II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT DI DESA CIBURUY KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

Cara Penggunaan Pupuk Organik Powder 135 untuk tanaman padi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

III. BAHAN DAN METODE

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Padi. L.) merupakan tanaman pangan golongan Cerealia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

MENINGKATKAN PROUKSI PADI DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI HEMAT AIR

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

III. METODE PENELITIAN

PERKEMBANGAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) PADA BEBERAPA SISTEM BUDIDAYA ABRIANI FENSIONITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias merupakan salah satu produk hortikultura yang saat ini mulai

DASAR DASAR AGRONOMI MKK 312/3 SKS (2-1)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

I. TINJAUAN PUSTAKA A. Padi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

bahasa Perancis dinamakan Le Syst me de Riziculture Intensive disingkat RSI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian modern atau pertanian anorganik merupakan pertanian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi. yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari 3 golongan ecogeographic yaitu Indica, Japonica, dan Javanica.

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

I. PENDAHULUAN. bermata pencarian sebagai petani (padi, jagung, ubi dan sayur-sayuran ). Sektor

BLAS (BLAST) Blas pada tulang daun: luka pada tulang daun berwarna coklat kemerahan hingga coklat yang dapat merusak seluruh daun yang berdekatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diklasifikasikan ke dalam Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

TINJAUAN PUSTAKA. definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

II. TINJAUAN PUSTAKA. produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara sacara hayati. Daur ulang

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

Transkripsi:

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Pangan Organik dan Budidaya Padi Organik Teknologi pertanian yang semakin mutakhir dan dapat diperbaharui (renewable) menimbulkan perubahan yang signifikan dalam kegiatan usahatani, khususnya tanaman pangan. Menurut Andoko (2002), peran serta teknologi pertanian dalam kegiatan usahatani menjadikan pertanian tradisional berubah menjadi pertanian modern. Perubahan yang ditimbulkan dalam pertanian modern dapat berupa perubahan yang positif dan negatif. Perubahan yang positif dari pertanian modern adalah yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan berbagai cara, antara lain penggunaan benih/bibit unggul, penggunaan pupuk kimia yang menyebabkan lahan menjadi subur, dan pembasmian hama dan penyakit tanaman menggunakan pertisida kimia. Selain perubahan positif, pertanian modern juga menyebabkan perubahan negatif dalam jangka panjang. Dampak negatif dari penggunaan benih/bibit unggul berkaitan dengan keanekaragaman hayati, yaitu tersingkirnya bahkan punahnya jenis tanaman lain akibat penanaman dan pengembangan hanya varietas-varietas yang menguntungkan secara ekonomis. Selanjutnya, dampak negatif penggunaan pupuk kimia secara berkesinambungan adalah perusakan tanah dalam jangka panjang, yaitu struktur tanah yang secara alami gembur menjadi sangat keras. Dampak negatif selanjutnya adalah penggunaan pestisida kimia. Penggunaan pestisida kimia yang awalnya bertujuan hanya untuk membasmi hama ternyata turut membasmi organisme yang bukan menjadi target penyemprotannya, yaitu organisme yang berjasa menguraikan serasah dedaunan menjadi tanah yang kaya bahan organik sehingga membuat tanah tetap subur dan gembur. Selain itu, penggunaan pestisida kimia dalam proses budidaya tanaman pangan dapat menyebabkan keracunan bagi manusia yang mengkonsumsinya. Keracunan tersebut dapat berupa timbulnya penyakit kanker, stroke, bahkan kebutaan baik bagi orang yang mengonsumsi tanaman hasil semprotan pestisida kimia maupun petani yang terlibat langsung dalam kegiatan penyemprotan dengan pestisida kimia. Oleh karena adanya dampak negatif akibat penggunaan bibit unggul, pupuk, dan pestisida kimia, manusia pun berusaha mengembangkan teknik

