PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas ini berkepanjangan akan mengakibatkan luka. regangan dan gesekan (Potter dan Perry, 2005; Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Sumardino, Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. hemoragik di Jawa Tengah adalah 0,03%. Sedangkan untuk stroke non

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PERILAKU PERAWAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN DEKUBITUS DI RUMAH SAKIT CAKRA HUSADA KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit stroke. Menurut Muttaqin (2008), stroke merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore.

HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN KEJADIAN DEKUBITUS PADA PENDERITA STROKE DI YAYASAN STROKE SARNO KLATEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat strategis yaitu dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Magelang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dep Kes RI (2008), rumah sakit adalah sarana kesehatan

IKRIMA RAHMASARI J

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari

PENGARUH KONTRAKSI KONSENTRIK TERHADAP PENINGKATAN LINGKUP GERAK SENDI LUTUT PASKA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL

BAB I PENDAHULUAN. beberapa kondisi tertentu proses kehamilan harus dilakukan dengan operasi. caesar atau lebih dikenal dengan sectio caesarea.

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kompleknya masalah dibidang kesehatan yang timbul dewasa ini, disertai

TINGKAT RESIKO PRESSURE ULCER DAN FAKTOR RESIKONYA DI RUMAH SAKIT DAERAH TIDAR MAGELANG. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. jantung sebagai pemompa, kelainan dinding pembuluh darah dan komposisi

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI CLOSE FRAKTUR RAMUS PUBIS DEXTRA DAN SINISTRA

BAB I PENDAHULUAN. stroke masih tinggi. Menurut estimasi World Health Organisation (WHO), pada

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab utama kematian ke-enam di seluruh dunia (Nwanko, 2010).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Analisis Univariat dan Uji Homogenitas. dekubitus, dan temperatur / suhu tubuh.

INOVASI KEPERAWATAN PENGGUNAAN SKALA BRADEN PADA PASIEN STROKE DI RSUD CENGKARENG

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Asia, khususnya di Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesejahteraan dan ketersediaan pangan dapat. mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk meningkatnya kejadian penyakit

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI BANGSAL CEMPAKA RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan kehidupan masyarakat sekarang telah mengalami perubahan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Association for Study of Pain (IASP) dalam Potter & Perry

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

BAB I PENDAHULUAN. gangguan aktivitas fungsional pada orang dewasa (irfan, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. gejala, yang akan berkelanjutan pada organ target, seperti stroke (untuk otak),

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN PERUBAHAN KONSEP DIRI PADA KLIEN DENGAN PARALISIS DI RS. ORTHOPEDI PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

BAB 1 PENDAHULUAN. di daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis (Simadibrata, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera

ROM (Range Of Motion)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan instansi penyedia layanan kesehatan untuk

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Pressure ulcer merupakan masalah yang harus dihadapi oleh pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan. Gangguan asupan darah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan

Tindakan keperawatan (Implementasi)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan (2002) menyatakan semua tenaga kesehatan. (Undang Undang Kesehatan No. 23, 1992).

BAB I PENDAHULUAN. kearah perilaku hidup bersih dan sehat dalam tatanan keluarga dan

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya dan memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

Di susun oleh : ARFIAN EKA NUGRAHA J

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam

Transkripsi:

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun oleh: NOOR FITRIYANI J210050012 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang memiliki banyak fungsi, yaitu upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan, dan kesehatan penunjang. Agar rumah sakit dapat melaksanakan pelayanan kesehatan secara efektif, efisien, dan bermutu diperlukan suatu ukuran yang pasti mengenai mutu pelayanan kesehatan tersebut, baik menyangkut upaya peningkatan kesehatan, pencegahan terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan, pemeliharaan dan pengobatan terkait dengan penyakit atau masalah kesehatan, dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (UU No 23 tahun 1992, pasal 10). Hal ini menunjukkan, bahwa dalam pemberian pelayanan kesehatan bukan hanya mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan, tapi juga pemberian pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu terhadap penerima pelayanan kesehatan (Effendy, 2000). Salah satu aspek penting dalam pelayananan keperawatan adalah menjaga dan mempertahankan kulit pasien agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi dalam perawatan kulit pasien akan menjadi salah satu indikator dalam kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Kerusakan integritas kulit dapat disebabkan karena trauma pada kulit, tertekannya kulit dalam waktu yang lama, sehingga menyebabkan lesi primer yang dapat 1

