KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

dokumen-dokumen yang mirip
III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fungsi produksi adalah hubungan di antara faktor-faktor produksi

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. konsep efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, serta konsep penerimaan,

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai halhal

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

II.TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Efisiensi. Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa inggris to

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN

IV METODE PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

. II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dikerjakan oleh konsumen terdapat komoditi itu. Iswandono

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

III KERANGKA PEMIKIRAN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2012) efisiensi produksi kain batik

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

TINJAUAN PUSTAKA. Secara mikro industri didefinisikan sebagai kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

ANALISIS EFISIENSI BISNIS KOMODITAS BUAH-BUAHAN DAN PERKEBUNAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI. Oleh : Ridwan Lutfiadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISA FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIK PADA USAHATANI JAGUNG

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Menurut Schroeder (1999), Pappas (1995), Joesran dan Fathorrozi (2003) dan Putong (2002) dalam Herawati (2008) produksi adalah kegiatan ekonomi yang memanfaatkan input untuk ditransformasikan menjadi barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan untuk menambah kegunaan (nilai guna) barang tersebut. Input yang digunakan dalam kegiatan produksi merupakan faktor produksi atau korbanan produksi yang bersifat terbatas, sehingga faktor produksi perlu diperhatikan dari segi jenisnya, waktu penyediaan, jumlah, kualitas, dan efisiensi penggunaanya. Faktor produksi dianggap menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam produksi (Soekartawi 1989). Kesenjangan produksi ini diakibatkan oleh adanya faktor produksi yang sifatnya sulit untuk diatasi oleh petani, seperti adanya teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan lingkungan. Menurut Soekartawi (1989, 2003) ada dua faktor utama yang menyebabkan adanya kesenjangan produktivitas, yaitu: a. Faktor biologi (perbedaan varietas, adanya tanaman pengganggu, serangan hama dan penyakit, masalah tanah, perbedaan kesuburan tanah, dan sebagainya). b. Faktor sosial-ekonomi (perbedaan biaya dan penerimaan usahatani, kredit, pengetahuan, pendidikan, faktor risiko dan ketidakpastian, dan sebagainya). Kendala biologi dan kendala sosial-ekonomi akan berbeda untuk satu daerah dengan daerah yang lain, sehingga kendala tersebut bersifat lokal dan spesifik. 19

3.1.2 Fungsi Produksi Soekartawi (1989, 2003) menjelaskan fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel independen (input) atau faktor produksi dengan variabel dependen (output) atau hasil produksi fisik. Secara sistematis fungsi tersebut dapat ditulis sebagai berikut: Keterangan: Y X 1, X 2, X 3,, X n :Variabel dependen atau hasil produksi (output) :Variabel independen atau faktor produksi (input) Berdasarkan fungsi di atas, maka petani mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input atau faktor produksi yang digunakan. Berbagai macam fungsi produksi yang telah umum dikenal dan digunakan dalam penelitian diantaranya fungsi produksi linear, kudratik dan eksponensial. Di samping itu terdapat fungsi produksi yang lain seperti fungsi produksi Constant Elasticity of Subtitution, transendental dan translog. Menurut Soekartawi et al. (1984), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi, yaitu: a. Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan usahatani sebenarnya. b. Bentuk fungsi produksi yang dugunakan mudah diukur atau dihitung secara statistik. c. Fungsi produksi mudah diartikan secara ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi dapat dilihat dari dua tolak ukur, yaitu produk marjinal atau Marginal Product (MP) dan produk rata-rata atau Average Product (AP). Marginal Product (MP) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu-satuan faktor produksi yang dipakai. Sedangkan Average Product (AP) adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan input. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 20