budidaya yang aman, baik untuk lingkungan maupun manusia sebagai konsumen produk tanaman pangan. Teknik budidaya tersebut kemudian dikembangkan dengan cara organik (pertanian organik), yaitu teknik budidaya yang menggunakan input-input yang berbahan dasar organik. Input-input yang digunakan dalam teknik budidaya organik misalnya benih varietas lokal yang relatif masih alami, pupuk organik (seperti kandang, kompos, dan lain-lain), serta pestisida nabati. Oleh karena itu, produk pangan yang dibudidayakan secara organik terbebas dari residu zat berbahaya. Pertanian pangan organik merupakan suatu sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk mendaur ulang hara secara alami yang berasal dari limbah tanaman (pupuk kompos), ternak (pupuk kandang), dan limbah lainnya yang mampu meningkatkan kesuburan dan memperbaiki struktur tanah (Sutanto 2002). Mekanisme sistem budidaya organik adalah mentransfer unsur hara dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk kandang ke dalam tanah melalui proses mineralisasi. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui beberapa tahapan sehingga menghasilkan bentuk senyawa organik yang dapat diserap oleh tanaman. Oleh karena itu, terdapat perbedaan yang signifikan antara sistem budidaya organik dengan sistem budidaya konvensional (anorganik). Mekanisme sistem budidaya konvensional adalah memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dalam takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tanpa melalui beberapa tahapan. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sistem budidaya organik antara lain bentuk bahan yang susah untuk diperoleh (bulkiness), takaran bahan organik yang harus dalam jumlah banyak, dan persaingan dengan kepentingan lain di luar bidang pertanian untuk memperoleh bahan-bahan organik dalam jumlah yang cukup sehingga menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk memperoleh input-input organik daripada input-input kimia. Oleh karena itu, pertanian organik belum dapat diterapkan secara murni. Diperlukan masa transisi dalam perubahan dari sistem budidaya konvensional menjadi sistem budidaya organik. Hal-hal yang dilakukan dalam masa transisi tersebut misalnya adalah tetap menggunakan pupuk kimia pada tahap awal penerapan sistem budidaya organik, terutama pada tanah yang miskin unsur hara. Seiring dengan berjalannya 13

waktu dan proses pembangunan kesuburan tanah melalui penggunaan pupuk organik yang berkesinambungan, secara perlahan penggunaan pupuk kimia berkadar hara tinggi dapat dikurangi dan digantikan dengan pupuk organik. Perpaduan budidaya organik dan konvensional disebut dengan Sistem Gizi Tanaman Terpadu/SGTT (Integrated Plant Nutrient System/INPS) atau dapat juga disebut sebagai Pengelolaan Gizi/Nutrisi Terpadu. Sistem ini sudah mulai dikembangkan oleh badan dunia FAO (Food Association Organization) dan diterapkan di beberapa negara di kawasan Asia dan Pasifik. Salah satu komoditas dalam tanaman pangan yang telah banyak dibudidayakan secara organik di Indonesia adalah tanaman padi. Menurut Andoko (2002) tidak terdapat banyak perbedaan dalam membudidayakan padi secara organik maupun konvensional. Perbedaannya hanya terdapat pada pemilihan varietas dan penggunaan pupuk dasar. Varietas benih/bibit yang digunakan dalam budidaya padi secara organik adalah benih/bibit non-hibrida. Tujuan penggunaan benih/.bibit non-hibirda adalah untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Selain itu, varietas benih/bibit non-hibrida memungkinkan untuk ditanam secara organik karena varietas benih/bibit non-hibrida dapat hidup dan berproduksi optimal pada kondisi yang alami sedangkan benih/bibit hibrida dikondisikan untuk dibudidayakan secara anorganik, antara lain harus menggunakan pupuk kimia dan harus menggunakan pestisida kimia dalam pemberantasan hama dan penyakit. Langkah-langkah budidaya padi secara organik antara lain adalah sebagai berikut (Andoko 2002): 1. Pemilihan Varietas Padi hibrida kurang cocok untuk ditanam secara organik karena diperoleh melalui proses pemuliaan di laboratorium. Walaupun merupakan varietas unggul tahan hama dan penyakit tertentu, padi hibrida pada umumnya hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila disertai dengan aplikasi pupuk kimia dalam jumlah banyak. Varietas padi yang cocok ditanam secara organik hanyalah jenis atau varietas alami, antara lain rojolele, mentik, pandan, dan lestari. 2. Pembenihan 14

