIAN OBAT PENGEMBANGAN BARU

BAB 1 PENDAHULUAN. pewarna sintesis yang digunakan dalam makanan adalah aman. bahan yang diwarnai berwarna merah. Penyalahgunaan Rhodamine B pada

BAB I. Pendahuluan. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit. kronis yang paling sering dijumpai dan merupakan penyebab

DRUG RELATED PROBLEMS

Observasi Klinik Jamu Sebagai Dasar Ilmiah Terapi Kedokteran Modern

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02002/SK/KBPOM

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Warfarin merupakan antagonis vitamin K yang banyak digunakan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah mengalami peningkatan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengobatan herbal berbeda dengan pengobatan secara konvensional namun terdapat sisi penilaian efikasi yg sama dari uji secara klinis.

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

Ruang Lingkup. Penerapan konsep, teori dan metode sains dalam bidang kedokteran atau perawatan kesehatan. Bidang:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

Pengaruh umum Pengaruh faktor genetik Reaksi idiosinkrasi Interaksi obat. Faktor yang mempengaruhi khasiat obat - 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB I PENDAHULUAN. budaya di dalam masyarakat Indonesia. Sebab, obat-obatan tradisional lebih

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai hal yang menyusahkan, bahkan membahayakan jiwa. Namun di era

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. kematian setelah penyakit kardiovaskuler. Sementara itu, di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

RUMAH SAKIT MATA PADANG EYE CENTER (RSMPEC) Ramah, Empati, Siaga, Proaktif, Exsclusive, dan Competence PANDUAN TENTANG PANDUAN TELAAH INTERAKSI OBAT

MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN KEAMANAN OBAT YANG DIBERIKAN PADA IBU HAMIL BERDASARKAN RESEP PERIODE JANUARI MARET 2013 DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN.

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

SKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :

Transkripsi:

Uji Pra-Klinik Uji Pra-Klinik dimaksudkan untuk mengetahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan ataukah tetap aman dipakai. Karena itulah penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi berbagai aspek antara lain: Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis Kerusakan genetik Pertumbuhan tumor Kejadian cacat waktu lahir. Dari pengamatan uji pra klinik dengan subyek hewan uji ini dapat dipakai acuan untuk menentukan apakah obat dapat diteruskan dengan uji pada manusia atau tidak. Untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada hewan. Dengan demikian dimasa yang akan datang perlu dikembangkan uji toksisitas secara in vitro. Fase Uji Klinik Ada beberapa tahapan/fase uji klinik mulai dari fase I sampai dengan fase IV. Fase-fase uji klinik yang harus dilalui adalah sebagai berikut : 1. Uji Klinik Fase I Pada fase ini calon obat diuji pada sukarelawan sehat (dalam jumlah terbatas) untuk mengetahui apakah sifat yang diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Untuk selanjutnya harus ditentukan pula hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia. 2. Uji Klinik Fase II Pada fase ini calon obat diuji pada pasien tertentu kemudian diamati efikasi pada penyakit yang diobati. Fase ini mempunyai maksud untuk menentukan efek potensial calon obat karena yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan resiko efek samping rendah atau tidak toksik.

Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat. 3. Uji Klinik Fase III Tahapan ini sudah melibatkan kelompok besar pasien. Pada fase ini, obat yang duji dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui. Contoh : Obat dengan kandungan nifedipin diuji efek dan keamanannya dengan pembanding yang sudah ada di pasaran seperti Adalat, Cordalat atau Vasdalat. Setelah calon obat dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh dokter. 4. Uji Klinik Fase IV Uji ini merupakan studi pasca pemasaran (post marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai usia dan ras. Studi ini dilakukan dalam jangka waktu lama untuk melihat nilai terapeutik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat. UJI KLINIK: Pada dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu obat. Uji klinik ini terdiri dari uji fase I sampai fase IV. UJI KLINIK FASE I: Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada manusia. Yang diteliti di sini ialah keamanan obat, bukan efetivitasnya, maka biasanya dilakukan pada sukarelawan sehat. Tujuan pertama fase ini ialah menentukan besarnya dosis tunggal yang dapat diterima, artinya yang tidak menimbulkan efek samping serius. Dosis oral (lewat mulut, diminum) yang diberikan pertama kali pada manusia biasanya 1/50 x dosis minimal yang menimbulkan efek pada hewan. Tergantung dari data yang diperoleh pada hewan, dosis berikutnya ditingkatkan sedikit-sedikit ata dengan kelipatan dua sampai diperoleh efek farmakologik atau sampai timbul efek yang tidak diinginkan. Untuk mencari efek toksik yang mungkin terjadi dilakukan pemeriksaan hematologi, faal hati, urin rutin, dan bila perlu pemeriksaan lain yang lebih spesifik.