Perubahan dari produk yang dihasilkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elatisitas produk. Elastisitas produk (EP) adalah persentase perubahan dari output atau hasil produksi akibat dari persentase perubahan input atau faktor produksi. Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut: Doll dan Orazem (1978) membagi tiga daerah berdasarkan elastitisitas produksi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 mengenai kurva fungsi produksi klasik. Pada kurva tersebut terdapat tiga tahapan produksi, yaitu: a. Daerah I: Daerah ini memiliki E p > 1. Daerah ini memperlihatkan (Marginal Product) MP lebih besar dari Average Product (AP). Dalam daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output lebih besar dari satu persen. Di daerah ini belum tercapai produksi optimal yang akan memberikan pendapatan yang layak. Oleh karena itu daerah ini tidak rasional (irrasional) atau inefisien dalam berproduksi. b. Daerah II: Daerah II ini memiliki E P antara 0 dan 1 (0 < E p < 1). Daerah ini memperlihatkan (Marginal Product) MP menurun lebih rendah dari Average Product (AP). Dalam daerah ini penambahan ouput sebesar satu persen akan menghasilkan penambahan output paling tinggi satu persen dan paling rendah sebesar nol persen. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil yang semakin menurun (Diminishing return). Di daerah 21

ini akan dicapai pendapatan masksimum. Daerah ini merupakan daerah yang rasional untuk berproduksi. c. Daerah III: Daerah III memliki E P < 0. Dalam daerah ini penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan produksi, juga akan mengurangi pendapatan, karena itulah daerah ini dinamakan daerah irrasional. Y Stage I Stage II Stage III TP E p > 1 0 < E p < 1 E p <0 0 X Y PR X X 1 E p =1 X 3 PM Gambar 1. Fungsi produksi klasik dan tiga daerah tahapan produksi Sumber: Doll dan Orazem (1978) Soekartawi (2003), mendefinisikan skala usaha (return to scale) sebagai penjumlahan dari semua elastisitas faktor produksi (Σb i ). Skala usaha dibagi menjadi tiga yaitu: 22

Gambar 2. Return to Scale Sumber: fao.org 10 a. Kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Pada daerah ini Σb i >1, artinya penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang lebih besar. b. Kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale). Pada daerah ini Σb i =1, artinya penambahan faktor produksi akan sama dengan penambahan produksi yang diperoleh. Pada daerah ini produk rata-rata mencapai maksimum atau produk rata-rata sama dengan produk marjinalnya. c. Kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale). Pada daerah ini Σb i <1, artinya penambahan faktor produksi lebih besar dibanding penambahan produksi. Pada situasi yang demikian produk total dalam keadaan menurun, nilai produk marjinal menjadi negatif dan produk ratarata dalam keadaan menurun. 3.1.3 Teori Efisiensi Produksi Tersedianya sarana atau faktor produksi belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Namun dalam hal ini penting sekali bagaimana agar petani dapat melakukan usahanya secara efisien. Efisiensi produksi merupakan banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor 10 FAO. 2011. Capacity, Related Concept, and Fisheries. http://www.fao.org/docrep/006/y5027e/y5027e04.htm [6 Desember 2011] 23

produksi atau input (Mubyarto 1989). Menurut Soekartawi (1989) dan Coelli, Rao, dan Battese (1998) berkaitan dengan konsep efisiensi, dikenal adanya tiga konsep efisiensi, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga/alokatif (price/allocative efficiency), dan efisiensi ekonomis (economic efficicency). Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan petani untuk menghindari penghamburan dalam memproduksi output semaksimal mungkin dengan sejumlah input tertentu. Efisiensi teknis (technical efficiency) akan tercapai jika petani mampu mengalokasikan faktor produksi yang tersedia untuk menghasilkan produksi yang tinggi. Efisiensi harga/alokatif (price/allocative efficiency) berhubungan dengan kemampuan petani untuk mengkombinasikan input dengan output dalam proporsi optimal pada tingkat harga tertentu. Efisiensi harga/alokatif tercapai apabila petani mendapat keuntungan yang besar akibat pengaruh harga. Efisiensi ekonomi (economic efficicency) merupakan kombinasi antara efisiensi teknis dengan efisiensi harga/alokatif. Efisiensi ekonomis akan tercapai apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga terpenuhi. Maka produktivitas usaha pertanian akan tercapai jika petani mampu mengalokasikan faktor produksi secara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Menurut Doll dan Orazem (1978) mengenai efisiensi: economic efficiency is defined in terms of two conditions: necessary and sufficient. Hal tersebut berarti efisiensi secara ekonomi menyatakan terhadap dua kondisi yaitu keharusan dan kecukupan. Kondisi keharusan terjadi ketika proses produksi tidak memungkinkan lagi menciptakan produk dengan input yang lebih sedikit, kondisi ini lebih mengarah kepada hubungan fisik antara faktor produksi dengan produk atau input dengan output. Kondisi kecukupan dalam efisiensi menekankan kepada tujuan dan nilai individu atau sosial. Kondisi kecukupan bersifat subjektif, sehingga akan berbeda antar individu, kondisi ini dalam teori abstark disebut dengan choice indicator. Berkaitan dengan proses produksi, efisien terjadi apabila jika tidak ada lagi alokasi ulang yang dapat meningkatkan produksi salah satu barang tanpa menurunkan produksi barang lain (Nicholson 1999). Asumsi dasar dari efisiensi adalah untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum sehingga 24