Pembenihan merupakan salah satu tahap dalam budidaya padi karena umumnya ditanam dengan menggunakan benih yang sudah disemaikan terlebih dahulu di tempat lain. Dalam penyeleksian benih, perlu diperhatikan kualitas benih. Spesifikasi benih yang bermutu adalah jenis yang murni, bernas, kering, sehat, bebas dari penyakit, dan bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki. Penggunaan benih yang ideal pada setiap hektar tanah yang akan ditanami 30 kg. 3. Penyiapan Lahan Penyiapan lahan pada dasarnya adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahanbongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lumpur lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah, ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Pembajakan sawah dapat menggunakan traktor atau cara tradisional dengan tenaga hewan (biasanya memanfaatkan kerbau). Pembajakan sawah dengan kedua cara tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu pembalikan tanah. Akan tetapi, menurut pengalaman padi organik, cara pembajakan tradisional memberikan hasil yang lebih baik. 4. Penanaman Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah memiliki tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5 sampai dengan 6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama dan penyakit, serta berjenis varietas seragam. Umur bibit berpengaruh terhadap produktivitas. Umur terbaik varietas genjah (100 sampai dengan 115 hari) untuk dipindahkan adalah 18 sampai dengan 21 hari, varietas sedang (sekitar 130 hari) adalah 21 sampai dengan 25 hari, dan varietas dalam (sekitar 150 hari) adalah 30 sampai dengan 45 hari. Jarak tanam di lahan pun mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas padi. Penentuan jarak tanam sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila varietas memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih subur, jarak tanam harus lebih lebar dibandingkan dengan tanah sawah kurang subur. 15

5. Penyulaman Penyulaman merupakan penggantian bibit yang tidak tumbuh, rusak, dan mati dengan bibit baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam untuk mencegah pertumbuhan padi yang tidak serentak. 6. Pengolahan Tanah Ringan Pengolahan tanh ringan biasanya dilakkukan sekitar dua puluh hari setelah tanam. Tujuan pengolahan tanah ringan adalah menukar udara, yaitu memasukkan oksigen ke dalam tanah dan menguapkan gas-gas yang terbentuk dalam keadaan anaerobik di dalam tanah. 7. Penyiangan Penyiangan pertama dilakukan seminggu setelah pengolahan lahan ringan. Tujuan penyiangan adalah memberantas tanaman liar atau tanaman pengganggu (gulma) yang masih tumbuh seiring pertumbuhan padi. Pertumbuhan tanaman tersebut menyebabkan timbulnya persaingan dengan tanaman padi dalam memperoleh zat hara dari tanah. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma dan membuangnya ke luar areal sawah atau dipendam dalam lumpur sawah sedalam-dalamnya. Dalam satu musim tanam, dilakukan tiga kali penyiangan, yaitu pada saat tanaman berumur empat minggu, 35 hari, dan 55 hari. 8. Pemasukan dan Pengeluaran Air Teknik penggenangan sawah dilakukan dengan menyesuaikan ketinggian air dengan fase pertumbuhan tanaman. Pada fase awal pertumbuhan, sawah harus digenangi air setinggi 2 sampai dengan 5 cm dari permukaan tanah selama 15 hari. Pada fase pembentukan anakan, ketinggian air perlu ditingkatkan dan dipertahankan antara 3 sampai dengan 5 cm. Pada masa bunting, ketinggian genangan air ditingkatkan kembali sampai sekitar 10 cm karena pada masa ini air sangat dibutuhkan dalam jumlah banyak. Pada fase pembungaan, ketinggian air dipertahankan antara 5 sampai dengan 10 cm. Bila mulai tampak keluar bunga, sawah perlu dikeringkan selama 4 sampai dengan 7 hari agar pembungaan berlangsung secara serentak. Pada saat bunga 16