Pada fase ini diteliti juga sifat farmakodinamik dan farmakokinetiknya pada manusia. Hasil penelitian farmakokinetik ini digunakan untuk meningkatkan pemilihan dosis pada pada penelitian selanjutnya. Selain itu, hasil ini diperbandingkan dengan hasil uji pada hewan coba sehingga diketahui pada spesies hewan mana obat tersebut mengalami proses farmakokinetik seperti pada manusia. Bila spesies ini dapat ditemukan, maka dilakukan penelitian toksisitas jangka panjang pada hewan tersebut. Uji klinik fase I ini dilaksanakan secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar, pada sejumlah kecil subjek dengan pengamatan intensif oleh orang-orang ahli di bidang ini,dan dikerjakan di tempat yang sarananya cukup lengkap. Total jumlah subjek pada fase ini bervariasi antara 20-50 orang. UJI KLINIK FASE II: Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil penderita yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat apakah efek farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk pengobatan. Fase II ini dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli dalam masing-masing bidang yang terlibat. Mereka harus ikut berperan dalam membuat protocol penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh panitia kode etik lokal. Protokol penelitian harus diikuti dengan dengan ketat, seleksi penderita harus cermat, dan setiap penderita harus dimonitor dengan intensif. Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada tahap biasanya belum dapat diambil kesimpulan yang mantap mengenai efek obat yang bersangkutan karena terdapat berbagai factor yang mempengaruhi hasil pengobatan, misalnya perjalanan klinik penyakit, keparahannya, efek placebo. Untuk membuktikan bahwa suatu obat berkhasiat, perlu dilakukan uji klinik komparatif yang membandingkannya dengan placebo; atau bila penggunaan placebo tidak memenuhi syarat etik, obat dibandingkan dengan obat standard yang telah dikenal. Ini dilakukan pada akhir fase II atau awal fase III, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi penderita, dan monitoring penderitanya. Untuk menjamin validitas uji klinik komparatif ini, alokasi penderita harus acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda. Ini dsebut uji klinik acak tersamar ganda berpembanding. Pada fase II ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menentukan dosis optimal yang

akan digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi obat, terutama metabolismenya. Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada fase ini antara 100-200 penderita. UJI KLINIK FASE III: Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan untuk mengetahui kedudukannya dibandingkan dengan obat standard. Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang (1) efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang kurang ahli ; (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3) dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara ketat. Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari-hari dimasyarakat. Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan dengan placebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat standard dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama dengan dosis yang ekuiefektif. Pengujian dilakukan secara acak dan tersamar ganda. Bila hasil uji klinik fase III menunjukan bahwa obat baru ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500 orang. UJI KLINIK FASE IV: Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Survei ini tidak tidak terikat pada protocol penelitian; tidak ada ketentuan tentang pemilihan penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada fase ini kepatuhan penderita makan obat merupakan masalah. Penelitian fase IV merupakan survey epidemiologic menyangkut efek samping maupun efektif obat. Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat bertahun-tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau berpenyakit ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan (3) masalah penggunaan berlebihan, penyalah-gunaan, dan lain-lain. Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik jangka panjang dalam skala besar untuk menentukan efek obat terhadap morbiditas dan mortalitas

sehingga datanya menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi. Dewasa ini waktu yang diperluka untuk pengembangan suatu obat baru, mulai dari sintetis bahan kimianya sampai dipasarkan, mencapai waktu 10 tahun atau lebih. Setelah suatu obat dipasarkan dan digunakan secara luas, dapat ditemukan kemungkinan manfaat lain yang mulanya muncul sebagai efek samping. Obat demikian kemudian diteliti kembali di klinik untuk indikasi yang lain, tanpa melalui uji fase I. Hal seperti ini terjadi golongan salisilat yang semula ditemukan sebagai antireumatik dan anti piretik. Efek urikosurik dan antiplateletnya ditemukan belakangan. Hipoglikemik oral juga ditemukan dengan cara serupa. Sumber : FARMAKOLOGI DAN TERAPI (edisi 4) tahun 1995. Penerbit : Bagaian Farmakologi Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. Pencetaka : oleh Gaya Baru, Jakarta. Macam macam jenis Uji Toksisitas : Uji Toksisitas Akut, Uji Toksisitas Sub Akut, Uji Toksisitas Kronik, Uji Toksisitas Kronik, Uji Efek Pada Organ Reproduksi, Uji Karsinogenik, dan Uji Mutagenik Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai efek toksik dari suatu senyawa kimia (obat). Produk atau sediaan obat harus memenuhi syarat khasiat (eficacy), bermutu (quality) dan aman (safety). untuk membuktikan khasiat maka dilakukan pengujan farmakologi, untuk mutu maka dilakukan pengujian karakteristik produk yang seharusnya diproduksi sesuai CPOB ; cgmp. sedangkan untuk keamanan dilakukan uji toksisitas, antara lain : 1. Uji Toksisitas Akut Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji (menggunakan 2 spesies hewan uji). pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemerian (misalnya oral dan intravena). hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh pemerian dosis tersebut) 2. Uji Toksisitas Sub Akut

Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis yang berbeda. 3. Uji Toksisitas Kronik Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). uji ini dilakukan apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam jangka waktu yang ckup panjang. 4. Uji Efek Pada Organ Reproduksi Pengujian ini dilakukan untuk melihat perilaku yang berhubungan dengan reproduksi (perilaku kawin), perkembangan janin, kelainan pada janin, proses kelahiran, dan perkembangan janin setelah dilahirkan. 5. Uji Karsinogenik Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan obat jika dikonsumsi dalam jangka panjang apakah dapat menimbulkan kanker. dilakukan pada 2 spesies hewan uji selama 2 tahun, pengujian ini dilakukan apabila nanti obat ini diproyeksikan digunakan pasien dalam jangka yang panjang. 6. Uji Mutagenik Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah efek obat dapat menyebabkan perubahan atau mutasi pada gen pada pasien.