dalam melakukan produksi, seorang petani yang rasional akan bersedia menambah input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh penambahan sejumlah input tersebut. Dua pendekatan efisiensi menurut Coelli, Rao, dan Battese (1998) yaitu pendekatan alokasi penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Sedangkan pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan. x 2 /y S P A Q R Q S 0 A x 1 /y Keterangan : P = input R = efisiensi alokatif Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA = kurva rasio harga input SS = isoquant fully efficient Gambar 3. Efisiensi teknis dan alokatif (alokasi penggunaan input) Sumber: Coelli, Rao, dan Battese (1998) dan Soekartawi (2003) 25

Pada Gambar 3 kondisi pendekatan berorientasi input, isoquant yang menunjukan kondisi yang efisien penuh (fully efficient) digambarkan oleh kurva SS. Jika perusahaan menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi satu unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan oleh jarak 0Q/0P. Pada ruas garis QP jumlah input yang digunakan dapat dikurangi tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan. Sedangkan nilai inefisiensi alokasi dicerminkan oleh jarak 0R/0Q. y 2 /x D C Z B B A ` 0 Z D y 1 /x Keterangan : A B C ZZ DD = Output = Efisiensi teknis = Efisiensi alokatif = Kurva kemungkinan produksi = Isorevenue Gambar 4. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi output) Sumber : Coelli, Rao, dan Battese (1998) Metode pendekatan orientasi output (Gambar 4) dengan menggunakan kurva kemungkinan produksi ZZ, sementara titik A menunjukan petani berada dalam kondisi inefisien. Garis AB menggambarkan kondisi yang inefisien secara teknis dengan ditunjukan adanya tambahan output tanpa membutuhkan input tambahan. Secara matematis, pendekatan output rasio efisiensi teknis ditulis sebagai berikut: 26

Notasi 0 digunakan untuk menunjukan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi output. Dengan adanya informasi harga output yang digambarkan oleh garis isorevenue DD, maka efisiensi alokatif ditulis sebagai berikut : Sedangkan kondisi efisien secara ekonomis yaitu : Rasio dari ketiga nilai efisiensi tersebut berkisar antara 0 dan 1. 3.1.4 Fungsi Cobb-Douglas Fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu fungsi eksponensial. Menurut Soekartawi (2003) fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independen, yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y aka dipengaruhi oleh variasi dari X. Fungsi Cobb- Douglas memiliki kemiripan dengan fungsi translog, hanya saja fungsi Cobb- Douglas memiliki nilai koefisien penduganya bernilai hampir sama dengan nol, atau bentuk persamaannya homogen. Sedangkan fungsi translog memiliki nilai koefisien penduganya cukup besar, atau memiliki nilai elastisitas yang bervariasi. 27