2 memperburuk dengan cepat menjadi lesi sekunder, seperti pada luka tekan atau dekubitus. Akibat dari kerusakan integritas kulit tersebut, akan membutuhkan asuhan keperawatan yang lebih luas (Potter dan Perry, 2005). Luka tekan (dekubitus) merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, fraktur tulang belakang atau penyakit degeneratif. Selain hal tersebut, mengakibatkan peningkatan biaya perawatan, lama perawatan di rumah sakit, juga akan memperlambat program rehabilitasi (pemulihan kesehatan) bagi pasien (Sutanto, 2008). Luka tekan adalah lesi pada kulit yang disebabkan karena adanya tekanan yang berlebih dan mengakibatkan kerusakan pada bagian dasar jaringan. Tekanan akan mengganggu mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia, serta memperbesar pembuangan metabolik yang dapat menyebabkan nekrosis (Black dan Hokarison, 2005). Insiden dan prevalensi terjadinya luka dekubitus di Amerika Serikat cukup tinggi, 5 11 % terjadi di tatanan perawatan akut (acute care), 15 25 % di tatanan perawatan jangka panjang (longterm care), dan 7 12 % di tatanan perawatan rumah (home health care) (Mukti, 2005). Purwaningsih (2001), melakukan penelitian menghitung angka kejadian dekubitus di ruang A1, B1, C1, D1, dan ruang B3 IRNA I Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Oktober 2001, didapatkan hasil dari 40 pasien yang tirah baring, 40 % didapatkan pasien dekubitus. Penelitian Setyajati (2002) menunjukkan angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring yang

3 dirawat di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta bulan Oktober 2002, angka kejadian dekubitus sebanyak 38,18 %. Pada pasien stroke dengan gangguan mobilisasi, pasien hanya berbaring saja tanpa mampu untuk mengubah posisi karena keterbatasan tersebut. Tindakan pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini mungkin dan terus menerus, sebab pada pasien stroke dengan gangguan mobilisasi yang mengalami tirah baring di tempat tidur dalam waktu yang cukup lama tanpa mampu untuk merubah posisi akan berisiko tinggi terjadinya luka tekan (dekubitus). Gangguan mobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2004), di salah satu rumah sakit di Pontianak menunjukkan bahwa gangguan mobilitas merupakan faktor risiko yang signifikan untuk perkembangan luka tekan. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dekubitus akibat tirah baring lama di tempat tidur karena gangguan mobilitas, salah satunya adalah perubahan posisi setiap 4 jam dan periode diperpanjang setiap 8 jam pada malam hari, sehingga pasien dapat tidur malam tanpa terganggu. Tidur dapat mendukung proses anabolik penyembuhan, sehingga penyembuhan luka dapat difasilitasi (Morison, 2004). Pemberian posisi yang benar sangatlah penting dengan sasaran utama pemeliharaan integritas kulit yang dapat mengurangi tekanan, membantu kesejajaran tubuh yang baik, dan mencegah neuropati kompresif (Smeltzer dan Bare, 2002).

4 Hasil penelitian Dwianti (2007) menunjukkan bahwa pada subjek yang mengalami dekubitus terjadi pada hari ke-7 perawatan dengan diagnosa stroke. Pasien stroke dengan gangguan mobilisasi beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya penekanan pada bagian tubuh secara terus menerus akibat ketidakmampuan pasien didalam mengubah posisi tubuh secara mandiri. Penatalaksanaan pemberian posisi salah satunya adalah dengan perubahan posisi lateral kanan, supinasi, kemudian lateral kiri. Ketika menggunakan posisi lateral saja masih dimungkinkan terjadinya tekanan secara langsung pada daerah-daerah tekanan, seperti: telinga, humerus bagian atas, siku, trokanter mayor, paha, tungkai bawah, maleolus lateralis dan maleolus medialis, serta tumit (Morison, 2004). Posisi lateral inklin 30 0 yaitu posisi lateral 30 0 diantara pinggul dan matrass yang disertai penggunaan bantal pada daerah-daerah berikut: diantara lutut kanan dan lutut kiri, diantara mata kaki, dibelakang punggung, serta dibawah kepala untuk mencegah terjadinya dekubitus (Sari, 2007). Posisi tubuh lateral dengan sudut maximum 30 0 juga akan mencegah kulit dari pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Pergesekan akan mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit, sedangkan perobekan jaringan bisa mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam, seperti otot (Sanada, 2006). Penelitian yang dilakukan Dwianti (2007), pada pemberian perubahan posisi tirah baring didapatkan angka kejadian dekubitus sebanyak 13,3 % dari

