I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

Pe n g e m b a n g a n

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian, salah satu sub sektor dari sektor pertanian adalah sektor

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. pertanian. Indonesia memiliki beragam jenis tanah yang mampu. menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten sepanjang tahun,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan dihapuskan atau dikurangi secara bertahap menuju perdagangan bebas. Pembentukan kawasan-kawasan perdagangan bebas dibentuk oleh berbagai negara sebagai langkah untuk menuju hal tersebut. Menurut Salvatore (1997), kawasan perdagangan bebas adalah bentuk integrasi ekonomi di mana semua hambatan perdagangan tarif maupun non tarif di antara negara-negara anggota telah dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota tersebut masih berhak untuk menentukan sendiri apakah mereka hendak mempertahankan atau menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkannya terhadap negara-negara luar yang bukan anggota. Pada tataran dunia kita mengenal World Trade Organization (WTO) yang merupakan satu-satunya organisasi Internasional yang dibentuk untuk mengurusi perdagangan dunia tersebut, dimana WTO beranggotakan negara-negara di seluruh dunia. Negara-negara anggota yang tergabung dalam WTO ini menyepakati untuk melaksananakan perdagangan bebas dunia pada tahun 2020. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara anggota yang mengikat pemerintah untuk mematuhinya 1

dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Pada bidang pertanian dibuat juga suatu persetujuan yang bertujuan untuk melakukan reformasi kebijakan perdagangan di bidang pertanian dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Pada era perdagangan bebas berbagai kebijakan proteksi secara internasional akan dihapuskan. Penghapusan kebijakan proteksi secara internasional akan membuka peluang pasar yang lebih besar bagi produk-produk agribisnis. Penurunan tarif impor dan subsidi domestik di negara-negara pengimpor produk agribisnis akan membuka peluang pasar yang semakin besar bagi negara-negara pengekspor. Demikian juga penurunan subsidi ekspor pada negara-negara pengekspor produk agribisnis, juga akan membuka peluang besar bagi negaranegara pengekspor lainnya dan akan memberikan kesempatan munculnya pemain baru di pasar produk-produk agribisnis internasional. Indonesia sebenarnya mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan peluang-peluang pasar produk agribisnis internasional. Dilihat dari sisi penawaran sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi negara agribisnis terbesar. Menurut Saragih (1998), ada paling tidak tiga argumen yang mendasari pernyataan ini. Pertama, agribisnis Indonesia masih berada pada fase bertumbuh dan masih bisa terus tumbuh dimasa yang akan datang. Kedua, Indonesia memiliki sumberdaya alam yaitu lahan yang luas dan subur, sinar matahari, plasma nutfah yang beragam yang merupakan sumberdaya dasar pengembangan agribisnis. Ketiga, beberapa negara pesaing Indonesia seperti: Amerika Serikat, Kanada, Malaysia dan Thailand yang secara tradisional menguasai agribisnis internasional, di masa yang akan datang akan kesulitan 2

untuk mengembangkan agribisnis, terutama karena kesulitan lahan. Berdasarkan kondisi tersebut sebenarnya secara relatif Indonesia dapat menjadi produsen terbesar beberapa komoditas agribisnis terpenting. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang berpeluang untuk menguasai pasar internasional. Hal ini dikarenakan komoditas perkebunan pada umumnya merupakan komoditas ekspor. Alasan lainnya yang menunjang pernyataan tersebut adalah bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam banyak komoditas perkebunan. Beberapa komoditas perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit, karet dan kakao bahkan mempunyai peluang untuk menjadi produsen dan eksportir terbesar di dunia. Sampai Mei 2006 total Net Ekspor komoditi perkebunan 8.534.938 ton dengan nilai US $ 5.286 juta, dengan pertumbuhan volume ekspor rata-rata pertahun selama periode 1998-2005 sebesar 27,58 persen dan rata-rata pertumbuhan nilai ekspor per tahun pada periode yang sama sebesar 17,84 persen (www.deptan.go.id). Peningkatan nilai ekspor yang mengesankan ini selain diakibatkan oleh membaiknya harga beberapa komoditas seperti karet, minyak sawit, minyak inti sawit, dan bungkil sawit, juga diakibatkan oleh peningkatkan volume ekspor komoditas perkebunan. Hal yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana agar daya saing komoditas perkebunan ini dapat ditingkatkan, sehingga harga maupun volume ekspor komoditas perkebunan ini dapat terus meningkat. Peningkatan daya saing komoditi perkebunan ini perlu menjadi suatu perhatian mengingat sub sektor perkebunan mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional. Peran strategis perkebunan dalam pembangunan nasional, terutama dalam hal penerimaan devisa negara, penyedia lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan bahan 3