Y TFP X Keterangan : TFP = Total Fisik Produksi Gambar 5. Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sumber: Soekartawi (2003) Fungsi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan : Y = f(x 1, X 2,..., X i,..., X n ), Y = variabel yang dijelaskan, X = variabel yang menjelaskan, = besaran yang akan diduga, u = kesalahan (disturbance term), dan e = logaritma natural, e = 2,718 Untuk memudahkan pendugaan tersebut maka persamaan di atas dapat diubah menjadi bentuk linier berganda dengan melogaritmakan persamaan tersebut menjadi seperti berikut : Menurut Soekartawi (2003), karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah fungsinya menjadi fungsi linear, maka ada 28

beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum peneliti menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu : a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). b. Diperlukan asumsi dalam fungsi produksi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies). Artinya jika fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan diperlukan analisis lebih dari satu model maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. c. Tiap variabel X adalah perfect competition. d. Perbedaan lokasi (pada fungsi tersebut) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan. Menurut Semaoen (1992) ada beberapa keunggulan dari fungsi Cobb- Douglas, diantaranya: a. Bentuk fungsi sederhana, sehingga ekonomis dalam perhitungan pendugaan parameter, dan seringkali menghasilkan dugaan yang nyata menurut uji statistik. b. Konsisten dengan teori ekonomi. 3.1.5 Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pengukuran efisiensi produksi dapat dilakukan dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan stochastic frontier analysis, kedua metode ini menggunakan estimasi fungsi frontier (batas), bahwa setiap input yang digunakan dalam proses produksi mempunyai kapasitas maksimum dan optimal (Tasman 2008). Fungsi produksi stochastic frontier memiliki definisi yang yang tidak jauh berbeda dengan fungsi produksi, dan umumnya digunakan untuk menjelaskan konsep pengukuran efisiensi. Frontier digunkan untuk lebih menekankan kepada kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan (Coelli et al. 1998). Menurut Soekartawi (2003) fungsi produksi frontier adalah fungsi produksi yang digunakan untuk mengukur suatu fungsi produksi yang sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Fungsi produksi frontier merupakan hubungan fisik 29

faktor produksi dan produksi pada frontier yang terletak pada tempat titik-titik yang menunjukkan titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal (isokuan). Garis isokuan adalah tempat kedudukan titik-titik yang menunjukan titik kombinasi penggunaan masukan produksi yang optimal. Berikut ini gambar ukuran efisiensi meurut cara Farell. X 2 Y U C P B Efisiensi teknis = 0B/0C < 1 Efisiensi ekonomi = 0A/0C < 1 Efisiensi harga = 0A/0B A D U 0 P X 1 Y Keterangan : PP UU 0C A,B,C,D = Garis biaya = Garis isokuan = Tingkat teknologi = Posisi produksi Gambar 6. Ukuran Efisiensi Menurut Cara Farell Sumber: Soekartawi (1994) Karena garis UU adalah garis isokuan, maka semua titik yang terletak di garis tersebut adalah titik yang menunjukan bahwa di titik tersebut terdapat produksi maksimum. Dengan demikian, bila titik tersebut berada di bagian luar dari garis isokuan, misalnya di titik C, maka dapat dikatakan bahwa teknologi produksi belum mencapai titk maksimum yang ada di garis isokuan. Konsep berikutnya adalah stochastic frontier, dikatakan seperti itu karena nilai variabel X (dan mungkin juga Y) adalah berubah-ubah yang disebabkan karena faktor lain yang mempengaruhinya. Secara matematis konsep tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 30

Dimana frontier produksi stokastik adalah f(x)exp(v), dan v mempunyai beberapa distribusi simetris untuk menangkap pengaruh random dari kesalahan pengukuran dan variabel lainnya yang mempengaruhi nilai X dan nilai Y. Inefisensi teknis relatif terhadap frontier produksi stokastik kemudian ditangkap oleh komponen satu-sisi exp(-u), u 0 (Forsund et al. 1980 dalam Soekartawi 2003). Fungsi produksi frontier stochastic yang secara independent dirintis oleh Aigner, Lovell dan Shcmidt (1977) diacu dalam (Tasman 2008) merupakan fungsi produksi yang dispesifikasi untuk data silang (cross-sectional data) dengan error term yang memiliki dua komponen, yaitu random effects dan inefisiensi teknis. Model fungsi produksi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Keterangan : Y i X i β v i u i = produksi (logaritma dari produksi) dari perusahaan ke i, = vektor kx1 dari (transformasi) jumlah output perusahaan ke-i, = vektor dari parameter yang tidak diketahui, = variabel random yang diasumsikan iid (identically independenly distributed), = variabel non negatif random yang diasumsikan disebabkan oleh inefisiensi, N(0, σ 2 U ). Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic) yaitu nilai harapan dari xiβ+v i atau exp(x i β+v i ). Output dari stochastic frontier bisa bernilai positif ataupun negatif. Konsep perhitungan fungsi produksi frontier metode MLE pada stochastic frontier diawali dengan pendekatan perhitungan fungsi produksi rata-rata yang didefinisikan sebagai tingkat produksi maksimum yang dapat dicapai pada tingkat input tertentu pada sejumlah kelompok observasi. Tahap kedua menggunakan MLE untuk menduga keseluruhan parameter, yaitu parameter produksi (β m ), intersep (β 0 ), dan varians dari kedua komponen kesalahan v i dan u i (σ 2 v dan σ 2 v ). 31