5 15 pasien, dengan stadium 1 pada hari ke-7 perawatan. Sedangkan, pada penelitian yang dilakukan oleh Smith (1995), pada pemberian perubahan posisi lateral inklin 30 0 didapatkan angka kejadian dekubitus sebanyak 1,4 % dari 1000 pasien, dengan stadium 1 pada hari ke-14 perawatan. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta adalah rumah sakit milik pemerintah propinsi Jawa Tengah yang terletak di kota Surakarta dan merupakan rumah sakit tipe A, serta rumah sakit rujukan nasional. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan penulis di bangsal Anggrek 1 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, sebagai bangsal dengan sebagian besar pasien stroke (cidera serebrovascular) diketahui bahwa dari jumlah pasien stroke yang rawat inap selama 3 bulan terakhir sebanyak 77 pasien, sedangkan pasien stroke dengan gangguan mobilisasi dan tirah baring lebih dari 1 minggu yang rawat inap mulai dari bulan Agustus 2007 sampai Agustus 2008 sebanyak 137 pasien (Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2008). Pasien stroke dengan gangguan mobilisasi dan tirah baring lebih dari 1 minggu berisiko tinggi untuk terjadi dekubitus. Penelitian Setyajati (2002) menunjukkan angka kejadian kejadian dekubitus pada pasien tirah baring yang di rawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta sebanyak 38,18%. Asumsi peneliti, perubahan posisi alih baring biasa yang diterapkan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta sebagai upaya pencegahan dekubitus tidak efektif. Pada perubahan posisi alih baring biasa, saat posisi lateral hanya dikasih bantalan pada punggung untuk memberi

6 sokongan tubuh agar tidak kembali ke posisi supinasi. Sedangkan pada posisi lateral inklin 30 0 dengan penggunaan bantal dibawah kepala, dibelakang punggung, diantara mata kaki, diantara lutut kanan dan kiri. Bantalan dikepala digunakan untuk mempertahankan kesejajaran tubuh, mengurangi ketegangan otot sternokleida, mencegah terjadinya pergesekan dan perobekan jaringan, serta mengurangi tekanan vena cerebral. Bantalan dibawah punggung sebagai sokongan untuk mempertahankan klien di satu sisi atau tidak kembali ke posisi supinasi saat pasien diposisikan lateral. Bantalan pada kaki digunakan untuk mempertahankan kaki pada kesejajaran yang sesuai, dimana kondisi footdrop dapat dicegah dengan mempertahankan kaki pada posisi dorsiflexi. Pada posisi alih baring biasa penyokong pada kaki tidak diberikan sehingga saat pemulihan menjadi sulit didalam mengembalikan posisi anatomis, ketidakmampuan pergelangan kaki melakukan flexi menyebabkan saat pemulihan kemampuan pasien untuk berjalan sulit, pasien jalannya tidak normal atau diseret. Pemberian bantalan pada jaringan lunak diatas tulang yang menonjol melindungi kulit dan jaringan dari kerusakan akibat tekanan. Adanya penekanan yang terlalu lama mengakibatkan asupan nutrisi dan oksigenasi ke jaringan tidak adekuat, sehingga tekanan arteri kapiler pada kulit meningkat, aliran darah terhambat, timbul iskemik yang akhirnya terjadi nekrosis. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian pemberian perubahan posisi lateral inklin 30 0. Dimana, terdapat perbedaan insiden terjadinya dekubitus yaitu pada penelitian Smith (1995) dengan penerapan perubahan posisi lateral inklin 30 0 didapatkan angka