baku industri dalam negeri, pemenuhan konsumsi dalam negeri dan optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Sub sektor perkebunan pada tahun 2004 mampu menyerap tenaga kerja di bidang on-farm perkebunan sebesar 18,6 juta tenaga kerja, meningkat menjadi 19 juta tenaga kerja pada tahun 2005 (www.deptan.go.id). Serapan ini belum termasuk tenaga kerja yang terlibat di industri pengolahan lanjutan dan jasa. Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, khususnya penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Pada tahun 2002 perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar di kawasan timur Indonesia. Kakao juga merupakan penyumbang devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta (www.litbang.deptan.go.id). Hal lainnya yang membuat peranan kakao penting bagi perekonomian nasional adalah peranannya dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Areal perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2002 tercatat seluas 914.051 ha di mana sebagian besar merupakan perkebunan rakyat. Melihat peran strategis dari perkebunn kakao ini tentunya harus membuat pemerintah lebih serius untuk manangani perkebunan kakao, agar menghasilkan kualitas kakao yang baik. Pada saat ini sebagian besar produksi kakao Indonesia diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk dikonsumsi di dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil dalam bentuk olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika, Malaysia, 4

Brazil dan Singapura. Di sisi lain Indonesia juga mengimpor biji kakao yang digunakan untuk industri pengolahan dalam negeri. Negara asal impor biji kakao Indonesia, antara lain Pantai Gading, Ghana dan Papua New Guinea. Perkembangan ekspor dan impor biji kakao Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel tersebut terlihat volume ekspor kakao Indonesia mengalami tren yang terus meningkat, sedangkan volume impor meskipun menunjukkan tren meningkat namun volumenya jauh di bawah ekspor. Berdasarkan fakta tersebut kita bisa mengatakan bahwa net ekspor kakao adalah positif, hal ini menunjukkan bahwa kakao potensial untuk terus dikembangkan menjadi komoditi ekspor penghasil devisa. Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Tahun Ekspor (Ton) Impor (Ton) 1990 119.725 640 1991 145.217 1.054 1992 176.001 1.780 1993 228.799 1.641 1994 231.168 2.438 1995 233.593 3.588 1996 322.858 4.262 1997 265.949 6.410 1998 334.807 7.709 1999 419.874 11.840 2000 424.089 18.252 2001 302.670 25.617 2002 365.650 23.962 2003 265.838 23.896 2004 275.484 31.082 2005 463.632 52.353 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan Melihat perkembangan jumlah produksi kakao Indonesia sebenarnya cukup menggembirakan, keungulan komparatif yang dimiliki Indonesia membuat kita mampu memproduksi kakao dalam jumlah yang cukup banyak. Pada tahun 5

2002 Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading, walaupun pada tahun 2003 kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana (Internasional Cocoa Organization, 2003). Jumlah produksi kakao terbesar dihasilkan oleh perkebunan rakyat dengan jumlah produksi sekitar 50,47 persen (Herman, 2004). Perkebunan kakao yang didominasi oleh perkebunan rakyat pada umumnya tidak dikelola dengan baik. Hal ini tentunya membawa konsekuensi terhadap mutu kakao yang dihasilkan. Mutu kakao yang masih rendah membuat kakao Indonesia memiliki citra kurang baik di pasar internasional. Bahkan di pasar Amerika kakao kita dikenai automatic detention. Permasalahan lainnya yang dihadapi agribisnis kakao Indonesia adalah produktivitas kebun masih rendah, yaitu kurang lebih 900 kg/ha/th. Rendahnya produktifitas disebabkan serangan hama penggerek buah kakao, penggunaan benih asalan dan banyaknya pohon-pohon yang sudah tua. Besar kecilnya peluang kakao Indonesia di pasar Internasional, tergantung dari kemampuan produsen kakao Indonesia dalam memenuhi permintaan konsumen kakao. Konsumsi kakao dalam hal ini konsumsi biji kakao dunia memang sedikit berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat, perkembangan konsumsi biji kakao selama periode 1900-2000 dapat dilihat pada Tabel 2. Pada tabel menunjukkan bahwa konsumsi biji kakao terus mengalami peningkatan sejak tahun 1900 dengan rata-rata peningkatan 3,9 persen per tahun. Negara konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda yang mengkonsumsi 452 ribu ton pada tahun 2000/2001. Konsumen besar lainnya adalah Amerika Serikat, diikuti Pantai Gading, Jerman dan Brazil yang masing-masing 6