muncul serentak, air segera dimasukkan kemballi dengan ketinggian tetap 5 sampai dengan 10 cm. Sedangkan pengeringan sawah dilakukan hanya pada fase sebelum bunting selama 4 sampai dengan 5 hari dan fase pemasakan biji hingga saat padi dipanen. Tujuan utama pengeringan sawah adalah untuk memperbaiki aerasi tanah, memacu pertumbuhan anakan, meningkatkan suhu dalam tanah, meningkatkan perombakan bahan organik oleh jasad renik, mencegah terjadinya busuk akar, serta mengurangi populasi berbagai hama. 9. Pemupukan Kegiatan pemupukan dibagi ke dalam dua jenis, yaitu pemupukan dasar dan pemupukan susulan. Pemupukan dasar dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembajakan kedua. Jenis pupuk organik yang digunakan sebagai pupuk dasar berupa pupuk kandang atau kompos matang sebanyak 5 ton /ha. Pemupukan susulan pada budidaya padi secara organik dilakukan tiga kali selama satu musim tanam. Pemupukan susulan tahap I dilakukan saat tanaman berumur sekitar 15 hari dengan menggunakan jenis pupuk kandang matang sebanyak 1 ton/ha atau kompos fermentasi sebanyak 05 ton/ha. Pemupukan susulan tahap II dilakukan seminggu sekali saat tanaman berumur 25 sampai dengan 60 hari dengan menggunakan jenis pupuk organik cair buatan sendiri dengan unsur N yang tinggi sebanyak 1 liter pupuk dilarutkan dalam 17 liter air. Pemupukan susulan tahap III dilakukan seminggu sekali saat tanaman memasuki fase generatif atau pembentukan buah, yaitu setelah tanaman berumur 60 hari dengan menggunakan pupuk organik cair buatan sendiri dengan unsur P dan K tinggi sebanyak 2 sampai dengan 3 sendok makan pupuk P organik dicampurkan dalam 15 liter pupuk K organik. 10. Pemberantasan Hama dan penyakit Pemberantasan hama dan penyakit padi organik perlu dilakukan secara terpadu antara teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap atau umpan), dan kimia (pestisida organik/nabati). Selanjutnya, jenis-jenis gulma, hama, dan penyakit yang biasa menyerang tanaman padi, baik yang anorganik maupun organik adalah sebagai berikut (Andoko 2002): 17

1. Jajagoan (Echinochloa crus-galli), merupakan sejenis rumput berbatang bulat, sering dijumpai pada tanaman padi di lahan basah, dan mampu menghasilkan biji dengan pertumbuhan yang sangat baik (terutama bila tanah banyak mengandung unsur Nitrogen). Saat masih muda, rumput ini seruppa dengan tanaman padi sehingga sulit dibedakan. Pada tanaman padi di bawah umur 60 hari, jajagoan menjadi gulma yang sangat serius. 2. Sunduk gangsir (Digtaria ciliaris), merupakan sejenis rumput berbatang bulat, sering dijumpai pada tanaman padi di lahan agak kering, dan mampu bertahan hidup dalam kondisi agak ekstrim. 3. Teki (Cyperus rotundus), merupakan sejenis rumput berbatang segitiga dan berumbi, memperbanyak hanya menggunakan batang bawah (umbi) walaupun menghasilkan biji, mampu tumbuh dan berkembang dalam berbagai kondisi tanah dan lingkungan, dan umbinya mampu bertahan hidup walaupun di areal persawahan yang tergenang atau kekeringan dalam waktu lama. 4. Eceng, merupakan tanaman berdaun lebar dan bersifat annual, sering dijumpai pada tanaman padi sawah, memperbanyak dengan biji, dan hidup di berbagai tempat basah atau genangan air. Pembudidayaan padi secara organik tidak terlepas dari serangan hama dan penyakit. Hama-hama tersebut tergolong hama penting karena serangannya dapat merugikan petani. Jenis hama-hama tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Wereng, merupakan serangga kecil yang pada saat dewasa menghisap cairan pada pangkal batang dan buir padi yang masih lunak sehingga padi yang terserang menjadi layu, menguning, dan akhirnya mati. Jenis-jenis wereng yang menyerang padi antara lain: wereng cokelat (Nilaparvata lugens), wereng hijau (Nephotettix virescens), wereng zig-zag (Deltocephalus dorsalis), dan wereng putih (Cofana spectra). 2. Walang sangit (Leptocorisa oratorius), merupakan bertubuh ramping dengan tungkai dan antena memanjang dan menghisap setiap bulir padi, baik yang baru berisi maupun lama berkali-kali sehingga warnanya menjadi kecokelatan dan hampa. 3. Penggerek batang, menyerang padi pada saat masih muda dengan tanda daun termuda mengering dan mudah dicabut (sundep), dan menyerang padi pada 18