7 kejadian dekubitus sebanyak 1,4 % dari 1000 pasien, sedangkan pada penelitian Dwianti (2007) dengan penerapan perubahan posisi alih baring biasa didapatkan angka kejadian dekubitus sebanyak 13,3 % dari 15 pasien. Pada posisi lateral inklin 30 0 memberikan distribusi tekanan yang merata di atas daerah penyangga yang maksimal, untuk mengurangi gesekan, serta menyediakan iklim lokal (suhu dan kelembapan) yang optimal bagi kulit. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncul permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada pengaruh posisi lateral inklin 30 0 terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke di bangsal Anggrek 1 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh posisi lateral inklin 30 0 terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke di bangsal Anggrek 1 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengaruh antara yang diberikan perubahan posisi lateral inklin 30 0 dengan alih baring biasa terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke di bangsal Anggrek 1 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

8 b. Mengetahui apakah schedule pelaksanaan perubahan posisi lateral inklin 30 0 dengan alih baring biasa tepat dilakukan tiap 4 jam dan tiap 8 jam pada malam hari selama 7 hari. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Instansi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi rumah sakit dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan upaya pencegahan dekubitus. Aplikasi implementasi keperawatan diharapkan benar-benar dilaksanakan. 2. Manfaat Bagi Perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi perawat tentang upaya pencegahan dekubitus dengan pemberian posisi lateral inklin 30 0 pada pasien stroke atau pada pasien dengan gangguan mobilitas, yang dapat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan serta biaya perawatan berkurang. 3. Manfaat Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam menyusun karya tulis ilmiah. 4. Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga Untuk menambah pengetahuan dan manfaat bagi pasien dan keluarga, apabila menemui kasus dengan gangguan mobilitas dapat diterapkan dalam upaya pencegahan dekubitus.

9 5. Manfaat Bagi Instansi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan sebagai acuan penelitian lebih lanjut tentang upaya pencegahan dekubitus. E. Keaslian Penelitian Purwaningsih (2001) meneliti tentang Analisis Dekubitus pada Pasien Tirah Baring di Ruang A1, B1, C1, D1, dan Ruang B3 IRNA I Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian Deskriptif explorative dengan model rancangan Cross sectional untuk mencari gambaran tentang angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring di ruang A1 sebanyak 4 pasien (25%), di ruang B1 sebanyak 2 pasien (12,5%), di ruang C1 sebanyak 2 pasien (12,5%), di ruang D1 sebanyak 3 pasien (18,75%), dan di ruang B3 sebanyak 5 pasien (31,25%) IRNA I rumah sakit Dr. Sardjito, Yogyakarta. Penelitian ini hanya menganalisa angka kejadian dekubitus, dengan hasil: prevalensi dekubitus 40 %. Dominan pada kelompok usia 61-80 tahun, tingkat pendidikan SD dan SLTP (27,5%), Diagnosa medis stroke infark, paraparese, dan PPOK masing-masing (18,7%). Lokasi dekubitus di daerah sakrum (62,5%), tidak dilakukan tindakan pencegahan dengan windring (35%) dan masase punggung (20%). Tanda klinis eritema ditemukan pada hari ke-3 dan hari ke-7 perawatan (28,57%). Setyajati (2002) melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dekubitus pada Pasien Tirah Baring di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian

10 Deskriptif explorative dengan model rancangan Prospektif atau cohort untuk mencari gambaran kejadian dekubitus dan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dekubitus, dengan hasil: pada pasien tirah baring di rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Oktober 2002, menemukan kejadian dekubitus sebesar 38,18% yang meliputi ruang Cendana 2 pasien (9,52%), ruang Mawar 2 pasien (9,52%), ruang Melati 3 pasien (14,28%), ruang IMC 3 pasien (14,28%), ruang ICCU 2 pasien (9,52%), disebabkan karena imobilitas, penurunan kesadaran, penurunan sensorik, mobilisasi, dimandikan 2X sehari, dan kadar Hemoglobin berpengaruh terhadap kejadian dekubitus. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tentang Pengaruh posisi lateral inklin 30 derajat terhadap kejadian dekubitus pada pasien stroke di bangsal Anggrek 1 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian Deskriptif comparative dengan model rancangan Static group comparison.