Frontier output (y i *), exp (x i β + v i), jika v i > 0 y y j Frontier output (y j *), exp (x j β + v j), jika v j < 0 Fungsi produksi, y = exp (xβ) y i x i x j x Gambar 7. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber: Coelli, Rao, Battase (1998) Pada Gambar 7 dapat digambarkan struktur dasar dari model stochastic frontier dengan sumbu X mewakili input sedangkan sumbu Y mewakili output. Komponen deterministic dari model frontier, Y=exp (x i β), dengan asumsi berlakunya hukung diminishing return to scale untuk setiap input i. Pada gambar tersebut menunjukan kondisi dua petani i dan j dengan obeserved outputnya (output aktual) sebesar y i dan y j. Frontier output dari kegiatan produksi petani i dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari kedua petani tidak teramati. Namun produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel v i bernilai positif. Sedangkan petani j menggunakan input x j dan menghasilkan output sebesar y j yang berada di bawah fungsi produksi karena kegiatan produksi dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dengan v j bernilai negatif. Jumlah output yang diamati dapat menjadi lebih besar dibandingkan dengan deterministik dari frontiernya apabila random error yang sesuai lebih besar dari efek inefesiensinya atau y i > exp (x i β) jika v i > u i. 32

Pada model stochastic, random error (v i ) diakibatkan oleh kesalahan di dalam pengukuran (pengambilan data di lapangan) dan sifatnya tidak dapat dikontrol oleh manusia seperti curah hujan, bencana alam, dan lain-lain. Aigner, Lovell, dan Schmidt (1977) dalam Wahida (2005) mengasumsikan bahwa v i bersifat bebas dan mengikuti pola distribusi normal (i.i.d) dengan nilai tengal nol 2 dan varian konstanta σ v sedangkan u i diasumsikan bebas namun mengikuti pola sebaran setengah normal (truncated). Kondisi dimana u i > 0 menjamin bahwa seluruh observasi atau pengamatan (n) berada di titik atau di bawah fungsi produksi stochastic frontier (Kompas 2002 dalam Wahida 2005). Selain itu v digunakan untuk mengukur kesalahan pengukuran, variabel acak seperti iklim, curah hujan, dan variabel non ekonomi lainnya. Sedangkan u digunakan untuk mengukur efisiensi teknis. Dapat disimpulkan bahwa: Disebut stochastic frontier model karena 1) umumnya y f besarnya beragam antar petani. 2) y o dibatasi oleh stochastic random dari y f. Pendekatan ekonometrika digunakan untuk mengukur nilai estimasi dari parameter, dengan menggunakan maximum likelihood (ML) nilai parameter estimasi yang yang dihasilkan lebih efisien dibandingkan OLS, intersep, dan varian lebih konsisten. 3.1.6 Konsep Usahatani Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat (Rahim dan Hastuti 2008). Menurut Soekartawi (2002a), Hadisaputo cit Prasetya (1996) dalam Rahim dan Hastuti (2008), Soekartawi et al. (1984) ilmu usahatani biasa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana sistem organisasi produksi di lapangan pertanian dalam mengorganisasikan, mengkoordinasikan, dan mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Menurut Soekartawi et al. (1984) ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah sebagai berikut: 33