mengkonsumsi 456 ribu ton, 285 ribu ton, 227 ribu ton dan 195 ribu ton pada tahun 2000/2001 (Internasional Cocoa Organization dalam Herman 2004 ). Tabel 2. Konsumsi Biji Kakao Dunia Tahun Konsumsi (000 ton) 1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000 2001 2002 2003 2004 Sumber : Paduan Lengkap Budi Daya Kakao 2004 dan ICCO 103 206 382 495 711 793 941 1.357 1.573 2.207 2.965 2.881 3.053 3.203 3.298 Tingkat konsumsi kakao dunia yang menunjukkan tren terus meningkat, merupakan suatu pertanda bahwa prospek pasar kakao dunia kedepan akan terus meningkat. Hal ini tentunya merupakan sebuah peluang bagi produsen kakao Indonesia untuk terus berproduksi agar dapat menguasai pasar kakao dunia. Namun tentunya yang harus menjadi perhatian bahwa untuk dapat menguasai pasar dunia, tentunya kita harus mampu bersaing dengan produsen kakao dari negara lain. Kakao diproduksi oleh lebih dari 50 negara yang berada di kawasan tropis yang secara geografis dapat dibagi dalam tiga wilayah yaitu Afrika, Asia Oceania dan Amerika Latin. Produsen kakao Indonesia tentunya harus mampu bersaing dengan produsen kakao dari negara-negara lain untuk dapat menguasai pasar dunia. Kemampuan bersaing ini tidak hanya dalam segi jumlah produksi, 7

tetapi juga berbagai faktor lainnya yang salah satunya adalah mutu dari kakao yang diproduksi. Peningkatan daya saing dari kakao Indonesia perlu segera dilakukan agar posisi dan daya saing kakao Indonesia di pasaran Internasional dapat terus ditingkatkan. Kemampuan daya saing yang tinggi akan semakin meningkatkan peluang kakao Indonesia di pasar Internasional. Paradigma-paradigma lama yang hanya mengandalkan keunggulan komparatif, seperti kelimpahan sumberdaya alam dan tenaga kerja tak terdidik harus segera dirubah. Program-program yang mendukung peningkatan daya saing kakao harus menjadi prioritas para stekeholder guna menghadapi era pasar bebas. Keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia harus ditrasformasikan menjadi keunggulan bersaing guna menghadapai era pasar bebas. 1.2. Perumusan Masalah Pada era perdagangan bebas, di mana berbagai hambatan baik berupa tarif maupun non tarif akan dikurangi bahkan dihilangkan. Hal ini tentunya memberikan peluang bagi produsen kakao Indonesia untuk menguasai pasar internasional, apalagi Indonesia termasuk salah satu produsen kakao terbesar. Hal yang menjadi permasalahan pada agribisnis kakao di Indonesia adalah bahwa kebun kakao yang didominasi perkebunan rakyat sebagian besar masih menggunakan bibit asalan sehingga tentunya berpengaruh pada rentanya kebun kakao terhadap hama penyakit dan tentunya membuat tingkat produktivitas kebun menjadi rendah. Penanganan biji kakao pun belum sesuai dengan standar, sehingga mutu biji kakao yang dihasilkan masih rendah dan masih belum 8

optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Berdasarkan fakta dan realita yang ada, maka perumusan masalah dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut. 1. Bagaimana posisi daya saing kakao Indonesia di pasar Internasional? 2. Faktor-faktor apa yang menentukan keunggulan daya saing kakao di pasar Internasional? 3. Alternatif-alternatif strategi apa yang dapat di ambil untuk meningkatkan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat posisi daya saing kakao Indonesia di pasar Internasional. Secara rinci, tujuan penelitian ini yaitu: 1. Mengidentifikasi posisi daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan keunggulan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. 3. Menentukan prioritas strategi daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. 1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu : 1. Memberikan gambaran pada pemerintah dan produsen kakao di Indonesia mengenai posisi daya saing kakao Indonesia di pasar Internasional. 2. Memberikan Informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keunggulan daya saing kakao di pasar Internasional. 9

3. Memberikan masukan berkaitan dengan strategi yang dapat diambil untuk meningkatkan daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini identifikasi posisi daya saing tidak dilakukan pada semua negara produsen kakao, tapi penghitungan hanya dilakukan pada negaranegara produsen kakao terbesar, yaitu Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria dan Brasil. Analisis keunggulan daya saing yang dilakukan dilihat dari sudut pandang negara Indonesia. 10