saat berada pada fase berbunga dengan tanda batang terpotong sehingga malai menjadi kering (beluk). Jenis-jenis penggerek batang yang menyerang padi antara lain: penggerek batang bergaris (Chilo supressalis), penggerek batang kuning (Tryporyza incertulas), dan penggerek batang merah jambu (Sesamia inferens). 4. Ganjur (Orseolia oryzae), merupakan serangga berbentuk nyamuk berwarna kemerahan yang memakan bagian padi di antara dasar titik timbuj dan pucuk tanaman sehingga seludang daun di sekelilingnya menjadi tumbuh berongga. 5. Tikus (Rattus argentiventer), merupakan binatang bersifat jera hama, yaitu tidak akan memangsa umpan beracun lagi bila pernah memangsanya dan menyerang tanaman padi mulai dari yang masih di persemaian, stadia vegetatif, maupun setelah membentuk biji. Sedangkan jenis-jenis penyakit yang sering menyerang padi antara lain sebagai berikut: 1. Bercak cokelat, disebabkan oleh cendawan Helmintosporium oryzae yang mengakibatkan kehilangan hasil sampai 50 persen dan kualitas bijinya rendah. Gejala serangannya antara lain timbul bercak-bercak cokelat seperti biji wijen pada daun atau gabah. 2. Blast, disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae yang dipicu oleh penggunaan pupuk N terlalu tinggi dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi. Gejala serangannya antara lain muncul bercak berbentuk seperti mata pada daun padi. 3. Tungro, disebabkan oleh virus tungro yang dibawa oleh hama wereng yang mengakibatkan padi menjadi kerdil dan daun bewarna kuning atau jingga. 2.2 Kajian Analisis Pendapatan Usahatani Komoditas Padi Penelitian Anshori (2010) menggunakan analisis usahatani yang terdiri dari biaya, pendapatan, dan efisiensi pendapatan usahatani padi ketan putih dan non ketan. Secara umum kegiatan usahatani padi ketan putih dan usahatani padi non ketan mulai dari kegiatan pengolahan tanah hingga panen keduanya hampir sama, namun perbedaan terletak pada kegiatan budidaya yang lebih banyak pada usahatani padi ketan putih, seperti kegiatan pemberian pupuk dan pestisida yang lebih sering dilakukan daripada usahatani padi non ketan. Hasil penelitian 19

menunjukkan bahwa usahatani padi ketan putih dan non ketan menguntungkan bagi petani dan efisiensi dari segi pendapatan. Fatullah (2010) membandingkan antara analisis usahatani padi konvensional dan padi sehat dengan menggunakan analisis usahatani yang terdiri dari biaya, pendapatan, dan efisiensi pendapatan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan dalam proses budidaya padi sehat lebih banyak daripada padi konvensional, yaitu terdapat kegiatan tambahan seperti kegiatan persiapan benih, pembuatan pupuk kompos, pembuatan pestisida nabati, dan pembuatan pupuk cair. Jika dilihat dari segi keuntungan, maka keuntungan usahatani padi sehat lebih besar daripada keuntungan usahatani padi konvensional, sedangkan jika dilihat dari segi efisiensi pendapatan, maka usahatani padi konvensional lebih efisien daripada usahatani padi sehat. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa usahatani padi sehat menghasilkan keuntungan bagi petaninya. Sementara menurut Lubis (2009), usahatani padi sehat memiliki risiko yang bersumber dari risiko produksi dan risiko harga. Berdasarkan hasil analisis, risiko produksi pada usahatani padi sehat memiliki dampak besar walaupun probabilitas terjadinya risiko kecil, sedangkan risiko penerimaan memiliki dampak yang kecil tetapi probabilitas terjadinya risiko besar. Hal ini menunjukkan bahwa petani padi sehat sering menghadapi risiko penerimaan yang dapat menurunkan tingkat pendapatan walaupun dampaknya kecil. Mulyaningsih (2010) membandingkan kegiatan usahatani padi SRI dan konvensional dengan menggunakan analisis usahatani yang terdiri dari biaya, pendapatan, dan efisiensi usahatani. Untuk analisis efisiensi usahatani, selain menggunakan nilai B/C juga menggunakan nilai return to family labour dan return to land. Tidak hanya itu penelitian tersebut juga menambahkan analisis risiko tenaga kerja (standar deviasi). Usahatani padi SRI dalam kegiatan teknis budidayanya memiliki pekerjaan yang lebih banyak dan intensif daripada kegiatan pada usahatani padi konvensional, kegiatan yang hanya dilakukan oleh petani padi SRI adalah adanya kegiatan seleksi benih, pembuatan kompos, dan pengaturan air secara berselang. Berdasarkan analisis penggunaan input dan biaya usahatani, penggunaan input pada usahatani SRI yang paling besar yaitu pada penggunaan 20