a. Sempitnya lahan yang dimiliki petani b. Kurangnya modal c. Pengetahuan petani yang masih terbatas secara kurang dinamis d. Rendahnya pendapatan petani Rahim dan Hastuti (2008) mengklasifikasikan usahatani berdasarkan sudut pandang cara mengusahakannya, usahatani dapat dilihat dasar perbedaannya, yaitu organisasi, lembaga dan pengusahaan faktor produksi. a. Usahatani perorangan: usahatani perorangan dilakukan secara perorangan dan faktor produksi dimiliki secara perorangan. Kelebihannya dapat bebas mengembangkan kreasinya, sedangkan kelemahannya kurang efektif. b. Usahatani kolektif: usahatani dilakukan bersama-sama atau kelompok dan faktor produksi seluruhnya dikuasi oleh kelompok sehingga hasilnya dibagi kepada anggota kelompoknya. c. Usahatani kooperatif: usahatani dikelola secara kelompok dan tidak seluruh faktor produksi dikuasai oleh kelompok, hanya kegiatannya yang dilakukan bersama-sama. Berdasarkan sifat dan corak usahatani dapat dibedakan menjadi usahatani subsisten dan komersil. Usahatani subsisten merupakan usahatani yang hasil panennya digunakan untuk memenuhi kebutuhan petani atau keluarganya sendiri tanpa melalui peredaran uang. Sedangkan usahatani komersil merupakan keseluruhan hasil panennya dijual ke pasar atau melalui perantara maupun langsung ke konsumen. Berdasarkan polanya, usahatani dibedakan menjadi tiga macam pola, yaitu khusus, tidak khusus, dan campuran. Pola usahatani khusus mengusahakan satu cabang usahatani. Pola usahatani tidak khusus meruapakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih cabang usahatani, tetapi batasnya tegas. Pola usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih cabang usahatani yang batasnya tidak tegas. Berdasarkan tipenya, tipe usahatani atau usaha pertanian merupakan jenis komoditas yang ditanam atau diusahakan, misalnya usahatani tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan. 34

Menurut Soekartawi (2003) ada empat faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, diantaranya: a. Lahan, merupakan tanah yang dipersiapkan untuk usahatani. Lahan usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Setiap jenis lahan memiliki harga yang tidak sama, hal ini dibedakan berdasarkan kesuburan tanah, lokasi, topografi, status lahan dan faktor lingkungan. b. Tenaga Kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu untuk diperhatikan dalam proses produksi dari bentuk jumlah dan kualitas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja, diantaranya: ketersediaan tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, tenaga kerja musiman dan upah tenaga kerja. Besar atau kecilnya upah tenaga kerja dipengaruhi oleh: mekanisme pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, lama waktu bekerja dan tenaga kerja bukan manusia. c. Modal, dalam kegiatan produksi modal dibedakan menjadi modal tetap dan modal tidak tetap atau modal variabel. Modal tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi tersebut. Modal variabel merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi tersebut. Besar atau kecilnya modal dalam usaha pertanian dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya: sekala usaha, jenis komoditas yang diusahakan, dan tersedianya kredit. d. Manajemen, peran manajemen sangat penting dan strategis. Manajemen diartikan sebagai kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, melaksanankan, dan mengevaluai suatu proses produksi. Praktik manajemen dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya: tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar-kecilnya kredit dan jenis komoditas. 35

3.1.7 Konsep Pendapatan Usahatani Terdapat tiga variabel yang perlu diketahui saat melakukan analisis usahatani. Ketiga variabel tersebut antara lain adalah penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani. Cara analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus uang tunai (cash flow analysis). Menurut Soekartawi (2002a), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Sedangkan yang dimaksud dengan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Struktur biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman. b. Biaya tidak tetap (variabel) adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalkan pengeluaran untuk bibit, pupuk, obatobatan dan biaya tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan pengeluarannya, biaya dibagi menjadi dua, yaitu: a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modalyang dimiliki oleh petani. b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya yang diperhitungkan dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Banyak cara untuk mengukur pendapatan (Soekartawi et al. 1984), diantaranya adalah pendapatan bersih usahatani dan pendapatan tunai usahatani. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan kotor 36

usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Penerimaan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Sedangkan pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dan penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Sedangkan pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. 3.1.8 Konsep Rasio Penerimaan dan Biaya Tingkat keuntungan relatif dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial dapat diketahui dengan melakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Nilai R/C rasio atau return cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan biaya. R/C menunjukkan perbandingan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk berproduksi. Nilai R/C yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan satu rupiah biaya akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu. Semakin besar nilai R/C maka semakin baik kedudukan ekonomi usahatani. Kedudukan ekonomi penting karena dapat dijadikan penilaian dalam mengambil keputusan dalam aktivitas usahatani. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Visi pemerintah untuk menjadi penghasil perikanan terbesar, menghasilkan agenda pemerintah untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya nasional hingga 353 persen. Salah satu komoditas perikanan budidaya air tawar yang didorong pertumbuhannya adalah ikan patin, ikan patin ditargetkan meningkat produksinya mencapai 1.883.000 ton di tahun 2014 atau meningkat 1.420 persen di tahun 2014. Peningkatan produksi ini akan diimplementasikan di 37

197 lokasi kabupaten/kota yang tersebar di 33 propinsi, 114 diantaranya berbasis perikanan budidaya dan 87 perikanan tangkap. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang sudah ada, hanya dilakukan perluasan untuk perikanan budidaya. Total potensi lahan budidaya meningkat hingga 15,59 Ha yang terdiri dari budidaya air tawar (2,23 juta Ha), payau (1,22 juta Ha), dan laut (12,14 juta Ha). Lampung merupakan salah satu daerah yang dipacu produksinya, ikan patin menjadi salah satu komoditas perikanan unggulan di daerah ini. Namun untuk memenuhi kebutuhan benih patin untuk pembesaran masih disuplai dari daerah lain, salah satunya Bogor. Lokasi yang berjauhan antara Bogor dengan Lampung menyebabkan harga yang diterima oleh para petani pembesar di Lampung menjadi lebih tinggi yaitu sekitar 10-20 persen dari HPP benih ikan patin. Hal tersebut diduga dapat mempengaruhi produksi ikan patin di Kota Metro. Melakukan pembenihan di daerah merupakan salah satu pilihan atau solusi agar harga benih lebih murah dan kualitas benih yang lebih baik. Terdapat dua analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis efisiensi teknis usahasatani dan analisis pendapatan usahatani. Kedua analisis tersebut digunakan untuk mengetahui keragaan dari usahatani pembenihan ikan patin di Kota Metro. Kota Metro dipilih dalam penelitian ini karena Kota Metro merupakan basis pembenihan di Lampung. Efisiensi teknis usahatani pembenihan dilihat dengan membandingkan nilai output observasi (Y 1 ) yang dibandingkan dengan output frontier (Y 1 *). Analisis ini melihat pengaruh input tersebut terhadap produksi benih patin dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Selain itu dilakukan juga analisis mengenai tingkat pendapatan usahatani pembenihan ikan patin untuk melihat keragaan dan kelayakan usahataninya. Gambar 8 di bawah ini merupakan kerangka berpikir operasional dari penelitian ini. 38

Peningkatan total produksi perikanan budidaya 353 persen di tahun 2014 Produksi ikan patin ditargetkan meningkat sebesar 1.420 persen dari tahun 2009 Lampung merupakan salah satu daerah pengembangan produksi ikan patin Permasalahan produksi ikan patin di Lampung Bagaimana tingkat efisiensi teknis pembenihan di Kota Metro? Faktor apa saja yang mempengaruhi produksi benih di Kota Metro? Bagaimana tingkat pendapatan pembenih ikan patin di Kota Metro? Keragaan usahatani dan efisiensi pembenihan ikan patin di Kota Metro. Analisis efisiensi teknis model pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier Analisis pendapatan usahatani pembenihan ikan patin di Kota Metro Gambaran efisiensi teknis usahatani pembenihan ikan patin di Lampung dan tingkat pendapatan pembenih. Upaya peningkatan efisiensi teknis usahatani pembenihan patin di Lampung Gambar 8. Kerangka pemikiran Operasional 39