tenaga kerja dan pengadaan kompos. Sedangkan pada usahatani padi konvensional input paling besar dicurahkan untuk tenaga kerja, pengadaan pestisida, dan pupuk. Sehingga biaya input tersebut memiliki proporsi yang cukup besar pada biaya total kedua usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik usahatani padi SRI dan konvensional menguntungkan bagi petani dengan perbandingan usahatani padi SRI memberikan keuntungan lebih besar bagi petaninya daripada petani padi konvensional. Selain itu, bila ditinjau dari segi efisiensi pendapatan, baik usahatani padi SRI dan konvensional efisien dengan perbandingan usahatani padi SRI lebih efisien daripada padi konvensional. Nafis (2011) menggunakan analisis pendapatan usahatani dan R/C Rasio untuk melihat efisiensi usahatani padi organik. Usahatani padi organik dibagi dalam dua kelompok responden, yaitu usahatani padi organik tersertifikasi dan usahatani padi organik non-sertifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi organik menguntungkan bagi petani dengan perbandingan keuntungan yang diterima oleh petani padi organik tersertifikasi lebih besar daripada petani padi organik non-sertifikasi. Selain itu, bila ditinjau dari segi efisiensi pendapatan, usahatani padi organik efisien dengan perbandingan pendapatan usahatani padi organik tersertifikasi lebih efisien daripada pendapatan usahatani padi organik non-sertifikasi. Penelitian Anshori (2010), Fatullah (2010), Lubis (2009), Mulyaningsih (2010), dan Nafis (2011) memiliki beberapa persamaan dengan penelitian ini. Anshori (2010), Fatullah (2010), Lubis (2009), Mulyaningsih (2010), Nafis (2011), dan penelitian ini meneliti komoditas yang sama, yaitu padi. Akan tetapi, Anshori (2010) membandingkan antara spesies padi ketan putih dan non ketan, Fatullah (2010) membandingkan antara usahatani padi sehat dan konvensional, Lubis (2009) menganalisis risiko produksi dan penerimaan usahatani padi sehat, Mulyaningsih (2010) membandingkan antara padi dengan sistem usahatani SRI dan konvensional, Nafis (2011) membandingkan antara petani padi organik tersertifikasi dengan petani padi organik non-sertifikasi, sedangkan penelitian ini membandingkan usahatani padi sehat yang dilakukan oleh petani berukuran luas dan sempit. Anshori (2010), Fatullah (2010), Mulyaningsih (2010), Nafis (2011), dan penelitian ini menggunakan alat analisis yang sama dalam menganalisis 21

usahatani, yaitu terdiri dari biaya, pendapatan, dan efisiensi, dimana secara keseluruhan penelitian Anshori (2010), Fatullah (2010), Mulyaningsih (2010), dan Nafis (2011) menunjukkan bahwa usahatani padi menguntungkan bagi petani. Penelitian Fatullah (2010), dan penelitian ini memiliki persamaan dalam lokasi penelitian, yaitu di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, dan objek penelitian, yaitu pendapatan usahatani padi sehat. Perbedaannya terdapat pada metode penelitian dimana Fatullah (2010) membandingkan antara sistem usahatani padi sehat dan konvensional, Lubis (2009) sedangkan penelitian ini membandingkan antara usahatani padi sehat berukuran luas dan usahatani padi sehat berukuran sempit. Selain itu, Fatullah (2010) mengambil sampel sebagai responden sebanyak 30 petani secara purposive (sengaja), yang terbagi menjadi 15 responden petani padi sehat dan 15 responden petani padi konvensional, sedangkan penelitian ini mengambil sampel sebagai responden sebanyak 35 petani secara simple random sampling (pengacakan sederhana), yang terbagi menjadi delapan responden petani padi sehat berukuran luas dan 27 responden petani padi sehat berukuran sempit. Perbedaan selanjutnya, Fatullah (2010) menggunakan data usahatani hanya pada satu musim tanam, yaitu musim tanam I periode musim tanam 2009, sedangkan penelitian ini menggunakan data usahatani tiga musim tanam selama periode musim tanam 2010/2011. Perbedaan penelitian Anshori (2010), Mulyaningsih (2010), dan Nafis (2011) dengan penelitian dapat dilihat selain dari spesies padi yang diteliti juga dari lokasi penelitian. Anshori (2010) membandingkan usahatani padi ketan putih dan non ketan di Desa Jatimulya, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat; Mulyaningsih (2010) membandingkan sistem usahatani sistem SRI dengan usahatani konvensional di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat; Nafis (2011) membandingkan usahatani padi organik tersertifikasi dan non-sertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi jawa Barat; sedangkan penelitian ini meneliti usahatani padi sehat berdasarkan skala usahatani di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. 22